Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1

Definisi DBD
DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya
bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar
luasnya virus dengue di berbagai wilayah di Indonesia (Depkes RI, 2010).
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue DBD ditularkan
melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
2.1.2


Gambaran klinis DBD
Penyakit DBD memiliki tanda – tanda demam disertai sakit kepala, nyeri

retro–orbital, mialgi, artralgia, uji serologi positif, tidak ada kebocoran plasma,
trombositopenia (pergub DKI Jakarta No 63 tahun 2011).
Demam pada DBD bisa sampai 39°-40°C. Bila demam hanya berkisar
38°C kemungkinan bukan DBD, tetapi bisa jadi penyakit infeksi virus lain seperti
campak, rubella, dan chikungunya atau virus Hanta (Demam Korea) atau penyakit
lain karena infeksi bakteri seperti tuberkulosa atau thypus atau penyakit radang
selaput otak (meningitis) (yatim, 2007).

6
Universitas Sumatera Utara

7

WHO 1997 memberikan pedoman untuk membantu menegakan diagnosis
DBD secara dini berdasarkan gejala, disamping menetukan derajat beratnya
penyakit (Rezeki, 2004):

Berdasarkan klinis:
a. Demam mendadak tinggi yaitu ≥ 39°C selama 2-7 hari.
b. Perdarahan(termasuk uji bendung +)seperti petekie epstaksis, saluran
cerna,lokasi bekas tusukan jarum,dan hematermes/melena.
c. Hepatomegali dimata hati kita dapat teraba dan kemungkinan akan terjadi
renjatan pada penderita.
d. Renjatan (syok): nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau
hipotensi disertai gelisah dan arkal dingin.
Berdasarkan berat penyakit:
a. Derajat I

: demam dengan uji bendung +

b. Derajat II

: demam dengan uji bendung + dan pendarahan spontan

c. Derajat III

: nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg


hipotensi,akral dingin
d. Derajat IV

: syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur

Berdasarkan laboratoris:
a. Trombositopenia (≤100.000/µl).
b. Hemokonsentrasi (kadah Ht ≥ 20% dari normal).
Dua gejala klinis pertama ditambah dengan 2 gejala laboratoris dianggap
sudah cukup untuk menegakan diagnosis kerja DBD.

Universitas Sumatera Utara

8

2.1.3

Penyebab DBD
Penyebab penyakit ini sudah dikenal sejak lama yaitu virus dengue yang


termasuk famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Virus yang berukuran kecil (50
nm)

ini

mengandung

RNA

berantai

tunggal.

Virionnya

mengandung

nukleonkapsid berbentuk kubus yang terbungkus selubung lipoprotein. Genome
virus dengue berukuran panjang sekitar 11.000 pasangan basa, dan terdiri dari tiga

gen protein struktural yang mengodekan nukleokapsid atau protein inti (core),
satu protein terikat membran, satu protein penyelubung (envelope) dan tujuh gen
protein nonstruktural (nonstruktural). Selubung glikoprotein berhubungan dengan
hemaglutinasi virus dan aktivitas netralisasi (Salmiyatun, 2004).
Ada 4 serotipe yang diketahui yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat serotipe virus ini telah ditemukan berbagai daerah di Indonesia. Namun
yang sering menimbulkan wabah di Indonesia Flavivirus serotip DEN-3. Hasil
penelitian menunjukan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD
berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue2, Dengue-1 dan Dengue-4 di Indonesia. Jenis Flavivirus tersebut dapat dibedakan
dengan melakukan serologis. Virus dengue yang termasuk dalam genus
Flavivirus, berukuran 40 nanometer dan dapat berkembang biak dengan baik di
berbagai macam kultur jaringan. Infeksi virus dengue pada manusia sudah lama
ditemukan dan menyebar terutama di daerah tropik pada abad 18 dan 19 (Depkes
RI, 2010).

Universitas Sumatera Utara

9

2.1.4


Mekanisme dan Vektor Penularan DBD

2.1.4.1 Mekanisme Penularan DBD
Nyamuk yang terinfeksi arbovirus dapat menularkan virus tersebut
sepanjang hidupnya kepada manusia. Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi
dapat menyalurkan virus tersebut ke generasi berikutnya melalui transmisi
transovarian ada juga penularan melalui transexsual yaitu penularan dari nyamuk
jantan ke nyamuk betina lewat perkawinan serta melalui penularan transovarial
yaitu dari induk nyamuk ke keturunannya. Penularan virus dengue lebih banyak di
daerah wilayah subtropis karena suhu lingkungan yang lebih hangat akan
menyebabkam lebih cepatnya pengaktifan virus dengue di dalam tubuh nyamuk
(Achmadi, 2011).
Penyakit DBD ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus
dengue. Jika orang yang di gigit oleh nyamuk Aedes aygepty maka virus dengue
akan masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus
dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar
keseluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar
liur nyamuk. Dalam tempo satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau
bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan atau dipindahkan ke orang

lain.Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain,maka setelah
probosis menemukan kapiler darah, sebelum darah orang diisap,terlebih dahulu
mengeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang diisap tidak
membeku,bersama dengan air liur ini virus dengue dipindahkan ke orang

Universitas Sumatera Utara

10

lain.Namun tidak semua orang bisa terkena penyakit DBD,virus ini akan bereaksi
didalam tubuh manusia yang dalam keadaan rentan (Rezeki, 2004).

Gambar 2.1 Mekanisme Penularan DBD
2.1.4.2 Vektor Penularan DBD
Nyamuk

termasuk

dalam


subfamili

Culicinae,

famili

Culicidae,

merupakan vektor atau penular utama dari penyakit – penyakit arbovirus seperti
DBD. Diseluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun
sebagian besar dari spesies – spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan
penyakit virus (arbovirus) dan penyakit – penyakit lainnya. Jenis – jenis nyamuk
yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes spp., Culex spp., Anopheles
spp., dan Mansonia spp (Sembel,2009)

Universitas Sumatera Utara

11

1. Morfologi Nyamuk

Nyamuk termasuk kelompok serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva, pupa, dan nyamuk
dewasa (Sembel, 2009).
a. Telur
Nyamuk Aedes aegypti meletakan telur diatas permukaan air satu per
satu.Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam
bentuk dorman.Namun, bila air cukup tersedia, telur – telur biasanya
menetas 2 – 3 hari sesuadah diletakan.
b. Larva
Telur menetas menjadi larva atau atau sering disebut dengan jentik. Larva
nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang
cukup jelas. Untuk mendapatkan oksigen dari udara, larva nyamuk Aedes
aegypti biasanya menggantungkan tubuhnya agar tegak lurus dengan
permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring mikroorganisme dan
partikel – partikel lainnys dalam air. Larva biasanya melakukan pengantian
kulit sebanyak empat kali dan berpupasi sesudah tujuh hari.
c. Pupa
Setelah mengalami penggantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa
berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air
terutama bila diganggu. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu

sesudah 2 atau 3 hari, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar
dan terbang.

Universitas Sumatera Utara

12

d. Dewasa
Nyamuk dewasa yang keluar dari pupa berhenti sejenak diatas permukaan
air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap – sayapnya. Setelah itu
nyamuk akan terbang untuk mencari makan. Dalam keadaan istirahat,
nyamuk Aedes aegepty hinggap dalam keadaan sejajar dengan permukaan.
Umur nyamuk dewasa antara betina dan jantan berbeda,waktu hidup
nyamuk jantan lebih singkat dibandingkan nyamuk betina yang dapat
bertahan hidup selama satu bulan.

Gambar 2.2 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Judarwanto, 2007)
2. Tempat Pembiakan Nyamuk Aedes Aegypti
Nyamuk Aedes yang aktif pada waktu siang hari seperti Ae. Aygepti dan
Ae. Albopictus biasanya meletakan telur dan berbiat pada tempat – tempat

penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air
bersih atau hujan seperti bak mandi,tangki penampungan air, vas bunga, kaleng –
kaleng atau kantung – kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang
rumah, bambu pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan, tempurung
kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk kontainer yang dapat menampung air
bersih (Sembel,2009).

Universitas Sumatera Utara

13

3. Prilaku Nyamuk Aedes Aegypti
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes aegypti secara efektif diperlukan
pengetahuan tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah,
istirahat dan berkembang biak, sehingga diharapkan akan dicapai PSN dan jentik
nyamuk Aedes aegypti yang tepat (Mubarokah,2013) :
a. Perilaku Mencari Darah
Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk
betina menghisap darah manusia setiap 2 ± 3 hari sekali. Menghisap darah
pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00 ± 12.00 dan
jam 15.00 ± 17.00. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina
sering menggigit lebih dari satu orang. Jarak terbang nyamuk sekitar 100
meter . Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
b. Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ±
3 hari untuk mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai yaitu tempattempat yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC, di
dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai, di luar rumah
seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
c. Perilaku Berkembang Biak
Nyamuk Aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat
penampungan air bersih. Telur diletakkan menempel pada dinding
penampungan air, sedikit di atas permukaan air. Setiap kali bertelur,
nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

Universitas Sumatera Utara

14

sekitar 0,7 mm per butir. Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat
bertahan sampai 6 bulan. Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar
2 hari terendam air. Jentik nyamuk setelah 6 ± 8 hari akan tumbuh menjadi
pupa nyamuk. Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air, tetapi
tidak makan dan setelah 1±2 hari akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti
yang baru (Sembel, 2009).
2.1.5

Faktor-Faktor Penularan DBD
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia antara lain:

1.

Jenis Kelamin
Tidak ditemukan perbedaan kerentanan terkena penyakit DBD yang
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan samasama berpotensi terserang DBD.

2.

Status Pendidikan
Keluarga dengan tingkat pendidikan rendah biasanya sulit untuk menerima
arahan dalam pemenuhan gizi dan sulit diyakinkan mengenai pentingnya
pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang
menunjang tumbuh kembang anak (Alimul, 2003).

3.

Kepadatan Penghuni Rumah
Apabila di suatu rumah ada nyamuk penular DBD yaitu Aedes aegypti
maka akan menularkan penyakit DBD pada semua orang yang tinggal di
rumah tersebut atau di rumah sekiranya yang berada dalam jarak terbang
nyamuk yaitu 50 meter dan orang yang berkunjung ke rumah tersebut
(Depkes RI, 2005).

Universitas Sumatera Utara

15

4.

Umur
DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi tidak menutup
kemungkinan orang dewasa tertular penyakit DBD. Dalam dekade terakhir
ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok usia
dewasa (Depkes RI, 2005 ).
Selain faktor –faktor tersebut ada faktor lain yang mempengruhi penularan

virus dengue (yatim,2007):
1. Lingkungan fisik yang terdiri dari kepadatan penduduk,suhu,kelembaban
dan iklim pada tempat tinggal.
2. Lingkungan biologi yang terdiri dari tempat perindukan dari vektor
pembawa virus dengue yang merupakan penyebab penyakit DBD.
3. Lingkungan sosial yang terdiri dari mobilitas dan peran serta masyarakat.
Penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di
tempat yang padat penduduk seperti di perkotaan dan pedesaan pinggir
kota. Oleh karena itu, penyakit DBD lebih bermasalah di daerah sekitar
perkotaan.
Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)
2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai

wilayah, sehingga

kemungkinan

terjadinya

pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar.

Universitas Sumatera Utara

16

Tempat-tempat tersebut antara lain:
a. Sekolah yang disebabkan karena siswa sekolah berasal dari berbagai
wilayah serta siswa sekolah merupakan kelompok umur yang paling
susceptible terserang DBD.
b. Rumah sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
c. Tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran dan
tempat ibadah.
3. Pemukiman baru di pinggir kota karena di lokasi ini penduduknya berasal
dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita
atau carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masingmasing lokasi asal (Depkes RI, 2010).
2.1.6 Pencegahan dan Pengendalian DBD
2.1.6.1 Pencegahan DBD
Pencegahan Demam Berdarah dengue terdiri dari beberapa cara yang dapat
dilakukan :
1. Individu:
a. Metode lingkungan untuk mengendalikan lingukungan antara lain:
1) Melakukan PSN.
2) Pengelolaan sampah padat.
3) Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung
seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air dan
mengubur kaleng – kaleng bekas.
4) Menguras bak mandi.

Universitas Sumatera Utara

17

5) Menutup penampungan air.
6) Mengubur barang bekas.
7) Perbaikan desain rumah.
b. Metode biologis
Untuk mencegah penyebaran nyamuk Aedes aegepty dengan metode
biologis, Anda dapat mengunakan ikan pemakan jentik nyamuk seperti
ikan cupang atau bakteri sejenis BTH – 14.
c. Metode kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
1) Melakukan pengasapan dengan menggunakan malathion dan
fenthion untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu.
2) Memberikan bubuk Abate (temephos) pada tempat – tempat
penampungan air seperti gentong air, vas bunga,kolam dan lain –
lain (Sandina, 2011).
2. Masyarakat:
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan – permasalahan masyarakat tersebut.
Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan berarti keikut sertaan anggota
masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri
(Notoadmojo, 2012). Partisipasi tersebut dapat dilakukan dengan:
1. Menunjukan perhatian dan kepedulian kepada sesama masyarakat,
mengenai masalah penyakit DBD.
2. Menciptakan rasa memiliki terhadap program yang berjalan.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Ikut serta dalam program penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta
membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat.
4. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara.
5. Memperkenalkan program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan
orang tua.
6. Pemberian bubuk Abate atau kelambu secara gratis bagi yang berperan
aktifdalam program pencegahan DBD.
7. Menggambungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis penyakit
yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar
memperoleh hasil yang maksimal.
3. Pemerintah
Tugas pemerintah dalam memberantas dan mencegah penyakit DBD adalah
dengan mengeluarkan sistem kebijakan dalam peningkatan pemberantasan
DBD. Ada empat elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan
mempunyai andil di dalam kebijakan karena memang memengaruhi dan
saling dipengaruhi, yaitu:
1. Kebijakan publik (undang – undang, peraturan, ataupun keputusan yang
dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah).
2. Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, agen pemerintah, pemimpin
terpilih).
3. Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan
ekonomi).
4. Sasaran kebijakan (masyarakat).

Universitas Sumatera Utara

19

Sejalan dengan teori sistem kebijakan, keberhasilan pemberantasan virus
dengue sangat didukung dengan peraturan perundang – undangan tentang
penyakit menular dan wabah. Perundang – undangan ini memberikan wewenang
kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan saat terjadi wabah.
Penyusun undang–undang juga harus mempertimbangkan komponen
penting dalam program pencegahan virus dengue dan nyamuk Aedes aegpty,yaitu
mengkaji ulang dan mengevaluasi efektivitas perundang – undangan sanitasi yang
telah diatur oleh Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah
sebagai pelaksana, mencerminkan koordinasi lintas sektor, dan mencerminkan
kerangka adminstrasi hukum yang ada.
2.6.1.2 Pengendalian Vektor DBD
Salah satu usaha yang dinilai cukup efektif dalam penanggulangan
penyakit DBD adalah memutuskan mata rantai penularan vektor kontrol. Berikut
ini adalah langkah – langkah yang dapat dilaksanakan dalam pengendalian vektor
(Mubarak, 2009).
1. Survilance vektor untuk memperoleh informasi tentang kepadatan dan
distribusi vektor DBD, tempat bersarangnya yang berpotensial, jarak
terbang, arah infiltrasi vektor ke dalam masyarakat, dan pengaruh
perubahan cuaca atau mutasi terhadap populasi vektor.
2. Pemberantasan

vektor

(fogging

dengan

racun

serangga).

Tujuan

pemberantasan vektor adalah membunuh sebagian vektor yang infective
dengan cepat. Agar rantai penularan segera dapat diputuskan dan menekan

Universitas Sumatera Utara

20

kepadatan vektor selama waktu yang cukup sampai dimana pembawa virus
tumbuh sendiri.
2.1.7

Pengobatan DBD
Pengobatan DBD bersifat suportif.Tatalaksana berdasarkan kelainan

utama yang terjadi yaitu perembesan plasama sebagai akibat dari peningkatan
permeabilitas kapiler.Perembesan plasma yang berlangsung selama 24-48 jam
akan menyebabkan terjadinya syok,anoksia,asidosis,dan kematian.Oleh karena
itu, harus diusahakan untuk melakukan pengobatan dengan cara (Rezeki,2004):
1. Mendeteksi adanya perembesan plasma secara dini sehingga dapat
mencegah syok yang terjadi.Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat
peralihan fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris),biasanya disebut dengan fase defervescence
2. Memberikan

cairan kristaloid

isotonik

merupakan pilihan untuk

menggantikan volume plasma.Pemilihan jenis cairan dan kecermatan
penghitungan volume cairan pengganti merupakan kunci keberhasilan
pengobatan.
3. Indikasi pemberian cairan /plasma dan transfusi darah harus direncanakan
dengan jelas.Pemakaian obat – obat lain diberikan antas indikasi yang
tepat.Pendarahan dapat terjadi pada DBD.Fase penurunan suhu (masa
krisis) ini pada umumnya terjadi pada hari sakit ketiga sampai kelima, oleh
karena itu pada masa tersebut kewaspadaan perlu ditingkatkan.
4. Memberikan pengawasan klinis disertai pemantauan kadar hematokrit dan
juga jumlah trombosit penderita.

Universitas Sumatera Utara

21

2.2

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN
DBD)

2.2.1

Definisi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong

nyamuk penular DBD di tempat perkembangbiakannya (Mubarok,2010).
PSN merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam
membasmi jentik nyamuk penular DBD dengan cara 3M, yaitu menguras secara
teratur seminggu sekali atau menabukjan abate ke tempat penampungan air bersih,
menutup rapat – rapat tempat penampungan air, dan mengubur serta
menyingkirkan kaleng – kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya yang
dapat menampungair hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti
(Epidemiologi dan Penanggulangan DBD,1995).
Menurut Taviv (2010) pelaksanaan kegiatan PSN merupakan kegiatan
yang paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk di tempat
penampungan air karena berhubungan secara langsung. Jika seseorang melakukan
praktik PSN dengan benar, maka keberadaan jentik nyamuk di tempat
penampungan air dapat berkurang bahkan hilang.
2.2.2 Proses PSN
Pemberantasan Sarang Nyamuk dilakukan dengan cara 3M (Depkes
RI,2010):
1. Menguras tempat penampungan air
2. Menutup rapat tempat penampungan air

Universitas Sumatera Utara

22

3. Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang –
barang bekas yang dapat menampung air hujan
Selain itu ditambah dengan cara lain yang biasa dikenal dengan 3M plus
(Depkes RI,2010):
1. Mengganti air pada vas bunga, minuman burung dan tempat – tempat
lainnya seminggu sekali.
2. Memperbaiki talang air yang tidak lancar atau rusak.
3. Menutup lobang pada batang pohon bambu.
4. Memasang kawat kasa dirumah.
5. Melakukan larvasida, yaitu membubuhkan bubuk Abate.
6. Memelihara ikan pemakan jentik
7. Membersihkan / mengeringkan tempat penampung air seperti kaleng
bekas, ban bekas dan sebagainya.
2.2.2.1 Larvasida
Larvasida adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat –
tempat penampungan air.Bila menggunakan Abate di sebut Abatesasi,ada tiga
jenis larvasida yang umum digunakan (Depkes,2007) yaitu :
1. Abate 1 G
Mengandung bahan aktif 1 %,berwarna coklat, terbust dsri pasir yang
dilapisi dengan bahan aktif termophos yang dapat membunuh jentik nyamuk.
Dalam tekanan yang benar aman bagi manusia dan tidak menimbulkan
keracunan.Jika dimasukan ke dalam air,maka sedikit demi sedikit zat kimia itu
akan larut secara merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada ditempat

Universitas Sumatera Utara

23

penampungan air tersebut.Diantara ada yang menempel pada dinding tempat
penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan bila tidak disikat.Oleh sebab itu
penaburan abate 1 G perlu diulang selama 1 bulan.
2.

Altosid 1,3 G
Altosid 1,3 G mengandung bahan aktif Metropin 1,3%, berbentuk butiran

seperti gula pasir berwarna hitam arang.Dalam takaran yang diajukan,aman bagi
manusia dan tidak menimbulkan keracunan.Air yang ditaburi Altosid 1,3 G tidak
menjadi bau dan tidak berubah warna.Sedikit demi Altosid 1,3 G yang sudah ada
di dalam air akan melepaskan zat kimia kepermukaan air akan melepaskan zat
kimia kepermukaan air dan bertahan sampai 3bulan.Zat kimia ini akan
menghambat/membunuh jentik sehingga tidak menjadi nyamuk.Penggunaan
Altosid 1,3 G diulang setiap 3 bulan.
3.

Sumirlarv 0,5 G (DBD)
Sumirlarv

0,5G

(DBD)

mengandung

bahan

aktif

pripoksifen

0,5%,berbentuk butiran berwarna coklat kekuningan.Dalam takaran yang
dianjurkan,aman bagi manusia,hewan dan lingkungan serta tidak menimbulkan
keracunan.Air yang ditaburi Sumirlarv 0,5 G (DBD) tidak menjadi bau,tidak
berubah warna dan tidak korosif terhadap penampungan air yang terbuat dari
besi,seng,dan lain – lain.Sumilarv 0,5 G (DBD) larut dalam air diikat oleh organik
air, kemudian menempel pada dinding tempat penampungan air dan bertahan
sampai 3 bulan.Zat kimia ini akan menghambat pertumbuhan jentik sehingga
tidak menjadi nyamuk.Penggunaan Sumirlarv 0,5 G (DBD) diulang setiap 3 bulan

Universitas Sumatera Utara

24

2.2.2.2 Larvatrip
Larvatrip merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memasang jebakan
larva nyamuk yang dibuat sedemikian rupa untuk menarik nyamuk meletakan
telurnya didalam kontainer yang bertujuan untuk mengestimasi kepadatan nyamuk
dewasa dengan melakukan pemantauan larva melalui larvatrip yang dipasang.
2.2.2.3 Fogging
Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang
dilakukan pada saat terjadi penularan DBDmelalui penyemprotan insektisida
daerah sekitar kasusu DBD yang bertujuan memutus rantai penularan penyakit.
Sasaran fogging adalah rumah serta bangunan dipinggir jalan yang dapat dilalui
kendaraan didesa endemis tinggi.
Cara ini dapat dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa maupun larva.
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan penyemprotan pada
dinding (resisual spraying) karena nyamuk Aedes aygepty tidak suka hinggap
padadinding melainkan pada benda – benda yang tergantung seperti kelambu pada
kain tergantung.
Program pengasapan/fogging terdari dari dua kegiatan yaitu (Ambarwati ,2006):
1. Fogging fokus
Adalah pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan terfokus
pada daerah tempat ditemukannya tersangka / penderita DBD dengan
radius 200 meter dari titik penderita.Selain itu fogging adalah
penyemprotan insektisida dengan metode pengasapan untuk membunuh
nyamuk dewasa.

Universitas Sumatera Utara

25

2. Fogging Massal
Adalah kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada saat
terjadi KLB DBD.
Pengasapan/Fogging dilaksanakan sebanyak 2 putaran (2 siklus) dengan
interval satu minggu dari pengasapan pertama, baik fogging fokus maupun
fogging masal, sedangkan tim fogging biasanya ditetapkan dengan Keputusan
Kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Daerah.
Dalam program pemberantasan DBD racun yang serangga untuk fogging
yang digunakan adalah golongan organophosporrester insectisida seperti
malathion, sumithion, fenithrothion, perslin dan lain – lain.
2.3

Jumantik

2.3.1

Definisi Jumantik
Jumantik adalah warga masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk

melakukan proses edukasi dan memantau pelaksanaan PSN plus oleh masyarakat
(Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, 2007).
Jumantik juga didefinisikan sebagai anggota masyarakat yang dipilih oleh
Lurah dan dilatih oleh Dinas Kesehatan dan / atau jajarannya untuk melakukan
penyuluhan dan pemantauan pelaksanaan PSN oleh masyarakat (Pergub No.36
tahun 2009).
2.3.2

Syarat Jumanik

Kegiatan pengamatan jentik juga dapat melibatkan tenaga terlatih yaitu
Jumantik yang direkrut oleh masyarakat, dengan syarat yang harus dipenuhi yaitu
(Depkes RI,2004) :

Universitas Sumatera Utara

26

1. Minimal lulusan SMA dan yang sederajat
2. Telah mengikuti pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh Puskesmas
dengan materi:
a. Gambaran bioekologi vektor DBD dan Chikungunya
b. Gambaran epidemiologi penyakit DBD dan Chikungunya
c. Aspek kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan vektor penyakit
DBD dan Chikungunya.
d. Metode komunikasi penggerakkan masyarakat dan penyuluhan
e. Metode pemantauan jentik, abatisasi, dan pelaporan.
Menurut Rizkqi Mubarokah, 2013 syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
menjadi Jumantik sebagai berikut:
1. Bertempat tinggal di daerah yang bersangkutan.
2. Usia produktif (15-64 tahun).
3. Sehat jasmani maupun rohani.
4. Dapat membaca dan menulis dengan tingkat pendidikan minimal lulus SD.
5. Mampu berkomunikasi dengan baik dan jelas.
6. Mampu menjadi motivator.
7. Mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik.
2.3.3

Peran Jumantik

Kegiatan pengamatan jentik yang dilakukan oleh Jumantik sukarela mencakup
seluruh RW (total coverage). Seorang Jumantik sukarela bertanggung jawab
melakukan pengamatan jentik pada seluruh bangunan/rumah di satu RW yang
dilakukan setiap bulan selama setahun. Dalam melaksanakan tugasnya Jumantik

Universitas Sumatera Utara

27

sukarela dilengkapi dengan seragam, surat tugas, identitas diri, formulir
pencatatan dan pelaporan, larvasida, gayung, alat ukur volume, senter, dan lembar
bantu penyuluhan (Depkes RI, 2004).
Selain melakukan pengamatan jentik, Jumantik sukarela juga bertugas untuk
memberikan penyuluhan kepada pemilik rumah/bangunan tentang pentingnya
PSN melalui 3M yang harus dilakukan seminggu sekali, melakukan abatisasi
selektif pada tempat penampungan air bersih yang tidak dapat/ sulit untuk dikuras,
mencatat hasil pengamatan jentik dan melaporkannya kepada Puskesmas
kelurahan, serta membantu kelompok kerja DBD dalam penggerakkan masyarakat
untuk melakukan PSN. Hasil pengamatan jentik oleh Jumantik ini akan direkap
oleh petugas Puskesmas kelurahan disertai dengan ABJ (Angka Bebas Jentik)
setiap 3 bulan (Depkes RI,2004).
Hal yang dilakukan oleh Jumantik disaat sedang melakukan kegiatan
pemantauan jentik nyamuk Aedes aygepti disuatu wilayah adalah (Perda No 6
Tahun 2007) :
1. Memeriksa tempat – tempat penampungan air didalam maupun diluar
rumah, selain itu memeriksa juga tempat –tempat yang dapat tergenang
oleh air dan menutup tempat – tempat penampungan air. Apabila dijumpai
jentik nyamuk Aedes aygepti maka petugas mencatat pada form yang telah
disediakan sambil memberikan pengarahan dan peringatan kepada pemilik
rumah agar lebih waspada dan menjaga kebersihan rumah agar tidak ada
air tergenang dan menutup tempat penampungan air dengan rapat.
Sedangkan pada tangki air yang sulit untuk dijangkau untuk pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

28

sebaiknya ditaburkan bubuk larvasida tiga bulan sekali untuk menghindari
adanya jentik nyamuk.
2. Memberikan peringatan dan pengarahan kepada pemilik rumah agar tidak
membiasakan adanya air tergenang,penumpukan pakaian atau pakaian
yang tergantung disembarang tempat didalam rumah.
3. Mengecek peralatan rumah yang mungkin menampung air bersih yang
dapat dijadikan media oleh nyamuk Aedes aygepti meletakan telurnya
seperti tempat penampungan air dispenser,tempat penampungan air
kulkas,ban bekas,pot bunga yang biasanya jarang diperhatikan oleh
pemilik rumah.
4. Memeriksa rumah kosong atau tidak berpenghuni untuk melihat
keberadaan jentik nyamuk pada tempat – tempat penampungan air yang
ada.
5. Memberikan laporan kepada kelurahan berapa banyak container nyamuk
aedes aygepty di setiap rumah yang diperiksa untuk mengantisipasi
menurunya angka bebas jentik (ABJ) di kelurahan Kayu Putih
Tugas Jumantik seharusnya tidak hanya dilakukan oleh Jumantik namun
dilakukan oleh seluruh warga yang tinggal diwilayah tersebut.Setiap warga wajib
melakukan pemantauan jentik diwilayahnya (self Jumantik) terutama di
lingkungan rumah.
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh warga untu pemantauan jentik
minimal dengan melakukan teknik dasar yaitu 3M Plus yang terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

29

1. Menutup
Memberi

tutup

yang

rapat

pada

tempat

penampungan

air

seperti

ember,tempayan,toren,botol air minum dan lain sebagainya.
2. Menguras
Membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampugan air seperti
bak mandi, kolam renang,ember penampung air,penampung air di lemari es,
penampung air pada dispenser dan lain – lain.
3. Mengubur
Memendam didalam tanah untuk sampah atau benda – benda yang tidak
digunakan lagi dan memiliki potensi untuk jadi tempat nyamuk. DBD bertelur
dan meletakan telurnya.
4. Plus
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
a. Menggunakan lottion anti nyamuk pada saat beraktviitas diluar rumah.
b. Menanam tanaman pengusir nyamuk seperti daun pandan.
c. Memelihara ikan pada kolam ikan agar tidak dijadikan tempat nyamuk
meletakan jentik.
d. Menghindari daerah gelap dalam rumah agar tidak tidak ditempati nyamuk
dengan cara membuka jendela atau mengatur ventilasi dan pecahayaan.
e. Memberi bubuk larvasida pada tempat yang sulit dibersihkan.
f. Tidak membiasakan diri menggantung pakaian didalam rumah / kamar tidur
karena bisa menjadi tempat nyamuk beristirahat, dan lain – lain
(Komara,2012)

Universitas Sumatera Utara

30

2.3.4

Pemeriksaan Jentik oleh Jumantik
Pemberantasan jentik dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah

rawan dan secara berkala di rumah dan tempat-tempat umum yaitu pemeriksaan
tempat-tempat penampungan air dan tempat berkembang biakan nyamuk Aedes
aegypti yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penular
DBD dengan menggunakan indikator ABJ.
2.3.5

Tujuan Pemeriksaan Jentik

2.3.5.1 Tujuan Umum
Pemeriksaan jentik dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau atau
petugas pemantau jentik (Jumantik). Tujuan umum pemeriksaan jentik adalah
untuk menurunkan populasi nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes
aegypti) serta jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN
DBD melalui Jumantik (Depkes RI, 2008).
2.3.5.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dilakukannya pemeriksaan jentik oleh para Jumantik di
wilayah kerja masing-masing adalah (Depkes RI, 2008):
a. Untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk penular DBD secara berkala dan
terus menerus sebagai indikator keberhasilan PSN DBD dalam masyarakat.
b. Untuk memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat yang
potensial untuk perkembang biakan nyamuk penular DBD.
c. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD.

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.6

Survei Jentik
Survei jentik dilakukan untuk mengukur kepadatan populasi penularan

yang sebelumnya juga dilakukan survei terhadap kepadatan nyamuk.Survei jentik
biasanya disebut dengan PJB (Depkes,2012).
PJB merupakan pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau petugas
Jumantik Pemeriksaan Jentik Berkala merupakan bagian dari PSN PJB dilakukan
setiap tiga bulan dirumah dan tempat – tempat umum.Untuk pemantauan jentik
berkala dirumah dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 rumah sample untuk setiap
desa atau kelurahan. Hasil PJB ini diinformasikan pihak kesehatan kepada Kepala
Wilayah / Daerah setempat sebagai evaluasi dan dasar penggerakan masyarakat
dalam melaksanakan program PSN.
Pada saat PJB yang dilaksanakan oleh Jumantik adalah (Depkes, 2007) :
1) Memantau semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegpty.
2) Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar seperti bak
mandi, tempayan, drum, dan tempat penampungan air lainnya, jika
pandangan pertama tidak menemukan jentik maka harus ditunggu selama
0,5 sampai 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
3) Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil seperti vas
bunga, pot tanaman, dan botol yang airnya keruh, maka airnya perlu
dipindahkan ketempat lain.

Universitas Sumatera Utara

32

4) Ketika memeriksa jentik ditempat yang agak gelap atau airnya keruh,
maka menggunakan senter.
2.3.6.1 Ukuran Kepadatan Jentik Nyamuk
Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes aegpty
adalah:
1) Angka Bebas Jentik (ABJ)
ABJ =





�ℎ�� �

House Index (HI)
HI =





�ℎ

�ℎ



�ℎ�� �

�ℎ�� �



�ℎ�� �

Container Index (CI)
CI =





�ℎ

�ℎ



2) Breteau Index (BI)





�� �

�� �



×





×



%

%
×

%

Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam100 rumah
atau bangunan.
2.3.6.2 Pelaksanaan PJB
a. Pengamatan kepadatan populasi vektor DBD dilakukan mulai dari tingkat
Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut :
1. Jumantik
Melakukan pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap rumah
padawilayah

kerja

Jumantik.

Sebaiknya

dilakukan

bersamaan

denganpelaksaanaan PSN.

Universitas Sumatera Utara

33

2. Petugas Puskesmas
Melakukan monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada
wilayah kerja puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan
PSN (Setiyobudi,2011 ).
Tata cara pelaksanaan PJB adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah – rumah dan tempat – tempat
umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA), non – TPA dan
tempat penampungan air alami di dalam dan diluar rumah atau bangunan
serta memberikan penyuluhan tentang PSN DBD kepada keluarga dan
masyarakat (Mubarokah,2013):.
b. Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh.
c. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat – tempat
umum dimintai untuk ikut melihat atau menyaksikan kemudian lanjutkan
dengan PSN DBD.
d. Memberi penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga dan petugas
kebersihan tempat – tempat umum.
e. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik Rumah yang
ditinggalkan dirumah yang diperiksa serta pada formulir Juru Pemantau
Jentik (JPJ – 1) untuk pelapokan puskesmas dan dinas yang terkait.
Pelaksanaan Pengamatan Jentik oleh Jumantik terhadap PSN Pemeriksaan
jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-masing puskesmas terutama di
desa/kelurahan endemis (cross check) pada tempat-tempat perkembang-biakan

Universitas Sumatera Utara

34

nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih secara acak
serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan.
1. Pemilihan sample berdasarkan contoh yang telah diberikan oleh
puskesmas. Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai
berikut:
a. Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan.
b. Setiap RT diberi nomor urut.
c. Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan
carasystematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di
wilayahdesa/kelurahan.
d. Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari masing –
masingRT sampel atau yang telah terpilih.
e.

Tiap

KK/rumah/TTU

diberi

nomor

urut,

kemudian

dipilih

10KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak
(misalnyadengan cara systematic random sampling).
2. Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Jumantik dan
Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali.
3. Pengelola Program DBD di Dinkes Provinsi:
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes Kab/Kota
secara berkala minimal 6 bulan sekali.

Universitas Sumatera Utara

35

3. Metode survei jentik:
Dalam metode surveilans vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain
adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah
diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita ketahui,meliputi
metode singel larva, visual terhadap jentik dan nyamuk (Setyobudi,2011).
1. Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat
genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap)yang
dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.Ovitrap
berbentuk tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kalengdan gelas
platik/kaca. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah atautempat yang gelap
dan lembab. Cara kerja ovitrap adalah padel (berupapotongan bilah bambu atau
kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap)yang dimasukkan kedalam
tabung tersebut berfungsi sebagai tempatmeletakkan telur nyamuk. Setelah 1
minggu dilakukan pemeriksaan ada atautidaknya telur nyamuk di padel, kemudian
dihitung ovitrap index.
Perhitungan ovitrap index adalah:
Ovitrap Index:


�ℎ��
�ℎ��

��




×

%

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penularsecara
lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.

Universitas Sumatera Utara

36

2.

Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap

tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD
mengunakan cara visual. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui
kepadatan jentik Aedes aegypti dengan mengukur Angka bebas Jentik (ABJ).
a. Survei telur
Hubungan antara kegiatan implementasi penatalaksaanan pemantauan oleh
Jumantik terhadap efektivitas program pemberantasan sarang nyamuk dan
penderita DBD adalah
1. Adanya penyuluhan dan peringatan tentang pelaksanaan 3M oleh Jumantik
pada saat pemantauan membuat masyarakat melaksanakan 3M secara rutin
dilingkungan tempat tinggalnya .
2. Lingkungan rumah menjadi lebih bersih karena Jumantik tidak hanya
memantau keberadaan jentik pada bagian dalam rumah namun bagian luar
rumah juga di periksa seperti kolam ikan dan tatakan pot bunga selai itu
bagian yang sulit di bersihkan seperti tempat penampungan air juga
dipantau oleh Jumantik dengan memberikan bubuk larvasida. Rumah yang
tidak berpenghuni juga di dipantau keberadaan jentik nyamuk Aedes
aygepty pada setiap genangan air dan penampungan air seperti kaleng –
kaleng bekas karena pada rumah yang tidak berpenghuni lebih banyak
dijumpai jentik nyamuk Aedes aygepty .

Universitas Sumatera Utara

37

3. Jumantik setiap minggunya memberikan laporan besarnya container index
(CI) untuk mengetahui angka bebas jentik (ABJ) pada daerah yang telah di
pantau selain itu melihat tingkat kewaspadaan terhadap penyakit DBD.
2.4

Kegiatan Implementasi Penatalaksaanan Pemantauan oleh Jumantik
terhadap Program PSN
Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih

kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun
1968, Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini DBD menjadi
0,87% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Di
Indonesia, sampai dengan bulan Agustus tahun 2011 tercatat 24.362 kasus dengan
196 kematian (case fatality rate, CFR: 0,80%). Bahkan Indonesia menduduki
urutan tertinggi kasus DBD di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
dengan jumlah kematian sekitar 1.317 orang pada tahun 2010.Salah satu faktor
belum efektifnya pencegahan DBD di Indonesia adalah masih lemahnya sistem
kewaspadaan dini.
Karena itu program yang dilakukan oleh kader jumantik seperti memantau
masyarakat dalam pelaksanaan 3M dilingkungan sekitar tempat tinggal, PJB yang
hasilnya akan dilaporkan kepada puskesmas untuk dijadikan bahan evaluasi
terhadap program – program yang telah dibuat dan dilaksanakan agar dapat
mempertimbangkan program – program

yang dapat dilanjutkan untuk

menurunkan angka penderita DBD dan meningkatnya ABJ.
Pelaksanaan kegiatan PSN merupakan kegiatan yang paling berpengaruh
terhadap keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air karena

Universitas Sumatera Utara

38

berhubungan secara langsung. Jika seseorang melakukan praktik PSN dengan
benar, maka keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air dapat
berkurang bahkan hilang dan mengurangi jumlah nyamuk Aedes aygepti sebagai
agent dari penyakit Demam Berdarah Dengue (Taviv, 2010).
2.4.1 Sistem Pelaporan Hasil Pemantauan oleh Kader Jumantik
PSN biasanya di pantau oleh Jumantik dengan menggunakan laporan.
Laporan hasil survey pencatatan hasil pemeriksaan jentik dilakukan secara
berjenjang sebagai berikut :
a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik
1. Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada KARTU JENTIK RUMAH
/BANGUNAN yang ditinggal dirumah/bangunan.
2. FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke puskesmas dan instansi
terkait.
b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas
Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik harus
dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara berkala
minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh puskesmas
setiap 3 bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di
pemukiman (rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Universitas Sumatera Utara

39

c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian dilakukan
rekapitulasi

oleh

Pengelola

Program

DBD

di

Dinkes

Kab/Kota

menggunakanFORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi.
d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh
Pengelola Program DBD di Dinkes Provinsi menggunakan FORMULIR PJB3 dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian
Arbovirosis)(Setyobudi,2011).
Hasil laporan yang diberikan kepada Dinkes Kab/Kota digunakan untuk
menambah pengetahuan kepada masyarakat dan untuk melihat sejauh mana
pencapaian yang ada pada kurun waktu yang telah di tentukan, Selain itu hasil
laporan digunakan untuk perencanaan program selanjutnya dan untuk
memperbaiki program yang telah ada dan yang akan datang agar hasil
pencapaian yang didapat lebih baik dibandingkan pelaksanaan program
sebelumnya.
2.4.2

Indikator Keberhasilan Kinerja Jumantik Terhadap Program
PSN

2.4.3
Indikator keberhasilan kinerja jumantik terhadap program PSN yang
dilakukan apabila (Andriyani,2012) :
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan program PSN
(self – jumantik) dilingkungan tempat tinggal.

Universitas Sumatera Utara

40

2. Dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit DBD yang
disebabkan nyamuk Aedes aegypti, dari 41,3 % di tahun 1968 menjadi
0,87 di tahun 2010
3. Kader jumantik rutin melaporkan hasi pemantauan yang dilakukan pada
setiap bulannya sehingga dapat membantu pemerintah dalam menentukan
program yang dijalankan dalam pelaksanaan PSN selanjutnya.
4. Angka bebas jentik yang sudah mencapai 95% karena adanya PJB yang
dijalankan oleh kader jumantik disetiap minggunya.
5. Jumlah penderita DBD berkurang dari yang awalnya 17 jiwa pada tahun
2015 menjadi 12 jiwa pada tahun 2016.
6. Angka CI yang ditentukan oleh WHO sebenarnya < 5%, namun pada
kenyataannya angka CI yang didapatkan dilapangan masih > 5%.
2.5

Tujuan dari PSN
Tujuan sebuah program adalah terdapatnya dampak khusus yang dapat

diukur setelah program berjalan. Sejalan dengan teori sistem kebijakan,
keberhasilan pemberantasan virus dengue sangat didukung dengan peraturan
perundang – undangan tentang penyakit menular dan wabah. Perundang –
undangan ini memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil
tindakan saat terjadi wabah.
Penyusun undang – undang juga harus mempertimbangkan komponen
penting dalam program pencegahan virus dengue dan nyamuk Aedes aegpty,yaitu
mengkaji ulangdan mengevaluasi efektivitas perundang – undangan sanitasi yang
telah diatur oleh Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah

Universitas Sumatera Utara

41

sebagai pelaksana, mencerminkan koordinasi lintas sektor, dan mencerminkan
kerangka adminstrasi hukum yang ada.
2.6

Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah diuraikan

sebelumnya maka ditetapkan kerangka konsep sebagai berikut
Peran Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
1. Memeriksa tempat – tempat penampungan air
didalam maupun diluar rumah,Apabila ditemuka
jentik nyamuk maka air yang dipenampungan
dibuang dan diberi tahu kepada pemilir rumah.
2. Memberikan peringatan dan pengarahan kepada
pemilik rumah agar tidak membiarkan adanya
air tergenang di lingkunga sekitar rumah serta
pakaian yang tergantung disembarang tempat.

Angka Jentik

3. Mengecek peralatan rumah yang dapat dijadikan
media untuk nyamuk Aedes aegypti meletakan
telurnya.
4. Memeriksa rumah yang tidak berpenghuni untuk
melihat keberadaan jentik.
5. Memberikan laporan kepada kelurahan berapa
banyak CI (container index) di dalam rumah
untuk mengantisipasi menurunnya ABJ.
6. Menaburkan bubuk larvasida 6 bulan sekali
untuk menghindari adanya jentik nyamuk.
7. Memberikan laporan kepada kelurahan untuk
hasil pemeriksaan jentik nyamuk.

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

Hubungan Frekuensi Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Angka Bebas Jentik Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Periode Januari-Desember Tahun 2012 Di Kota Medan

0 10 108

Hubungan Frekuensi Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Angka Bebas Jentik Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Periode Januari-Desember Tahun 2012 Di Kota Medan

0 0 15

Hubungan Frekuensi Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Angka Bebas Jentik Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Periode Januari-Desember Tahun 2012 Di Kota Medan

0 0 2

Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017

0 4 16

Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017

0 0 2

Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017

0 0 5

Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 32

Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017

0 2 3

Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas Jentik di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung Kota Adminstrasi Jakarta Timur Tahun 2017

0 0 16