Hubungan antara Obesitas dengan Risiko Menderita Obstructive Sleep Apnea (OSA)
SKRIPSI
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN CARA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEMANEN KELAPA SAWIT
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) UNIT USAHA ADOLINA TAHUN 2012
Oleh:
NIM. 091000152 ANNISA MENTARI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN CARA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEMANEN KELAPA SAWIT
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) UNIT USAHA ADOLINA TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 091000152 ANNISA MENTARI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN CARA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEMANEN KELAPA SAWIT
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) UNIT USAHA ADOLINA TAHUN 2012
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM: 091000152 ANNISA MENTARI
Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Januari 2013 Dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Ir. Kalsum, M.Kes
NIP. 19590813 199103 2 001 NIP. 19730523 200812 2 002 Umi Salmah, SKM, M.Kes
Penguji II Penguji III
dr. Mhd. Makmur Sinaga. MS
NIP. 19571117 198702 1 002 NIP. 19820301 200812 2 002 Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi
Medan, ___ Januari 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS
(4)
ABSTRAK
Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi dapat memberikan efek negatif, baik bagi pekerjaan maupun individu pekerja Sehingga permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Aktivitas fisik kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang secara keseluruhan masih dilakukan secara manual,sangat berisiko untuk mengalami kelelahan kerja.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja akibat kegiatan pemanenan yang dilakukan oleh pemanen kelapa sawit di P.T Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. Penelitian ini di lakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Kabupaten Serdang Berdagai dengan sampel sebanyak 81 pemanen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kelelahan (p=0.002), terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan kelelahan (p=0.001), terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan (p=0.009), status gizi berhubungan dengan kelelahan (p=0.016). terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut usia tanaman dengan kelelahan kerja (p=0.001). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan (p=0,238).
Dari hasil penelitian disarankan kepada pihak management kebun untuk menyesuaikan jumlah pemanen dengan cara kerja panen yang berbeda menurut usia tanaman, mengingat tingkat kesulitan dan beban yang berbeda Pemberian uang penganti makan dan ekstra puding sebagai upaya pemenuhan gizi pekerja sebaiknya tidak dilakukan. Dimana gizi adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi kelelahan pemanen.
(5)
ABSTRACT
Fatigue was the common problems that often experienced in the workforce. Fatigue experienced by workers that not able to resolved, may provide negative effects both of the worker and the job. Thus the fatigue problems should pay the special attention. Physical activity of the oil palm harvester work in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina as a whole was still done manually is risk to experiencing fatigue.
This research was an analytic researching with cross sectional design toanalyze the relationship between worker characteristics and how to work with fatigue caused by harvesting conducted by oil palm harvester in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. This research was carried out in PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina Kab. Serdang Berdagai,which the number of sample were 81 harvesters.
The result of this research showed that there are relationship between age with fatigue (p=0.002), there is relationship between history of disease with fatigue (p=0.001), there is relationship between the period of work with fatigue (p=0.009), there is relationship between nutritional status with fatigue (p=0.016), there is a significant relationship between the how of working to cut stem and TBS according to the different age of the plant with fatigue (p=0.001). there was no significant relationship between the how of working to lift, entering, and carrying TBS with use rickshaw to TPH according to the different age of the plant with fatigue (p=0.238).
From the result of the study suggested to the management, to adjust the number of harvesters to harvest a different way of working according to the age plant, due to the distinct level of difficulty and also the expense. For worker aged over 45 years and have a history of certain disease, it is advisable to be transferred from the harvester get redeployed to others that not require too excessive physical activity.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Annisa Mentari
Tempat, Tanggal lahir : Medan, 30 Oktober 1991
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin Nama Orang Tua
Ayah : Ir. H. Badullah HSB. MBA
Ibu : Alm. Ir. Hj. Wahyuniar P. Sari M.Sc Anak ke : 3 dari 5 orang bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Merica Raya No 42. P. Simalingkar Riwayat Pendidikan
Tahun 1996-1997 : TK Swasta Sultan Agung P.Siantar Tahun 1997-2003 : SD Swasta Sultan Agung P. Siantar Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 1 P.Siantar
Tahun 2006-2009 : SMA Swasta W.R Supratman 2 Medan Tahun 2009-2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukurpenulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan karuniaNya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Hubungan Karakteristik Pekerja dan Cara Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Pemanen Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina Tahin 2012”
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan, bantuan, dorongan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing 1 dan Umi Salmah, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang mana ditengah kesibukannya telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberi saran-saran dengan berdiskusi dan memperluas wawassan berpikir dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.
4. Ucapan terima kasih juga kepada seluruh Dosen dan Staf Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah banyak memeberikan ilmu yang bermanfaat serta pengalaman yang berguna bagi penulis selama berada di FKM USU
5. Sekali lagi kepada ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes yang juga merupakan dosen pembimbing akademik yang selama ini telah banyak memberikan bimbingan dan motifasi kepada penulis.
(8)
6. Kepada seluruh Dosen dan Staf Pegawai di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara terima kasih untuk ilmu dan pengalaman yang telah diberi kepada penulis selama ini.
7. PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina, yang telah memberi kesempatan untuk belajar, dan melaksanakan penelitian serta menyelesaikan skripsi ini.
8. Teristimewa untuk kedua orang tua ku tercinta, sumber kekuatan penulis, alasan untuk senantiasa berusaha dan memberi yang terbaik, Ir. H. Badullah HSB, MBA dan Almarhumah Ibunda Ir. Hj. Wahyuniar Purnama Sari MSc. Terima kasih untuk setiap cinta, kasih, doa, ketulusan dan tiap tetes keringat yang telah diberi untuk penulis.
9. Juga Adik dan Kakak ku tersayang, Mhd. Luthfi HSB, Aminah Sari H HSB, dr. Nur Aisyah S HSB, Mhd. Amir S HSB, yang telah memberi doa, semangat, pengertian, tempat berbagi suka dan duka bersama, terima kasih atas segalanya.
10.Untuk seluruh keluarga besar penulis, terima kasih untuk dukungan moril dan doa yang telah diberi.
11.Terkusus kepada Rizka Furnanda, SKM yang telah dengan begitu sabar memotivasi, membimbing, dan mendoakan yang terbaik kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.
12.Kepada Kak Putra Apriadi Siregar SKM, Bang Oji, Kak Dina Permatasari SKM, Kak Nona Novi SKM, Om Mulyanto, Kak Yusnani SKM, Dewi Juliatin, Abang Fentra Welkisam yang telah memotivasi dan memberi masukan untuk perbaikan skripsi ini hingga terselesaikan. 13.Rekan-rekan peminatan K3 (Dewi Juliatain, Fentra Welkisam, Florentina,
Novtalin, Mayan, Dunia Terang, Mahreza, Fahrurozi, Debi, Kak Naja, Kak Mian, Bang Henoks) terima kasih atas dukungannya.
14.Teman-teman seperjuangan (Iki, Adel, Dwi, Mae, Kak Tati, Pandi, Pana, Suli, Minda, Adel, Rahma, Imel, Tria, Mami, Imay) dan banyak lagi yang mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu. Terma kasih untuk doanya
(9)
15.Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini yang todak dapat disebutkan satu persatu. Baik selama proses pengerjaan, seminar proposal, dan sidang hasil. Terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini bagi dari sedi penulisan, isi, maupun penyajiannya. Penulis dengan penuh kerendahan hati memohon maaf serta mengharapakan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kedepannya. Akhir semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 23 Januari 2013
(10)
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Daftar Riwayat Hidup ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vii
Daftar Gambar ... x
Daftar Tabel ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.4.1 Manfaat Bagi Perusahaan ... 8
1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti ... 8
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi ... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja ... 10
2.1.1 Definisi Kelelahan ... 10
2.1.2 Sistem Penggerak Kelelahan ... 12
2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan ... 13
2.1.4 Kasifikasi Kelelahan ... 15
2.1.5 Gejala Kelelahan ... 20
2.1.6 Pengukuran Kelelahan ... 22
2.1.7 Penanggulangan Kelelahan Kerja ... 27
2.2 Karakteristik Pekerja ... 30
2.2.1 Usia ... 30
2.2.2 Status Gizi (IMT) ... 31
2.2.3 Riwayat Penyakit ... 33
2.2.4 Masa Kerja ... 35
2.3 Pemanenan ... 36
2.3.1Tahapan Proses Kerjs Panen ... 37
2.3.2 Pemotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS) ... 37
Tanaman berumur 3-5 tahun (ketinggian 2-5 m) ... 37
Tanaman berumur > 5 tahun (ketinggian > 5 m). ... 38
2.3.3 Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH ... 39
2.4 Kerangka Konsep ... 40
(11)
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
3.2.1 Lokasi ... 42
3.2.2 Waktu Penelitian ... 43
3.3 Populasi dan Sampel ... 43
3.3.1 Populasi ... 43
3.3.2 Sampel ... 43
3.4 Instrumen Penelitian ... 45
3.5 Metode Penggumpulan Data ... 45
3.4.1 Data Primer ... 45
3.4.2 Data Sekunder ... 45
3.6 Definisi Operasional ... 46
3.6.1 Karakteristik Pekerja ... 46
3.6.2 Cara Kerja ... 47
3.6.3 Kelelahan ... 47
3.6.4 Pemanen Kelapa Sawit ... 47
3.7 Aspek Pengukuran ... 48
3.7.1 Karakteristik Pekerja ... 48
3.7.2 Cara Kerja ... 49
3.7.3 Kelelahan Kerja ... 50
3.8 Teknik Analisa Data ... 51
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan ... 53
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 54
4.1.2 Letak Geografis ... 54
4.1.3 Luas Areal Produksi ... 55
4.1.4 Struktur Organisasi ... 55
4.1.5 Jumlah Tenaga Kerja ... 61
4.2 Pemanenan ... 62
4.2.1 Jam Kerja Pemanen ... 62
4.2.2 Organisasi Panen ... 63
a. Struktur Organisasi ... 63
b. Tanggung Jawab ... 64
c. Kebutuhan Tenaga Panen ... 65
4.2.3 Alat dan Cara Kerja Panen ... 66
4.2.4 Upah/Premi ... 67
4.2.5 Pembinaan ... 68
4.2.6 Upaya K3 yang Dilakukan ... 68
4.3 Hasil Penelitian ... 69
4.3.1 Gambaran Umum Karakteristik Pekerja ... 69
4.3.2 Distribusi Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pemanen Kelapa Sawit ... 70
4.3.3 Distribusi Respondedn Berdasarkan Cara kerja ... 71
(12)
4.3.5 Hubungan Cara Kerja Memotong Pelepah dan TBS Menurut tinggi Tanaman Dengan Kelelahan Kerja ... 75 4.3.6 Hubungan Cara Kerja Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS Ke TPH Pada Usia Tanam yang Berbeda Dengan
Kelelahan Kerja ... 76 BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Kelelahan Kerja ... 77 5.2 Hubungan Cara Kerja Memotong Pelepah dan TBS Menurut Usia
Tanaman Dengan Kelelahan Kerja ... 80 5.3 Hubungan Cara Kerja Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS Ke TPH Pada Usia Tanam yang Berbeda Dengan Kelelahan Kerja ... 82 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 84 6.2 Saran ... 85 Daftar Pustaka
Lampiran
Lampiran 1. Quesioner Dan Panduan Observasi Lampiran 2. Master Data
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik
Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari PTPN IV Unit Usaha Adolina Lampiran 6. Gambar Penelitian
(13)
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas... 11
Gambar 2.2 A theoretical model to illustrate the neurophysiological Mechanism ... 12
Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation) ... 13
Gambar 2.4 Penyebab kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan ... 27
Gambar 2.5 Peralatan Panen Dodos dan Lebar Mata Dodos. ... 32
Gambar 2.6 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Dodos ... 32
Gambar 2.7 Peralatan Panen Egrek dan Mata Pisau Egrek ... 33
Gambar 2.8 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Egrek ... 34
Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian ... 37
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PTP Nusantara IV Unit Usaha Adolina ... 60
(14)
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja ... 19 Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor
Individu ... 24 Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL) ... 25 Tabel 3.1 Jumlah Pemanen Berstatus Karyawan Tetap yang Berada di PTPN
IV Unit Usaha Adolina ... 40 Tabel 3.2 Jumah Sampel yang Dicuplik dari Setiap Afdeling yang Berada di
PTPN IV Unit Usaha Adolina ... 41 Tabel 3.3 Klasifikasi berdasarkan Cardiovascular Load (%CVL) ... 45 Tabel 3.4 Jenis data dan statistik uji yang digunakan pada analisa bivariat ... 46 Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kerja PT. Perkebunan Nusantara IV Unit
Usaha Adolina ... 65 Tabel 4.2 Jumlah Pemanen Berstatus Karyawan Tetap yang Berada di
PTPN IV Unit Usaha Adolina ... 66 Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden di PTPN IV Unit Usaha
Adolina Tahun 2012……….….73 Tabel 4.4 Tingkat Kelelahan Kerja Responden di PTPN IV Unit Usaha
Adolina Tahun 2012………..……75 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Kerja……….…..75 Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan
Kerja Responden di PTPN IV Unit Usaha Adolina……. .... ………77 Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Cara Kerja Memotong Pelepah Dan TBS
Menurut Tinggi Tanaman Dengan Kelelahan Kerja Responden
di PTPN IV Unit Usaha Adolina Tahun 2012……….79 Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Cara Kerja Mengangkat, Memasukan,
Dan Membawa TBS Ke TPH Pada Usia Tanaman Yang Berbeda Dengan Kelelahan Kerja Responden di PTPN IV Unit Usaha
(15)
ABSTRAK
Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi dapat memberikan efek negatif, baik bagi pekerjaan maupun individu pekerja Sehingga permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Aktivitas fisik kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang secara keseluruhan masih dilakukan secara manual,sangat berisiko untuk mengalami kelelahan kerja.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja akibat kegiatan pemanenan yang dilakukan oleh pemanen kelapa sawit di P.T Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. Penelitian ini di lakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Kabupaten Serdang Berdagai dengan sampel sebanyak 81 pemanen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kelelahan (p=0.002), terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan kelelahan (p=0.001), terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan (p=0.009), status gizi berhubungan dengan kelelahan (p=0.016). terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut usia tanaman dengan kelelahan kerja (p=0.001). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan (p=0,238).
Dari hasil penelitian disarankan kepada pihak management kebun untuk menyesuaikan jumlah pemanen dengan cara kerja panen yang berbeda menurut usia tanaman, mengingat tingkat kesulitan dan beban yang berbeda Pemberian uang penganti makan dan ekstra puding sebagai upaya pemenuhan gizi pekerja sebaiknya tidak dilakukan. Dimana gizi adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi kelelahan pemanen.
(16)
ABSTRACT
Fatigue was the common problems that often experienced in the workforce. Fatigue experienced by workers that not able to resolved, may provide negative effects both of the worker and the job. Thus the fatigue problems should pay the special attention. Physical activity of the oil palm harvester work in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina as a whole was still done manually is risk to experiencing fatigue.
This research was an analytic researching with cross sectional design toanalyze the relationship between worker characteristics and how to work with fatigue caused by harvesting conducted by oil palm harvester in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. This research was carried out in PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina Kab. Serdang Berdagai,which the number of sample were 81 harvesters.
The result of this research showed that there are relationship between age with fatigue (p=0.002), there is relationship between history of disease with fatigue (p=0.001), there is relationship between the period of work with fatigue (p=0.009), there is relationship between nutritional status with fatigue (p=0.016), there is a significant relationship between the how of working to cut stem and TBS according to the different age of the plant with fatigue (p=0.001). there was no significant relationship between the how of working to lift, entering, and carrying TBS with use rickshaw to TPH according to the different age of the plant with fatigue (p=0.238).
From the result of the study suggested to the management, to adjust the number of harvesters to harvest a different way of working according to the age plant, due to the distinct level of difficulty and also the expense. For worker aged over 45 years and have a history of certain disease, it is advisable to be transferred from the harvester get redeployed to others that not require too excessive physical activity.
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dikemukakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan (Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2005).
Hal ini juga didukung oleh Mangkuprawira (2004), yang mengemukakan bahwa sumber daya manusia yang menjadi penggerak dari berbagai macam pekerjaan di dalam sebuah perusahaan sangatlah diperlukan. Sumber daya manusia merupakan elemen yang lebih dominan dalam suatu organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang, sebab sumber daya manusia itu sendirilah yang mengendalikan elemen-elemen lainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan aset yang penting bagi perusahaan.
Oleh karena itu dalam rangka melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal perlu diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu tujuan dari pelaksanaan kesehatan kerja
(18)
dalam bentuk operasional adalah pencegahan kelelahan dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja (Suma’mur, 1996).
Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberi peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. (Hulu, 2008).
Grangjean dalam Putri, (2008), mengemukakan kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi kerja, keterampilan, kebosanan, serta peningkatan kecemasan. Kata “lelah“ memiliki arti tersendiri bagi setiap individu dan bersifat subjektif
Hal ini didukung oleh data dari ILO yang menunjukan bahwa hampir setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari 58155 sampel, sekitar 18828 sampel menderita kelelahan yaitu sekitar 32,8% dari keseluruhan sampel penelitian (Baiduri, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 1600 pekerja yang dipilih secara acak yang menunjukan hasil bahwa sebanyak 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan (Hidayat, 2003).
Sebuah penelitian mengenai kelelahan kronis di Sanfransisco didapatkan insiden Chronic Fatigue Syndrom (CFS) sebesar 230 setiap 100.000 penduduk (0,23
(19)
%). Sedangkan keluhan muskuloskletal pada penderita CFS ini sebanyak 75% (Astono, 2003).
Kelelahan dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam tubuh seseorang seperti; usia, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, serta kondisi fisik/kesehatan. Kelima faktor yang berasal dari dalam tubuh tersebut selanjutnya disebut faktor internal (individu). Selain faktor internal, kelelahan juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal/pekerjaanya, seperti: organisasi dan lingkungan kerja (Suma’mur, 1996)
Banyak penelitian yang menunjukan bahwa faktor individu dalam hal ini; umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan dan status gizi memiliki hubungan terhadap terjadinya kelelahan kerja. Hal ini juga didukung oleh (ILO&WHO, 1996) yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja seorang pekerja akan berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50 tahun dan akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan untuk bekerja akan semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat timbul
Hasil riset menunjukan bahwa secara klinis terdapat hubungan antara status gizi seseorang dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam kondisi gizi yang kurang baik dalam arti intake makanan dalam tubuh kurang dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan dalam melakukan pekerjaan (Oentoro, 2004).
(20)
Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan memberikan efek negatif, baik bagi pekerjaan maupun individu pekerja. Kelelahan kerja dapat menimbulkan berbagai resiko yang berefek negatif bagi pekerja. Sangat banyak risiko kelelahan yang dialami pekerja diantaranya;turunya motivasi kerja, performansi yang rendah, selain itu juga kelelahan dapat menimbulkan meningkatnya frekuensi kesalahan sehingga menyebabkan produktivitas kerja menjadi rendah. Bahkan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan akibat kerja (Tarwaka, 2010).
Kelelahan secara nyata dapat memengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktivitas. Selain itu kelelahan (fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja (Eraliesa, 2009).
Harian Kompas, (2004) mencatat, angka kecelakaan kerja rata-rata perhari di Indonesia yang disebabkan oleh kelelahan sebanyak 27,8% dari 414 kasus kecelakaan kerja perharinya. Dari angka ini dapat dikatakan kecelakaan kerja karena kelelahan memiliki angka cukup tinggi. Selain itu menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional di sector listrik (PLN) mencatat sebanyak 1485 kasus kecelakaan yang terjadi dimana salah satu penyebab adalah faktor kurangnya konsentrasi pekerja dikarenakan oleh Kelelahan.
Laporan Health and Safety in Agriculture (2008), untuk sector pertanian, pada tahun 2001-2002 sekitar 30.000 orang pekerja menderita gangguan atau sakit karena pekerjaan. Berdasarkan tingkat prevalensi 6.500 per 100.000 orang, sektor pertanian termasuk salah satu sektor yang berperingkat tertinggi untuk terjadinya kasus gangguan kesehatan yang diindikasi berhubungan dengan faktor kelelahan kerja.
(21)
Di Sumatera Utara pada tahun 2008 selama 4 bulan terakhir (Januari sampai April) di 6 perkebunan, disinyalir karena terlalu lelah bekerja,konsentrasi pekerja menjadi berkurang akibatnya, ditemukan 47 kasus kecelakaan terindentifikasi. 47 kasus tersebut 32 (68,08%) korban diantaranya dikategorikan kecelakaan ringan seperti tertusuk duri sawit, tertimpa pelepah, gigitan serangga berbisa, dan keseleo akibat jalan licin. 11 (23,40%) mengalami cacat, kebanyakan cacat mata (mengecil, mengalami rabun bahkan buta), kena tatal (getah karet) yang sudah terkontaminasi dengan zat kimiawi, kotoran berondolan sawit, dan tertimpa tandan buah segar (TBS) (Situmorang, 2011).
Lebih dalam lagi, menurut penilitian Hendra (2009) mengenai risiko ergonomic dan keluhan Muskuloskletal disorder (MSDs) pada pekerja panen kelapa sawit di PT. X, kelelahan otot yang berlebihan pada pemanen kelapa sawit akibat proses kerja yang manual dapat menyebabkan keluhan muskuloskletal disorder (MSDs). Pekerjaan pemanenan yang dilakukan dengan gerakan berulang atau repetisi dan terus-menerus dapat berpengaruh terhadap keluhan MSDs. Pada tahap pekerjaan memotong dan menurunkan pelapah dan TBS, bagian tubuh yang mengalami repetisi adalah leher. Leher mendongak secara terus-menerus selama kurang lebih 15 menit. Gerakan leher yang berulang dan dilakukan secara terusmenerus untuk durasi yang lama, akan menyebabkan kelelahan dikarenakan penggunaan yang berlebihan pada otot, tendon, dan persendian.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan dan wawancara yang dilakukan pada beberapa pemanen di PTPN IV Unit Usaha Adolina pada tahun 2012, ternyata diketahui kelelahan dan gangguan kesehatan yang disebabkan karena berkaitan
(22)
dengan kelelahan dan berbagai faktor penyebabnya banyak dijumpai ditempat kerja. Demikian halnya di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina, banyak ditemui kejadaian kelelahan terutama pada pemanen kelapa sawit. Banyak pekerja yang merasa nyeri pada bagian tubuh, cepat merasa lelah dan pusing saat bekerja, dan cendrung sering lupa yang menunjukan gejala kelelahan kerja.
PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina merupakan perusahaan dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada komoditi kelapa sawit. Keseluruhan areal tanaman berada dibeberapa kecamatan dengan total luas 6737 ha yang terdiri dari IX afdeling. Untuk memanen kelapa sawit yang ada di seluruh areal kerja, ada sebanyak 102 pemanen tetap (KS). Sebagian besar pemanan tetap (KS) yang ada di Unit Usaha Adolina sudah bekerja lebih dari 6 tahun dan banyak diantaranya berusia diatas 35 tahun (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).
Pemanen merupakan ujung tombak kegiatan produksi dalam pengolahan bahan mentah (TBS) menjadi CPO. Kegiatan pemanenan di Unit Usaha Adolina dimulai dari pukul 08.00 hingga seluruh ancak (luas areal kerja) yang diberi pada hari tersebut diselesaikan oleh pemanen. Rata-rata perharinya pekerja bekerja selama 7 jam kerja, sehingga pemanen pulang pada pukul 15.00. Faktor manusia (kekuatan fisik) sangat berperan dalam serangkaian kegiatan pemanenan. Proses pemanenan dimulai dari memotong pelepah bagian bawah sawit, merapikan pelepah yang telah dipotong, memotong (memanen) tandan buah yang matang, mengangkut tandan sawit ke tempat pemungutan hasil dan akhirnya mengutip brondolan yang jatuh saat proses
(23)
pemanenan. Keseluruhan kegiatan ini secara manual dikerjakan oleh manusia. (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).
Dari serangkaian kegiatan proses kerja pemanenan yang ada tersebut, salah satu risiko yang memengaruhi kondisi pemanen adalah kelelahan. Aktivitas kerja di perkebunan kelapa sawit khususnya pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara manual dan mengandalkan tenaga manusia. Kondisi ini tentu saja berpotensi untuk menimbulkan permasalahan khususnya kelelahan terhadap pemanen kelapa sawit.
Berdasarkan semua uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik (usia, masa kerja, status gizi, dan riwayat penyakit) yang merupakan faktor instrinstik dan cara kerja sebagai faktor ekstrinstik pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Unit Usaha Adolina Tahun 2012. Pada penelitian ini mengingat keseluruhan pemanen ialah laki-laki maka jenis kelamin (instrinstik) tidak diteliti. Selain itu juga penelitian ini hanya berfokus pada cara kerja yang dilakukan sebagi faktor ekstinstiknya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina tahun 2012.
(24)
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pekerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012. 2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan pada pemanen kelapa sawit di PT.
Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.
3. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.
4. Untuk mengetahui hubungan antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut tinggi tanaman dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.
5. Untuk mengetahui hubungan antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012
(25)
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam hal kelelahan pekerja khususnya pemanen kelapa sawit mengenai cara kerja yang dilakukan, untuk dapat melakukan upaya pencegahan dan pengendalian terhadap masalah kelelahan kerja tersebut.
1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti
1. Penerapan dan pengaplikasian dari teori ke praktek bidang keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya mengenai kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ).
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi
1. Menambah khasanah ilmu khususnya bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
2. Memberikan informasi gambaran tingkat kelelahan pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina, serta cara kerja yang memengaruhinya.
(26)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan Kerja 2.1.1 Definisi Kelelahan
Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang atau lenyap (waste-time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi yang ditandai dengan perasaan lelah dan penurunan kesiagaan serta berpengaruh terhadap produktivitas kerja (Grangjean, 1985 dalam Putri, 2008).
Kelelahan Adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan yang lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan Saraf terdapat sistim aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2010).
Kelelahan Adalah kondisi akut, yang dimulai dari rasa letih yang kemudian mengarah pada kelelahan mental ataupun fisik dan dapat menghalangi seorang untuk dapat melaksanakan fungsinya dalam batas-batas normal. Perasaan lelah ini lebih dari sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika seseorang telah sampai kepada batas kondisi fisik atau mental yang dimilikinya (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).
(27)
Ditambahkan pula oleh Suma’mur, (2009) mengemukakan bahwa kelelahan sama halnya dengan lapar ataupun haus yaitu salah satu dari pilar-pilar penting mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya kehidupan. Dimana pada dasarnya Kata Lelah (Fatigue).
Kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagi akibat dari penggunaan berlebih pada fisik, mental atau emosional, yang juga dapat mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan, kecepatan reaksi, koordinasi dan pengambilan keputusan atau keseimbangan
Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan sebelum stres yang memperlemah fungsi dan performa, fungsi organ saling mempengaruhi yang akhirnya menggangu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan menurunnya kesiagaan kerja dan meningkatnya sensasi ketegangan (Cut, 2004)
Menurut Suma’mur (2009) kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semunya bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.
Definisi kelelahan yang dikemukakan oleh banyak ahli sangat beragam, namun dapat disimpulkan bahwa kelelahan merupakan kondisi fisiolgis tubuh yang menunjukan penurunan daya kerja yang akhirnya dapat memengaruhi produktifitas.
(28)
2.1.2 Sistem Pengerak Kelelahan
(Suma’mur, 2009), menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) Gambar 2.1. Sistem penghambat bekerja terhadap talamus (thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecendrungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis (formatio reticularis) yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain.
Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas
Berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung pada hasil kerja antara kedua sistem antagonis tersebut. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada pada kondisi lelah. Sebaliknya, manakala sistem penggerak lebih kuat dari
(29)
sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk bekerja Gambar 2.2 (Suma’mur, 2009).
Gambar 2.2. A theoretical model to illustrate the neurophysiological mechanism
2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan
Menurut Suma’mur (1996), ada 2 faktor yang dapay mempengaruhi terjadinya kelelahan yaitu : faktor internal dan faktor eksternal
Secara umum faktor internal yang berasal dari dalam individu, terdiri dari 2 faktor yaitu: faktor somatis (fisik) seperti: kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin, usia. Dan faktor psikis, seperti: pengetahuan, sikap/gaya hidup/pengelolaan stress.
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal yang merupakan faktor yang berasal dari luar yaitu: faktor fisik, seperti: kebisingan, suhu, pencahayaan. Faktor kimia, seperti: zat beracun. Faktor biologis, seperti: bakteri jamur. Faktor ergonomic, serta faktor lingkungan kerja, seperti: kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja
Sleeping Sleepy
Tired Relaxed
Fresh
Excited Alarmed
High Low
Activation by the activating system Inhibition and/or
(30)
Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2010) mengemukakan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat berfariasi, dan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Dari sekian banyak jenis kelelahan, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia. Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation)
Problem fisik : Tanggung jawab,
kekhawatiran Intensitas dan
lamanya kerja fisik dan mental
Lingkungan : iklim, penerangan bising.
Monotoni Kenyerian dan kondisi kesehatan
Circardiant rhytem
Tingkat kelelahan Pemulihan/
(31)
2.1.4 Klasifikasi Kelelahan
Ada beberapa pendapat mengenai tipe kelelahan akibat kerja. Muchinsky (1987) dalam Putri (2008), menyatakan ada empat tipe kelelahan yakni:
1. Kelelahan otot (muscular fatigue), disebabkan oleh aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik yang banyak dan berlangsung lama. Tipe ini berhubungan dengan perubahan biokimia tubuh dan dirasakan individu dalam bentuk sakit yang akut pada otot. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan mendesain prosedur kerja baru yang melindungi individu dari pekerjaan yang terlalu berat, misalnya dengan mendesain ulang peralatan atau penemuan alat-alat baru serta melakukan sikap kerja yang lebih efisien.
2. Kelelahan mental (mental fatigue), berhubungan dengan aktivitas kerja yang monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan pikiran dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam berinteraksi dengan orang lain, pikiran dan perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat menimbulkan konflik dengan individu lain menjadi lebih mudah diungkapkan. Kelelahan ini diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan sehingga membuat karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan.
3. Kelelahan emosional (emotional fatigue), dihasilkan dari stres yang hebat dan umumnya ditandai dengan kebosanan. Kelelahan ini berasal dari faktor-faktor luar di tempat kerja, perusahaan dapat mengatasi kelelahan ini dengan memberikan pelayanan konseling bagi karyawan agar kelelahan emosional
(32)
yang dirasakan karyawan dapat teratasi dan performansi kerja karyawan meningkat.
4. Kelelahan ketrampilan (skills fatigue), berhubungan dengan menurunnya perhatian pada tugas-tugas tertentu seperti tugas pilot atau pengontrol lalu lintas udara. Pada kelelahan tipe ini standar akurasi dan penampilan kerja menurun secara progresif. Penurunan ini diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan mobil dan pesawat terbang, sehingga karyawan harus selalu diawasi dan diupayakan agar terhindar dari kelelahan ini dengan pemberian waktu istirahat yang cukup
Menurut Schultz & Schultz (2001), ahli-ahli di bidang psikologi membagi kelelahan akibat kerja dalam dua tipe yakni kelelahan fisiologis yang disebabkan oleh kerja otot yang berlebihan dan kelelahan secara psikis, yang mirip dengan kebosanan. Kedua jenis kelelahan tersebut dapat menyebabkan penurunan penampilan kerja dan menyebabkan terjadinya kesalahan, kecelakaan dan ketidakhadiran.
Tarwaka, (2004) menyatakan bahwa kelelahan akibat kerja diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
(33)
Soetomo (1981) dalam Adiningsari (2009) mengklasifikasikan kelelahan berdasarkan faktor penyebabnya, diantaranya:
1. Kelelahan Fisik (physical/muscular fatigue)
Kelelahan fisik disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang mencukupi dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap berjalan. Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot dan dapat menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal hanya dapat berlangsung beberapa detik. Gangguan pada aliran darah dapat menyebabkan kelelahan otot yang berakibat otot tidak dapat berkontraksi, meskipun rangsangan syaraf motorik masih berjalan.
2. Kelelahan Psikologi
Kelelahan psikologi berkaitan dengan depresi, gugup, dan kondisi psikologi lainya. Kelelahan jenis ini diperburuk dengan adanya stress.
3. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)
Kelelahan mental disebabkan karena faktor psikis. Pekerja memiliki persoalan kejiwaan yang belum terselesaikan dan menyebabkan stress psikis.
4. Kelelahan Keterampilan (Skill Fatigue)
Kelelahan ini terjadi karena adanya tugas-tugas yang memerlukan ketelitian dan penyelesaian permasalahan cukup sulit.
Silaban (1998), dalam Putri (2009) menerangkan mengenai jenis-jenis kelelahan bahwa klasifikasi atau jenis kelelahan terbagi 3 yaitu, proses dalam otot, waktu terjadi kelelahan, dan penyebabnya yaitu sebagai berik
(34)
1. Berdasarkan waktu kejadian a. Kelelahan akut
Kelelahan akut terjadi pada aktifitas tubuh terutama yang banyak menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh bekerja secara terus menerus dan berlebihan. Kelalahan dengan jenis ini dapat hilang dengan beristirahat cukup dan menghilangkan gangguan-gangguannya.
b. Kelelahan kronis
Kelelahan kronis sebenarnya adalah kelelahan akut yang bertumpuk-tumpuk. Hal ini disebabkan oleh adanya tugas terus-menerus tanpa penggaturan jarak tugas yang baik dan teratur. Menurut Grandjean dalam bukunya yang berjudul Fitting The Task to The Human kelelahan kronis berlangsung setiap hari dan berkepanjangan, dan bahkan telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan yang diperoleh dari tugas-tugas terdahulu belum hilang dan disusul lagi dengan tugas-tugas berikutnya. Kondisi ini terjadi secara berulang-ulang. Dengan beristirahat biasa belum bisa menghilangkan kelelahan jenis kronis ini. Pekerja yang mengalami kelelahan kronis ini sudah merasa lelah sebelum memulai pekerjaan, ketika bangun tidur perasaan lelah masih ada. Jika kondisi ini dibiarkan maka dapat membahayakan tugas yang sedang dilakukanya atau dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan kecelakaan.
(35)
2. Berdasarkan proses dalam otot a. Kelelahan otot
Kelahan otot yaitu menurunya kinerja setelah mengalami stress tertentu yang ditandai dengan menurunya kekuatan dan kelambatan gerak.
b. Kelelahan umum
Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya keinginan untuk bekerja yang disebabkan oleh persyarafan ataupun psikis. Kelelahan umum ialah suatu perasaan yang menyebar dan disertai dengan penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum pada dasarnya adalah gejala penyakit dan erat hubungannya dengan faktor psikologis seperti penurunan motivasi, dan kejenuhan yang mengakibatkan menurunya kapsitas kerja seseorang. Kelelahan umum dicirikan dengan menurunya perasaan ingin bekerja. Kelelahan umum disebut juga kelelahan fisik dan juga kelelahan syaraf.
3. Berdasarkan penyebabnya
a. Faktor fisik dan psikologi di tempat kerja.
b. Faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stress emosional yang berkepanjangan.
c. Kelelahan fisik (kelelahan karena kerja fisik); kelelahan patologis (kelelahan yang ada hubunganya dengan penyakit); dan kelelahan psikologis yang diatandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubunganya dengan faktor psikososial.
(36)
2.1.5 Gejala Kelelahan
Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubunganya dengan kelelahan adalah:
Tabel 2.1. Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja Gejala Kelelahan Kerja
1. Perasaan berat dikepala 2. Menjadi lelah diseluruh badan 3. Kaki meras berat
4. Menguap
5. Merasa kacau pikiran 6. Mengantuk
7. Merasa berat pada mata
8. Kaku dan canggung dalam gerakan
9. Tidak seimbang dalam berdiri 10. Mau berbaring
11. Merasa susah berfikir 12. Lelah bicara
13. Gugup
14. Tidak dapat berkonsentrasi
15. Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu
16. Cendrung untuk lupa 17. Kurang kepercayaan diri 18. Cemas terhadap sesuatu 19. Tidak dapat mengontrol sikap
20. Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan
21. Sakit kepala 22. Kekakuan dibahu
23. Merasa nyeri dipunggung 24. Merasa pernafasan tertekan 25. Merasa haus
26. Suara serak 27. Pusing
28. Spasme kelopak mata 29. Tremor pada anggota badan 30. Merasa kurang sehat.
(37)
Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30 menunjukan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009).
Seseorang yang mengalami kelelahan akan menunjukan tanda-tanda sperti: sakit kepala (pusing), melamun, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, susah menjaga mata agar tetap terbuka, konstan menguap bahkan tertidur saat bekerja, mudah tersinggung, jangka waktu menyimpan memori (ingatan) singkat, motivasi rendah, halusinasi, gangguan dalam mengambil keputusan dan penilaian, memperlambat refleks dan tanggapan, fungsi sistem kekebalan tubuh berkurang, frekuensi melakukan salah meningkat (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).
Kelelahan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang dialami oleh seseorang yang ditandai dengan berbagai gejala seperti, lemah, lesu, jenuh, menurunya perhatian konsentrasi berkurang, dan sebaginya (Grandjean, 1985 dalam Adiningsari, 2009)
1. Gejala kelelahan otot: antara stimulus dengan kontraksi awal jaraknya sangat lama. Kontaksi dan relaksasi melamban.
2. Gejala Kelelahan umum: perasaan subjektif lelah, mengantuk, pusing tidak suka bekerja, pikiran loyo/lamban, berkurangnya kewaspadaan, persepsi lamban, ketidakinginan untuk bekerja, performa menurun baik pekerjaan fisik maupun mental.
(38)
3. Kelelahan kronis menunjukan gejala: sakit kepala, menggigil, kehilangan waktu tidur, irregular heart rate, tiba-tiba berkeringat, kehilangan nafsu makan, permasalahan pencernaan.
2.1.6 Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indiktor yang menunjukan kelelahan akibat kerja (Tarwaka, 2010) 1. Uji Performa Mental
Uji performa mental meliputi: - Masalah aritmatika.
- Uji konsentrasi (crossing-out tes).
- Uji estimasi (dengan uji estimasi interfal waktu). - Uji memori atau ingatan.
Pada uji ini seseorang dipacu untuk menentukan dan mengeluarkan tanda-tanda kelelahan. Faktor lain yang berpengaruh adalah pelatihan dan pengalaman. Apabila uji ini terus dilakukan maka gejala kelelahan akan muncul dengan sendirinya (Grandjean, 1997 dalam Andiningsari, 2009)
2. Uji Schneider
Dalam penelitiannya dokter Soetomo, (1981) beliau memaparkan bahwa dalam melakukan uji ini harus mempertimbangkan 6 hal:
- Frekuensi nadi dalam sikap berbaring - Frekuensi nadi dalam sikap berdiri
(39)
- Kenaikan nadi setelah suatu kerja tertentu
- Waktu yang diperlukan nadi untuk kembali normal setelah melakukan kerja tersebut.
- Perubahan tekanan sistol pada saat berbaring dan berdiri
Keenam variabel diatas kemudian diberi nilai bekisar +3 dan -3 yang kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:
Nilai <7 = unstatisfactory Nilai 8-7 = doubfull (meragukan) Nilai 10-9 = fair
Nilai 13-11 = very good Nilai 18-14 = exclent 3. Kualitas dan kuantitas kerja
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Kelelahan dan rata-rata jumlah produksi tentunya saling berhubungan. Namun uji ini tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial dan psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2010).
4. Uji Psiko-motor (Psychomotor test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.
(40)
Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakanya kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan (Tarwaka, 2010).
Kelemahan dari uji ini ialah muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini sering sekali membuat permintaan yang sulit pada subjek yang diteliti, sehingga dapat meningkatkan ketertarikan (Granjean, 1997, dalam Putri, 2008).
5. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Frekuensi kerlingan mulus (Flicker-fusion frecuensi) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang dipancarkan secara terus-menerus.Cara menguji kelelahan denagn metode hilangnya kelipan adalah sebagai berikut: responden yang hendak diteliti didudukan didepan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan kemudian dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikan semakin cepat. Dan cahaya tersebut bukan lagi dianggap cahaya terputus-putus, melainkan cahaya kontiniu (mulus).
Frekuensi batas atau ambang dari kelipan itulah yang disebut “frekuensi kelipan mulus”. Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang bernilai 2 Hz jika menggunakan cahaya pendek atau 0.6 Hz. Pada orang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekunsi kerling mulus bias antara 0.5 Hz atau dibawah dari angka frekuensi kerling mulus orang yang tidak lelah (Suyanto dalam Andiningsari, 2009).
6. Pengukuran kelelahan secara subjektif
Kuesioner kelelahan subjektif (Subjectif Self Rating Test) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) merupakan salah satu kuesioner yang dapat
(41)
mengukur tingkat kelelahan subjektif. Berisi 30 daftar pertanyaan dimana pernyataan nomor 1 sampai 10 mengenai pelemahan kegiatan, pertanyaan 11 sampai 20 pelemahan motivasi dan pertanyaan 21 sampai 30 untuk gambaran kelelahan fisik. Dimana setiap pertanyaan diberi scoring dengan skala Likert (4 Skala) dimana:
- Skor 1 = Tidak pernah merasakan - Skor 2 = Kadang-kadang merasakan - Skor 3 = Sering merasakan
- Skor 4 = Sering sekali merasakan
Dimana untuk menentukan klasifikasi kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu menggunakan pedoman:
Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor individu
Tingkat Kelelahan
Total Skor Individu
Klasifikasi Kelelahan
1 30 – 52 Rendah
2 53 – 75 Sedang
3 76 – 98 Tinggi
4 99 – 120 Sangat Tinggi
Sumber: Tarwaka, 2010
7. Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL)
Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologis tubuh yang menggambarkan tubuh dalam keadaan statis atau dinamis. Oleh karena itu denyut nadi dipakai sebagai salah satu indicator yang dipakai untuk mengetahui berat ringanya beban kerja seseorang. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis lainya (Azizah, 2005).
(42)
Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL) adalah perbandingan antara peningkatan denyut nadi kerja dengan denyut nadi maksimum, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Grandjean dalam Tarwaka (2010), mendefinisikan beberapa jenis denyut nadi yaitu sebagai berikut:
1. Denyut Nadi Istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
2. Denyut Nadi Kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja
3. Nadi Kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.
Dimana untuk menentukan %CVL diketahui bahwa denyut nadi maksimum adalah 220/menit (-umur) untuk laki-laki dan 200- umur/menit untuk wanita. Dari hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL) % CVL 100Klasifikasi
< 30 % Tidak terjadi kelelahan 30 % s.d <60% Diperlukan perbaikan 60 % s.d <80% Kerja dalam waktu singkat 80 % s.d <100% Diperlukan tindakan segera >100 % Tidak diperbolehkan beraktivitas Sumber : Tarwaka, 2010
(43)
2.1.7 Penanggulangan Kelelahan Kerja
Penanggulangan terjadinya kelelahan menurut Silaban (1998) dalam Putri (2008) antara lain:
1. Seleksi tenaga kerja yang tepat mencakup fisik dan kesehatan secara umum. 2. Menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman terutama disebabkan
oleh faktor fisik, kimia, dan psikologi serta penerapan ergonomik. 3. Penggunaan warna yang lembut, dekorasi, dan musik di tempat kerja.
4. Organisasi proses produksi yang tepat atau pelaksanaan kerja bertahap mulai dari aktifitas ringan.
5. Rotasi pekerjaan secara periodik, libur kerja, serta rekreasi. 6. Memberi waktu istirahat yang cukup.
7. Latihan fisik. Latihan fisik secara fisiologis membantu kelancaran fungsi organ tubuh agar dapat melakukan pekerjaan lebih kuat, cekatan dan efisien. 8. Peningkatan upah dapat meningkatkan kepuasan kerja.
9. Penyediaan sarana dan fasilitas tempat istirahat yang nyaman, ruang makan, dan kantin.
10. Pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja.
Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang bersifat statis dab diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh (Husein, 2009)
(44)
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling berkaitan, hal yang paling penting adalah mengupayakan secepat mungkin untuk menangani kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan cepat, maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut akan diuraikan faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan (Tarwaka, 2010).
Gambar 2.4 Penyebab kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan
PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktifitas kerja fisik 2. Aktifitas kerja Mental 3. Stasiun kerja tidak
ergonomi 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja monoton
7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis
9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu kerja, istirahat
CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental
3. Redesain stasiun kerja
ergonomis
4. Sikap kerja alamih 5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja
9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja
dengan sedikit kudapan
RESIKO 1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Produktifitas kerja rendah 6. Stress akibat kerja
7. Penyakit akibat kerja 8. Cedera
9. Terjadi kecelakaan kerja
MANAJEMEN RESIKO 1. Tindakan preventif melalui
pendekatan inovatif dan partisipatoris
2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitative 4. Jaminan masa tua 5. Dan lain-lain
(45)
Monica, (2010) Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar samapi tidur malam hari Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya: 1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.
2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan.
3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya
4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya masa-masa libur dari rekreasi, dan lain-lain.
5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan lain-lain. 6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat kerja.
Menurut Suma’mur (1996), kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya, dengan pemberian kesempatan istirahat yang tepat. Penerapan ergonomi dalam hal pengadaan tempat duduk meja dan bangku-bangku kerja sangat membantu. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat. Selanjutnya usaha-usaha perlu ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik.
(46)
2.2 Karakteristik Pekerja
Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya suatu sifat khas yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakteristik adalah cirri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Ditambahkan oleh Wdianingrum (1999), karakteristik adalah cirri-ciri dari demografi dan status sosial. Demografi berkaitan dengan umur, stuktur prnduduk dan juga jenis kelamin, sedangkan statsu sosial terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya.
Ditambahkan lagi oleh Efendi (2004), ciri demografi karakteristik individu, berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi. Sedangkan data cultural berkaitan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya.
2.2.1 Usia
Usia seseorang akan memengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Berbagai perubahan fisiologis disebabkan oleh penuaan tetapi semakin jelas bahwa banyak perubahan fungsi itu berhubungan dengan penyakit, gaya hidup (misalnya: Kurang gerak badan) atau keduanya (WHO, 1996).
Usia berkaitan dengan kelelahan karena pada usia yang meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Dengan adanya penurunan kemampuan organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan
(47)
Bertambanya usia akan memengaruhi komposisi tubuh manusia. Massa tubuh tanpa lemak dan berat otot berkurang yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan, ketahanan, dan volume otot. Dari segi histologinya, perubahan-perubahan tersebut ada hubunganya dengan berkurangnya serabut otot tipe 2 dan berkurangnya aktivitas enzim-enzim otot. Hal ini lah yang dapat memacu terjadinya kelelahan (Putri, 2008).
Hal itu juga didukung oleh (ILO&WHO, 1996) yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja seorang pekerja akan berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50 tahun dan akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan untuk bekerja akan semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat timbul.
Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan lebih cepat merasakan lelah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut akan mengalami penurunan kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial. Menurut laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua) kapasitas kerja akan terus menurun menjelang usia 50 sampai 55 tahun (Adiningsari, 2009).
2.2.2 Status Gizi (IMT)
Status gizi adalah salah satu faktor dari faktor kapasitas kerja. Dimana keadaan gizi buruk dengan beban kerja yang berat akan menganggu kerja dan menurunkan efisiensi serta mengakibatkan kelelahan (Oentoro, 2004).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contohnya gondok endemik merupakan
(48)
keadaan seimbang tidaknya asupan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa, 2001).
Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status gizi. Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut (Depkes RI, 2003):
Depkes RI (2003), mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT dengan didasari penyesuaian terhadap postur tubuh orang Indonesia yang lebih kecil dibandingkan dengan postur tubuh orang luar.
Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT Menurut DepKes RI (2003)
Keadaan Keterangan IMT Laki-Laki (Kg/m2)
Status Gizi Baik Normal 17,00-23,00
Status Gizi Buruk Kurang berat badan Kelebihan berat badan
<17,00 >23,01
Modifikasi dari sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, DepKes RI (2003) Menurut Stellman dalam Astono (2003), status gizi sangat berpengaruh terhadap kelelahan yang terjadi. Pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki mekanisme pemulihan dari kelelahan kerja yang lebih baik. Dengan pemulihan yang lebih baik akan memiliki mengurangi efek kumulatif dari kelelahan sehingga kemungkinan kelelahan yang terjadi akan semakin rendah. Selain itu pengaturan pola makan dan pengaturan berat badan berpengaruh terhadap kapasitas kerja sesorang.
(49)
Indicator yang dapat dipakai untuk menilai status gizi seseorang antara lain adalah kadar Hb darah dan Indeks Masa Tubuh (IMT).
2.2.3 Riwayat Penyakit
Grandjean (1997) dalam Putri (2007), mengemukakan bahwa kelelahan secara fisiologis dan psikologis dapat terjadi saat kondisi tubuh tidak fit/sakit atau seseorang mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Semakin buruk kondisi kesehatan seorang pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul.
Individu dengan kondisi kesegaran jasmani secara umum baik memiliki resiko lebih kecil terhadap terjadinya resiko Low Back Pain (LBP) dan penyembuhan akan rasa nyeri akan lebih cepat pulih dibandingkan dengan individu lain (Dickerson dan Chaffin, 1994 dalam Astono, 2003).
Menurut (NTC, 2006) kelelahan pada seorang pekerja juga dapat terjadi dari riwayat penyakit seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan seperti, Penyakit Jantung, Diabetes, Anemia, gangguan tidur, Parkinson.
Oentoro (2004), adanya beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kelelahan, penyakit tersebut antara lain:
a. Penyakit Jantung
Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah, kebanyakan menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan mengalami bendungan dan penderita akan mengalami sesak napas sehingga akan mengalami kelelahan.
(50)
b. Penyakit gangguan ginjal
Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Penimbunan sisa metabolisme menyebabkan kelelahan.
c. Penyakit asma
Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran udara bronkus kecil bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan karbondioksida terganggu sehingga terjadi akumulasi karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan. Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru terkena radang.
d. Tekanan darah rendah
Pada penderita tekanan darah rendah kerja jantung untuk memompa darah ke bagian tubuh yang membutuhkan kurang maksimal dan lambat sehinggakebutuhan oksigennya tidak terpenuhi, akibatnya proses kerja yang membutuhkan oksigen terhambat. Pada penderita penyakit paru-paru pertukaran O2 dan CO2 terganggu sehingga banyak tertimbun sisa metabolisme yang menjadi penyebab kelelahan. f. Tekanan darah tinggi
Pada tenaga kerja yang mengalami tekana darah tinggi akan menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar. Pada saat jantung tidak mampu mendorong darah beredar ke seluruh tubuh dan sebagian akan menumpuk pada jaringan seperti tungkai dan paru. Selanjutnya terjadi sesak napas bila ada pergerakan sedikit karena tidak tercukupi kebutuhan oksigennya akibatnya pertukaran darah terhambat. Pada tungkai terjadi penumpukan sisa metabolisme yang menyebabkan kelelahan.
(51)
2.2.4 Masa Kerja
Kelelahan berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang dapat berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia, dan sosial ditempat kerja. Tekanan konstan, terjadi seiring dengan penambahan masa kerja dan adaptasi. (Malkom, 1988 dalam Putri, 2007).
Masa kerja merupakan akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin banyak keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan. (Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2008).
Lama kerja berkaitan dengan efek kumulatif dari stressor untuk menimbulkan suatu strain. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka kelelahan yang terjadi akan semakin sering (Stellman 1998, dalam Astono, 2003).
Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:
1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun
(52)
2.3 Pemanenan
Pemanenan adalah kegiatan memotong Tandan Buah Segar (TBS) dari pohon hingga penganggkutan ke pabrik. Proses pelaksanaan kerja dimulai dengan, pemanen terlebih dahulu memeriksa tandan buah yang sudah masak untuk selanjutnya dilakukan proses pemanenan. Selanjutnya sebelum tandan buah yang matang tersebut diturunkan (dipanen), pemanen harus terlebih dahulu memotong pelepah mati yang menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut 300, dan menyusunya di gawangan mati. Setelah pelepah dipotong, maka selanjutnya pemanen memotong TBS dari pokok dengan tidak menyisakan brondolan di tangkai tandan buah. Jika tandan buah masih panjang, maka diupayakan dipotong serapat mungkin dengan buah. Rata-rata pemanen perhari dapat memanen tandan buah sawit (TBS) sebanyak 60 tandan dengan berat sekitar 1200 kg. TBS yang telah jatuh didekat pohon atau disekitar piringan, dikumpulkan. Selanjutnya pemanen memuat angklong dengan TBS, dimana isi muatan angklong tergantung ukuran dan berat TBS. Umumnya berat TBS berkisar antara 15-50 kg tergantung usia tanaman dan kualitas TBS. Apabila TBS berukuran besar, maka satu angkong hanya berisi 2 TBS, tetapi apabila TBS berukuran kecil maka dapat mengangkut 3-4 TBS dan diangkut ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH). Selanjutnya berondolan yang jatuh dan masih tersisa akan dikutip untuk selanjutnya juga diangkut dan dikumpulkan di TPH. Akhirnya bekas potongan TBS yang sudah dipanen diberi penomoran yang menunjukan blok/petak dan inisial pemanen (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).
(53)
2.3.1 Tahapan Proses Kerja Panen
Proses pemanenan kelapa sawit atau TBS terdiri dari beberapa tahapan pekerjaan yaitu:
1. Pemotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS)
Sebelum tandan buah diturunkan (dipanen), pemanen harus terlebih dahulu memotong pelepah mati yang menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut 300
a. Tanaman berumur 3-5 tahun (ketinggian 2-5 m).
, dan menyusunya di gawangan mati. Setelah pelepah dipotong, maka selanjutnya pemanen memotong TBS dari pokok dengan tidak menyisakan brondolan di tangkai tandan buah (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).
Ketika tanaman memiliki ketinggian masih dibawah 5 m, peralatan kerja yang digunakan ialah dodos dengan lebar mata dodos 10-12,5 cm, disambung dengan tongkat besi atau kayu dengan diameter gagang 4 cm (genggaman orang dewasa).
(54)
Gambar 2.6 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Dodos.
Cara kerja panen tanaman dengan ketinggian dibawah 5 m diantaranya: tandan yang telah memenuhi kriteria matang panen dipotong. Pada tanaman rendah (ketinggian < 5 m) pelepah daun tidak dipotong guna pertumbuhan pohon, yang dipotong hanya buah saja. Selanjutnya pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di gawangan mati (tanah rata).
b. Tanaman berumur > 5 tahun (ketinggian > 5 m).
Ketika tanaman sudah berusia diatas 5 tahun maka pohon kelapa sawit akan menjadi semakin tinggi. Sehingga peralatan kerja yang digunakan ialah egrek. Egrek adalah alat potong TBS dengan bentuk mata pisau melengkung seperti arit tetapi memiliki gagang dari bambu panjang untuk mencapai ketinggian tanaman.
(55)
Gambar 2.8 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Egrek
Sedangkan cara panen ketika dilakukan pemanenan adalah sebagi berikut: buah yang telah memenuhi kriteria matang dipotong. Pelepah dibawah buah yang dipanen dipotong mepet. Pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di gawangan mati (tanah rata)
2. Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH. Setelah Tandan Buah Segar (TBS) diturunkan dari pohon, selanjutnya pemanen membawa kereta sorong, mengangkat satu persatu TBS yang telah dipanen, memasukannya dalam kereta sorong, kemudian membawanya ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH). Pada saat memuat TBS ke dalam kereta sorong pemanen akan membungkuk dan mengangkat ke dalam kereta sorong. Banyak TBS yang dimuat ke dalam kereta sorong disesuaikan denga kapasitas isi kereta sorong. Selanjutnya TBS di sussun di TPH sedangkan brondolan yang ada di sekitar piringan/gawangan dikutip bersih dan dimasukan tersendiri kedalam karung dan dibawa ke TPH. Gagang TBS dibentuk “V” (cangkem kodok) untuk diberi penomoran inisial pemanen.
(56)
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian
Cara kerja dan karakteristik (Variabel independen) dapat memengaruhi Kelelahan kerja sebagai variabel dependen. Dimana variabel independen terdiri dari: karakteristik pekerja dan juga cara kerja. Karakteristik yang diteliti adalah usia, status gizi, riwayat penyakit dan masa kerja. Cara kerja panen dibagi atas (1) Pemotongan pelepah dan TBS yang dibagi lagi berdasarkan tinggi tanaman yang berbeda serta (2) mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH yang juga dilihat sesuai dengan usia tanaman.
Cara Kerja Memanen Memotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS).
- Ketinggian tanaman 2-5 m - Ketinggian tanaman > 5 m Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH.
- Tanaman berumur 3-5 tahun
- Tanaman berumur > 5 tahun.
Kelelahan Pekerja Karakteristik Pekerja
- Usia - Status gizi
- Riwayat Penyakit - Masa kerja
(57)
2.4 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah: Hipotesa Alternatif (Ha):
1. Ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012
2. Ada hubungan antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut tinggi tanaman dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.
3. Ada hubungan antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.
(58)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja akibat kegiatan pemanenan yang dilakukan oleh pemanen kelapa sawit di P.T Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain studi cross sectional (potong lintang) dimana subjek(variabel dependen dan independent) hanya diteliti pada satu waktu saja (satu periode dan satu satuan waktu tertentu) yaitu pada tahun 2012.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi
Penelitian ini di lakukan di PT. Perkebunan Nusantara (Persero) Unit Usaha Adolina Kabupaten Serdang Berdagai. Adapun alasan pemilihan dari lokasi
penelitian ini ialah:
1. Mengingat di PT. Perkebunan Nusantara (Persero) Unit Usaha Adolina belum pernah dilakukan penelitian mengenai kelelahan kerja khususnya bagian pemanen kelapa sawit.
2. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak PT. Perkebunan Nusantara (Persero) Unit Usaha Adolina untuk dapat melakukan penelitian.
(59)
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan September 2012.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemanen kelapa sawit berstatus karyawan tetap yang berada di 9 afdeling yang merupakan areal kerja unit usaha kebun Adolina yang berjumlah 102 orang pemanen. Dimana jumlah pemanen yang berada di afdeling I-IX sebanyak:
Tabel 3.1 Jumlah Pemanen Berstatus Karyawan Tetap yang Berada di PTPN IV Unit Usaha Adolina
Afdeiling Jumlah Pemanen (Orang)
I 15
II 7
III 10
IV 7
V 24
VI 28
VII 6
VIII 5
IX -
Jumlah 102
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi pemanen kelapa sawit berstatus karyawan tetap yang ada di setiap afdeling yang ada di Unit Usaha Kebun Adolina. Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lameshow (1994), sebagai berikut:
(60)
Keterangan: n = jumlah sampel
Z = nilai di bawah konfidance level = 95% (1.96) P = estimasi proporsi (0.5)
N = jumlah populasi d = nilai presisi (0.05)
Dimana teknik penarikan jumlah sampel menggunakan teknik propotional random sampling. Mengingat Kebun Adolina terdiri dari 8 Afdeling yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan dengan jumlah pemanen setiap afdelingnya berbeda-beda.. perhitungan jumlah sampel untuk setiap afdeilingnya dihitung dengan rumus: Jumlah sampel per afdeiling = Jumlah pemanen per afdeiling
Jumlah Populasi Pemanen
X Jumlah sampel
Sehingga jumlah sampel yang dicuplik setiap afdelingnya sebanyak 81 orang yang nantinya akan diambil dengan tekhnik simple random sampling:
Tabel 3.2 Jumah Sampel yang Dicuplik dari Setiap Afdeling yang Berada di PTPN IV Unit Usaha Adolina
Afdeiling Jumlah Pemanen (orang)
I 12
II 6
III 8
IV 6
V 19
VI 21
VII 5
VIII 4
IX -
(61)
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan ialah dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder. Dimana kuisioner berisi: data yang diproleh dari pekerja
seperti:nama, umur, masa kerja, status gizi, kondisi fisik, dan denyut nadi. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami pemanen diukur secara langsung dengan mengukur denyut nadi pekerja serta status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara lansung.
3.5 Metode Penggumpulan Data 3.5.1 Data Primer
Data Primer diperoleh dengan melakukan observasi untuk melihat proses kerja dan juga aktifitas kegiatan kerja., pengukuran denyut nadi untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami oleh pekerja dan wawancara dengan alat bantu
kuisioner untuk mengetahui data individu pekerja, yang ditanyakan kepada pemanen kelapa sawit yang merupakan sampel penelitian di PT. Perkebunan Nusantara IV (persero) unit usaha adolina tahun 2012.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data yang ada di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina berupa, data kesehatan pemanen kelapa sawit,
pengaturan waktu dan istirahat kerja, profil perusahaan, dan data lainya yang berkaitan dengan tingkat kelelahan pada pemanen.
(62)
3.6 Definisi Operasional 3.6.1 Karakterisrik Pekerja
a.Usia
Usia adalah umur pemanen kelapa sawit yang dihitung mulai dari lahir hingga waktu penelitian dilangsungkan. Usia pemanen diperoleh dengan wawancara dengan bantuan kuesioner.
b. Status Gizi
Keadaan status gizi pemanen yang dinyatakan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT). Yang merupakan perbandingan antara berat badan dan tinggi badan dimana kedua variabel tersebut diukur dengan menggunakan penggukuran langsung (menggunakan meteran tingggi badan dan timbangan berat badan).
c. Riwayat Penyakit
Penyakit tertentu yang pernah dialami oleh pemaenen kelapa sawit yang menjadi sampel penelitian selama 6 bulan terakhir mulai Mei-September 2012. Diperoleh dengan melihat data kesehatan dari klinik perusahaan.
d. Masa Kerja
Lama bekerja sebagai pemanen kelapa sawit sejak pertama kali masuk kerja hingga penelitian dilakukan. Diperoleh dengan melihat data karyawan yang ada di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Jika masa kerja lebih dari 6 bulan akan dibulatkan keatas sebaliknya jika kurang dari 6 bulan akan dibulatkan kebawah
(63)
3.6.2 Cara Kerja
a. Pemotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS)
Ialah kegiatan menurunkan (memanen) TBS dari pohon kelapa sawit dengan sebelumnya pemanen harus terlebih dahulu memotong pelepah mati yang
menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut 300
b. Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH.
, dan menyusunya di gawangan mati.
Ialah kegiatan mengangkat TBS dan memasukanya kedalam angkong untuk selanjutnya dibawa dan dikumpulkan di Tempat Pemungutan Hasil (TPH)
3.6.3 Kelelahan
Kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagi akibat dari penggunaan berlebih pada fisik, mental atau emosional, yang juga dapat mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan,
kecepatan reaksi, koordinasi dan pengambilan keputusan atau keseimbangan, yang di ketahui dengan mengukur denyut nadi pemanen kelapa sawit yang menjadi sampel di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina.
3.6.4 Pemanen Kelapa Sawit
Pemanen kelapa sawit ialah pekerja yang bekerja dalam kegiatan pemanenan Tandan Buah Segar (TBS). Kegiatan pemanenan tersebut dimulai dari pemotongan TBS hingga menyusunya di Tempat Pemungutan Hasil (TPH)
(64)
3.7 Aspek Pengukuran 3.7.1 Karakteristik Pekerja
a. Usia
Untuk keperluan uji statistik maka usia pemanen akan diukur dengan kuisioner yang diberi kepada pemanen yang menjadi sampel dalam penelitian. Usia pemanen akan diklasifikasikan menjadi 2 bagian sesuai dengan teori yang
mengemukakan bahwa pada usia menjelang 45 tahun pekerja akan mengalami kemunduran kapasitas kerja yang akan mempercepat terjadinya kelelahan (Adiningsari, 2008). Usia pemanen akan dikelompokan menjadi:
- < 45 Tahun
- ≥ 45 Tahun
Data mengenai usia pemanen diperoleh dari hasil wawancara dengan para pekerja
b. Status Gizi
Status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan pemanen. Status gizi pemanen akan diklasifikasikan kedalam 2 katagori. Dasar pengklasifikasian status gizi untuk uji statistic disesuaikan dengan tabel
berikut:
Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT Menurut DepKes RI (2003)
Keadaan Keterangan IMT Laki-Laki (Kg/m2)
Status Gizi Baik Normal 17,00-23,00
Status Gizi Buruk Kurang berat badan Kelebihan berat badan
<17,00 >23,01 Modifikasi dari sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, DepKes RI (2003)
(1)
Pengkatagorian riwayat Penyakit * Beban Kardiovaskuler
Crosstab Count Beban Kardiovaskuler Pemotongan TanamanUsia <5tahun Total
tdak lelah diperlukan perbaikan Pengkatagorian riwayat Penyakit Memiliki riwayat
penyakit tertentu 17 28 45 Tidak memiliki riwayat
penyakit tertentu 31 5 36
Total 48 33 81
Chi-Square Tests(d)
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability Pearson Chi-Square 19.353(b) 1 .000 .000 .000 Continuity
Correction(a) 17.402 1 .000
Likelihood Ratio 20.817 1 .000 .000 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear
Association 19.114(c) 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 81
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.67. c The standardized statistic is -4.372.
d For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
Pengangkutan * Beban Kardiovaskuler
Crosstab Count
Beban Kardiovaskuler Pemotongan Tanaman
Usia <5tahun Total
tdak lelah
diperlukan perbaikan
Pengangkutan 2-5 meter 25 19 44 > 5 meter 23 14 37
(2)
Chi-Square Tests(d)
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability Pearson Chi-Square .238(b) 1 .626 .656 .398 Continuity
Correction(a) .068 1 .794
Likelihood Ratio .238 1 .626 .656 .398 Fisher's Exact Test .656 .398 Linear-by-Linear
Association .235(c) 1 .628 .656 .398 .160
N of Valid Cases 81
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.07. c The standardized statistic is -.485.
d For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
Pemotongan * Beban Kardiovaskuler
Crosstab Count
Beban Kardiovaskuler Pemotongan Tanaman
Usia <5tahun Total
tdak lelah
diperlukan perbaikan
Pemotongan < =5 Tahun 48 6 54 > 5 Tahun 0 27 27
Total 48 33 81
Chi-Square Tests(d)
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability Pearson Chi-Square 58.909(b) 1 .000 .000 .000 Continuity
Correction(a) 55.285 1 .000
Likelihood Ratio 71.822 1 .000 .000 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear
Association 58.182(c) 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 81
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.00. c The standardized statistic is 7.628.
(3)
Gambar 1. Pengumpulan Data Pemanen
(4)
Gambar 3. Cara Kerja panen tanaman ketinggian > 5 m
(5)
Gambar 5. Cara Kerja panen tanaman ketinggian 2-5 m
(6)