Komparasi Kemisikinan Antara Keluarga Pemulung Orang Tua Utuh dan Orang Tua Tunggal

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan pada umumnya digambarkan sebagai keadaan dimana
kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok seperti pangan,
pakaian, dan tempat tinggal. Selain itu kemiskinan juga bisa diartikan sebagai
rendahnya akses dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh
kebutuhan-kebutuhan hidup antara lain ilmu pengetahuan, informasi, teknologi,
dan modal. Sebagai negara berkembang permasalahan kemiskinan juga masih
menjadi permasalah serius di Indonesia, hingga saat ini kemiskinan menjadi
perhatian yang sangat besar dan pemecahan masalahnya menjadi agenda utama
dalam pembangunan di Indonesia. Terbukti dengan banyaknya studi tentang
kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah,
akademisi, LSM maupun pihak-pihak lain yang berkolaborasi dengan pihak-pihak
tertentu.
Kondisi kemiskinan di Indonesia semakin parah pada era krisis ekonomi
pada tahun 1998. Indonesia mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong
miskin pada tahun 1998. Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta
jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua
kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang
hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan

15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis moneter jumlah penduduk miskin
diperkirakan makin bertambah. Data terakhir menunjukan, pada tahun 2015
jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di

1
Universitas Sumatera Utara

bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen)
pada bulan Maret 2015, bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan
kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen,
naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk
miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi
14,21 persen pada Maret 2015. (BPS, 2015)
Sebagai salah satu kota dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi, Kota
Medan memiliki sebanyak 1.508.140 orang atau 10,79 persen pada September
2015. Angka tersebut bertambah sebanyak 44.470 orang bila dibandingkan
dengan jumlah penduduk miskin di bulan Maret 2014 yang berjumlah 1.463.670
orang atau 10,53 persen. Jumlah penduduk miskin di perkotaan bertambah 28.460
orang dari 699.300 orang pada Maret 2015 menjadi 727.760 orang pada bulan

September, dengan persentase sebesar 10,51 persen, naik dibanding Maret 2015
yang sebesar 10,16 persen, sementara itu selama periode Maret hingga September
2015, penduduk miskin di daerah pedesaan bertambah 16.010 orang dari 764.370
orang pada Maret 2015 menjadi 780.380 orang pada September 2015, dengan
persentase sebesar 10,89 persen pada Maret 2015 naik menjadi 11,06 persen pada
September 2015.(Tribun Medan, 2016)
Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin, mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. Banyak hal yang menjadi faktor peningkatan
kemiskinan, salah satu yang diduga menjadi penyebab peningkatan kemiskinan
ialah peningkatan jumlah penududuk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan
peningkatan kualitas penduduk yang sebagai sumber daya manusia. Sementara itu

2
Universitas Sumatera Utara

jumlah lapangan pekerjaan sangat terbatas dan lapangan pekerjaan yang di era
pertumbuhan industri ini semakin menuntut kualitas sumber daya manusia baik
dari pendidikan maupun keahlian (skill) khusus. Akibatnya sedikit kesempatan
bagi orang-orang yang tidak mempunyai pendidikan dan keahlian tertentu untuk
mendapat pekerjaan khususnya di sektor formal.

Berdasarkan status pekerjaan, pada Agustus 2015, sebanyak 48,5 juta orang
atau 42,24 persen bekerja pada kegiatan informal dan 66,3 juta orang atau 57,76
persen bekerja pada kegiatan formal.(Kompas, 2015) Data tersebut memperlihatkan
terbatasnya daya serap tenaga kerja pada sektor formal, hal inilah yang mendorong
munculmya pekerjaan-pekerjaan di sektor informal. Sektor informal merupakan
bagian dari jenis pekerjaan yang pada umumnya berada di luar pasar tenaga kerja
secara profesional. Adapun jenis- jenis pekerjaan di sektor informal diantaranya
yaitu pengusaha, petani, pengamen, tukang parkir, dan salah satunya juga ialah
pemulung. Pemulung dimaknai sebagai orang yang kesehariannya memungut barang
bekas atau sampah. Barang bekas tersebut dikumpulkan kemudian dijual kepada
pengumpul/agen untuk dijual kembali kepada siapa saja yang akan memproses
barang itu, sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomi.
Profesi sebagai pemulung

sendiri indentik dengan kehidupan kaum

termarjinalkan dan miskin. Sebagai salah satu kota dengan jumlah penduduk
miskin yang tinggi, tidak sulit untuk menemukan masyarakat yang mencari
nafkah sebagai pemulung. Salah satu tempat yang umunya dihuni oleh pemulung
adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA), namun terdapat


juga pemukiman

pemulung di luar daerah TPA. Seperti pada daerah Inspeksi, Kelurahan Helvetia

3
Universitas Sumatera Utara

Timur , Kecamatan Medan Helvet. Berikut ini adalah data penduduk miskin per
kecamatan di Kota Medan:
Tabel 1.1
Data Kemiskinan per Kecamatan
Kecamatan
Jumlah KK Miskin
No
1
2
1
Medan Tuntungan
12 893

2
Medan Johor
20950
3
Medan Amplas
14735
4
Medan Denai
31831
5
Medan Area
18943
6
Medan Kota
15071
7
Medan Maimun
11295
8
Medan Polonia

11044
9
Medan Baru
6323
10
Medan Selayang
10575
11
Medan Sunggal
16966
12
Medan Helvetia
10432
13
Medan Petisah
16254
14
Medan Barat
25281
15

Medan Timur
20991
16
Medan Perjuangan
16650
17
Medan Tembung
17476
18
Medan Deli
24721
19
Medan Labuhan
32471
20
Medan Marelan
15547
21
Medan Belawan
42698

Kota Medan
393147
Sumber : BPS Kota Medan dalam angka 2010 dalam (P.Hidayat, 2014:2)
Pada daerah Inspeksi mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai
pemulung hal ini terlihat dari di sepanjang pemukiman tepat tinggal mereka
terdapat barang-barang bekas hasil memulung. Barang-barang bekas itu berupa
botol-botol plastik, plastik, karton atau koran bekas, paku, kawat tembaga dan
lainnya. Daerah tempat tinggal pemulung berada di sekitar daerah pinggir sungai
Singkarak. Pemukiman di tempat ini tersebut cenderung kumuh,
kumuh karena kondisi

dikatakan

bangunan perumahan yang semi permanen, bahkan

terdapat juga bangunan rumah yang tidak permanen serta letak rumah yang terlalu

4
Universitas Sumatera Utara


rapat satu dengan yang lainnya. Kondisi pemukiman yang kumuh tersebut
biasanya identik dengan masyarakat dengan taraf hidup yang rendah. Pada daerah
ini terdapat keluarga yang berprofesi sebagai pemulung, baik itu keluarga
pemulung dengan orang tua utuh maupun orang tua tunggal (Single Parent).
Keluarga pemulung dengan orang tua utuh dalam hal ini terdapat dua jenis
yaitu keluarga dengan salah satu orang tua saja yang bekerja sebagai pemulung
sedangkan yang lainya bukan pemulung namun masih dalam sektor informal , dan
keluarga yang kedua orang tua dalam keluarga tersebut memulung, sedangkan
pada keluarga pemulung orang tua tunggal, tentunya yang bekerja menjalankan
fungsi ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan keluarga hanya dilakukan oleh satu
pihak saja. Hal ini lebih menyulitkan bagi keluarga pemulung orang tua tunggal,
karena sebagai orang tua tunggal tentunya memiliki beban ganda, di satu sisi
mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya, di sisi lain

mereka juga harus mengurusi pekerjaan di rumah dan anak-anaknya. Hal ini
mengakibatkan tidak sedikit anak yang dilibatkan terjun sebagai pemulung demi
membantu orang tua memenuhi perekonomian keluarga. Bagi keluarga pemulung
dengan orang tua utuh sekalipun akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,

terlebih lagi bagi mereka keluarga pemulung dengan orang tua tunggal.
Bila dilihat secara kasat mata dan menurut pandangan umum, pemulung
identik dengan kemiskinan dan dikategorikan dalam kelompok masyarakat
miskin. Bagaimana sebenarnya konsep masyarakat yang dikatakan miskin, ada
banyak defenisi dan indikator yang mengkategorikan seseorang/kelompok
masyarakat dikatakan miskin. Kemiskinan menurut BPS adalah “adalah suatu
kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100

5
Universitas Sumatera Utara

kalori per kapita per hari”. World Bank, juga mendefinisikan kemiskinan sebagai
berikut: “kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak
dengan penghasilan USD 2,00 per hari( 1US$ =Rp. 10.000,00)”. Sedangkan
definisi kemiskinan menurut BKKBN (2003) adalah “tidak dapat melaksanakan
ibadah menurut agamanya, seluruh anggota keluarga: tidak mampu makan dua
kali sehari, seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di
rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari rumahnya berlantai
tanah, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan”.
Selanjutnya, Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan adalah “kondisi di

mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu
memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat”.(Purwanto, E.A.2007)
Kemiskianan

berdasarkan

studi-studi

tersebut

pada

umumnya

menggunakan metode pengukuran kemiskinan secara kuantitatif (objektif),
misalnya, mengukur jumlah konsumsi beras per kapita per tahun, mengukur
tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun, mengukur kebutuhan
gizi minimum perorang perhari, mengukur pendapatan minimum per kapita per
tahun, mengukur konsumsi kalori per kapita per hari, mengukur pengeluaran per
kapita per bulan, dan mengukur indeks mutu hidup. Meskipun telah banyak kajian
untuk mengukur tingkat kemiskinan, namun sulit untuk mendefenisikan
kemiskinan dan mengkategorikan masyarakat miskin.
Kemiskinan merupakan realitas sosial yang sebenarnya hanya mereka
yang mengalami kemiskinan sendirilah yang tahu secara pasti, tentang apa
sebenarnya kemiskinan itu (Hotman, 2011:1). Hal tersebut yang membuat peneliti

6
Universitas Sumatera Utara

tertarik untuk membahas lebih dalam tentang

kemiskinan, dari kacamata

masyarakat miskin itu sendiri yang tahu secara pasti apa sebenarnya kemiskinan ,
yang dalam hal ini adalah keluarga pemulung. Terlebih lagi bekerja sebagai
pemulung sekalipun dengan keluarga utuh akan terasa menyulitkan, terlebih bagi
keluarga pemulung orang tua tunggal. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
membahas kemiskinan pada keluarga pemulung dengan mengkomparasikan
kemiskinan antara pemulung dengan keluarga utuh dan keluarga tunggal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimana komprasi kemiskinan keluarga pemulung dengan orang tua utuh
dan orang tua tunggal?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas , penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
1. Kemiskinan dari realitas masyarakat miskin, yang dalam hal ini adalah
keluarga pemulung.
2. Komparasi kemiskinan keluarga pemulung dengan orang tua utuh dan
orang tua tunggal.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini secara teoritis diharapkan
dapat memperkaya penelitian-penelitian terdahulu dan menambah
pengetahuan dan wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa, khusunya

7
Universitas Sumatera Utara

mahasiswa sosiologi akan pemahaman tentang realitas kemiskinan pada
keluarga pemulung di Kota Medan, serta memberi sumbangsih terhadap
kajian

ilmu

sosiologi

khususnya

sosiologi

keluarga,

sosiologi

pembangunan, serta menjadi referensi bagi penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis , hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
masyarakat dalam memahami masalah kemiskinan yang ada di Kota
Medan secara luas

dengan melihat dari realitas kemiskinan keluarga

pemulung , serta diharapkan juga berguna bagi organisasi maupun instansi
pemerintahan mengenai informasi kemiskinan yang ada di Kota Medan
dalam

menyusun

kebijakan-kebijakan

yang

berhubungan

dengan

penelitian ini.

8
Universitas Sumatera Utara