LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK ITB
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Percobaan 5
ALKIL HALIDA
Reaksi Substitusi Nukleofilik
Nama
: Alzrin Aulyna
NIM
: 13012031
Kelompok
: 2 (grup shift Rabu pukul 13.00)
Tanggal Praktikum : 26 Februari 2014
Tanggal Pengumpulan
Asisten
(10511079)
: 5 Maret 2014
: Putra Perdana Hatta Pafirla
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
PROGRAM STUDI KIMIA
1 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
PERCOBAAN 04
PERCOBAAN 05
I. Judul Percobaan
:
II.Tujuan Percobaan
Alkil Halida (Reaksi Subtitusi Nukleofilik)
:
1. Menentukan pengaruh struktur terhadap kereaktifan terhadap reaksi S N1 dan
S N2
2. Menetukan pengaruh pelarut terhadap kereaktifan terjadinya reaksi S N1
III.
Teori Dasar
:
Reaksi substitusi adalah suatu reaksi penggantian gugus fungsional pada
senyawa kimia tertentu dengan gugus fungsional yang lain. Dalam kimia
organik, terdapat dua reaksi substitusi yang banyak digunakan. Bila reaksi
substitusi melibatkan nukleofil, maka reaksi disebut substitusi nukleofilik (S N),
dimana S menyatakan substitusi dan N menyatakan nukleofilik. Substitusi
nukleofilik terjadi ketika reagen yang berperan adalah suatu nukleofil.
Nukleofil adalah molekul yang dapat menyumbangkan sepasang elektron
membentuk ikatan kimia dalam reaksi. Suatu nukleofil bereaksi dengan zat
alifatik pada reaksi substitusi nukleofilik alifatik. Reaksi substitusi ini dapat
melalui dua macam mekanisme, yaitu S N1 dan SN2. Suatu alkil halida, R-X
(dengan X = halogen), bertindak sebagai reaktan atau ‘substrat’ di dalam
hampir semua reaksi substitusi nukleofilik. Reaksi substitusi alkil halida
2 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1 atau jalur SN2. Ketika zat
yang bereaksi merupakan senyawa aromatik, maka reaksi yang terjadi disebut
dengan reaksi substitusi nukleofilik aromatik. Turunan asam karboksilat
bereaksi dengan nukleofil dalam substitusi asil nukleofilik.
Dalam mekanisme SN1, ikatan C-halogen yang pertama kali putus, dan
menghasilkan suatu karbokation, yang kemudian bereaksi dengan suatu
pelarut yang bersifat nukleofilik untuk membentuk ikatan baru. Fokus dari
mekanisme ini adalah pada tahap pertama, yaitu pembentukan suatu
karbokation dan ion halida,sehingga rekasi S N1 disebut sebagai reaksi
solvolisis. Semakin tersubstitusi suatu karbokation, maka semakin stabil
karbokation
tersebut
(mengarah
pada
semakin
cepatnya
reaksi
bila
karbokationnya semakin banyak tersubstitusi). Pelarut yang baik digunakan
pada reaksi SN1 adalah pelarut dengan sifat polarisasi dielektrik yang tinggi
untuk menstabilkan ion-ion yang terbentuk sehingga mengurangi energi yang
dibutuhkan untuk membentuk ion-ion tersebut. Proses S N2 merupakan suatu
reaksi penggantian gugus fungsi dalam senyawa, oleh suatu nukleofil, Nu: -,
yang mendekati substrat dari arah yang berlawanan dengan ikatan C-Y,
seiring dengan lepasnya anion Y -.
Laju reaksi SN2 meningkat dengan
bertambahnya nukleofilisitas spesies penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya
adalah -OH, -OR, dan –CN dan I- (merupakan nukleofil yang kuat). Mekanisme
reaksi lebih menyukai apabila substrat memiliki struktur terbuka dan tak
terhalangi dari serangan nukleofil. Rintangan yang meningkat di sekitar
karbon yang terhalogenasi mengurangi laju reaksi S N2. Sehingga, secara
progresif, urutan kereaktifan substrat yang makin berkurang terhadap
mekanisme reaksi SN2 adalah alkil halida 1 0, 20 dan lalu 30. Pelarut yang
digunakan pada reaksi SN2 adalah pelarut yang bersifat aprotik.
IV.
Prinsip Percobaan
:
Pada percobaan ini digunakan 4 senyawa alkil halida yang memiliki
perbedaan dalam
struktur senyawanya,
tersebut. Senyawa yang akan diuji
yaitu letak alkil halida dalam
tersebut adalah 1-klorobutana yang
merupakan alkil halida primer (halida terikat pada C primer), 2-klorobutana
yang merupakan alkil halida sekunder (halida terikat pada C sekunder), tersbutilklorida yang merupakan alkil halida tersier (halida terikat pada C tersier),
3 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
dan 2-bromobenzena yang merupakan alkil halida dengan gugus alkil
merupakan senyawa siklik aromatik benzena. Pemilihan zat-zat tersebut
ditujukan untuk mengetahui kereaktifan setiap zat dengan berbagai letak
gugus halida untuk membentuk reaksi substitusi yang akan terjadi, S N1 atau
SN2.
Untuk mengetahui kereaktifan senyawa alkil halida dalam membentuk
reaksi SN1 dilakukan suatu perlakuan yaitu dengan menambahkan larutan
Perak Nitrat (AgNO3) dalam etanol kedalam setiap senyawa alkil halida dalam
tabung reaksi. Pada percobaan ini, etanol berfungsi sebagai pelarut. Etanol
dipilih karena merupakan pelarut protik sehingga memiliki kemampuan
melakukan ikatan hidrogen yang akan membuat kestabilan khusus untuk ion
halida mulai dari saat terbentuknya ion. Pada tahap pertama dalam
mekanisme Sn1 yaitu tahap pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat
berlangsung lebih baik dalam pelarut polar yaitu etanol yang digunakan pada
percobaan ini.
Selain itu, etanol dapat melarutkan substrat alkil halida.
Penambahan AgNO3 bertujuan sebagai indikator terjadinya reaksi S N1. Saat
AgNO3 ditambahkan maka ion Ag+ akan membentuk endapan dengan ion
halida ketika ion tersebut mulai terpisah dari substratnya. Terbentuknya
endapan inilah yang menjadi indikator terjadinya reaksi S N1. Waktu terjadinya
pembentukan endapan ini digunakan indikator laju reaksi S N1 yang terjadi
Selain itu garam AgNO3 dipilih karena memiliki anion yang merupakan
nukleofil yang lemah yaitu NO3- sehingga tidak akan mampu bersaing dengan
nukleofil halida yang bersifat kuat. Jika anion yang digunakan adalah nukleofil
yang lebih kuat daripada nukleofil yang digunakan maka reaksi S N2 dapat
terjadi. Pada percobaan terdapat perlakuan untuk dilakukan pemanasan dalam
penangas air jika tidak terjadi endapan dalam 5 menit. Hal ini ditujukan untuk
mempercepat laju reaksi yang terjadi sehingga dapat diidentifikasi substrat
alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi SN2 (tidak membentuk endapan
meskipun telah dipanaskan) karena beberapa substrat akan membentuk
reaksi SN2 dengan waktu yang cukup lama. Selain itu, dilakukan pula
percobaan dengan pelarut yang berbeda yaitu etanol:air = 1:1 untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh kepolaran pelarut terhadap laju reaksi
SN1. Pelarut etanol memiliki kepolaran yang lebih rendah dibandingkan
campuran pelarut etanol:air =1:1.
4 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
Selain itu, untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap kereaktifan
reaksi SN1 (solvolisis) dilakukan percobaan dengan menggunakan beberapa
campuran pelarut dengan komposisi yang berbeda-beda.
Pelarut yang
digunakan adalah etanol, metanol dan aseton. Prinsip percobaan ini adalah
membandingkan laju solvolisis pelarut dalam reaksi S N1 berdasarkan fakta
bahwa akan terbentuk suatu asam kuat yang dilepaskan dalam reaksi
tersebut. Untuk menentukan waktu ketika reaksi berlangsung selama selang
waktu tertentu, sejumlah basa ditambahkan ke dalam campuran reaksi untuk
menetralisasi
sejumlah kecil
fraksi asam yang
dihasilkan. Basa yang
digunakan adalah NaOH, namun dalam jumlah yang sedikit. Sehingga dengan
penambahan indikator fenolftalein, dapat terlihat laju solvolisis yang terjadi.
Pada percobaan, kedalam setiap campuran pelarut ditambahkan fenolftalein,
maka larutan akan berwarna sedikit ungu disebabkan larutan bersifat basa
(terdapat NaOH) yang kemudian akan ditambahkan substrat alkil halida (tersbutilklorida). Saat reaksi SN1 terjadi, maka campuran reaksi perlahan-lahan
akan semakin asam yang merupakan hasil reaksi SN1 yang membuat warna
larutan menjadi bening. Perbedaan waktu untuk mencapai warna larutan yang
bening dapat menjadi indikator pelarut yang baik dalam proses S N1. Substrat
ters-butilklorida dipilih karena merupakan alkil halida tersier yang secara teori
memiliki laju reaksi solvolisis yang tinggi sehingga mudah diamati. Pada
percobaan dilakukan pemanasan pada penangas air dengan tujuan agar laju
reaksi menjadi lebih cepat.
Selain reaksi SN1, dilakukan pengujian juga terhadap kereaktifan S N2
dengan perlakuan penambahan larutan larutan NaI 18% dalam aseton. Pada
percobaan ini, aseton berfungsi sebagai pelarut dan NaI 18% sebagai nukleofil
yang menyerang substrat alkil halida (I -) dan sebagai indikator terjadinya
reaksi SN2. Pelarut aseton digunakan karena memiliki polarisasi dielektrik yang
rendah sehingga tidak disukai dalam reaksi solvolisis S N1. Aseton juga bersifat
aprotik
sehingga
tidak
dapat
membentuk
ikatan
hidrogen
sehingga
mempermudah mekanisme reaksi SN2 karena mencegah ion Iodida (sebagai
nukleofil pada percobaan) dapat tersolvolisis oleh pelarut sebelum reaksi
terjadi. Ion Iodida dipilih sebagai nukleofil karena merupakan nukleofil yang
kuat karena keelektronegatifannya yang relatif lebih rendah dibandingkan
halida lain dan secara teori nukleofil yang kuat dibutukan dalam proses
penggantian dalam reaksi SN2.
Kation Na+ sebagai pasangan I- digunakan
sebagai indikator karena kelarutan NaI dalam aseton besar namun berbeda
5 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
dengan NaBr dan NaCl yang kelarutannya sangat kecil sehingga akan
membentuk endapan dalam aseton. Substrat alkil halida yang digunakan pada
percobaan ini mengandung Cl dan Br, sehingga saat terjadi proses S N2, maka
akan terbentuk ion yang lepas dari substrat dan membentuk ikatan dengan Na
sehingga terbentuklah endapan. Waktu terjadinya pembentukan endapan ini
digunakan indikator laju reaksi SN2 yang terjadi. Pada percobaan ini dilakukan
pemanasan dalam penangas air jika tidak terjadi endapan dalam 5 menit
dengan tujuan mempercepat laju reaksi yang terjadi sehingga dapat
diidentifikasi substrat alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi S N2 (tidak
membentuk endapan meskipun teah dipanaskan) karena beberapa substrat
akan membentuk reaksi SN2 dengan waktu yang cukup lama.
V. Data Pengamatan :
A. Pengaruh struktur alkil halida terhadap kereaktifan reaksi SN1 dan SN2
a. Natrium Iodida dalam aseton
Zat
1-klorobutana
tΔT
T
(sekon)
+ NaI dalam aseton
ΔTt (0C)
(sekon)
(Akumul
atif)
Terbentuk
endapan 300
putih
di
dinding
tabung setelah
35
660
300
35
600
ters-butilklorida Sebelum dipanaskan 300
berubah warna
menjadi jingga (tanpa
endapan)
35
606
2-bromobenzena Warna sedikit lebih
300
35
pekat setelah
dipanaskan
6 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
660
dipanaskan
2-klorobutana
Tidak terjadi
perubahan
Setelah
dipanaskan
warna jingga menjadi
lebih pekat (tanpa
endapan)
b. Larutan Perak Nitrat dalam etanol
tΔT
Zat
+ AgNO3 dalam
etanol
(sekon)
t
t (sekon) ΔT (˚C)
(akumul
atif)
1-klorobutana
Warna menjadi keruh 300
(setelah dipanaskan)
35
660
2-klorobutana
Warna menjadi keruh 300
(setelah dipanaskan)
35
600
Ters-butilklorida Terbentuk endapan
putih (tanpa
dipanaskan)
12,99
(NA)
(NA)
2-bromobenzena Tidak terjadi
perubahan setelah
dipanskan
300
35
660
c.
Larutan Perak Nitrat dalam etanol dan etanol:air =1:1
+ AgNO3 dalam etanol
Zat
B.
Pengamatan
ters-butilklorida Bening, ada
endapan
+ AgNO3 dalam etanol:air
=1:1
t (sekon) Pengamatan t (sekon)
252
Keruh, ada
endapan
Pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi S N1 (Solvolisis)
7 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
243
Perbandingan pelarut : air
50:50
60:40
70:30
mL pelarut 1,0
1,2
1,4
mL air
0,8
0,6
1,0
Pelarut
Waktu
Etanol
637,2
536,7
318,2
Metanol
177
437,3
493,8
Aseton
-
1053,6
2995,2
8 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
9 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
10 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
11 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
VII.Kesimpulan
1. Urutan kereaktifan struktur alkil halida terhadap reaksi SN1 adalah alkil
halida primer (paling reaktif), alkil halida sekunder, lalu alkil halida tersier
(tidak reaktif membentuk SN1) sedangkan urutan kereaktifan struktur alkil
halida terhadap reaksi SN2 adalah alkil halida tersier (paling reaktif), alkil
halida sekunder dan alkil halida primer(tidak reaktif membentuk SN2)
kemudian
halida
yang
berada
dalam
benzena
(pada
percobaan
bromobenzena) tidak reaktif untuk membentuk reaksi SN1 dan SN2 karena
substitusi yang cenderung terjadi pada gugus aromatik adalah substitusi
elektrofilik.
2. Pelarut yang baik digunakan dalam reaksi SN1 adalah metanol:air=50:50,
namun pelarut yang laju reaksinya meningkat seiring penambahan
komposisi adalah etanol (70:30), lalu aseton(paling tidak baik) dilihat
berdasarkan kepolarannya.
VIII. Daftar Pustaka
Lipeng Sun1, Kihyung Song2, and William L. Hase1,*(2002).” A SN2 Reaction
That Avoids Its Deep Potential Energy Minimum”. Journal of Science.
Vol. 296 no. 5569 pp. 875-878.
Kimia
Organik
[online],
(http://www.ilmukimia.org/2013/04/kimiaorganik.html, diakses tanggal 28 Februari 2014)
Nucleophilic
Aromatic
Substituion,
http://highered.mcgrawhill.com/sites/dl/free/
0073375624/825564/Nucleophilic_Aromatic_Substitution.pdf
tanggal 1 Maret 2014 dari JOC-Journal of Organis Chemistry)
[online],
(diakses
Perbedaan
Mekanisme
Reaksi
Substitusi ,
[online],
(http://www.ilmukimia.org /2013 /04/perbedaan -mekanisme-sn2-sn1e1-dan-e2.html, diakses tanggal 28 Februari 2014 pukul 15.30)
Reaksi
Substitusi,
2013,
(http://www.ilmukimia.org/2013/05/reaksi-substitusi.html,
tanggal 28 Februari 2014 pukul 15.00)
[online],
diakses
Solomons, T.W Graham and Craig B.Fryhle. 2011.Organic Chemistry Tenth
Edition. New York : John Wiley and Sons. Halaman 234-243.
12 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
IX. Lampiran
A. Foto pendukung
Reaksi 1-klorobutana dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
Reaksi 2-klorobutana dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
Reaksi tert-butilklorida dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
Reaksi 2-bromobenzena dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
13 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
Perbandingan pelarut AgNO3 dalam etanol
dan etanol:air = 1:1
B. Data Fisik
dan Kimia
Mm(gram/m Titik didih
ol)
(0C)
Kerapatan
(g/cm3)
Sifat
1-klorobutana 92,57
78
0,89
Nonpolar,
bercampur
dengan
metanol
Tersbutilklorida
51
0,84
Nonpolar,cairan
bening
Bromobenzen 157,01
a
156
1,459
Larut dalam
pelarut
nonpolar
2-klorobutana 92,57
70
0,873
Sukar larut
dalam
air,nonpolar
Aseton
58,08
56
-
Tidak berwarna,
mudah terbakar
Perak nitrat
169,87
-
4,35
Larut dalam
etanol dan
aseton
Etanol
46,07
78,4
0,789
Mudah
menguap
NaOH
39,997
1388
2,13
Larut dalam
etanol dan larut
dalam metanol
(kecil)
103
1,2676
Nonpolar,
bening,
beracun
92,57
1137,02
bromobutana
14 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
Percobaan 5
ALKIL HALIDA
Reaksi Substitusi Nukleofilik
Nama
: Alzrin Aulyna
NIM
: 13012031
Kelompok
: 2 (grup shift Rabu pukul 13.00)
Tanggal Praktikum : 26 Februari 2014
Tanggal Pengumpulan
Asisten
(10511079)
: 5 Maret 2014
: Putra Perdana Hatta Pafirla
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
PROGRAM STUDI KIMIA
1 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
PERCOBAAN 04
PERCOBAAN 05
I. Judul Percobaan
:
II.Tujuan Percobaan
Alkil Halida (Reaksi Subtitusi Nukleofilik)
:
1. Menentukan pengaruh struktur terhadap kereaktifan terhadap reaksi S N1 dan
S N2
2. Menetukan pengaruh pelarut terhadap kereaktifan terjadinya reaksi S N1
III.
Teori Dasar
:
Reaksi substitusi adalah suatu reaksi penggantian gugus fungsional pada
senyawa kimia tertentu dengan gugus fungsional yang lain. Dalam kimia
organik, terdapat dua reaksi substitusi yang banyak digunakan. Bila reaksi
substitusi melibatkan nukleofil, maka reaksi disebut substitusi nukleofilik (S N),
dimana S menyatakan substitusi dan N menyatakan nukleofilik. Substitusi
nukleofilik terjadi ketika reagen yang berperan adalah suatu nukleofil.
Nukleofil adalah molekul yang dapat menyumbangkan sepasang elektron
membentuk ikatan kimia dalam reaksi. Suatu nukleofil bereaksi dengan zat
alifatik pada reaksi substitusi nukleofilik alifatik. Reaksi substitusi ini dapat
melalui dua macam mekanisme, yaitu S N1 dan SN2. Suatu alkil halida, R-X
(dengan X = halogen), bertindak sebagai reaktan atau ‘substrat’ di dalam
hampir semua reaksi substitusi nukleofilik. Reaksi substitusi alkil halida
2 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1 atau jalur SN2. Ketika zat
yang bereaksi merupakan senyawa aromatik, maka reaksi yang terjadi disebut
dengan reaksi substitusi nukleofilik aromatik. Turunan asam karboksilat
bereaksi dengan nukleofil dalam substitusi asil nukleofilik.
Dalam mekanisme SN1, ikatan C-halogen yang pertama kali putus, dan
menghasilkan suatu karbokation, yang kemudian bereaksi dengan suatu
pelarut yang bersifat nukleofilik untuk membentuk ikatan baru. Fokus dari
mekanisme ini adalah pada tahap pertama, yaitu pembentukan suatu
karbokation dan ion halida,sehingga rekasi S N1 disebut sebagai reaksi
solvolisis. Semakin tersubstitusi suatu karbokation, maka semakin stabil
karbokation
tersebut
(mengarah
pada
semakin
cepatnya
reaksi
bila
karbokationnya semakin banyak tersubstitusi). Pelarut yang baik digunakan
pada reaksi SN1 adalah pelarut dengan sifat polarisasi dielektrik yang tinggi
untuk menstabilkan ion-ion yang terbentuk sehingga mengurangi energi yang
dibutuhkan untuk membentuk ion-ion tersebut. Proses S N2 merupakan suatu
reaksi penggantian gugus fungsi dalam senyawa, oleh suatu nukleofil, Nu: -,
yang mendekati substrat dari arah yang berlawanan dengan ikatan C-Y,
seiring dengan lepasnya anion Y -.
Laju reaksi SN2 meningkat dengan
bertambahnya nukleofilisitas spesies penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya
adalah -OH, -OR, dan –CN dan I- (merupakan nukleofil yang kuat). Mekanisme
reaksi lebih menyukai apabila substrat memiliki struktur terbuka dan tak
terhalangi dari serangan nukleofil. Rintangan yang meningkat di sekitar
karbon yang terhalogenasi mengurangi laju reaksi S N2. Sehingga, secara
progresif, urutan kereaktifan substrat yang makin berkurang terhadap
mekanisme reaksi SN2 adalah alkil halida 1 0, 20 dan lalu 30. Pelarut yang
digunakan pada reaksi SN2 adalah pelarut yang bersifat aprotik.
IV.
Prinsip Percobaan
:
Pada percobaan ini digunakan 4 senyawa alkil halida yang memiliki
perbedaan dalam
struktur senyawanya,
tersebut. Senyawa yang akan diuji
yaitu letak alkil halida dalam
tersebut adalah 1-klorobutana yang
merupakan alkil halida primer (halida terikat pada C primer), 2-klorobutana
yang merupakan alkil halida sekunder (halida terikat pada C sekunder), tersbutilklorida yang merupakan alkil halida tersier (halida terikat pada C tersier),
3 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
dan 2-bromobenzena yang merupakan alkil halida dengan gugus alkil
merupakan senyawa siklik aromatik benzena. Pemilihan zat-zat tersebut
ditujukan untuk mengetahui kereaktifan setiap zat dengan berbagai letak
gugus halida untuk membentuk reaksi substitusi yang akan terjadi, S N1 atau
SN2.
Untuk mengetahui kereaktifan senyawa alkil halida dalam membentuk
reaksi SN1 dilakukan suatu perlakuan yaitu dengan menambahkan larutan
Perak Nitrat (AgNO3) dalam etanol kedalam setiap senyawa alkil halida dalam
tabung reaksi. Pada percobaan ini, etanol berfungsi sebagai pelarut. Etanol
dipilih karena merupakan pelarut protik sehingga memiliki kemampuan
melakukan ikatan hidrogen yang akan membuat kestabilan khusus untuk ion
halida mulai dari saat terbentuknya ion. Pada tahap pertama dalam
mekanisme Sn1 yaitu tahap pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat
berlangsung lebih baik dalam pelarut polar yaitu etanol yang digunakan pada
percobaan ini.
Selain itu, etanol dapat melarutkan substrat alkil halida.
Penambahan AgNO3 bertujuan sebagai indikator terjadinya reaksi S N1. Saat
AgNO3 ditambahkan maka ion Ag+ akan membentuk endapan dengan ion
halida ketika ion tersebut mulai terpisah dari substratnya. Terbentuknya
endapan inilah yang menjadi indikator terjadinya reaksi S N1. Waktu terjadinya
pembentukan endapan ini digunakan indikator laju reaksi S N1 yang terjadi
Selain itu garam AgNO3 dipilih karena memiliki anion yang merupakan
nukleofil yang lemah yaitu NO3- sehingga tidak akan mampu bersaing dengan
nukleofil halida yang bersifat kuat. Jika anion yang digunakan adalah nukleofil
yang lebih kuat daripada nukleofil yang digunakan maka reaksi S N2 dapat
terjadi. Pada percobaan terdapat perlakuan untuk dilakukan pemanasan dalam
penangas air jika tidak terjadi endapan dalam 5 menit. Hal ini ditujukan untuk
mempercepat laju reaksi yang terjadi sehingga dapat diidentifikasi substrat
alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi SN2 (tidak membentuk endapan
meskipun telah dipanaskan) karena beberapa substrat akan membentuk
reaksi SN2 dengan waktu yang cukup lama. Selain itu, dilakukan pula
percobaan dengan pelarut yang berbeda yaitu etanol:air = 1:1 untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh kepolaran pelarut terhadap laju reaksi
SN1. Pelarut etanol memiliki kepolaran yang lebih rendah dibandingkan
campuran pelarut etanol:air =1:1.
4 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
Selain itu, untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap kereaktifan
reaksi SN1 (solvolisis) dilakukan percobaan dengan menggunakan beberapa
campuran pelarut dengan komposisi yang berbeda-beda.
Pelarut yang
digunakan adalah etanol, metanol dan aseton. Prinsip percobaan ini adalah
membandingkan laju solvolisis pelarut dalam reaksi S N1 berdasarkan fakta
bahwa akan terbentuk suatu asam kuat yang dilepaskan dalam reaksi
tersebut. Untuk menentukan waktu ketika reaksi berlangsung selama selang
waktu tertentu, sejumlah basa ditambahkan ke dalam campuran reaksi untuk
menetralisasi
sejumlah kecil
fraksi asam yang
dihasilkan. Basa yang
digunakan adalah NaOH, namun dalam jumlah yang sedikit. Sehingga dengan
penambahan indikator fenolftalein, dapat terlihat laju solvolisis yang terjadi.
Pada percobaan, kedalam setiap campuran pelarut ditambahkan fenolftalein,
maka larutan akan berwarna sedikit ungu disebabkan larutan bersifat basa
(terdapat NaOH) yang kemudian akan ditambahkan substrat alkil halida (tersbutilklorida). Saat reaksi SN1 terjadi, maka campuran reaksi perlahan-lahan
akan semakin asam yang merupakan hasil reaksi SN1 yang membuat warna
larutan menjadi bening. Perbedaan waktu untuk mencapai warna larutan yang
bening dapat menjadi indikator pelarut yang baik dalam proses S N1. Substrat
ters-butilklorida dipilih karena merupakan alkil halida tersier yang secara teori
memiliki laju reaksi solvolisis yang tinggi sehingga mudah diamati. Pada
percobaan dilakukan pemanasan pada penangas air dengan tujuan agar laju
reaksi menjadi lebih cepat.
Selain reaksi SN1, dilakukan pengujian juga terhadap kereaktifan S N2
dengan perlakuan penambahan larutan larutan NaI 18% dalam aseton. Pada
percobaan ini, aseton berfungsi sebagai pelarut dan NaI 18% sebagai nukleofil
yang menyerang substrat alkil halida (I -) dan sebagai indikator terjadinya
reaksi SN2. Pelarut aseton digunakan karena memiliki polarisasi dielektrik yang
rendah sehingga tidak disukai dalam reaksi solvolisis S N1. Aseton juga bersifat
aprotik
sehingga
tidak
dapat
membentuk
ikatan
hidrogen
sehingga
mempermudah mekanisme reaksi SN2 karena mencegah ion Iodida (sebagai
nukleofil pada percobaan) dapat tersolvolisis oleh pelarut sebelum reaksi
terjadi. Ion Iodida dipilih sebagai nukleofil karena merupakan nukleofil yang
kuat karena keelektronegatifannya yang relatif lebih rendah dibandingkan
halida lain dan secara teori nukleofil yang kuat dibutukan dalam proses
penggantian dalam reaksi SN2.
Kation Na+ sebagai pasangan I- digunakan
sebagai indikator karena kelarutan NaI dalam aseton besar namun berbeda
5 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
dengan NaBr dan NaCl yang kelarutannya sangat kecil sehingga akan
membentuk endapan dalam aseton. Substrat alkil halida yang digunakan pada
percobaan ini mengandung Cl dan Br, sehingga saat terjadi proses S N2, maka
akan terbentuk ion yang lepas dari substrat dan membentuk ikatan dengan Na
sehingga terbentuklah endapan. Waktu terjadinya pembentukan endapan ini
digunakan indikator laju reaksi SN2 yang terjadi. Pada percobaan ini dilakukan
pemanasan dalam penangas air jika tidak terjadi endapan dalam 5 menit
dengan tujuan mempercepat laju reaksi yang terjadi sehingga dapat
diidentifikasi substrat alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi S N2 (tidak
membentuk endapan meskipun teah dipanaskan) karena beberapa substrat
akan membentuk reaksi SN2 dengan waktu yang cukup lama.
V. Data Pengamatan :
A. Pengaruh struktur alkil halida terhadap kereaktifan reaksi SN1 dan SN2
a. Natrium Iodida dalam aseton
Zat
1-klorobutana
tΔT
T
(sekon)
+ NaI dalam aseton
ΔTt (0C)
(sekon)
(Akumul
atif)
Terbentuk
endapan 300
putih
di
dinding
tabung setelah
35
660
300
35
600
ters-butilklorida Sebelum dipanaskan 300
berubah warna
menjadi jingga (tanpa
endapan)
35
606
2-bromobenzena Warna sedikit lebih
300
35
pekat setelah
dipanaskan
6 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
660
dipanaskan
2-klorobutana
Tidak terjadi
perubahan
Setelah
dipanaskan
warna jingga menjadi
lebih pekat (tanpa
endapan)
b. Larutan Perak Nitrat dalam etanol
tΔT
Zat
+ AgNO3 dalam
etanol
(sekon)
t
t (sekon) ΔT (˚C)
(akumul
atif)
1-klorobutana
Warna menjadi keruh 300
(setelah dipanaskan)
35
660
2-klorobutana
Warna menjadi keruh 300
(setelah dipanaskan)
35
600
Ters-butilklorida Terbentuk endapan
putih (tanpa
dipanaskan)
12,99
(NA)
(NA)
2-bromobenzena Tidak terjadi
perubahan setelah
dipanskan
300
35
660
c.
Larutan Perak Nitrat dalam etanol dan etanol:air =1:1
+ AgNO3 dalam etanol
Zat
B.
Pengamatan
ters-butilklorida Bening, ada
endapan
+ AgNO3 dalam etanol:air
=1:1
t (sekon) Pengamatan t (sekon)
252
Keruh, ada
endapan
Pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi S N1 (Solvolisis)
7 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
243
Perbandingan pelarut : air
50:50
60:40
70:30
mL pelarut 1,0
1,2
1,4
mL air
0,8
0,6
1,0
Pelarut
Waktu
Etanol
637,2
536,7
318,2
Metanol
177
437,3
493,8
Aseton
-
1053,6
2995,2
8 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
9 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
10 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
11 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
VII.Kesimpulan
1. Urutan kereaktifan struktur alkil halida terhadap reaksi SN1 adalah alkil
halida primer (paling reaktif), alkil halida sekunder, lalu alkil halida tersier
(tidak reaktif membentuk SN1) sedangkan urutan kereaktifan struktur alkil
halida terhadap reaksi SN2 adalah alkil halida tersier (paling reaktif), alkil
halida sekunder dan alkil halida primer(tidak reaktif membentuk SN2)
kemudian
halida
yang
berada
dalam
benzena
(pada
percobaan
bromobenzena) tidak reaktif untuk membentuk reaksi SN1 dan SN2 karena
substitusi yang cenderung terjadi pada gugus aromatik adalah substitusi
elektrofilik.
2. Pelarut yang baik digunakan dalam reaksi SN1 adalah metanol:air=50:50,
namun pelarut yang laju reaksinya meningkat seiring penambahan
komposisi adalah etanol (70:30), lalu aseton(paling tidak baik) dilihat
berdasarkan kepolarannya.
VIII. Daftar Pustaka
Lipeng Sun1, Kihyung Song2, and William L. Hase1,*(2002).” A SN2 Reaction
That Avoids Its Deep Potential Energy Minimum”. Journal of Science.
Vol. 296 no. 5569 pp. 875-878.
Kimia
Organik
[online],
(http://www.ilmukimia.org/2013/04/kimiaorganik.html, diakses tanggal 28 Februari 2014)
Nucleophilic
Aromatic
Substituion,
http://highered.mcgrawhill.com/sites/dl/free/
0073375624/825564/Nucleophilic_Aromatic_Substitution.pdf
tanggal 1 Maret 2014 dari JOC-Journal of Organis Chemistry)
[online],
(diakses
Perbedaan
Mekanisme
Reaksi
Substitusi ,
[online],
(http://www.ilmukimia.org /2013 /04/perbedaan -mekanisme-sn2-sn1e1-dan-e2.html, diakses tanggal 28 Februari 2014 pukul 15.30)
Reaksi
Substitusi,
2013,
(http://www.ilmukimia.org/2013/05/reaksi-substitusi.html,
tanggal 28 Februari 2014 pukul 15.00)
[online],
diakses
Solomons, T.W Graham and Craig B.Fryhle. 2011.Organic Chemistry Tenth
Edition. New York : John Wiley and Sons. Halaman 234-243.
12 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
IX. Lampiran
A. Foto pendukung
Reaksi 1-klorobutana dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
Reaksi 2-klorobutana dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
Reaksi tert-butilklorida dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
Reaksi 2-bromobenzena dengan NaI dan
AgNO3( dalam etanol)
13 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)
Perbandingan pelarut AgNO3 dalam etanol
dan etanol:air = 1:1
B. Data Fisik
dan Kimia
Mm(gram/m Titik didih
ol)
(0C)
Kerapatan
(g/cm3)
Sifat
1-klorobutana 92,57
78
0,89
Nonpolar,
bercampur
dengan
metanol
Tersbutilklorida
51
0,84
Nonpolar,cairan
bening
Bromobenzen 157,01
a
156
1,459
Larut dalam
pelarut
nonpolar
2-klorobutana 92,57
70
0,873
Sukar larut
dalam
air,nonpolar
Aseton
58,08
56
-
Tidak berwarna,
mudah terbakar
Perak nitrat
169,87
-
4,35
Larut dalam
etanol dan
aseton
Etanol
46,07
78,4
0,789
Mudah
menguap
NaOH
39,997
1388
2,13
Larut dalam
etanol dan larut
dalam metanol
(kecil)
103
1,2676
Nonpolar,
bening,
beracun
92,57
1137,02
bromobutana
14 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)