Dinamika Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah di Indonesia Pasca Reformasi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita mengetahui terdapat beberapa unsur-unsur terbentuknya sebuah Negara
yang dirumuskan dalam Konvensi Montevideo, antara lain adanya wilayah,
pemerintah yang berdaulat, rakyat dan pengakuan dari Negara lain. Unsur-unsur
terbentuknya negara satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan. Rakyat
yang hidup disuatu negara tertentu harus diatur supaya kehidupan mereka dapat
berjalan dengan baik untuk mencapai kesejahteraan, keamanan, keadilan dan lainlain di dalam lingkungan mereka. Untuk itu diperlukan suatu pemerintahan yang
berdaulat baik kedalam maupun keluar. 4 Negara dengan pemerintahan yang
berdaulat ditandai oleh adanya konstitusi yang merupakan landasan bagi
kehidupan Negara yang bersangkutan. Baik konstitusi tertulis maupun tidak
tertulis. 5

4

Khelda Ayunita dan Abd. Rais Asman, Hukum Tata Negara Indonesia, Mitra
Wacana Media, Jakarta, 2016, h. 69.
5

Macam Macam Konstitusi Menurut C.F. Strong, antara lain :

a) Konstitusi Tertulis
Pengertian Konstitusi Tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata
negara. Demikian juga, aturan dasar lainnya yang mengatur kehidupan suatu bangsa di dalam
persekutuan hukum negara.
b) Kontitusi Tidak Tertulis atau Konvensi
Pengertian Konstitusi Tidak Tertulis ialah kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.

1

2

Atas dasar pendapat J.H.P Bellefroid 6 maka konstitusi merupakan aturan
ketatanegaraan atau hukum konstitusional yang mengatur pokok-pokok
ketatanegaraan dan penyelenggaraannya dalam suatu Negara. Apa saja yang
menjadi aturan pokok ketatanegaraan itu dapat dijumpai dalam materi muatan
konstitusi. Apabila materi muatan konstitusi dapat diartikan sebagai sejumlah
ketentuan (norma hukum) dimasukkan ke dalam suatu dokumen atau beberapa
dokumen yang dinamakan konstitusi. Sehingga konstitusi itu berisi keteranganketerangan atau penjelasan tentang norma hukum atau ketentuan yang dimaksud
tersebut, umumnya materi muatan yang terdapat didalam setiap konstitusi selalu
mengatur tentang :

1.

Jaminan terhadap hak asasi manusia

2.

Susunan (struktur) ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat
mendasar

3.

Pembagian

dan

pembatasan

tugas

dan


wewenang

alat-alat

perlengkapan negera (lembaga Negara ) yang juga bersifat mendasar. 7

6

J.H.P Bellefroid berpendapat

“De Grondwet” kan ook constitutie worden genoemd. Van constitutie” wordt echter in materialen
zin en formelen zin gesproken. Een materiele constiturie is een regeling der staatsinrichting. In
dezen zin valt de constitutie met het staatsrecht samen. Daarom wordt dit recht ook met den naam
van ‘constitutioneel recht’ aangeduid. Een formele constitutie is een staatsakte, die de
grondslagen der staatsinrichting bepaalt.”
Mengandung makna Undang-undang dasar juga bisa dikatakan konstitusi. Sesungguhnya
“konstitusi” mempunyai arti materiil dan formil. Konstitusi yang materil adalah suatu aturan
ketatanegaraan. Dalam arti yang demikian konstitusi sama artinya dengan hukum tata Negara .
oleh karena itulah, hukum ini juga bisa dinyatakan sebagai “hukum konstitusionil”. Konstitusi

yang formil adalah suatu akte ketatanegaraan, yang menentukan dasar-dasar ketatanegaraan.

3

Negara merupakan organisasi kekuasaan. 8 Didalam Negara modern,
kekuasaan itu dibentuk berdasarkan kemauan rakyat dan mendapat legitimasi dari
rakyat. Pihak yang menjalankan kekuasaan itu adalah pemerintah yang juga
dibentuk oleh rakyat, yang terdiri atas beberapa orang yang merupakan kelompok
minoritas. Sehingga dapat dikatakan bahwa elit politik yang berkuasa merupakan
kelompok

terkecil

yang

mendapat

mandat

dari


rakyat

dan

selalu

mengatasnamakan rakyat. Sejalan dengan uaraian diatas tujuan dibentuknya
konstitusi adalah berkorelasi dengan upaya untuk membatasi kekuasaan
pemerintah dan menjamin hak-hak asasi yang diperintah. Dengan demikian,
dalam perumusannya sejauh mungkin dihindari pemusatan kekuasaan pada satu
badan kenegaraan tertentu agar terjamin penyelenggaraan pemerintah yang tidak
sewenang-wenang serta tetap menjunjung tinggi asas-asas demokrasi.
Tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 1 ayat (1) yang
menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Penggunaan istilah Negara kesatuan itu dimaksud, bahwa susunan
Negaranya hanya terdiri dari satu negara saja dan tidak dikenal adanya negara di
dalam negara seperti halnya pada negara federal. 9
Wilayah Negara Republik Indonesia ini sangat luas meliputi banyak
kepualaun yang besar dan kecil, maka tidak memungkinkan jika segala sesuatunya


8

Moh.kusnardi & hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indoensia, Pusat
Studi Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta, 1981, h.50
9

Ibid,

4

akan diurus seluruhnya oleh pemerintahan yang berkedudukan di ibu kota Negara.
Sehingga untuk mengurus penyelenggaran pemerintahan negera sampai kepada
seluruh pelosok daerah negara, perlu dibentuk suatu pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah ini sebenanya menyelenggarakan pemerintahan yang secara
langsung berhubungan dengan masyarakatnya. 10 Dimana dalampenyelanggaraan
pemerintahannya, tetap selaras dengan apa yang dicita-citakan oleh pemerintah
pusat.
Di awal perjalanannya terdapat pembagian pemerintahan daerah antara lain
yakni pemerintah daerah administratif dan pemerintahan daerah otonom. Daerah

administratif merupakan perpanjangan pemerintah yang berkedudukan di pusat
untuk melaksanakan tugas adminstratif yakni apa yang diperintahkan pusat untuk
daerah harus dilaksanakan. Sedangkan daerah otonom, pemerintah pusat dalam
hal-hal tertentu menyerahkan kekuasaannya kepada daerah masing-masing untuk
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri dikarenakan banyaknya segi
kehidupan manusia yang tersebar diseluruh wilayah Negara dan tidak
memungkinkan untuk pemerintah pusat memberikan kebiajakan ataupun
keputusan yang baik untuk tiap-tiap daerah.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah diluar urusan pemerintah pusat. Selain dari pada otonomi yang seluasluasnya pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangannya memegang asas

10

Ibid, h.53

5

bebas dan bertanggung jawab. Penyerahan sebagian besar kewenangan
pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah, telah menempatkan pemerintah

daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Era reformasi yang menggantikan era orde baru mempunyai dampak positif
dan dampak negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak positif
yang dapat dilihat yakni dengan semkain transparannya penyelenggaraan
pemerintahan. Tidak hanya di tataran pemerintahan pusat, dalam penyelenggaraan
pemerintahan, daerah juga diberikan otonomi yang lebih luas dan lebih nyata
untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
Pada masa pasca reformasi, Indonesia telah 3 kali mengalami perubahan
berkaitan dengan aturan pemerintahan daerah mulai dari UU No. 22 Tahun 1999,
UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014. Sepanjang perjalanan
perubahan aturan tersebut pastilah terjadi dinamika tentang pengaturan mengenai
pembagian urusan pemerintahan. Baik itu semakin memperluas atau bahkan
mempersempit

ruang

bagi

pemerintah


daerah

dalam

melaksanakan

kewenangannya.
Menurut penulis penting untuk mengetahui gambaran bagaimana penerapan
pembagian urusan pemerintahan daerah yang pernah berlaku di Indonesia setelah
reformasi apakah perubahan yang selama ini terjadi sudah mencipatakan pola
pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh
rakyat

selama ini,

Atau sebaliknya perubahan yang terjadi semakin tidak

menggambarkan pola otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan tidak


6

menjalankan semangat demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk
menulis skripsi dengan judul Dinamika Pembagian Urusan Pemerintahan
Daerah Pasca Reformasi.

B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, penulis memilih
beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan dibahas, antara lain :
1.

Bagaimana konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara?

2.

Bagaimana konsep pemerintahan daerah?

3.

Bagaimana dinamika pembagian urusan pemerintah daerah setelah

masa reformasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah :
a. Untuk mengetahui konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan
negara
b. Untuk mengetahui konsep pemerintahan daerah di Negara kesatuan
c. Untuk mengetahui dinamika perjalanan pembagian urusan
pemerintahan daerah setelah masa reformasi

2. Manfaat Penulisan

7

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini,antara lain :
Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum
tata Negara khususnya yang berkaitan dengan pemerintahan daerah
di Indonesia
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
atau memberikan solusi dalam bidang hukum tata Negara kepada
masyarakat, pemerintah, dana para akademisi di Indonesia terkait
dengan pelaksanaan wewenang pemerintah daerah.

Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan

bahan rujukan bagi

mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lain dalam penulisanpenulisan

lainnya

yang

berkaitan

dengan

penyelengaraan

pemerintahan daerah di Indonesia.
b. Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
peningkatan kualitas pelaksanaan otonomi yang lebih baik.

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian
mengenai “Dinamika Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Pasca
Reformasi” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan di Universitas lainnya skripsi ini asli disusun oleh

8

penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Meskipun
tedapat judul tesis yang berkaitan yakni :
a.

“Analisis

Juridis

Pembagian

Urusan

Pemerintahan

Antara

Pemerintah Dan Daerah Otonomi Di Indonesia” pada tahun 2009
oleh Bisman Bhaktiar NMP : 0706303571, yang merupakan
mahasiswa Fakultas Hukum Program Pascasarjana di Universitas
Indonesia. 11
Yang menjadi pembeda, tesis ini menjabarkan perubahan pembagian urusan
pemerintahan saat konstitusi di Indonesia berubah dengan cara menganalisa
substansi dari konstitusi yang berlaku, mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS
sampai kepada UUD NRI 1945, dan tesis ini tidak menggambarkan secara utuh
pengaturannya dalam undang-undang.
Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran
ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan
bertanggung jawab sepenuhnya baik secara moral dan ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka
1. Konstitusi
Istilah konstitusi itu sendiri pada mulanya berasal dari bahasa Latin,
constitution yang berkaitan dengan jus dan ius yang berarti hukum atau prinsip.

11

Bisman Bhaktiar, Analoisis Juridis Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah dan Daerah Otonomi di Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

9

Di zaman modern, bahasa yang dijadikan rujukna mengenai istilah ini adalah
Inggris, Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda. Untuk pengeretian constitution dan
grundwet dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda membedakan antara verassung
dan grundgesetz. Bahkan dibedakan pula antara grundrecht dan grundgesetz
seperti anatara grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda. 12
Demikian

pula

dalam

bahasa

Perancis

dibedakan

antara

Droit

Constitutionalle dan Loi Constitutionalle. Istilah yang pertama identik dengan
pengertian konstitusi, sedangkan yang kedua adalah undang-undang dasar dalam
arti yang tertuang dalam naskah tertulis. Untuk pengertian konstitusi dalam arti
undang-undang dasar, sebelum dipakai istilah grondwet, di Belanda juga pernah
dipakai istilah staatsregeling. Namun, atas prakarsa Gijsbert Karel van Hogendorp
pada 1813, istilah grondwet dipakai untuk menggantikan istilah staatsregeling. 13
Artinya adalah :
a. Sesuatu yang dinamakan konstitusi itu tidak saja aturan yang tertulis,
tetapi juga apa yang dipraktikkan dalam kegiatan penyelenggaraan
Negara; dan
b. Sesuatu yang diatur itu tidak saja berkenaan dengan organ Negara
beserta komposisi dan fungsinya, baik ditingkat pusat maupun
ditingkat

12

daerah

(local

government),

tetapi

juga

Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,

2014, h.93.

13

pemerintah

Ibid

10

mekanisme hubungan antara Negara atau organ Negara itu dengan
warga Negara. 14
Konstitusi suatu Negara termuat dalam Undang-Undang Dasar dan berbagai
aturan konvensi. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan aturan dasar
atau atauran pokok negara yang menjadi sumber dan dasar bagi terbentuknya
aturan hukum yang lebih rendah. Disebut aturan dasar atau aturan pokok negara
karena ia hanya memuat aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar atau
bersifat pokok dan masih merupakan nirma tunggal, tidak disertai norma
sekunder.
Hans Kelsen dalam teori hierarki norma (stufenbau theory) berpendapat
bahwa norma hukum itu berjenjang dalam suatu tata susunan hierarki. Suatu
norma yang lebih rendah berlaku dan bersumber atas dasar norma yang lebih
tinggi, dan norma yang lebih tinggi itu, berlaku dan bersumber pada norma yang
lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri, yang bersfiat hipotesis dan fiktif, yaitu yang dikenal dengan istilah
grundnorm (norma dasar). Norma dasar sebagai norma yang tertinggi itu dibentuk
langsung oleh masyarakat dan menjadi sumber bagi norma-norma yang lebih
rendah, oleh karena itu norma dasar itu disebut presupposed atau ditetapkan
terlebih dahulu. 15

14

15

Ibid, h.95.

Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Kencana,
Jakarta, 2011, h. 53

11

Struktur sistem norma berlapis atau berjenjang itu oleh Hans Nawiasky
kemudian dikualifikasikan menjadi empat tingkat norma hukum yang secara
berurutan terdiri atas :
Tingkat pertama : staatsfundamentalnorm, atau

a.

staatsgrundnorm,

yaitu norma fundamental Negara, norma pertama, atau norma dasar.
Tingkst kedua : staatsgrundgesetz, yaitu norma huku dasar Negara,

b.

atuaran pokok Negara, atau konstitusi.
Tingkat ketiga : formell gesetz atau gesetzesrehts, yaitu norma

c.

hukum terttulis . undang-undang, atau norma hukum konkret;
Tingkat keempat : verordnung dan autonome satzung, aturan

d.

pelaksana dan aturan otonom. 16
Undang-undang Dasar atau konstitusi adalah hukum tertinggi dalam hierarki
peraturan perundang-undangan, dimana aturan yang berada dibawah UUD harus
sesuai dengan apa yang diatur dalam UUD atau konstitusi. Konstitusi yang baik
itu adalah konstitusi yang tidak rigid atau kaku, dimana sebuah konstitusi tersebut
harus berkembang mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Perubahan
yang terjadi pada konstitusi akan menimbulkan terjadinya perubahan yang berada
dibawahnya yang merupakan peraturan teknis dari konstitusi itu sendiri. Sama
halnya di Indonesia, amandemen UUD 1945 memaksa dikeluarkannya aturan baru
termasuk

peraturan

mengenai

pemerintahan

daerah.

Sehingga

penulis

menganggap bahwa konstitusi berkaitan erat dengan apa yang akan dibahas dalam
skripsi ini.
16

Ibid, h. 54.

12

2. Teori Pembatasan atau Pembagian Kekuasaan
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pengertian pemisahan
kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisahpisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun mengenai
fungsinya. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu pemisahan kekuasaan yang
murni tidak dapat dilaksanakan. Sehingga pilihan jatuh pada istilah pembagian
kekuasaan yang berarti kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa
bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara
bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerja sama.
Teori pembagian kekuasaan ini lahir di Eropa Barat sebagai reaksi terhadap
kekuasaan raja yang absolut serta bertujuan untuk mencegah bertumbuhnya
kekuasaan ditangan satu organ, dan lahirnya jaminan terhadap hak-hak azasi
rakyat. 17
Upaya pembatasan kekuasaan dilakukan dengan mengadakan pola-pola
pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara itu sendiri, yaitu
dengan mengadakan pembedaan dan

pemisahan kekuasaan negara ke dalam

beberapa fungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini yang dianggap paling
berpengaruh

pemikirannya

dalam

mengadakan

pembedaan

fungsi-fungsi

kekuasaan itu adalah Montesqieu dengan teori Trias Politica-nya, yaitu cabang

17

Moh.Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
CV Sinar Bakti, Jakarta,1976, hlm.140

13

kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan eksekutif atau administrative, dan cabang
kekuasaan yudisial.
Menurut Montesqiue, dalam bukunya L’Esprir des Lois” (1748), yang
mengikuti jalan pikiran Jhon Locke, membagi kekuasaan Negara dalam tiga
cabang, yaitu :
a. Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang;
b. Kekuasaan eksekutif yang melaksanakan; dan
c. Kekuasaan untuk menghakimi atau yudkatif.
Dari klasifikasi Montesqieu inilah dikenal pembagian kekuasaan Negara
modern dalam tiga fungsi yaitu legislatif /the legislative function, eksekutif/the
executive or administrative function, dan yudisial/the judicial function. 18

3. Sentralisasi, Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Sentralisasi, Dekonsentrasi dan desentralisasi adalah konsep-konsep yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk dalam
organisasi Negara. Menurut M.Faltas terdapat dua kategori dalam pengambian
keputusan :
a. keputusan politik/political authority yaitu decision that are
allocative, the commit public funds, the coercive power of
governmental regulation and other public values, to authoritatively
chosen ends, dan

18

Jimly Assidiqiue, Ibid, hlm. 282

14

b. keputusan administratif/ administrative authority yaitu decision of
implementation about now and where resources have tobe used, who
would qualify for services resulting from the allocation and whether
the allocated recources have been properly used. Berekenaan
dengan pengertian tersebut maka keputusan politik sering disebut
juga dengan keputusan pelaksanaan.
Dua jenis pengambil keputusan tersebut dalam struktur organisasi
bervariasi:
a. Keputusan alokasi dan keputusan pelaksanaan dilakukan pada puncak
hirarki secara terpusat. Inilah yang disebut dengan sentralisasi penuh;
b. Keputusan alokasi diambil pada

puncak organisasi sedangkan

keputusan pelaksanaan dilakuakan pada jenjang-jenjang yang lebih
rendah. Inilah yang disebut dengan dekonsentrasi;
c. Keputusan alokasi dan keputusan pelaksanaan semuanya diserahkan
sepenuhnya pada jenjang-jenjang organisasi yang lebih rendah. Inilah
yang disebut dengan desentralisasi. 19
Defenisi desentralisasi menurut beberapa akan berbeda redaksionalnya,
tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang sama. Menurut Joeniarto, desentralisasi
adalah memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal

19

Hanif Nurcholis, Teori dan Paktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT.
Grasindo, Jakarta, 2005, hlm.

15

unutk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya
sendiri. 20
Amrah Muslimin, mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah
tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Irawan Soejito, mengartikan
desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintah kepada pihak lain untuk
dilaksanakan. 21
Amrah Muslimin mengartikan, dekonsentrasi ialah pelimpahan sebagian
dari kewenangan pemerintah pusat pada alat-alat pemerintah pusat yang ada
didaerah.

Irawan

Soejito

mengartikan

dekonsentrasi adalah

pelimpahan

kewenangan penguasa kepada pejabat bawahannya sendiri. Menurut Joeniarto,
dekonsentrasi adalah pemberian wewenang oleh pemerintah pusat (atau
pemerintahan

atasannya)

kepada

alat-alat

perlengkapan

bawahan

atau

menyelenggarakan urusan-urusannya yang terdapat didaerah. 22

4. Asas Tugas Pembantuan
Disamping pengertian otonomi, menurut Amrah Muslimin, terdapat pula
istilah medebewind, yag mengandung arti kewenangan pemerintahan daerah
menjalankan sendiri aturan-aturan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah
tang lebih tinggi tingkatnya. Kewenangan ini mengani tugas melaksanakan sendiri
20

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

21

Ibid h.307

22

Ibid, h. 310

2005, h.306

16

(zelfuitvoering) atas biaya dan tanggung jawab terakhir dari pemerintah tingkat
atasan yang bersangkutan.
Menurut Joeniarto 23, disamping pemerintah lokal yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri, kepadanya dapat pula diberi tugas pembantuan
(tugas medebewind, sertatantra). Tugas pembantuan ialah tugas ikut melaksanakan
urusan-urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan lokal yang berhak mengatur
dan mengurus rumah tangga tingkat atasannya. Beda tugas pembantuan dengan
tugas rumah tangganya sendiri, disini urusannya bukan menjadi urusan rumah
tangga sendiri tetapi merupakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah
atasanya. Kepada pemerintah lokal yang bersangkutan diminta unutk ikut
membantu penyelenggaraannya saja. Oleh karea itu, dalam tugas pembantuan
tersebut pemerintah lokal yang bersangkutan, wewenangnya mengatur dan
mengurus, terbatas kepada penyelenggaraan saja. 24
Tugas pembantuan dapat dijadikan sebagai terminal menuju “penyerahan
penuh” suatu urusan kepada daerah atau tugas oembantuan merupakan tahap awal
sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh. Kaitan tugas antara tugas
pmebantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari :
a. Tugas

pembantuan

adalah

bagian

dari

desentralisasi,

jadi

pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan tugas pembantuan
adalah tanggung jawab daerah yang bersangkutan;
23

R. Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, h.17

24

Ibid, h. 313

17

b. Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena
dalam tugas pembantuan terkandung unsure otonomi, derah punya caracara sendiri melaksanakan tugas pembantuan; serta
c. Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, yang mengandung
unsure penyerahan, bukan penugasan.
Yang dapat dibedakan secara mendasar bahwa kalau otonomi adalah penyerahan
penuh, maka tugas pembantuan adalah penyerahan tidak penuh. 25

5. Negara Federal dan Kesatuan
Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua bentuk/
susunan nagara yaitu negara federal dan negara kesatuan. Secara etimotologis,
kata federal dari bahasa latin yaitu feodus, artinya liga. Liga Negara-negara kota
otonom pada Zaman Yunani Kuno dapat dipandang sebagai negara federal yang
pertama. Bentuk pemerintahan federal berasal dari engalaman konstitusional
Amerika Serikat. 26
Bentuk negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa negara
federal dibentuk oleh sejumlah negara atau wilayah yang independen, yang sejak
awal memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing-masing.
Negara atau wilayah-wilayah itu kemudian bersepakat membentuk sebuah federal
itu kemudian berganti status menjadi negara bagian atau wilayah administrasi
dengan nama tertentu dalam lingkungan federal.
25

Agussalim, op.cit., h.93

26

Hanif, Op.cit., h.11.

18

Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaaan penuh dibidang moneter,
pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri, kesatuan lainnya cenderung
tetap dipertahankan oleh negara bagian atau wilayah administrasi. Kekuasaan
negara bagian biasanya sangat menonjolkan dalam urusan-urusan domestik,
seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan keamanan masyarakat.
Bentuk negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametrik dari
Negara Federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan sejak kemerdekaan oleh
para pendiri negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari
satu negara. Tidak ada kesepakatan para penguasa daerah, apalagi negara-negara,
karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk didalamnya bukanlah
bagian-bagian wilayah yang bersifat independen. Atas dasar itu, negara
membentuk daerah-daerah atau wilayah-wilayah yang kemudian diberi kekuasaan
atau wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai kepentingan
masyarakatnya. Hal ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi sumber
kekuasaan. 27

6. Teori Kedaulatan Rakyat atau Demokrasi
Jika menelisik makna dari kedaulatan kita akan menjumpai beberapa istilah
seperti dalam bahasa Perancis kedaulatan disebut souverainite; dalam bahasa
Inggris kedaulatan disebut sovereignity; dalam bahasa latin kedaulatan disebut
superanus, yang berarti supremasi atau diatas dan menguasai segala-galanya.
Menurut istilah yang diberikan Prof Sri Sumantri yaitu “ sesuatu yang tertinggi
27

Hanif, Op.cit., h.11.

19

didalam Negara”. Jadi kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan yang tidak
dibawah kekuasaan lain.
Kedaulatan rakyat memandang bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat,
sehingga dalam melaksanakan tugas pemerintahan harus berpegang pada
kehendak rakyat yang lazimnya disebut dengan demokrasi. Jean Jaques Rousseau
merupakan pelopor utama dari konsep kedaulatan rakyat ini melalui teorinya
yang terkenal yakni Kontrak Sosial atau Teori perjanjian Masyarakat. Menurut
Rousseau Negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat. Dalam konteks
ini kedaulatan itu lahir akibat adanya pernyataan kehendak oleh rakyat, melalui
dua cara, yaitu :
a)

Perjanjian bersama antar anggota-anggota masyarakat untuk saling
menjaga hak-haknya yang disebut “volunte generale”;

b)

Perjanjian antara anggota masyarakat dengan sekelompok orang unutk
menjaga supaya perjanjian dilaksanakan oleh para anggota masyarakat
yang disebut “volunte de tous”. 28

Konsep demokrasi lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan
hukum pada masa Yunani Kuno, yang dipraktikkan dalam kehidupan bernegara
pada abad ke-5 SM sampai abad ke-6 Masehi. Demokrasi dipraktikkan bersifat
langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusankeputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Pada hakikatnya demokrasi adalah
28

Eddy Purnama, Negara Kedaulatann Rakyat Analisis Terhadap Sistem
Pemerintahan Indonesia dan Perbandingan dengan Negara-Negara Lain, Nusamedia, Bandung,
2007, h.10

20

pelembagaan dari kebebasan, dimana rakyat bebas menentukan menilai
kebijaksanaan negara yang menentukan kehidupan rakyat. 29
Pada konteks Indonesia, demokrasi mengandung tiga arti: pertama,
demokrasi dikaitkan dengan sistem pemerintahan dalam arti bagaimana cara
rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan; kedua, demokrasi
sebagai asas yang dipengaruhi oleh perjalanan historis bangsa Indonesia; dan
ketiga, demokrasi sebagai solusi tentative untuk menyelesaikan beberapa
persoalan yang dihadapi dalam rangka penyelenggaraan negara sehingga lahir
musyawarah mufakat. 30
Ciri khas demokrasi konstitusionil ialah bahwa gagasan pemerintahan yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan atas
kekuasaan pemerintahan tercantum dalam konstitusi 31. Penegasan negara
Indonesia sebagai negara demokrasi (berkedaulatan rakyat) dinyatakan dalam
pasal 1 ayat (2) yang berbunyi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD. 32
Demokrasi dan desentralisasi serta otonomi merupakan sesuatu hal yang
tidak dapat dipisahkan, ketiganya seolah merupakan satu paket yang apabila salah
satunya tidak dijalankan maka berdampak pada keseleluruhan. Bahkan dapat pula
29

30

31

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007,

32

UUD NRI 1945

h. 36.

21

dikatakan bahwa demokrasi merupakan induk dari terciptanya desentralisasi dan
kemudian memunculkan

otonomi. Dengan demokrasi Hubungan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini, lebih didasarkan pada
prinsip saling-ketergantungan dan saling membutuhkan, dan desentralisasi serta
otonomi dimaknai tidak hanya sebagai kewajiban tetapi sebagai hak. Namun jika
tanpa adanya demokrasi pemerintah daerah lebih difungsikan sebagai pelaksana
teknis kebijakan desentralisasi. Dalam konstelasi seperti ini, maka tidak
mengherankan bila kemudian keberadaan desentralisasi lebih dipahami oleh
pemerintah daerah sebagai kewajiban. 33

F. Metode Penelitian
Dalam memecahan suatu masalah, kerja seorang ilmuwan akan berbeda
dengan seorang awam. Seorang ilmuan selalu menempatkan logika serta
menghindarkan diri dari pertimbangan subyektif. Sebaliknya bagi awam, kerja
memecahkan maslaah lebih dilandasi oleh campuran pandangan perorangan
ataupun dengan apa yang diaangap sebagai masuk akal oleh banyak orang. 34 Oleh
sebab itu seorang ilmuwan harus memiliki metode ilmiah, metode itu sendiri
dapat diartikan sebagai cara atau jalan untuk mencapai sesuatu.
Dalam pembahasan skripsi ini, metode yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
33

Syarif Hidayat, Desentralisasi, Otonomi dan Transisi Menuju Demokrasi,
Disampaikan pada Seminar “Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Prospeknya”,
IPDN, Jatinangor, 21 Juni 2010
34

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2007, h.43

22

1. Spesfikasi Penelitian
Jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian
hukum normatif (legal research) yaitu dengan mengacu pada berbagai norma
hukum tata negara yang terdapat didalam berbagai sumber dan berkaitan dengan
judul skripsi yang akan dibahas oleh penulis.
Selain dari pada itu penulis juga menggunakan metode perbandingan
hukum, dimana negara Inggris dan Perancis dijadikan objek perbandingan untuk
melihat bagaimana pengaturan pemerintahan daerah dinegara-negara tersebut
yang merupakan negara kesatuan. Hal ini dapat mempermudah penulis untuk
menggambarkan bagaimana mekanisme pemerintahan daerah di Indonesia apakah
sudah baik diterapkan atau belum, tidak menutup kemungkinan untuk diadopsi
di negara Indonesia.

2. Alat Pengumpulan Data
Dalam menyelesaikan tulisan ini penulis melaksanakan penelitian
kepustakaan (library research). Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian
terhadap literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat
digunakan sebagai dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam skripsi ini.
Tujuan dari tinjuan kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder
yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar,
jurnal, maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi
ini.
3. Analisis Data

23

Data yang diperoleh penulis dari tinjauan kepustakaan ini akan dianalisis
secara perkembangan dan deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan
deduktif yang berpedoman bagaimana dinamika perjalanan konsep pembagian
urusan pemerintahan di Indonesia pasca reformasi. Analisis perkembangan adalah
meganalisa pola atau perurutan perkembangan dan perubahannya dan/atau
perubahannya sebagai fungsi dari waktu atau dapat juga merupakan penelitian
untuk mengembangakan penelitian untuk mengembangan suatu pengahuan yang
sudah ada. Sedangkan analisis deskriptif yakni analisis data tidak keluar dari
sample. Bersifat deduktif atau konsep yang bersifat umum dialikasikan unutk
menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau
hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain. 35
Dan bersifat induktif artinya melalui data-data khusu mengenai dinamika
perjalanan konsep pembagian urusan pemerintahan di Indonesia pasca reformasi
akan ditarik kesimpulan umum yang akan digunakan dalam pembahasan
selanjutnya.

G. Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang dasar-dasar pemikiran dan gambaran
umum tentang pemasalahan yang akan dibahas, serta berisi
tentang teknis penulisan skripsi ini yang dimulai dengan

35

Ibid, h.38

24

mengemukakan latar belakang pemilihan judul, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II

: PEMISAHAN DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN
NEGARA
Bab ini memaparkan tentang konsep pemisahan serta
pembagian kekuasaan pemerintahan yang berlaku di
Negara-negara yang berdaulat. Tidak hanya Negara
kesatuan namun dalam bab ini penulis akan coba untuk
menggambarkan konsep tersebut yang diterapkan di negara
kesatuan dan federal.

BAB III

:

KONSEPSI

PEMERINTAHAN

DAERAH

DI

NEGARA KESATUAN
Setelah mengetahuikonsep pemisahan dan pembagian
kekuasaan Negara penting bagi saya untuk memaparkan
secara baik bagaimana konsep dari pemerintahan daerah di
Negara kesatuan sebagai wujud dari penjawantahan apa
yang telah dipaparkan dalam Bab II. Oleh sebab itulah
dalam bab ini saya akan mengulas mengenai bagaimana
konsep pemerintahan daerah di Negara-negara kesatuan
pada umumnya.

25

BAB IV

:DINAMIKA

PEMBAGIAN

URUSAN

PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA PASCA
REFORMASI
Dalam bab ini saya akan menggambarkan bagaimana
dinamika perjalanan pembagian urusan pemerinha daerah
di Negara Kesatuan Republik Indonesia pasca reformasi
melalui konstruksi hukum yang dibangun mulai dari UU
No.22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No.
23 Tahun 2014.
BAB V

: PENUTUP
Bab ini merupaka bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup
yang berisi kesimpulan mengenai permasalahan yang
dibahas,

kiranya

memberikan

gambaran

yang

jelas

mengenai pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sehingga
dapat membrikan saran-saran yang konstruktif yang
tentunya lahir dari dasar pemikiran yuridis yang didapat
dari proses penulisan ini.