Risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada sopir Angkutan kota ditinjau dari Indeks Massa Tubuh, Lingkar Leher, dan Usia

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Menurut keputusan Menteri perhubungan Nomor KM 35 tahun 2003,

angkutan kota merupakan angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu
daerah kota dengan menggunakan mobil, bus umum yang terikat dalam trayek.
Profesi sebagai sopir angkutan kota merupakan profesi yang memiliki ciri khas
tersendiri dibandingkan dengan profesi yang lain. Ciri khas tersebut terdapat pada
lingkungan kerja yang luas, jam kerja yang lebih panjang, dan sistem gaji yang
fluktuatif perharinya, ditambah dengan risiko kecelakaan yang tidak dapat
diprediksi (Wiadnyana et al, 2010). Profesi sebagai sopir angkutan umum maupun
angkutan kota juga mempunyai etika dalam menjalankan pekerjaannya salah
satunya adalah ketika mengemudikan angkutan kota, sopir angkutan kota harus
dalam keadaan normal dan sehat termasuk pola tidur pengemudi. Pengemudi
hendaknya beristirahat jika dalam keadaan mengantuk, hal itulah yang harus

diperhatikan oleh sopir angkutan kota yang berguna untuk kesehatan diri sendiri
dan dapat mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas (Yuwono, 2011).
Kondisi medis seperti sulitnya tidur maupun rasa mengantuk di siang hari
merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan. Suatu penelitian deskriptif
cross-sectional yang dilakukan oleh Ozer dkk (2014), menunjukan 49 dari 320
sopir angkutan umum (15,3%) mengalami rasa mengantuk di siang hari yang
dikaitkan oleh tanda prediktif kecelakaan lalu lintas. Scott (2006) yang dikutip
oleh Wiadnyana (2010), menyatakan excessive day time sleepiness terjadi pada
pasien dengan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Keadaan ini yang meningkatkan
risiko kecelakaan 7,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa
Obstructive Sleep Apnea (Santos et al, 1999).

Universitas Sumatera Utara

2

Obstructive Sleep Apnea adalah ganguan bernapas saat tidur yang
berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan tidur (Sumardi
dkk, 2009). Secara umum, gejala OSA berupa rasa mengantuk dan lelah pada
siang hari. Kondisi ini sering diabaikan oleh tenaga kesehatan pada pasien yang

memiliki risiko OSA, sehingga banyak pasien yang mengalami ganguan ini tidak
terdiagnosis bahkan tidak diterapi (Wiadnyana et al, 2010). Keadaan ini yang
dapat menggangu kualitas hidup maupun fungsi kerja dan prestasi kerja yang
memungkinkan risiko kecelakaan pada seseorang sangat tinggi (Cowan et al,
2014).
Beberapa penelitian mengenai prevalensi OSA sangat dikaitkan dengan
obesitas dan faktor gaya hidup. Meskipun terdapat banyak faktor risiko terjadinya
OSA yaitu faktor struktural seperti hipertropi tonsil dan adenoid, faktor
nonstructural seperti obesitas, merokok, alkohol dan lain-lain. Obesitas adalah
yang paling sering menyebabkan OSA (Sidartawan, 2006). Pada penelitian
sebelumnya mengenai prevalensi yang dilakukan pada pengemudi taksi X di
Jakarta yang dilakukan oleh I Putu Gede Panca Wiadyana dkk, menunjukan
bahwa terdapat hubungan indeks massa tubuh, lingkar leher sebagai prediktor
terhadap risiko mengalami Obstrusksi Sleep Apnea yang semakin tinggi ditandai
dengan indeks massa tubuh ≥ 25 serta lingkar leher ≥ 40 cm. Pada penelitian
tersebut terdapat survei bagian kesehatan pada salah satu PT X yang menunjukkan
bahwa 40% pengemudi mengalami berat badan lebih (Wiadnyana et al, 2010).
Berdasarkan keterangan diatas, terjadinya OSA pada pengemudi angkutan
umum ataupun angkutan kota sangat tinggi yang diakibatkan oleh faktor
nonstructural yaitu obesitas. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian mengenai permasalahan OSA terhadap risiko terjadinya
OSA pada pengemudi angkutan kota. Seseorang yang mengetahui bahwa dirinya
berisiko mengalami OSA akan mengurangi efek yang negatif bagi kesehatan
dirinya sendiri dan juga mengurangi risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas oleh
karena pengemudi tersebut mengantuk. Maka dari itu, penelitian dilakukan di
kalangan sopir angkutan kota kabupaten Deli Serdang Kecamatan Pancur Batu,
kota Medan karena daerah tersebut merupakan salah satu tempat pemberhentian

Universitas Sumatera Utara

3

beberapa angkutan kota yang melakukan perjalanan jauh sehingga dapat
mengetahui tanda prediktif kecelakaan lalu lintas dari gejala rasa mengantuk di
siang hari yang dikaitkan dari Obstructive Sleep Apnea. Selain itu Penelitian ini
dilakukan di kalangan sopir angkutan kota karena belum pernah dilakukan
penelitian untuk menilai risiko OSA pada sopir angkutan kota di Medan. Peneliti
juga merasa perlu melakukan penelitian ini yang disebabkan oleh tenaga
kesehatan maupun dokter tidak menyadari kondisi pasien tersebut berisiko
mengalami OSA dan pada akhirnya banyak pasien tidak terdiagnosis dan tidak

diterapi (Wiadnyana et al, 2010). Risiko mengalami OSA akan menyebabkan
banyak pasien maupun pengemudi mengalami masalah-masalah sosial seperti
terjadinya penurunan fungsi kerja yang berakibat pengemudi tersebut mengalami
risiko kecelakaan cukup tinggi.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah : “ Bagaimana tingkat risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA)
pada pengemudi angkutan kota di Medan?”.
1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko terjadinya
Obstructive Sleep Apnea pada sopir angkutan kota di Medan.
1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui karakteristik sopir angkutan kota 130
b. Untuk mengetahui kelompok IMT yang berisiko tinggi terjadinya
OSA.
c. Untuk mengetahui ukuran Lingkar leher yang berisiko tinggi
terjadinya OSA.
d. Untuk mengetahui kelompok usia yang berisiko tinggi terjadinya
OSA

Universitas Sumatera Utara

4

1.4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

a.


Bagi petugas kesehatan
Sebagai bahan informasi kepada pihak petugas kesehatan untuk dapat
mengetahui gejala dan faktor risiko OSA sehingga pasien dapat
didiagnosis dan diterapi dengan baik.

b.

Bagi masyarakat
Sebagai bahan tambahan informasi kepada masyarakat mengenai gejala
OSA sehingga masyarakat yang mengalami gejala OSA dapat dikontrol
dan dievaluasi lebih dini.

c.

Bagi peneliti
Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan dalam
menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

d.


Bagi sopir angkutan kota
Sebagai informasi kepada sopir angkutan kota terhadap risiko OSA
sehingga dapat mengantisipasi secara dini dan dapat meningkatkan
kualitas hidup mereka.

Universitas Sumatera Utara