Analisis Tingkat Kemungkinan Partisipasi Masyarakat Terhadap Rencana Kegiatan Restorasi Lanskap Hutan di Das Lepan Kabupaten Langkat
5
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Hutan
Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang
memiliki karakter unik sebagai resultante aksi dan interaksi dari berbagai faktor,
baik alami maupun pengaruh aktivitas manusia sehingga keunikan tersebut perlu
dilestarikan. Keunikan karakteristik alam tersebut yang merupakan salah satu
alasan untuk melakukan perlindungan hutan melalui kerangka hukum konservasi.
Lanskap hutan dicirikan oleh karakteristiknya sebagai bentang alam yang
didominasi oleh adanya hutan yang wilayahnya meliputi daerah hulu hingga ke
bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) (Maryani, dkk. 2014).
Bentang alam diartikan sebagai hasil dari dinamika lingkungan dan
masyarakat yang berkembang di dalamnya. Struktur, organisasi, dan dinamika
bentang alam secara konstan berinteraksi dengan proses ekologis yang terjadi di
dalamnya. Perubahan yang terjadi akibat proses-proses alamiah atau kegiatan
manusia merupakan salah satu karakter bentang alam yang akan mempengaruhi
proses dan interaksi unit-unit di dalam bentang alam secara keseluruhan. Namun
perubahan-perubahan di dalam bentang alam harus dikelola untuk mencapai
keberlanjutan kehidupan sosial, pengembangan ekonomi, dan jasa-jasa ekosistem
(Suryadi, dkk. 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2008 pasal 42 ayat 1 Perubahan bentang alam sebagai akibat penggunaan kawasan
hutan antara lain berupa pembangunan instalasi air, eksploitasi, pertambangan,
atau bencana alam, yang menyebabkan penurunan kualitas hutan secara ekonomi,
sosial dan ekologi dalam keseimbangan ekosistem DAS.
Universitas Sumatera Utara
6
Restorasi bentang alam dapat menjadi salah satu terobosan dan pelengkap
di dalam mendukung kegiatan pengelolaan kawasan hutan atau lahan yang
mampu memberikan manfaat yang optimal secara berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakatnya. Restorasi bentang alam didefinisikan sebagai
sebuah proses yang bertujuan untuk memulihkan atau memperoleh kembali
keutuhan ekologis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan
lanskap
hutan
yang
telah
terdeforestasi
dan
terdegradasi
(Departemen Kehutaan, 2009).
Degradasi Lahan
Degradasi merupakan salah satu penyebab terjadinya lahan kritis.
Degradasi lahan adalah lahan yang telah mengalami proses penurunan tingkat
produktivitasnya (Sarief, 1986). Semakin meningkatnya jumlah lahan yang
terdegradasi maka akan mengakibatkan meningkatnya jumlah lahan kritis.
Peningkatan lahan kritis dan degradasi merupakan kesatuan yang bersifat simultan
antara kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan budaya. Karena faktor penyebab
degradasi lahan cukup kompleks, maka penanganannya perlu dilakukan secara
komprehensif dengan mengakomodir berbagai pihak termasuk aspek-aspek sosial,
budaya, dan inisiatif lokal dalam memanfaatkan lingkungan dan sumberdaya
alam. Inisiatif lokal dalam pengelolaan hutan, tanah, dan air yang tumbuh dari
masyarakat beserta kearifannya perlu menjadi alternatif pertimbangan untuk
dikembangkan sebagai salah satu model
pendekatan rehabilitasi lahan
(Gerson ND. Njurumana, dkk. 2008).
Universitas Sumatera Utara
7
Lahan Kritis
Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang tidak sesuai antara
kemampuan tanah dan penggunaannya, akibat kerusakan secara fisik, kimia, dan
biologis sehingga membahayakan fungsi hidrologis, sosial–ekonomi, produksi
pertanian ataupun bagi pemukiman. Hal ini dapat menimbulkan erosi dan longsor
di daerah hulu serta terjadi sedimentasi dan banjir di daerah hilir ( Zain, 1998).
Dalam menentukan tindakan pengendalian dan model pendekatan, perlu
mempertimbangkan keterwakilan aspek sosial budaya beserta keinginan
masyarakat setempat. Untuk memperoleh landasan teknik pendekatan dan
pengendalian lahan kritis. Guna mendukung keberhasilan rehabilitasi lahan,
diperlukan terciptanya model pengelolaan yang dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat sehingga, masyarakat secara aktif dalam analisis masalah dan
pengambilan keputusan. Upaya rehabilitasi lahan kritis juga memerlukan
perangkat hukum, sistim pengelolaan dan pemanfaatan serta peraturan
kelembagaan yang mendukung terwujudya partisipasi masyarakat. Karena itu
sangat diperlukan berbagai pendekatan yang multi pihak, baik dari segi teknis,
kesesuaian jenis lahan dan tanaman (Matatula, 2009).
Restorasi
Restorasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan ilmu ekologi yang
berupaya untuk memperbaiki atau memulihkan suatu ekosistem rusak atau
mengalami gangguan, sehingga dapat pulih atau mencapai suatu ekosistem yang
mendekati kondisi aslinya (Rahmawaty, 2002). Restorasi bentang alam
didefinisikan sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk memulihkan atau
memperoleh kembali keutuhan ekologis dan meningkatkan kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
8
masyarakat di kawasan lanskap hutan yang telah tedeforestasi dan terdegradasi.
Restorasi bentang alam berupaya untuk memanipulasi struktur dan fungsi dari
mosaik tata guna lahan untuk memperoleh manfaat yang optimal baik aspek
ekologis, sosial-ekonomi dan budaya secara berkesinambungan bagi para
pemangku kepentingan (Departemen Kehutanan, 2009).
Persepsi Masyarakat
Persepsi merupakan proses dimana seseorang memperoleh informasi dari
lingkungan sekitar. Persepsi merupakan suatu hal yang aktif. Persepsi
memerlukan pertemuan nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan proses
kognisi serta afeksi. Persepsi membantu individu untuk menggambarkan dan
menjelaskan apa yang dilakukan oleh individu (Halim, 2005).
Persepsi sendiri merupakan proses internal yang memungkinkan kita
memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita,
dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi disebut sebagai inti
komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita
berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu
pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan
persepsi
antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka
berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk
kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2001). Berdasarkan
pernyataan Muchtar (1998) bahwa persepsi yang telah terbentuk pada individu
akan menetukan bagaiman individu tersebut bertindak.
Persepsi masyarakat dapat timbul karena adanya pandangan tertentu
terhadap suatu objek baik dari sisi pengalaman, pemikiran, ataupun kejadian yang
Universitas Sumatera Utara
9
sedang dialami. Ada 4 kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui persepsi
seseorang atau suatu masyarakat terhadap kegiatan restorasi lanskap hutan , yaitu :
(1) lamanya tinggal masyarakat di desa ataupun tempat yang menjadi tempat
penelitian, (2) pendidikan, (3) pekerjaan, dan (4) pendapatan masyarakat.
Adapun persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi lanskap dapat
diketahui melalui beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan adalah :
1. Lamanya tinggal suatu masyarakat
Lamanya tinggal suatu masyarakat dapat dijadikan parameter. Semakin lama
seseorang tinggal di suatu daerah berarti seseorang tersebut telah mengetahui
banyak hal yang terjadi di tempat tersebut, dan sangat mengetahui akan perubahan
yang telah terjadi di daerah tersebut.
2. Pendidikan
Pendidikan
merupakan sebuah proses pembelajaran terus menerus tentang
banyak hal yang ditujukan bagi pengembangan diri manusia secara utuh melalui
dimensi yang dimilikinya (Koesoema, 2007). Pendidikan adalah suatu usaha
mengembangkan suatu kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima
informasi baik dari orang lain maupun dari media masa (Notoatmodjo, 2003).
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah salah satu faktor yang dapat dijadikan parameter seseorang
tentang
persepsi terhadap kegiatan restorasi lanskap hutan. Seseorang akan
memiliki persepsi yang berbeda tergantung berdasarkan dari pekerjaanya masig masing. Hal ini terjadi karena pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
10
oleh seseorang yang
menghasilkan
suatu
pendapatan (income) agar dapat
menerima imbalan, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
4. Pendapatan
Pendapatan seseorang sangat berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang
kegiatan restorasi lanskap hutan. Hal ini dipengaruhi oleh profesi dan tempat
profesi seseorang, karena profesi dan tempat akan mempengaruhi jenis pekerjaan
dan besarnya pendapatan seseorang.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan keikut sertaan masyarakat secara
sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat dalam
program pembangunan (Soetomo, 2006). Partisipasi merupakan sesuatu yang
melibatkan masyarakat bukan hanya kepada proses pelaksanaan kegiatan saja,
tetapi juga melibatkan mayarakat dalam hal perencanaan dan pengembangan dari
pelaksanaan program tersebut, termasuk menikmati hasil dari pelaksanaan
program tersebut. Keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat
secara sukarela, dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai pada proses pengembangan kegiatan (Mudjab, 2017).
Partisipasi merupakan suatu strategi kebijakan yang memiliki maksud
sebagai upaya atau tindakan dalam perumusan dan implementasi berbagai
program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar dapat
terlaksana secara reliable, acceptable, implementable, dan workable. Pengeratian
reliable adalah program-program yang dirumuskan meyakinkan dan terpercaya
karena dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat. Acceptable artinya dapat
diterima oleh masyarakat luas karena program yang akan diimplementasikan
Universitas Sumatera Utara
11
disusun dan dirumuskan oleh, dari dan untuk anggota setempat secara bersamasama. Implementable artinya program-program dapat diimplementasikan karena
disususn oleh masyarakat berdasarkan potensi, kondisi, dan kemampuan yang
dimiliki sehingga sesuai denga kebutuhan masyarakat. Workable atau dapat
dikerjakan masyarakat setempat, artinya jika ada kekurangan atau hambatan
dalam pengimplementasiannya maka dapat diatasi dengan partisipasi anggota
masyarakat (Adisasmita, 2006).
Masyarakat yang terdapat di sekitar dan dalam DAS merupakan salah satu
aspek yang dapat mendukung dalam menjaga dan melestarikan hutan. Partisipasi
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan dapat membantu menjalankan
kegiatan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan
dan lahan serta DAS sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan ciri-ciri atau karakter
individu dari anggota masyarakat itu sendiri yang meliputi antara lain : umur,
tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pendapatan dan persepsi. Sedangkan
faktor eksternal merupakan kondisi yang ada di luar karakteristik individu anggota
masyarakat yang meliputi antara lain : intensitas sosialisasi program
(penyuluhan), ketersediaan sarana dan prasarana rehabilitasi, peran kelembagaan
sosial serta peran pendamping (Trison, 2005).
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Hutan
Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang
memiliki karakter unik sebagai resultante aksi dan interaksi dari berbagai faktor,
baik alami maupun pengaruh aktivitas manusia sehingga keunikan tersebut perlu
dilestarikan. Keunikan karakteristik alam tersebut yang merupakan salah satu
alasan untuk melakukan perlindungan hutan melalui kerangka hukum konservasi.
Lanskap hutan dicirikan oleh karakteristiknya sebagai bentang alam yang
didominasi oleh adanya hutan yang wilayahnya meliputi daerah hulu hingga ke
bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) (Maryani, dkk. 2014).
Bentang alam diartikan sebagai hasil dari dinamika lingkungan dan
masyarakat yang berkembang di dalamnya. Struktur, organisasi, dan dinamika
bentang alam secara konstan berinteraksi dengan proses ekologis yang terjadi di
dalamnya. Perubahan yang terjadi akibat proses-proses alamiah atau kegiatan
manusia merupakan salah satu karakter bentang alam yang akan mempengaruhi
proses dan interaksi unit-unit di dalam bentang alam secara keseluruhan. Namun
perubahan-perubahan di dalam bentang alam harus dikelola untuk mencapai
keberlanjutan kehidupan sosial, pengembangan ekonomi, dan jasa-jasa ekosistem
(Suryadi, dkk. 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2008 pasal 42 ayat 1 Perubahan bentang alam sebagai akibat penggunaan kawasan
hutan antara lain berupa pembangunan instalasi air, eksploitasi, pertambangan,
atau bencana alam, yang menyebabkan penurunan kualitas hutan secara ekonomi,
sosial dan ekologi dalam keseimbangan ekosistem DAS.
Universitas Sumatera Utara
6
Restorasi bentang alam dapat menjadi salah satu terobosan dan pelengkap
di dalam mendukung kegiatan pengelolaan kawasan hutan atau lahan yang
mampu memberikan manfaat yang optimal secara berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakatnya. Restorasi bentang alam didefinisikan sebagai
sebuah proses yang bertujuan untuk memulihkan atau memperoleh kembali
keutuhan ekologis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan
lanskap
hutan
yang
telah
terdeforestasi
dan
terdegradasi
(Departemen Kehutaan, 2009).
Degradasi Lahan
Degradasi merupakan salah satu penyebab terjadinya lahan kritis.
Degradasi lahan adalah lahan yang telah mengalami proses penurunan tingkat
produktivitasnya (Sarief, 1986). Semakin meningkatnya jumlah lahan yang
terdegradasi maka akan mengakibatkan meningkatnya jumlah lahan kritis.
Peningkatan lahan kritis dan degradasi merupakan kesatuan yang bersifat simultan
antara kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan budaya. Karena faktor penyebab
degradasi lahan cukup kompleks, maka penanganannya perlu dilakukan secara
komprehensif dengan mengakomodir berbagai pihak termasuk aspek-aspek sosial,
budaya, dan inisiatif lokal dalam memanfaatkan lingkungan dan sumberdaya
alam. Inisiatif lokal dalam pengelolaan hutan, tanah, dan air yang tumbuh dari
masyarakat beserta kearifannya perlu menjadi alternatif pertimbangan untuk
dikembangkan sebagai salah satu model
pendekatan rehabilitasi lahan
(Gerson ND. Njurumana, dkk. 2008).
Universitas Sumatera Utara
7
Lahan Kritis
Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang tidak sesuai antara
kemampuan tanah dan penggunaannya, akibat kerusakan secara fisik, kimia, dan
biologis sehingga membahayakan fungsi hidrologis, sosial–ekonomi, produksi
pertanian ataupun bagi pemukiman. Hal ini dapat menimbulkan erosi dan longsor
di daerah hulu serta terjadi sedimentasi dan banjir di daerah hilir ( Zain, 1998).
Dalam menentukan tindakan pengendalian dan model pendekatan, perlu
mempertimbangkan keterwakilan aspek sosial budaya beserta keinginan
masyarakat setempat. Untuk memperoleh landasan teknik pendekatan dan
pengendalian lahan kritis. Guna mendukung keberhasilan rehabilitasi lahan,
diperlukan terciptanya model pengelolaan yang dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat sehingga, masyarakat secara aktif dalam analisis masalah dan
pengambilan keputusan. Upaya rehabilitasi lahan kritis juga memerlukan
perangkat hukum, sistim pengelolaan dan pemanfaatan serta peraturan
kelembagaan yang mendukung terwujudya partisipasi masyarakat. Karena itu
sangat diperlukan berbagai pendekatan yang multi pihak, baik dari segi teknis,
kesesuaian jenis lahan dan tanaman (Matatula, 2009).
Restorasi
Restorasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan ilmu ekologi yang
berupaya untuk memperbaiki atau memulihkan suatu ekosistem rusak atau
mengalami gangguan, sehingga dapat pulih atau mencapai suatu ekosistem yang
mendekati kondisi aslinya (Rahmawaty, 2002). Restorasi bentang alam
didefinisikan sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk memulihkan atau
memperoleh kembali keutuhan ekologis dan meningkatkan kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
8
masyarakat di kawasan lanskap hutan yang telah tedeforestasi dan terdegradasi.
Restorasi bentang alam berupaya untuk memanipulasi struktur dan fungsi dari
mosaik tata guna lahan untuk memperoleh manfaat yang optimal baik aspek
ekologis, sosial-ekonomi dan budaya secara berkesinambungan bagi para
pemangku kepentingan (Departemen Kehutanan, 2009).
Persepsi Masyarakat
Persepsi merupakan proses dimana seseorang memperoleh informasi dari
lingkungan sekitar. Persepsi merupakan suatu hal yang aktif. Persepsi
memerlukan pertemuan nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan proses
kognisi serta afeksi. Persepsi membantu individu untuk menggambarkan dan
menjelaskan apa yang dilakukan oleh individu (Halim, 2005).
Persepsi sendiri merupakan proses internal yang memungkinkan kita
memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita,
dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi disebut sebagai inti
komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita
berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu
pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan
persepsi
antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka
berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk
kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2001). Berdasarkan
pernyataan Muchtar (1998) bahwa persepsi yang telah terbentuk pada individu
akan menetukan bagaiman individu tersebut bertindak.
Persepsi masyarakat dapat timbul karena adanya pandangan tertentu
terhadap suatu objek baik dari sisi pengalaman, pemikiran, ataupun kejadian yang
Universitas Sumatera Utara
9
sedang dialami. Ada 4 kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui persepsi
seseorang atau suatu masyarakat terhadap kegiatan restorasi lanskap hutan , yaitu :
(1) lamanya tinggal masyarakat di desa ataupun tempat yang menjadi tempat
penelitian, (2) pendidikan, (3) pekerjaan, dan (4) pendapatan masyarakat.
Adapun persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi lanskap dapat
diketahui melalui beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan adalah :
1. Lamanya tinggal suatu masyarakat
Lamanya tinggal suatu masyarakat dapat dijadikan parameter. Semakin lama
seseorang tinggal di suatu daerah berarti seseorang tersebut telah mengetahui
banyak hal yang terjadi di tempat tersebut, dan sangat mengetahui akan perubahan
yang telah terjadi di daerah tersebut.
2. Pendidikan
Pendidikan
merupakan sebuah proses pembelajaran terus menerus tentang
banyak hal yang ditujukan bagi pengembangan diri manusia secara utuh melalui
dimensi yang dimilikinya (Koesoema, 2007). Pendidikan adalah suatu usaha
mengembangkan suatu kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima
informasi baik dari orang lain maupun dari media masa (Notoatmodjo, 2003).
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah salah satu faktor yang dapat dijadikan parameter seseorang
tentang
persepsi terhadap kegiatan restorasi lanskap hutan. Seseorang akan
memiliki persepsi yang berbeda tergantung berdasarkan dari pekerjaanya masig masing. Hal ini terjadi karena pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
10
oleh seseorang yang
menghasilkan
suatu
pendapatan (income) agar dapat
menerima imbalan, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
4. Pendapatan
Pendapatan seseorang sangat berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang
kegiatan restorasi lanskap hutan. Hal ini dipengaruhi oleh profesi dan tempat
profesi seseorang, karena profesi dan tempat akan mempengaruhi jenis pekerjaan
dan besarnya pendapatan seseorang.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan keikut sertaan masyarakat secara
sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat dalam
program pembangunan (Soetomo, 2006). Partisipasi merupakan sesuatu yang
melibatkan masyarakat bukan hanya kepada proses pelaksanaan kegiatan saja,
tetapi juga melibatkan mayarakat dalam hal perencanaan dan pengembangan dari
pelaksanaan program tersebut, termasuk menikmati hasil dari pelaksanaan
program tersebut. Keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat
secara sukarela, dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai pada proses pengembangan kegiatan (Mudjab, 2017).
Partisipasi merupakan suatu strategi kebijakan yang memiliki maksud
sebagai upaya atau tindakan dalam perumusan dan implementasi berbagai
program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar dapat
terlaksana secara reliable, acceptable, implementable, dan workable. Pengeratian
reliable adalah program-program yang dirumuskan meyakinkan dan terpercaya
karena dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat. Acceptable artinya dapat
diterima oleh masyarakat luas karena program yang akan diimplementasikan
Universitas Sumatera Utara
11
disusun dan dirumuskan oleh, dari dan untuk anggota setempat secara bersamasama. Implementable artinya program-program dapat diimplementasikan karena
disususn oleh masyarakat berdasarkan potensi, kondisi, dan kemampuan yang
dimiliki sehingga sesuai denga kebutuhan masyarakat. Workable atau dapat
dikerjakan masyarakat setempat, artinya jika ada kekurangan atau hambatan
dalam pengimplementasiannya maka dapat diatasi dengan partisipasi anggota
masyarakat (Adisasmita, 2006).
Masyarakat yang terdapat di sekitar dan dalam DAS merupakan salah satu
aspek yang dapat mendukung dalam menjaga dan melestarikan hutan. Partisipasi
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan dapat membantu menjalankan
kegiatan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan
dan lahan serta DAS sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan ciri-ciri atau karakter
individu dari anggota masyarakat itu sendiri yang meliputi antara lain : umur,
tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pendapatan dan persepsi. Sedangkan
faktor eksternal merupakan kondisi yang ada di luar karakteristik individu anggota
masyarakat yang meliputi antara lain : intensitas sosialisasi program
(penyuluhan), ketersediaan sarana dan prasarana rehabilitasi, peran kelembagaan
sosial serta peran pendamping (Trison, 2005).
Universitas Sumatera Utara