Hubungan Pengolahan Air Sumur Gali dengan Kejadian Diare di Wilayah TPA Muara Fajar Kota Pekanbaru Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Diare

2.1.1 Definisi Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes, 2011). Diare yang
berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, yaitu tubuh kekurangan air.
Jika keadaan ini terus berlanjut dapat menyebabkan shock dan kematian (Endang,
2012).
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar
yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering
ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. (Kemenkes,2011)
KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang
banyak. Rendahnya cakupan higiene sanitasi dan perilaku yang rendah sering menjadi

faktor risiko terjadinya KLB diare. Jumlah kasus KLB Diare pada tahun 2010
sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus (CFR 2.98%). Hasil ini berbeda
dengan tahun 2009 dimana kasus pada KLB diare sebanyak 3.037 kasus, kematian
sebanyak 21 kasus (CFR 0.69%). Perbedaan ini tentu saja perlu dilihat dari berbagai

9
Universitas Sumatera Utara

10

faktor, terutama kelengkapan laporannya. Selain itu faktor perilaku kesadaran dan
pengetahuan masyarakat, ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan jamban
keluarga dan jangkauan layanan kesehatan perlu dipertimbangkan juga sebagai faktor
yang mempengaruhi kejadian luar biasa diare (Kemenkes, 2013)
2.1.2 Jenis- jenis Diare
Menurut Kemenkes (2011), Diare dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu
sebagai berikut :
2.1.2.1 Diare akut
Diare akut adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat) dan defekasi lebih dari tiga kali perhari. Diare akut biasanya

berlangsung kurang dari 15 hari.
2.1.2.2 Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2.1.3 Mekanisme Penularan Diare
2.1.3.1 Etiologi Diare
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau
toksin melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau minuman yang
terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui
jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi. (Wiharto,2015)
Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada beberapa
kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat berupa obat-obatan,
alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti, inflammatory bowel disease,

Universitas Sumatera Utara

11

atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid.
Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit. Di negara-negara
berkembang, prevalensi diare akut akibat bakteri dan parasit lebih tinggi

dibandingkan akibat virus, dengan puncak kasus pada musim kemarau. Sebaliknya, di
negara-negara industri diare akut lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus.
Frekuensi isolasi organisme dari kultur feses sebesar 2-40% pada berbagai penelitian.
(Eppy, 2009)
2.1.3.2 Epidemiologi Diare
Penyebaran kuman yang menyebabkan Diare biasanya menyebar melalui
fecaloral antara melalui makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung
dengan penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enteric
dan meningkatkan resiko terjadinya Diare, Perilaku tersebut antara lain :
a. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita Diare lebih besar dari
pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi juga
lebih besar.
b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman.
c. Menggunakan air bersih yang tercemar, air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Penccmaran dirumah dapat
terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup dengan baik.
d. Tidak mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air (Wiharto,2015)

Universitas Sumatera Utara


12

2.1.4 Pencegahan Diare
Menurut Kemenkes (2011), Kegiatan pencegahan diare yang benar dan efektif
yang dapat dilakukan adalah :
2.1.2.3 Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak
ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka


berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri

Universitas Sumatera Utara

13

penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan
pendamping ASI diberikan.

c. Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari- jari tangan, makanan
yang wadah atau tempat makan- minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat
yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,

Universitas Sumatera Utara

14


mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar
47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban.
2.1.2.4 Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak

sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah
sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus

Universitas Sumatera Utara

15

disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat
penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah
ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan
air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika
dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini
dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah
yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara
rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan
bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

2.2

Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu kebutuhan hidup dan merupakan dasar bagi

perikehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat
berlangsung. Oleh karena itu, penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan utama
bagi manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan
dan kesejahteraan manusia. (Sumantri,2010).
Sesuai dengan kualitasnya, ada dua jenis air menurut penggunaannya, yaitu
air minum dan air bersih. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, air

Universitas Sumatera Utara

16

bersih berbeda dengan air minum. Air minum adalah air yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum (pasal 1 ayat a). Air Bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari hari yang kualitasnya memenuhi syarat syarat

kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak (pasal 1 ayat b).
Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan Siklus Hidrologi. Siklus Hidrologi merupakan suatu fenomena alam.
Secara umum, pergerakan air terdiri dari berbagai peristiwa yaitu dimulai dari
penguapan air (evaporasi), pembentukan awan (kondensasi), peristiwa jatuhnya air ke
bumi / hujan (presipitasi) dan aliran air pada permukaan bumi dan di dalam tanah.
(Sumantri,2010)
Menurut Sutrisno (2010), Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara,
kemudian jatuh dan akhirnya ke laut kembali. Air laut menguap karena radiasi
matahari menjadi awan, kemudian awan yang terjadi oleh penguapan air bergerak ke
atas karena tertiup angin. Setelah jatuh ke permukaan tanah akan menimbulkan
limpasan yang mengalir kembali ke laut. Dalam usahanya untuk mengalir kembali ke
laut beberapa di antaranya masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke
bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh yang terdapat di bawah permukaan air
tanah. Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan (evaporasi) sehingga
masih ada lagi air yang ditinggalkan menjadi uap. Akhirnya air tidak menguap
ataupun mengalami infiltrasi tiba kembali ke laut lewat palung-palung sungai. Air
tanah yang bergerak jauh lebih lambat mencapai laut dengan jalan keluar melewati

Universitas Sumatera Utara


17

palung-palung air sungai atau langsung merembes ke pantai-pantai. Dengan demikian
seluruh daur telah dilalui kemudian akan berulang kembali.
Menurut Sumantri (2010), air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh
senyawa kimia lain, karakter tersebut antara lain :
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0oC – 100oC, air
berwujud cair.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah
proses perubahan air menjadi uap air.
4. Air merupakan pelarut yang baik.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.
6. Air merupakan satu -satunya senyawa yang merenggang ketika membeku
2.2.1 Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber,
sumber air di alam dibagi menjadi 3 yaitu:
2.2.1.1 Air tanah
Air dalam tanah adalah air yang diperoleh dari pengumpulan air pada lapisan
tanah dalam (Entjang 2000). Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Air tanah dibedakan menjadi dua macam,
yaitu, air lapisan (layer water) dan air celah (fissure water). Air lapisan adalah air

Universitas Sumatera Utara

18

yang terdapat di dalam ruang antara butir-butir tanah, adapun air celah adalah air
yang terdapat di dalam retak-retak batuan tanah. Air tanah dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia dengan membuat sumur atau pompa air. (Sumantri,2010)
2.2.1.2 Air permukaan (surface water)
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah. Air
permukaan harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan karena umumnya
telah mengalami pengotoran (Entjang,2000). Air permukaan yang meliputi badan
badan air seperti sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun dan sumur permukaan,
sebagian besar berasal dari air hujan yang turun ke bumi. Air permukaan merupakan
salah satu sumber penting bahan baku air bersih. Dibandingkan dengan sumber air
lain, air permukaan adalah sumber air yang paling tercemar akibat kegiatan manusia,
fauna, flora dan zat-zat lain (Sumantri,2010).
2.2.1.3 Air Angkasa
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada
saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami
pencemaran ketika berada di aimosfer. Pencemaran itu disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen dan ammonia. Jadi
setelah mencapai permukaan bumi, air hujan bukan merupakan air murni lagi.
2.2.2 Persyaratan Kualitas Air
Menurut Sutrisno (2010) Persyaratan Kualitas air pada umumnya ditentukan
pada beberapa standar yang pada beberapa negara berbeda-beda menurut kondisi

Universitas Sumatera Utara

19

negara masing-masing, perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi.
Berdasarkan Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Adapun syarat kualitas air
bersih yang diatur dalam Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 meliputi :
2.2.2.1 Syarat-syarat fisik.
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu
juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 25oC, dan
apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.
2.2.2.2 Syarat-syarat kimia
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang
melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total solid, zat
organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga
(Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.
2.2.2.3 Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang
mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak adanya
bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.

Universitas Sumatera Utara

20

2.2.2.4 Syarat-syarat radiologis
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa

air bersih tidak

boleh

mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif,
seperti sinar alfa, beta dan gamma
2.2.3 Air dan penyakit
Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan
penyakit, terutama penyakit perut. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit
yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. (Sutrisno, 2010)
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara
secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui
air disebut sebagai water borne disease atau water related disease. (Sumantri, 2010).
Waterborne diseases adalah penyakit menular yang terutama menular melalui air
yang tekontaminasi, sedangkan water related diseases meliputi penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan bahan kimia di dalam air minum ( Suyono,
2014). Terjadinya suatu penyakit tentunya memerlukan adanya agen dan terkadang
vektor.
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air berdasarkan tipe agen
penyebabnya, dibagi menjadi :
a. Penyakit viral, misalnya hepatitis viral, polio emilitis
b. Penyakit bacterial, misalnya kolera, disentri, tifoid dan diare
c. Penyakit protozoa, misalnya amebiasis, giardiasis

Universitas Sumatera Utara

21

d. Penyakit helmintik, misalnya, askariasis, whip worm, hydatid disease
e. Leptospiral, misalnya, Weil’s disease (Sumantri, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi
menjadi empat, yaitu :
2.2.3.1 Waterborne Mechanism
Pada mekanisme ini, kuman pathogen dalam air yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia, ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem
pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melaui mekanisme ini antara lain
kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan polioemilitis.
2.2.3.2 Waterwashed Mechanism
Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan
perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :
1. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak anak
2. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma
3. Penularan melalui biatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.
Selain penyakit penular, penggunaan air juga dapat memicu terjadinya
penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular terutama terjadi karena telah
terkontaminasi zat-zat berbahaya atau beracun
2.2.3.4 Water Bashed Mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab
yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vector atau sebagai

Universitas Sumatera Utara

22

intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistiomasis dan penyakit
akibat Draculuncas Medinensis.
2.2.3.5 Water-related insect Vector Mechanism
Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di
dalam air. Air dapat berfungsi sebagai media penularan penyakit, maka untuk
mengurangi timbulnya penyakit atau menurunkan angka kematian, salah satu
usahanya adalah meningkatkan penggunaan air minum yang memenuhi persyaratan
kualitas dan kuantitas.
Berdasarkan penelitian Azhar (2014), air dan penyakit sangat erat kaitannya,
seperti penyakit tular air yaitu diare dan tifoid dapat terjadi pada saat terbatasnya
akses air bersih, kualitas fisik air yang kurang dan perilaku tidak higienis. Akses air
bersih meliputi jarak dan waktu tempuh ke sumber air dan kemudahan mendapat air.
2.3

Sumur Gali

2.3.1 Pengertian Sumur Gali
Sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk yang
tinggal di daerah pedesaan maupun sumber air yang berasal dari resapan air hujan
diatas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak
terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari
kegiatan mandi - cuci - kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu
sekali di perhatikan (Chandra, 2007)

Universitas Sumatera Utara

23

Jenis sumber air untuk seluruh kebutuhan rumah tangga di Indonesia pada
umumnya adalah sumur gali terlindung (29,2%), sumur pompa (24,1%), dan air
ledeng/PDAM (19,7%) (Kemenkes, 2013).
Sumur gali untuk sumber air bersih adalah sarana untuk menyadap dan
menampung air tanah dari akuifer yang dipergunakan sebagai sumber air sebanyak
minimal 400 liter setiap hari perkeluarga, dibuat dengan cara menggali. (SNI 032916-1992).
Berdasarkan penelitian Istiqamah (2013), sumur gali warga di sekitar TPA
Jeruklegi Cilacap tidak memenuhi syarat kesehatan baik dari segi fisik, kimia maupun
mikrobiologis. Sebanyak 33,33% tidak memenuhi syarat fisik, 100% sumur gali tidak
memenuhi syarat kualitas kimiawi dan mikrobiologi air sumur gali.
2.3.2 Jenis-Jenis Sumur Gali
Sumur gali terdiri dari dua macam, yaitu :
2.3.2.1 Sumur Dangkal
Sumur dangkal adalah sumur yang sumber airnya berasal dari air tanah
dangkal, air tanah dangkal adalah air tanah yang terjadi karena adanya proses
peresapan air pada permukaan tanah dan terkumpul pada bagian di atas lapisan rapat
air. Air tanah dangkal ini diperoleh pada kedalaman sekitar 15 m. kapasitas air tanah
dangkal sangat berfluktuasi karena tergantung oleh musim (Joko,2010). Sumur
dangkal merupakan cara mengambil air yang paling banyak di Indonesia. Sumur
hendaknya terletak di tempat yang aliran tanahnya tidak tercemar. (Sumantri, 2010).

Universitas Sumatera Utara

24

Hal hal yang perlu diketahui dalam pembuatan sumur dangkal adalah :
a. Sumur harus diberi tembok rapat air 3,00 dari muka tanah agar pengotoran oleh air
permukaan dapat dihindarkan.
b. Sekeliling sumur harus diberi lantai rapat air selebar 1-1,5 m untuk mencegah
terjadinya pengotoran dari luar
c. Pada lantai (sekelilingnya) harus diberi saluran pembuangan air kotor, agar air
kotor dapat tersalurkan dan tidak mengotori sumur ini.
d. Pengambilan air ini sebaiknya dengan pipa kemudian di pompa keluar.
e. Pada bibir sumur, hendaknya diberi tembok pengaman setinggi 1,00 m. (Sutrisno,
2010)
Sumur dangkal menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif
dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi
melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran
manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena
lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air.
2.3.1.2 Sumur Dalam
Sumur dalam mempunyai permukaan air yang lebih tinggi dari permukaan air
di sekelilingnya. Tingginya permukaan air ini disebabkan oleh adanya tekanan di
dalam akuifer. Air tanah berada dalam akuifer yang terdapat diantara dua lapis yang
tidak tembus. (Sumantri, 2010).

Universitas Sumatera Utara

25

Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal, dalam hal
ini harus digunakan bor dan memasukkan kedalamnya sehingga dalam suatu
kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air. Kualitas air
sumur dalam ini pada umumnya lebih baik dari air dangkal karena penyaringannya
lebih sempurna dan bebas dari bakteri (Sutrisno, 2010).
Agar air sumur gali tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu ada syarat
syarat sebagai berikut :
a. Harus ada bagian bibir sumur, agar bila musim hujan tiba, air tanah tidak akan
masuk ke dalamnya.
b. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus ditembok, agar air
dari atas tidak dapat mengotori air sumur.
c. Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi
kekeruhan.
Tabel 2.1 Perbedaan antara sumur dangkal dan sumur dalam
Sumur dangkal
Sumur dalam
Sumber Air
Kualitas Air
Kualitas Bakteriologis

Air Permukaan
Kurang Baik
Kontaminasi

Air Tanah
Baik
Tidak Terkontaminasi

Persediaan

Kering pada musim Tetap ada sepanjang tahun
kemarau

Sumber : Chandra, 2007

Universitas Sumatera Utara

26

2.3.3 Persyaratan Kesehatan Sumur Gali
Menurut Entjang (2000), persyaratan kesehatan sumur gali terdiri dari :
2.3.3.1 Lokasi
a. Apabila sumber pencemaran terletak lebih tinggi dari sumur gali dan
diperkirakan air tanah mengalir ke sumur gali, maka jarak ke sumur gali
terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter.
b. Jika jarak sumber pencemaran sama / lebih rendah dari sumur gali maka jarak
minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 9 meter.
c. Sumber pencemaran adalah jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak, dan sumber / saluran resapan.
2.3.3.2 Lantai
Lantai harus kedap air dengan lebar minimal 1 m dari tepi bibir sumur, tidak
retak/bocor, mudah dibersihkan, tidak tergenang air, dan kemiringan 1-5 ° kearah
saluran pembuangan air limbah agar air bekas dapat mudah mengalir ke saluran air
limbah.
2.3.3.3 Sarana Pembuangan Air Limbah
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) harus kedap air, tidak menimbulkan
genangan air dan kemiringannya minimal 2° ke arah pengolahan air buangan atau
resapan.

Universitas Sumatera Utara

27

2.3.3.4 Dinding sumur
Dinding sumur minimal sedalam 3 m dari permukaan lantai atau tanah, dibuat
dari bahan kedap air dan kuat (tidak mudak retak/longsor) untuk mencegah
merembesnya air ke dalam sumur.
2.3.3.5 Bibir Sumur
Bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, terbuat dari bahan yang kuat dan
kedap air untuk mencegah merembesnya air ke dalam sumur. Sebaiknya bibir sumur
diberi penutup agar hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk ke dalam sumur.
2.3.3.6 Timba
Jika pengambilan air dengan timba sebaiknya harus selalu digantung dan tidak
diletakkan di lantai sumur. Hal ini untuk mencegah pencemaran air melalui timba.
Untuk mencegah pengotoran dan pencemaran maupun kecelakaan pada saat sumur
gali tidak digunakan maka sumur gali perlu memiliki tutup sumur yang kuat dan
rapat.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Simanullang (2015), ada hubungan
yang signifikan antara kondisi fisik sumur gali dengan kejadian diare. Sarana air
bersih yang berisiko tinggi yaitu sarana dan bangunan fisik sumber air bersih yang
tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang menyebabkan diare akut jika
dibandingkan dengan sarana air bersih yang berisiko rendah.
2.3.4 Pemanfaatan Air Sumur Gali
Air digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-hari seperti minum,
memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran. Diantara kegunaan-kegunaan

Universitas Sumatera Utara

28

air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum, tidak seorang pun
dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Air juga digunakan untuk
keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan
lain lain (Chandra, 2007).
Menurut Slamet (2014), dari sekian banyak manfaat air, jumlah air yang betul
betul dikonsumsi hanya sebagian kecil saja, yakni yang tergolong penyediaan air
minum atau air bersih misalnya orang minum 2 liter per orang per hari. Sebagian
besar hanya digunakan sebagai media misalnya, penyediaan air bersih ini akan
kembali ke alam sebagai air bekas cucian, bekas membersihkan rumah, bekas
menggelontor kotoran, bekas mandi, dan lain lainnya.
Tabel 2.2 Konsumsi Air Bersih di Perkotaan Indonesia Berdasarkan Keperluan
Rumah Tangga
Keperluan
Konsumsi
Liter/orang/hari

%

Mandi,Cuci, Kakus

12,0

8,7

Minum

2,0

1,4

Cuci Pakaian

10,7

7,7

Kebersihan Rumah

31,4

22,7

Taman

11,8

8,5

Cuci Kendaraan

21,1

15,2

Wudhu

16,2

11,7

Lain-lain

21,7

15,7

11,6

8,4

Sumber : Slamet(2014)

Universitas Sumatera Utara

29

2.4

Pengolahan Air Sumur Gali

2.4.1 Pengertian Pengolahan Air
Menurut Joko (2010), pengolahan air adalah usaha usaha teknis yang
dilakukan untuk merubah sifat air tersebut. Sedangkan menurut Said (2008),
pengolahan air adalah upaya yang dilakukan untuk mendapatkan air minum dengan
kualitas sesuai dengan cara fisikia, kimia maupun biologis. Hasil pengolahan air yang
didapatkan harus memenuhi kriteria kualitas air bersih.
Pengolahan air dapat dilakukan secara individu maupun kolektif. Dengan
berkembangnya penduduk dan teknologi di perkotaan, pengolahan air khusus
dilakukan oleh Perusahaan Air Minum (PAM). Di wilayah yang belum ada
perusahaan air minum yang khusus mengolah dan mendistibusikan air, jika terdapat
air yang kualitasnya kurang baik maka perlu dilakukan pengolahan air dengan teknik
sederhana dan tepat guna sesuai dengan bahan yang ada di lokasi. (Kusnaedi,2010)
2.4.2 Tujuan Pengolahan Air
Menurut Kusnaedi (2010), tujuan dari pengolahan air adalah :
a. Menurunkan kekeruhan
b. Mengurangi bau, rasa dan warna
c. Menurunkan dan mematikan mikroorganisme air
d. Mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut dalam air
e. Menurunkan kesadahan
f. Memperbaiki derajat keasaman (pH).

Universitas Sumatera Utara

30

2.4.3 Jenis Pengolahan Air
Menurut Joko (2010), Ada dua macam tingkat pengolahan air yang sudah
dikenal yaitu pengolahan lengkap dan pengolahan sebagian. Pengolahan lengkap
terdiri dari pengolahan fisik, kimiawi dan bakteriologis. Pengolahan ini dilakukan
terhadap air sungai yang keruh/ kotor. Pada pengolahan sebagian, air baku hanya
mengalami proses pengolahan kimia dan atau pengolahan bakteriologis.
Pada proses pengolahan lengkap terdapat tiga tingkat pengolahan, yaitu:
2.4.3.1 Pengolahan Fisik
Pengolahan fisik bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran
kotoran kasar, penyisihan lumpur dan pasir, mengurangi zat zat organic yang ada
pada air yang akan diolah. (Joko,2010). Menurut Kusnaedi (2010), pengolahan fisik
yang mudah dilakukan adalah dengan penyaringan (filtrasi), pengendapan
(sedimentasi) dan absorbsi.
1. Filtrasi
Penyaringan atau filtrasi merupakan proses pemisahan antara padatan atau
koloid dengan cairan. Penyaringan dilakukan dengan pembuatan saringan seperti
saringan kasar, saringan sedang sampai saringan halus.
2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel padat yang tersusupensi
dalam cairan atau zat cair dengan menggunakan pengaruh gravitasi atau gaya berat

Universitas Sumatera Utara

31

secara alami. Kegunaan sedimentasi untuk mereduksi bahan-bahan yang tersuspensi
pada air dan kandungan organisme tertentu di dalam air.
3. Absorbsi
Absorbsi merupakan peristiwa penyerapan bahan bahan yang terlarut di dalam
air. Proses Absorbsi dilakukan dengan memanfaatkan absorben sebagai media dalam
filter. Absorben yang digunakan adalah karbon aktif yang biasanya berupa arang
batok kelapa dan batubara.
2.4.3.2 Pengolahan Kimia
Pengolahan Kimia bertujuan untuk membantu proses pengolahan selanjutnya.
Pengolahan kimia yang biasa dilakukan adalah Koagulasi, Aerasi dan Adsorbsi
(Alamsyah, 2006)
1. Koagulasi
Koagulasi

merupakan

reaksi

kimia

yang

menyebabkan

terjadinya

penggumpalan dan endapan partikel di dasar bak penampungan. Bahan kimia yang
digunakan untuk mengendapkan partikel padatan adalah Koagulan. Bahan koagulan
yang sering dipakai antara lain kapur, tawas dan kaporit.
2. Aerasi
Aerasi adalah proses pemasukan udara ke dalam air dengan menggunakan alat
yang disebut dengan aerator. Aerasi bertujuan untuk menambah oksigen, menurunkan
karbondioksida dan mangan supaya bisa diendapkan.

Universitas Sumatera Utara

32

3. Adsorbsi
Adsorbsi merupakan proses pengangkapan ion ion yang terdapat di dalam air.
Zat penangkap ion disebut dengan adsorben. Adsorben yang biasa digunakan adalah
zeolite dan resin.
2.4.3.3 Pengolahan Biologi
Pengolahan biologi bertujuan membunuh atau memusnahkan bakteri
penyebab penyakit yang terkandung dalam air misalnya bakteri Escherichia coli yang
dapat menyebabkan penyakit perut. Pengolahan secara biologi dilakukan dengan
pemanasan, penyinaran dengan sinar uv, dan chlorinasi (Alamsyah,2006).
1. Pemanasan
Pemanasan merupakan cara sederhana untuk membunuh bakteri. Secara
umum, bakteri atau kuman akan mati dalam suhu 100o C. Pemanasan hanya
dilakukan untuk skala rumah tangga.
2. Penyinaran dengan sinar Ultra Violet
Penyinaran dengan sinar Ultra Violet merupakan cara modern membunuh
bakteri. Proses sterilisasi dilakukan dengan menyinari air yang akan diolah dengan
menggunakan lampu ultra violet.
3. Chlorinasi
Proses ini dilakukan untuk membunuh jentik, kuman dan bakteri yang ada di
dalam air. Proses ini dilakukan dengan penambahan desinfektan misalnya kaporit.
Umumnya diperlukan sekitar 2,5 g kaporit untuk mendesinfeksi 1.000 liter air atau
0,7 mg klorin per 1 liter air. (Chandra,2007)

Universitas Sumatera Utara

33

Teknik pengolahan yang dilakukan disesuaikan dengan sumber air yang
digunakan sebagai air baku. Penentuan cara pengolahan juga harus memerhatikan
baik atau buruknya kualitas air baku. Untuk sumber air dengan kualitas baik seperti
air sumur dan air pegunungan, cukup dengan pengolahan secara biologi atau kimia
(pengolahan sebagian). Untuk sumber air dengan kualitas air yang kurang baik perlu
dilakukan pengolahan secara lengkap (fisika, kimia, biologis). (Alamsyah, 2006)
Berdasarkan penelitian Ganefati (2005), air yang diolah terlebih dahulu
berpengaruh terhadap kandungan bakteri Escherichia Coli di dalamnya, dengan
pengolahan air dapat menurunkan kadar Escherichia Coli hingga 99 persen sehingga
jumlah ini jauh dibawah nilai ambang batas standar maksimum yang diperbolehkan
sesuai Permenkes No. 907/Menkes/Per/VII/2002, yaitu 10 mg/l.
2.5

Tempat Pembuangan Akhir
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah

mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan,

pemindahan/pengangkutan,

pengolahan

dan

pembuangan.

(Ertawati,2014)
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:
2.5.1.1 Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka
tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada
Pemerintah da yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya

Universitas Sumatera Utara

34

(manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya
potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
1. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
2. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
3. Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
4. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
2.5.1.2 Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara
periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi
potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga
dilakukan perataan

dan

pemadatan sampah

untuk

meningkatkan

efisiensi

pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota
sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan
beberapa fasilitas diantaranya:
1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
3. Pos pengendalian operasional
4. Fasilitas pengendalian gas metan
5. Alat berat

Universitas Sumatera Utara

35

2.5.1.3 Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional
dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang
timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan
sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru
dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan. (Kementrian Pekerjaan Umum, 2015)
2.6

Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori tersebut, maka peneliti dapat

merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Sanitasi Sumur Gali

Kejadian Diare

Pengolahan Air Sumur
Gali
a. Filtrasi
(Penyaringan)
b. Sedimentasi
(Pengendapan
c. Pemasakan

Karakterisitik Responden
1.
2.
3.
4.
5.

Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Penghasilan
Pendidikan

Universitas Sumatera Utara