Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan
Berbicara mengenai kemiskinan berarti berbicara mengenai harkat dan martabat manusia.
Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan,
dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara
bahkan dunia (Siagian,2012:1). Masalah kemiskinan dapat dipahami memerlukan perhatian
khusus dari semua pihak yang mengalami masalah kemiskinan tersebut.
Kemiskinan identik dengan suatu penyakit, oleh karena itu langkah pertama
penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah.
Pemahaman masalah kemiskinan perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni
kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi,
kemiskinan adalah suatu fakta dimana seorang atau sekelompok orang yang hidup dibawah atau
lebih rendah dari kondisi layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Sementara itu sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya
dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau
sekelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu
mencari taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia.


xxvi
Universitas Sumatera Utara

Menurut Mencher (dalam Siagian,2012:5) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala
penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi
daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu
secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

2.1.1. Aspek-aspek Kemiskinan
1. Kemiskinan itu multi dimensi
Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi
kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan
itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset, organisasi sosial, kelembagaan sosial,
berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dianggap dapat mendukung kehidupan manusia.
Sedangkan aspek sekundernya antara lain adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan
sumber keuntungan yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai
jembatan memperoleh sesuatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan, bahkan
meningkatkan kualitas hidup.
2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung
Sebagai konsekuensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat

mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang
mengakibatkan tidak mudahnya menganalisis kemiskinan itu menuju pemahaman yang
komprehensif. Hal lain yang juga harus dipahami sebagai konsekuensi logis dari kondisi
kemiskinan seperti ini adalah, pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita
menganalisis kemiskinan itu secara agregat. Menganalisis kemiskinan secara parsial akan
membawa pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri.
xxvii
Universitas Sumatera Utara

3. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur
Fenomena yang sering kita temui adalah, pendapatan yang diperoleh sekelompok yang
bermukim di tempat yang sama boleh sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki
mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering mengkondisikan kita untuk
mengidentifikasi kemiskinan sebagai suatu yang serba abstrak dan tidak mungkin diukur. Ada
pula yang cenderung menyatakan kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga
mustahil untuk diukur (Siagian, 2012: 13)
Kemiskinan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai tingkatan (Siagian, 2012:14),
seperti:
a. Miskin
b. Sangat miskin

c. Sangat miskin sekali
Demikian halnya dengan BKKBN (dalam Siagian, 2012:14) sering mengklasifikasikan
kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat, seperti:
a. Prasejahtera
b. Sejahtera 1
c. Sejahtera 2
4. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif
Kita sering mendengar istilah kemiskinan pedesaan (rural poverty), kemiskinan
perkotaan (urban poverty) dan sebagainya. Berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang
mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kotanya. Kondisi desa dan kota itu merupakan
xxviii
Universitas Sumatera Utara

penyebab kemiskinan bagi manusia, dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah
manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukanlah wilayah.

2.1.2 Ciri-ciri Kemiskinan
Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi-indikasi
seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk menyatakan secara akurat, bahwa
orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin, sementara orang-orang seperti itu disebut

tidak miskin. Namun suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan (Siagian,
2012:20), yakni:
1. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi
sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan untuk
melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh
kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor produksi yang dimiliki pada umumnya
sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi
meningkatkan produksipun tidak mungkin. Lebih menyesakkan lagi, faktor-faktor
produksi yang dimiliki justru digunakan untuk kebutuhan konsumsi, bukan untuk
kebutuhan produksi, misalnya modal atau dana tidak digunakan untuk investasi,
melainkan hanya untuk konsumsi demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini
mengakibatkan banyak kasus berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan
modal.

xxix
Universitas Sumatera Utara

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh
aset produksi dengan kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani dengan perolehan
pendapatan hanya cukup untuk konsumsi. Mereka tidak berpeluang untuk memperoleh

tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor produksi.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan berpengaruh
terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian atara lain menyimpulkan bahwa waktu
mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah sehingga
tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian juga dengan
anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, karena harus membantu orang
tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak tersebut memiliki nilai
ekonomis.
4. Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori
setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan
akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat.
Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. Bahkan pada umumnya
mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka
sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak
bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan indikator jam kerja,
mereka justru masuk ke dalam kategori pengangguran tidak kentara. Kondisi demikian
mengakibatkan

mereka


memiliki

produktivitas

yang

rendah,

dan

seterusnya

mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang rendah pula.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki
keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota tidak siap menampung

xxx
Universitas Sumatera Utara

gerak urbanisasi dari desa yang makin keras. Artinya laju investasi di perkotaan tidak

sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya
arus urbanisasi. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari sifat statis desa dalam mendukung
kehidupan penduduknya. Dalam keadaan demikian, masyarakat desa cenderung
melakukan migrasi ke kota, karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah
nasib.
Kemiskinan juga tidak lepas daripada cangkupan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
hidup selain dari sisi material. Cangkupan beberapa elemen yang turut menentukan kualitas
hidup dalam pengukuran kesejahteraan ekonomi. Ada 3 pendekatan konseptual dalam
memikirkan cara mengukur kualitas hidup:
1. Pendekatan pertama, untuk menilai keadaan diri mereka sendiri, mengupayakan manusia
untuk “bahagia’ dan “puas” dengan hidup mereka merupaka tujuan universal eksistensi
manusia.
2. Pendekatan kedua, pendekatan ini melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara
“kegiatan dan kedirian” (functionings) dan kebebasannya untuk memilih fungsi-fungsi
tersebut (capabilities). Sebagian diantara kapabilitas yang sangat mendasar, seperti:
tercukupinya gizi dan terbebas dari kematian dini, kapabilitas lain seperti: melek huruf,
berpartisipasi dalam politik
3. Pendekatan ketiga, dikembangkan dalam kondisi ekonomi. Gagasan tentang alokasi yang
adil, berfokus pada kesetaraan diantara anggota masyarakat (Siglitz, 2011: 70-71)


2.1.3 Faktor Penyebab Kemiskinan Secara Sistematik

xxxi
Universitas Sumatera Utara

Secara

umum,

faktor-faktor

penyebab

kemiskinan

secara

kategoris

dengan


menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar (Siagian: 2012: 114), yaitu:
1. Faktor internal, yang dalam hal ini berasal dari individu yang mengalami kemiskinan itu
yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi:
a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan
b. Intelektual, seperti: kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi
c. Mental emosional atau temperamental, seperti: malas, mudah menyerah dan putus
asa.
d. Spiritual, seperti: tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.
e. Secara psikologis, seperti: kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress,
kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f. Keterampilan, seperti: tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan
lapangan kerja.
g. Aset, seperti: tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami
dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin,
meliputi:
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai aset dan alat memenuhi

kebutuhan hidup.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha
sektor informal.
xxxii
Universitas Sumatera Utara

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak
mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan, dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal
g. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
h. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana
i. Pembangunan yang lebih beriorentasi fisik material
j. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata
k. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
Penyebab utama kemiskinan ialah ketidakmampuan kaum miskin menghadapi perubahan
yang cepat dan radikal serta realita yang baru dan kompleks. Perubahan-perubahan itu terpenting
dan paling jelas adalah tekanan populasi, perubahan struktur sosial dan ekonomi, kondisi-kondisi
teknologi dan ekologi, perang dan perselisihan warga. Sementara itu, perubahan-perubahan yang

tidak begitu tampak namun sama mengancamnya adalah perubahan iklim, degradasi tanah,
polusi air dan udara.

2.2 Keluarga Pemulung
2.2.1 Keluarga
Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis
keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai
ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada
xxxiii
Universitas Sumatera Utara

didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya
mereka kearah kedewasaan. Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaan dari organisasiorganisasi lainnya, yang terjadi hanya sebagai sebuah proses. (Khairuddin,1997:4)
Menurut Iver dan Page (dalam Kairuddin, 1997: 3) dikatakan : “family is a group defined
by sex relationship sufficiently precise and enduring to provide for the procreation and
upbringing of children”. Sedangkan menurut A.M. Rose “ a family is a group of interacting
person who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage and
for adoption”
Pada hakikatnya, keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi)
yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang
merupakan satuan yang khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang
terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan
dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. (Su’adah,2005:22-23)
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah
dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ketiga.
Selanjutnya Iver dan Page memberikan ciri-ciri umum keluarga yang meliputi:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan
xxxiv
Universitas Sumatera Utara

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang
mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan
dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun
tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga (Su’adah, 2005: 22).
Hal senada dari beberapa definisi keluarga, terdapat salah satu pengertian keluarga,
dimana fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak dalam rangka
sosialisasi agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial (Khairuddin, 1997:3).
Keluarga mempunyai jaringan interaksi yang lebih bersifat interpersonal, dimana masing-masing
anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain.
Menurut Ki Hajar Dewantara, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang
sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang per orang (pendidikan individual) maupun
pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk
melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak
tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar
dan pemberi contoh (Tirtaraharja, 2000: 169).
Keluarga merupakan sendi dasar kelompok sosial terkecil serta mempunyai corak
tersendiri. Anak yang baru lahir pertama kali menemukan masyarakat yang terkecil ini. Disitulah
dia dibesarkan dan memperoleh pendidikan yang pertama kali, mengadakan pertemuan pertama
kali dengan manusia. Peranan umum keluarga dalam perkembangan sosial anak merupakan
tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi
dengan kelompoknya. Pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial keluarganya turut

xxxv
Universitas Sumatera Utara

menentukan cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial diluar keluarga
(Gerungan, 2004: 195)
Bentuk-bentuk keluarga menurut Polak (dalam Khairuddin,1997:19) yaitu :
1. Keluarga Inti ( Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
yang belum menikah
2. Keluarga Besar ( Extended Family) yaitu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu
generasi dan suatu lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah, ibu dan
anak-anaknya.
Disamping bentuk keluarga, keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, (Ahmadi,
2007:222) yaitu:
1. Universalitas artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial
2. Dasar emosional artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras
3. Pengaruh yang normatif artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertamatama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada individu
4. Besarnya keluarga terbatas
5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial
6. Pertanggungan jawab daripada anggota-anggota
7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen
Beberapa sebab misalnya karena perekonomian, pengaruh uang, produksi atau pengaruh
individualisme, sistem kekeluargaan ini menjadi kabur. Hal ini disebabkan karena: urbanisasi,
emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang disengaja.

xxxvi
Universitas Sumatera Utara

Akibat pengaruh-pengaruh perkembangan keluarga itu menyebabkan hilangnya perananperanan sosial yaitu:
1. Keluarga berubah fungsinya, dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan yang
memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri keluarganya, tetapi lama
kelamaan fungsi ini makin jarang karena telah dikerjakan oleh orang-orang tertentu
2. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada sekolah-sekolah,
kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalam lingkungan kekeluargaan
3. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya
perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di tengah-tengah
keluarga makin lama makin sedikit (Ahmadi,2007:223)
Menurut Horton (dalam Su’adah, 2005: 109), fungsi-fungsi keluarga meliputi :
1. Fungsi pengaturan seksual
Keluarga berfungsi adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat
untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.
2. Fungsi reproduksi
Fungsi keluarga untuk memproduksi anak atau menghasilkan anak.
3. Fungsi afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan dicintai
Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang tua yang cukup baik dalam mengatasi masalah
remaja, secara garis besar adalah:
a. Memenuhi kebutuhan fisik yang paling pokok; sandang, pangan, dan kesehatan

xxxvii
Universitas Sumatera Utara

b. Memberi ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian
penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak
c. Memberikan suatu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan
kehidupan keluarga yang stabil
d. Membimbing dan mengendalikan perilaku
e. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk
membantu anak matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri.
Sebagian besar orang tua tanpa sadar telah memberikan pengalaman-pengalaman ini
secara alami
f. Mengajarkan cara berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk mampu
menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan,
mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang
sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan atau amarah
g. Membantu anak menjadi bagian dari keluarga
h. Memberi teladan
Perkembangan anak-anak juga memiliki keterkaitan pada keadaan sosio-ekonomi.
Keadaan sosio-ekonomi keluarga tentulah berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak,
apabila kita perhatikan bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material
yang dihadapi anak didalam keluarga itu lebih luas, ia mendapatkan kesempatan yang lebih luas
untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila
tidak dapat prasarananya. Hubungan orang tua yang hidup dalam status sosio-ekonomi serba
cukup dan kurang mengalaminya tekanan-tekanan fundamental seperti dalam memperoleh
kebutuhan hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat mencurahkan perhatian yang lebih
xxxviii
Universitas Sumatera Utara

mendalam pada pendidikan anak-anaknya apabila ia tidak dibebani dengan masalah-masalah
kebutuhan primer manusia (Gerungan, 2004: 196). Secara umum hal ini dianggap benar, namun
tentulah status sosio-ekonomi tidak merupakan faktor mutlak dalam perkembangan anak.
Kendala pada faktor pendidikan pada tingkat remaja dihadapkan pada berbagai faktor,
diantaranya kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anak masih banyak yang rendah.
Disisi lain tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi juga sangat berat, sehingga tidak sedikit
orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk bekerja membantu mencari nafkah (Anwas, 2013:
117)
Sebagian besar permasalahan sosial-ekonomi keluarga berhubungan dengan tidak
memadainya sumber-sumber penghidupan, seperti pekerjaan yang tidak layak dan tidak tetap
atau bahkan tidak memiliki pekerjaan, penghasilan rendah, tidak memiliki aset memadai (tanah,
sawah, dll), ketidakmampuan mengelola ekonomi rumahtangga, perilaku konsumtif, dan lainlain. Berdasarkan hal ini maka permasalahan ekonomi keluarga (Departemen Sosial RI, 2009:4243) diantaranya meliputi:
a. Tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang memadai dan layak, sehingga daya beli
rendah
b. Tidak memiliki asset yang memiliki nilai ekonomi, seperti tanah, sawah, kebun, ternak
c. Ketidakmampuan dalam mengelola ekonomi rumahtangga, pengeluaran lebih besar
daripada pemasukan (dari segi keuangan)
d. Perilaku konsumtif, yaitu senang berbelanja secara berlebihan sehingga menghabiskan
sebagian keuangan rumahtangga, bahkan berbelanja secara kredit, menggunakan kartu
kredit tanpa perhitungan

xxxix
Universitas Sumatera Utara

e. Terbatas akses terhadap sumber-sumber ekonomi dan pelayanan-pelayanan sosial
f. Tidak memiliki keterampilan atau keahlian/kejuruan kerja
g. Minimnya kepemilikan pribadi seperti rumah/tempat tinggal, peralatan rumahtangga,
kendaraan dan sumber daya lainnya.

2.2.2 Pemulung
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam kurun waktu
tertentu. Di dalam kehidupan masyarakat membutuhkan orang lain sehingga menimbulkan suatu
hal yang disebut interaksi sosial. Kelompok sosial terjadi karena adanya interaksi dan persamaan
ciri dalam kelompok itu.
Setiap manusia menginginkan kehidupan yang sejahtera karena dengan kehidupan yang
sejahtera dapat menghindari manusia dari penyakit sosial, seperti kemiskinan, tuna wisma serta
menghindari manusia dari keinginkan untuk berbuat kejahatan, seperti pencurian, perampokkan
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pencapaian kehidupan yang sejahtera
tersebut setiap manusia akan berusaha dengan bekerja dengan keras agar dapat menambah
perekonomian keluarga, walaupun hanya bekerja sebagai pengumpul barang-barang bekas dan
mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah serta berkeliling ke rumah-rumah
warga, tetap dilakukan demi memenuhi perekonomian keluarganya. Pekerjaan mengumpulkan
barang-barang bekas dan mengais barang bekas dari tumpukan sampah lebih sering disebut
dengan istilah pemulung.
Berdasarkan teori di dalam masyarakat, salah satunya adalah teori Gemein Schaft Of
Place (paguyuban berdasarkan tempat tinggal), di mana kelompok sosial terbentuk ketika
masing-masing individu di dalamnya memiliki rasa persamaan karena berada di satu tempat

xl
Universitas Sumatera Utara

tinggal yang sama. Berdasarkan teori Gemeinschaft terdiri suatu kelompok masyarakat terutama
masyarakat miskin terbentuk atas pekerjaan dan tingkat sosial yang sama. Seperti yang terjadi
pada kelompok pemulung. Pada umumnya dapat dikatakan pemulung adalah orang yang bekerja
memungut barang-barang bekas atau sampah-sampah tertentu yang dapat didaur ulang.
(http://ekatasia.blogspot.com/2009/06/bab-i-pendahuluan.html diakses pada tanggal 17 January
2014 pukul 11.50 WIB)
Keberadaan pemulung tentu menimbulkan berbagai asumsi tentang pemulung itu sendiri,
masyarakat cenderung apatis dengan kehadiran pemulung. Banyak diantara warga masyarakat
beranggapan bahwa pemulung adalah kelompok pekerja yang kurang mengerti dan tidak
menanamkan budi pekerti dalam dirinya. Masyarakat beranggapan bahwa pemulung itu panjang
tangan, pemulung sangat kumuh, dan sebagainya. Padahal kalau dicermati, pemulung merupakan
komponen masyarakat yang mempunyai peranan besar dalam masalah penyelamatan lingkungan.
Mereka memilah-milah sampah, sehingga benda-benda yang dianggap sampah oleh masyarakat
dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang sampah. Oleh karena itu, volume sampah
yang menggunung di lingkungan sekitar merupakan permasalahan yang tidak kunjung berakhir
dapat diminimalisasikan oleh pemulung.
Pemulung adalah orang-orang yang bekerja mencari dan mengumpulkan sampah yang
kemudian sampah-sampah tersebut akan dijual kembali, berikut beberapa definisi pemulung:
1) Pemulung

adalah

orang-orang

yang

pekerjaannya

memilih,

memungut,

dan

mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang
yang dapat di olah kembali untuk di jual

xli
Universitas Sumatera Utara

2) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemulung berasal dari kata pe dan pulung. Jadi
memulung artinya mengumpulkan barang-barang bekas (limbah yang terbuang sebagai
sampah) untuk dimanfaatkan kembali. Sedangkan pemulung adalah orang yang
pekerjaannya memulung, yaitu orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan
memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas untuk kemudian menjualnya kepada
pengusaha yang akan mengelolahnya kembali menjadi barang komoditi baru atau lain
3) Menurut Jhones, pemulung adalah orang yang pekerjaannya memungut dan
mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah kota. Barang-barang yang
dikumpulkan berupa plastik, kertas, kardus, kaleng, pecahan kaca, besi tua, dan barang
bekas lainnya (http://www.scribd.com)

Ada dua jenis pemulung: pemulung lepas, yang bekerja sebagai wirausaha, dan pemulung
yang tergantung pada seorang bandar yang meminjamkan uang ke mereka dan memotong uang
pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung berbandar hanya boleh
menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang bandar memberi pemondokan kepada pemulung,
biasanya di atas tanah yang didiami bandar, atau di mana terletak tempat penampungan
barangnya. Pemulung merupakan mata rantai pertama dari industri daur ulang.

Berdasarkan penjelasan di atas, keluarga pemulung adalah hubungan suami istri atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah
dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga pekerjaannya memungut dan
mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah.

2.3 Perkembangan Anak
2.3.1 Perkembangan Anak
xlii
Universitas Sumatera Utara

a. Anak
Menurut the Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang anak
adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on the rights of
the Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun
1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu,
UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun.
Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahtaraan Anak, menyebutkan bahwa anak
adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang
Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. (Huraerah, 2012:31)
Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada
skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan
berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan
kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seseorang yang umumnya
dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Hal ini dipertegas dalam Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan.
Batasan umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan beberapa peraturan
yang ada di Indonesia cukup beragam, yang antara lain adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; memberi batasan yang
berbeda antara anak perempuan dengan anak laki-laki, yakni anak perempuan berumur 16
tahun dan anak laki-laki berumur 19 tahun;

xliii
Universitas Sumatera Utara

2. Undang-Undang RI. No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; pasal 1 ayat (2)
menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu ) tahun dan belum pernah kawin.”
3. Undang-Undang RI. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pasal 1 angka (1),
menyebutkan: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin”.
4. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO tentang Batas
Usia Minimum Anak Bekerja, adalah 15 (lima belas) tahun.
5. Undang-Undang RI. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1, angka (5),
menyebutkan bahwa: ”Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila
hal tersebut adalah demi kepentingannya.”
6. Undang-Undang RI. No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
Usia Pemilih minimal 17 (tujuh belas) tahun.
7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberi batasan mengenai pengertian anak
atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu)
tahun; seperti yang dinyatakan dalam pasal 330 yang berbunyi: “ belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu
kawin”.

Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Bab II Pasal 2
sampai pasal 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut :
1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
xliv
Universitas Sumatera Utara

2. Hak atas pelayanan
3. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan
4. Hak atas perlindungan lingkungan hidup
5. Hak mendapatkan pertolongan pertama
6. Hak memperoleh asuhan
7. Hak memperoleh bantuan
8. Hak diberi pelayanan dari asuhan
9. Hak memperoleh pelayanan khusus
10. Hak mendapatkan bantuan dan pelayanan
Pada Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan
mengenai hak-hak anak sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar serta mendapatkan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
2. Hak atas identitas diri dan status kewarganegaraan
3. Hak untuk beribadah menurut agamanya
4. Hak untuk mengetahui orang tua
5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
6. Hak untuk memperoleh pendidikan
7. Hak untuk memperoleh perlindungan diri
8. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hokum
9. Hak menyatakan pendapat

xlv
Universitas Sumatera Utara

Kewajiban negara dalam memberikan hak-hak anak tertuang pada Konvensi Hak-hak
Anak yang telah ratifikasi oleh pemerintah Indonesia yaitu:
1. Menghormati dan menjamin hak-hak anak
2. Mempertimbangkan kepentingan utama anak
3. Menjamin adanya perlindungan anak
4. Menghormati hak anak dan mempertahankan identitasnya
5. Jaminan anak tidak dipisahkan dengan orang tuanya
6. Jaminan hak pribadi anak (Prinst, 1997: 103-109)

b. Perkembangan Anak
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi, dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masingmasing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Jahja, 2011:28-29).
Proses perkembangan individu manusia beberapa fase yang secara kronologis dapat
diperkiraan batas waktunya. Setiap fase akan ditandai dengan ciri-ciri tingkah laku tertentu
sebagai karakteristik dari fase tersebut, fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
a. Permulaan kehidupan (konsepsi)
b. Fase prenatal (dalam kandungan)
c. Proses kelahiran (±0-9 bulan)
d. Maa bayi/anak kecil (±0-1 tahun)
xlvi
Universitas Sumatera Utara

e. Masa kanak-kanak (±1-5 tahun)
f. Masa anak-anak ( ±5-12 tahun)
g. Masa remaja (±12-18 tahun)
h. Masa dewasa awal (±18-25 tahun)
i. Masa dewasa (±25-45 tahun)
j. Masa dewasa akhir (±45-55 tahun)
k. Masa akhir kehidupan (±55 tahun ke atas)
Teori dalam perkembangan anak, yaitu:
1. Teori Nativisme, teori ini pertama kali digagas oleh Schopenhauer. Menurut teori ini,
perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus yaitu faktor-faktor
keturunan yang merupakan faktor yang dibawa pada waktu melahirkan. Teori ini
meyakini bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam perkembangan manusia adalah
pembawaan sejak lahir atau boleh dibilang ditentukan oleh bakat. Teori nativisme
bersumber dari Leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri
seorang anak. Orang-orang yang mengikuti teori nativisme sangat menekankan bakat
yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan secara maksimal
2. Teori dalam perkembangan anak selanjutnya yaitu Teori Empirisme oleh John Locke.
Teori empirisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu dalam
kehidupannya. Faktor lingkungan, lebih khusus adalah dunia pendidikan, sangat besar
menentukan perkembangan anak
3. Teori Konvergensi, dikemukakan oleh William Stern. Menurut teori ini, baik pembawaan
maupun lingkungan

mempunyai peranan

penting dalam perkembangan anak.

xlvii
Universitas Sumatera Utara

Perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir maupun
faktor lingkungan (Azzet, 2010: 19-24)
Prinsip perkembangan itu sifatnya progresif, dan prinsip tersebut terletak di dalam diri
anak sendiri. Jelasnya, gejala perkembangan itu bukan proses yang digerakan oleh faktor-faktor
dan pengaruh-pengaruh dari luar individu saja; akan tetapi juga dikendalikan dan diberi corak
tertentu oleh faktor-faktor hereditas, yaitu pembawaan, bakat dan kemauan anak. Selanjutnya
prinsip perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sekitar dan kultur
(Kartono, 2006: 149).
Masa remaja adalah masa datangnya pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18 tahun, masa
transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi
remaja maupun orang tua. Adapun sejumlah masalah untuk ini:
a. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya
sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan
dapat menjauhkan ia dari keluarganya
b. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda. Ini
berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai
kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga
c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhan maupun
seksualitasnya.

Perasaan

seksual

yang

mulai

muncul

dapat

menakutkan,

membingungkan, dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi
d. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan emosinya yang
biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua

xlviii
Universitas Sumatera Utara

Ada sejumlah kesulitan yang sering dialami kaum remaja yang betapapun menjemukan
bagi mereka dan orang tua mereka, dan merupakan bagian yang normal dari perkembangan ini.
Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain:
a. Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan
mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri
dan yakin. Perilaku yang sukar ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah abnormal. Ini
hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus dalam kesulitan di sekolah atau dengan
teman-temannya
b. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual
dan bangkitnya birahi ialah normal dan sehat. Ingat, bahwa perilaku tertarik pada seks
sendiri juga merupakan ciri yang normal pada perkembangan masa remaja. Rasa ingin
tahu dan birahi jelas menimbulkan bentuk-bentuk perilaku seksual
c. Membolos, tidak ada gairah atau malas ke sekolah sehingga ia lebih suka membolos
masuk sekolah
d. Perilaku antisosial, seperti suka menganggu, berbohong, kejam, dan agresif. Sebabnya
mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi,
penyebab yang mendasar ialah pengaruh buruk teman, dan kedisiplinan yang salah dari
orang tua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak dan sering tidak ada sama sekali
e. Penyalahgunaan obat bius
f. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang ialah skizofernia

2.3.2 Perkembangan Sosial Anak

xlix
Universitas Sumatera Utara

Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan berkesinambungan
dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial. Proses perkembangannya berlangsung
secara bertahap sebagai berikut:
a. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
b. Masa krisis (3-4 tahun)
c. Masa kanak-kanak akhir (4-6 tahun)
d. Masa anak sekolah (6-12 tahun)
e. Masa krisis II (12-13 tahun)
Menurut Erik Erickson (1983), perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap
masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen yaitu komponen yang baik (yang
diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya
tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya. Adapun tahap-tahap
perkembangan psikososial anak sebagai berikut:
a. Percaya VS Tidak Percaya (0-1 tahun)
Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang ialah rasa percaya. Membangun
rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontak
dengan dunia luar, maka ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa aman dan percaya
pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi dalam berhubungan
dengan dunia luar ialah mulut dan pancaindra. Adapun perantara yang tepat antara bayi
dan lingkungan ialah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui
pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa
percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan,

l
Universitas Sumatera Utara

maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak bercaya ini timbul bila pengalaman
untuk meningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara
adekuat yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial yang kurang
misalnya: anak tidak mendapatkan minuman atau air susu secara adekuat ketika lapar,
tidak mendapatkan respons ketika ia menggigit dot botol.
b. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu (1-3 Tahun)
Perkembangan otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan
anak untuk mengontrol tubuh, diri dan lingkungannnya. Anak menyadari ia dapat
menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai kemauannya, misalnya:
kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu, anak menggunakan kemampuan
mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa otonomi diri ini perlu
dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa percaya dan harga diri
dikemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri
sendiri. Peran lingkungan pada usia ini ialah memberikan dorongan dan memberi
keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak
merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang dipilihnya serta kurang dorongan dari
orang tua dan lingkungannya, misalnya: orang tua terlalu mengontrol anak.

c. Inisiatif VS Rasa Bersalah
Pada tahap ini, anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa
inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu.
Anak mulai diikutsertakan sebagai individu misalnya turut serta merapikan tempat tidur

li
Universitas Sumatera Utara

atau membantu orang tua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya,
misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat.
Hubungan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.
Pada tahap ini, kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuan atau kegiatannya karena
keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya orang tua atau orang lain
terlalu tinggi atau berlebihan, maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitas atau
imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan bersalah.
d. Industri VS Inferioritas (6-12 tahun)
Pada tahap ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang
akhirnya dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orang
tua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini, anak belajar
untuk bersaing (sifat kompetitif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi
dan menerima, setia kawan, dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.
Kunci proses sosialisasi pada tahap ini ialah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini,
peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orang tua atau pada orang
lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh pada gurunya dibandingkan pada
orang tuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standard dan terlalu
banyak yang diharapkan dari mereka, maka dapat muncul masalah atau gangguan.

e. Identitas VS Difusi Peran (12-18 tahun)
Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang
dewasa. Sehingga tampak adanya kontradiksi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa
tetapi di sisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri

lii
Universitas Sumatera Utara

yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang tua
sebagai sumber perlindungan dan nilai utama mulai menurun. Adapun peran kelompok
atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib, partner dan
saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini, remaja bereksperimen dengan peranan dan
dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang
dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.
Pencapaian tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak
penyesuaian baru, dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku
sosial, pengelompokan sosial baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru
dalam dukungan dan penolakan, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
a. Perubahan dalam perilaku sosial
Dalam waktu yang singkat remaja mengadakan perubahan radikal yaitu dari tidak
menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya
daripada teman sejenis. Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam
kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik.
b. Pengelompokan sosial baru
Saat berlangsungnya masa remaja, terdapat perubahan minat terhadap kelompok yang
terorganisasi dan masih diawasi orang dewasa, kemudian kelompok ini secara cepat
menurun karena remaja meningkat ke arah dewasa yang tidak mau diperintah atau
diorganisasi oleh kelompoknya. Pada masa akhir remaja minat berkelompok cenderung
berkurang dan digantikan dengan kelompok kecil yang hubungannnya tidak terlalu akrab.
c. Nilai baru dalam penilaian sosial

liii
Universitas Sumatera Utara

Tidak ada sifat/pola perilaku khas yang akan menjamin penerimaan sosial selama masa
remaja. Tergantung pada sekumpulan sifat dan pola perilaku yang sindrom penerimaan
yang

disenangi

remaja

dan

menambah

gengsi

dari

kelompok

besar

yang

diidentifikasikannya.
d. Minat sosial
Bersifat

sosial

tergantung

pada

kesempatan

yang

diperoleh

remaja

untuk

mengembangkan minat tersebut dan pada kepopulerannya dalam kelompok. Seorang
remaja yang status sosial-ekonomi keluargannya rendah, misalnya mempunyai sedikit
kesempatan untuk mengembangkan minat pada pesta-pesta dan dansa dibandingkan
dengan remaja latar belakang yang lebih baik. Demikian ada beberapa minat sosial
tertentu yang hampir bersifat universal.
e. Perilaku sosial
Diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras, agama, sosial-ekonomi yang
berbeda. Usaha memperbaiki mereka yang mempunyai standar penampilan dan perilaku
yang berbeda.
Keluarga merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan kecerdasan sosial anak,
maka keluarga harus dibangun secara kondusif, (Azzet, 2010: 102-120) sebagai berikut:
1. Memberikan rasa aman
2. Memberikan kasih sayang dan penerimaan
3. Menjadi andalan dan rujukan
4. Model dan bimbingan hidup bermasyarakat
5. Motivator utama dalam meraih keberhasilan
6. Sumber persahabatan
liv
Universitas Sumatera Utara

7. Mengembangkan kecerdasan secara menyenangkan
8. Tidak monoton
9. Cara berkomunikasi
10. Memberikan penghargaan
11. Ada waktu untuk berbagi
Peranan umum keluarga dalam perkembangan sosial anak merupakan kelompok sosial
pertama dalam kehidupan manusia. Tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia
sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Didalam keluarga yang interaksi
sosialnya berdasarkan simpati, ia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan orang lain,
belajar bekerja sama, bantu membantu, dengan kata lain, ia pertama-tama belajar memegang
peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan-kecakapan tertentu
dalam pergaulan dengan orang lain. Pengalaman-pengalamannya dalam interaksi sosial dengan
keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan
sosial di luar keluarga dan di dalam masyarakat pada umumnya (Gerungan, 1004:195). Selain
dari peranan umum kelompok keluarga sebagai kerangka sosial yang pertama, tempat manusia
berkembang sebagai makhluk sosial terdapat pula peranan-peranan tertentu di dalam keadaankeadaan keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk sosial.

2.3.3 Perkembangan Kepribadian Anak
Istilah kepribadian berasal dari bahasa Latin persona yang berarti topeng. Menurut
Allport (Hurlock, 1978), kepribadian merupakan susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam
diri individu yang unik dan mempengaruhi penyesuaian dirinya terhadap lingkungan.
Kepribadian juga merupakan kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan

lv
Universitas Sumatera Utara

penyesuaian diri terhadap lingkungannya secara unik. Sosial-faktor yang mepengaruhi
kepribadian antara lain: fisik, inteligensi, jenis kelamin, teman sebaya, keluarga, kebudayaan,
lingkunan dan sosial budaya, serta sosial internal dari dalam diri individu seperti tekanan
emosional. (Jahja,2011:67)
Ciri-ciri kepribadian yang sehat antara lain:
a. Mandiri dalam berpikir dan bertindak
b. Mampu menjalin relasi sosial yang sehat dengan sesamanya
c. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain sebagaimana apa adanya
d. Dapat menerima dan melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan
e. Dapat mengendalikan emosi

a. Hal-hal yang Mempengaruhi Kepribadian
Luas cangkupan masalah kepribadian seperti pentingnya unsur keturunan, proses
pematangan, latihan pada masa kecil, motif sosial yang diperoleh melalui proses belajar dan
cara-cara ia menanggapi masalah. Hal-hal itu akan melatarbelakangi seseorang sehingga menjadi
pribadi sebagaimana yang ditampilkannya saat ini. Pribadi tersebut merupakan suatu produk
akhir dari potensi-potensi yang dimilikinya dan seluruh perjalanan hidupnya.
Berarti bahwa untuk dapat mengerti pribadi yang bersangkutan, kita harus mengerti pola
yang terbentuk sebagai akibat pengalaman individu tersebut hingga ia tampil sebagai pribadi
yang unik.
1. Potensi Bawaan

lvi
Universitas Sumatera Utara

Seorang bayi telah diwarnai unsur-unsur yang diturunkan oleh kedua orang tuanya
dan tentu diwarnai pula oleh perkembangan dalam kandungan ibunya. Ada bayi yang
sejak lahir sudah memperlihatkan daya tahan tubuh yang kuat, tapi ada pula bayi yang
lemah. Ada yang responsif dan aktif tetapi ada pula yang pasif dan lebih tenang.
Terhadap masing-masing individu, orang tua akan berlangsung timbal balik dan menjadi
awal pertumbuhan yang khas yang dimiliki individu tersebut.
Sampai saat ini belum ditentukan suatu cara/ukur yang baik untuk dapat mengenali
unsur-unsur dan mengukur derajat unsur-unsur bawaan sesorang. Tetapi melalui
penelitian pada anak-anak kembar, didapat gambaran yang dapat masing-masing
disimpulkan bahwa ada kecenderungan untuk berespons secara tertentu pada individu.
Walaupun hasil-hasil penelitian tidak begitu jelas, tetapi dapat disimpulkan bahwa unsure
keturunan ataupun bawaan cukup penting untuk diperhatikan karena turut memberi dasar
pada kepribadian seseorang.
2. Pengalaman dalam Budaya/Lingkungan
Proses perkembangan mencakup suatu proses belajar untuk bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakatnya. Tanpa kita sadari, pengaruh nilai-nilai dari masyarakat
dalam hidup kita telah kita terima dan menjadi bagian dari diri kita. Pengaruh lain dari
budaya adalah mengenai peran seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Tuntutan
berperan ini berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya. Biasanya tuntutan terhadap
peran itu sudah dianggap sebagai suatu kewajaran.
Peran tidak selamanya diterima begitu saja, banyak peran juga yang merupakan hasil
pilihan yang bersangkutan, misalnya peran sebagai dokter atau sebagai anggota ABRI.
Dengan demikian bersama pilihannya peran tersebut, maka tuntutan masyarakat terhadap

lvii
Universitas Sumatera Utara

peran tersebut dengan sendirinya akan membebani si pemilih tadi. Beban peranan
tidaklah sederhana. Tuntutan bisa berasal dari masyarakat, keluarga, maupun temantemannya sendiri; dapat diduga bahwa tiap peranan mempunyai ciri-ciri sendiri yang
akan berakibat pada pembentukan kepribadian dan tingkah laku.
3. Pengalaman yang Unik
Selain potensi bawaan dan tuntutan peran oleh masyarakat yang juga turut
membentuk kepribadian seseorang dan yang membedakannya dari orang lain adalah
pengalaman dirinya yang khas. Orang, selain berbeda dala

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Pada Keluarga Pemulung Di Desa Tapian Nauli Lingkungan Ix Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

3 87 113

Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 5 102

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 5 148

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 0 14

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 0 2

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 0 11

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 0 2

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Pada Keluarga Pemulung Di Desa Tapian Nauli Lingkungan Ix Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 0 10

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Pada Keluarga Pemulung Di Desa Tapian Nauli Lingkungan Ix Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

0 1 10