Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis Ortodonti

Analisis wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan metode langsung pada jaringan lunak, metode langsung pada model gigi, sefalometri radiografik, dan fotometri. Downs menyatakan bahwa analisis profil muka dengan metode sefalometri radiografi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan garis dan bidang referensi intrakranial yang sangat bervariasi, seperti Sela Tursika-Nasion (SN) dan bidang Frankfurt Horizontal (cit. Bass, 2003). Analisis menurut Ricketts yaitu evaluasi posisi bibir atas dan bawah terhadap garis estetik (E line).13 Analisis menurut Steiner yaitu evaluasi posisi bibir atas dan bawah terhadap S line, sedangkan analisis holdaway mempergunakan garis Harmoni (garis H) yang ditarik dari titik Pog’ ke titik Labrale Superior (Ls).4

2.1.1 Analisis Fotometri

Analisis fotometri digunakan untuk mengevaluasi konfigurasi wajah, dan untuk mengevaluasinya diperlukan pedoman bentuk wajah dan profil wajah yang serasi. Fotometri dapat dilakukan dengan cara pemotretan wajah dari arah frontal maupun lateral.13,14 Hasil pemotretan wajah dari depan akan didapat gambaran bentuk wajah, proporsi serta simetri wajah. Sedangkan dari samping akan didapatkan profil wajah. Dengan fotografi ini dapat diukur proporsi bagian-bagian wajah, sudut-sudut yang menghubungkan bagian-bagian tersebut, proporsi tinggi dan lebar wajah serta simetri wajah. Pada foto wajah ini diperlukan tiga ini diperlukan tiga pandangan yaitu, seluruh wajah dengan bibir rileks, seluruh wajah dengan tersenyum dan profil dengan bibir rileks.14


(2)

Gambar 1. Fotometri Frontal dan Lateral.15

2.1.2 Analisis Model

Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi pada rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan gigi geligi pada rahang antagonisnya dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.16

Gambar 2. Model studi untuk analisis model studi harus meliputi seluruh anatomi yang penting, termasuk ketinggian vestibulum yang semaksimal mungkin. A. Tampak depan, B. Tampak kiri, C. Tampak kanan.13

Dalam menegakkan diagnosis ortodonti, model studi harus dipersiapkan dengan baik dan hasil cetakan harus akurat. Hasil cetakan tidak hanya meliputi seluruh gigi dan jaringan lunak di sekitarnya, daerah vestibulum pun harus tercetak


(3)

sedalam mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah ketinggian tepi sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan lunak di daerah tersebut semaksimal mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar terlihat (Gambar 2).13 Rencana perawatan yang lengkap dan akurat akan menetukan keberhasilan pereawatan. Selain menggunakan model studi, analisis juga menggunakan alat bantu lain, seperti alat bantu ukur, gambaran radiografis dan tabel perkiraan. Analisis dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan sistem komputerisasi, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada berbagai analisis yang dapat digunakan, namun analisis mana yang akan dipilih sangat bergantung pada kasus. Macam-macam analisis pada geligi tetap antara lain untuk melihat hubungan geligi atas dan bawah, kesimetrisan lengkung gigi dalam arah sagital dan transversal, dan analisis untuk melihat perbedaan ukuran antara lengkung gigi dengan rahang antara lain analisis Nance, Lundstrom, Bolton, Howes, Pont, dan diagnostic setup. Analisis untuk geligi campuran antara lain analisis gambaran radiografis, Moyers, dan Tanaka-Johnston.6

Model studi sebagai salah satu komponen penting dalam perawatan ortodonti dibuat dengan beberapa tujuan dan kegunaan, yaitu sebagai titik awal dimulainya perawatan, untuk kepentingan presentasi, dan sebagai data tambahan untuk mendukung hasil pemeriksaan klinis. Para praktisi menggunakan model studi bukan hanya untuk merekam keadaan geligi dan mulut pasien sebelum perawatan tetapi juga untuk menentukan adanya perbedaan ukuran, bentuk, dan kedudukan gigi geligi pada masing-masing rahang serta hubungan antar gigi geligi rahang atas dengan rahang bawah. Data yang lengkap mengenai keadaan tersebut lebih memungkinkan jika dilakukan analisis pada model studi.6

Keakuratan analisis bergantung pada hasil cetakan model studi, alat-alat bantu yang digunakan saat pengukuran, penguasaan teknik analisis, dan pemilihan teknik analisis yang tepat untuk setiap kasus. Beberapa hasil analisis dapat dibuat dan digunakan secara bersamaan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana perawatan.6,16

Analisis model studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu dalam arah sagital, transversal, dan vertikal. Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi hubungan molar pertama, kaninus, dan insisivus permanen, yaitu maloklusi Klas I,


(4)

Klas II, atau Klas III Angle, ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun mandibula, dan crossbite anterior. Penilaian dalam arah transversal antara lain meliputi pergeseran garis median, asimetri wajah, asimetri lengkung gigi, dan

crossbite posterior. Penilaian dalam arah vertikal antara lain meliputi ukuran overbite,

deepbite, openbite anterior maupun posterior, dan ketinggian palatum.17

2.1.3 Radiografi Panoramik

Gambaran panoramik adalah teknik untuk menghasilkan gambar tomografi tunggal struktural wajah, yang meliputi kedua lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah serta struktur pendukungnya. Salah satu kelebihan panoramik adalah dosis radiasi yang relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral.18 Gambar panoramik secara klinis berguna untuk pasien yang memerlukan gambaran dengan cakupan yang luas dari rahang, seperti evaluasi trauma, dan kelainan tulang, mengetahui atau mendeteksi lesi besar, lokasi molar ketiga, evaluasi kehilangan gigi, perkembangan gigi dan status erupsi, gigi radiks dan ujung akar pada pasien edentulous, sinus maksilaris dan sendi temporomandibular.19

2.1.4 Radiografi Sefalometri

Ukuran standar deskriptif kepala manusia, dapat di tentukan dengan cara mengukur berbagai bagian serta mencatat posisi dan bentuk dari struktur kranial dan wajah. Metode pengukuran deskriptif itu dikenal dengan sefalometri. Sefalometri lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan, menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti.20

Menganalisis sebuah sefalogram tidak langsung pada metode konvensional, hal ini dilakukan pada sefalogram tersebut dengan dilakukan tracing terlebih dahulu. Analisis dilakukan dengan menentukan kontur skeletal dan jaringan lunak wajah selanjutnya menentukan titik-titik (anatomical landmark) yang diperlukan untuk garis analisis. Jika dua titik dihubungkan akan menghasilkan suatu garis dan dua garis yang


(5)

berpotongan akan menghasilkan sudut.2,21 Besar sudut dipelajari untuk menentukan struktur anatomi tertentu dalam keadaan normal atau tidak normal contohnya gigi dan rahang. Pengukuran dilakukan pada hasil penapakan tersebut, kemudian dilakukan analisis sehingga menghasilkan ukuran-ukuran kraniofasial berupa ukuran linear atau angular.7

2.1.4.1 Titik-Titik Sefalometri Pada Jaringan Lunak

Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis jaringan keras dan lunak. Penggunaan titik-titik jaringan lunak pada sefalometri (Gambar 3) sebagai berikut: 4,20

a. Nasion kulit (N') : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung b. Pronasale ( P / Pr ) : titik paling anterior dari hidung.

c. Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas. d. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. e. Sulcus Labial Superior (Sls) : titik tercekung di antara Sn dan Ls. f. Stomion superior( Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas. g. Stomion inferior( Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah. h. Labrale Inferior (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.

i. Inferior Labial Sulcus (Ils) : titik paling cekung di antara Li dan Pogonion. j. Pogonion kulit (Pog') : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. k. Menton kulit (Me') : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu.


(6)

Gambar 3. Gambaran Sefalometri Lateral.Titik-titik yang digunakan pada profil jaringan lunak.20

2.1.4.2 Analisis Skeletal

Para antropologi menggunakan garis horizontal Frankfurt untuk menghubungkan struktur kraniofasial ketika mempelajari skeletal wajah. Namun pada sefalomteri lateral, titik porion dan orbital tidak mudah untuk diidentifikasi. Oleh karena itu Steiner menggunakan dasar tengkorak anterior (Sella ke Nasion) sebagai garis referensi, dimana nantinya akan dikaitkan dengan titik A atau titik B. Keuntungan dengan menggunakan garis ini adalah garis ini hanya bergerak dalam jumlah minimal setiap kali profil skeletal akan menyimpang dari posisi profil yang benar.7,21


(7)

Gambar 4. Sudut SNA (a) Ideal (b) Protusif (c) Retrusif.7

Gambar 5. Sudut SNB (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif.7

Titik A dan titik B dianggap sebagai batas anterior dan basis apikal rahang atas dan rahang bawah. Besar konveksitas wajah diketahui dengan mengukur besar


(8)

sudut SNA dan SNB (Gambar 4 dan 5). Nilai rata-rata untuk SNA adalah 82°± 2°, apabila lebih besar dari 84° disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila nilai SNA lebih kecil dari 80° disebut profil wajah cekung (retrusif). Begitu pula untuk penilaian SNB, Nilai rata-rata untuk penilaian SNB adalah 80°± 2°, apabila lebih besar daripada 82° disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila nilai SNA lebih kecil dari 78° disebut profil wajah cekung (retrusif). Steiner tidak hanya memperhatikan nilai SNA dan SNB, karena nilai tersebut hanya menunjukkan apakah wajah mengalami protrusif dan retrusif, tetapi Steiner juga memperhatikan perbedaan sudut antara SNA dan SNB atau sudut ANB (Gambar 6). Sudut ANB memberikan gambaran umum tentang perbedaan anteroposterior dari rahang ke apikal basis mandibula. Rata-rata sudut ANB ini adalah 2°, apabila nilai ANB lebih besar dari 2°

maka disebut skeletal Klas II dan apabila lebih kecil dari 2° disebut skeletal Klas III.7,8


(9)

2.1.4.3 Analisis Gigi

Salah satu faktor yang selalu dipertimbangkan dalam menetapkan estetika wajah pasien adalah inklinasi gigi insisivus. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri (Gambar 7 dan 8).21

Gambar 7. Perpotongan insisivus

Maksila dengan garis NA.7

Untuk posisi gigi insisivus maksila menurut analisis Steiner, garis NA dihubungkan sedemikian rupa dengan gigi insisivus rahang atas, lalu kecenderungan aksial gigi dihitung. Maka nilai ideal untuk titik mahkota insisivus paling anterior di depan garis NA adalah 4 mm dengan kecenderungan aksial gigi ideal adalah 22°.


(10)

Untuk gigi insisivus bawah, nilai ideal untuk titik mahkota insisivus bawah anterior di depan garis NB adalah 4 mm dengan kecenderungan aksial gigi ideal adalah 25°. Daerah dagu juga di evaluasi, karena dagu berkontribusi dengan garis wajah. Idealnya jarak antara garis NB ke titik terluar dagu adalah 4 mm.7

Gambar 8. Perpotongan sumbu insisivus mandibula dengan garis NB.7

Perpotongan sumbu insisivus atas dan bawah membentuk sudut interinsisal, besar rata-rata untuk sudut interinsisal adalah 130°, Sudut yang lebih besar menggambarkan letak insisivus yang lebih tegak (retrusif) dan sudut yang lebih kecil berarti insisivus lebih maju (protusif).21 Sudut interinsisal berkaitan dengan kontak insisivus yang dihubungkan dengan kedalaman overbite. Inklinasi gigi insisivus atas yang retrusif menyebabkan sudut interinsisal menjadi lebih besar. Besarnya sudut interinsisal akan mempengaruhi kontak antara gigi insisivus atas dan bawah.7,22


(11)

2.1.4.4 Analisis Jaringan Lunak

Analisis jaringan lunak pada dasarnya adalah catatan grafis dari pengamatan visual yang dilakukan dalam pemeriksaan klinis pasien. Analisis jaringan lunak mencakup penilaian terhadap adaptasi jaringan lunak dan profil tulang dengan mempertimbangkan ukuran, bentuk, dan postur bibir seperti terlihat pada sefalometri lateral.4 Steiner, Ricketts, Holdaway, dan Merrifield mengembangkan kriteria dan garis referensi untuk keseimbangan profil wajah.5,13 Meskipun tidak ada konsep yang seragam tentang apa yang merupakan profil ideal, garis Steiner (S-line) adalah acuan untuk menentukan keseimbangan wajah pada jaringan lunak secara luas digunakan dalam bidang ortodonti sampai saat ini (Gambar 9). Menurut Steiner, bibir atas dan bibir bawah harus menyentuh garis yang membentang dari kontur jaringan lunak dagu ke tengah batas bawah hidung.13

Gambar 9. Garis S (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif.7

Bibir pada pasien maloklusi skeletal Klas II biasanya terletak di luar garis ini dan cenderung menonjol dalam hal gigi dan rahang, rahang dan gigi ini biasanya membutuhkan perawatan ortodonti untuk mengurangi kecembungan tersebut. Jika


(12)

posisi bibir di belakang garis ini, profil pasien umumnya ditafsirkan sebagai profil cekung. Koreksi ortodonti biasanya diperlukan untuk memajukan gigi dalam lengkung gigi sehinga menyentuh S-line.23

Ricketts menggunakan garis estetika (Esthetic line = E line) yang merupakan garis yang ditarik dari pogonion (bagian dagu terdepan) ke ujung hidung. Dalam keadaan normal, bibir atas terletak 2-3 mm, dan bibir bawah 1-2 mm di belakang garis estetik (Gambar 10).22,24 Ricketts mengambil titik – titik di dagu dan hidung karena bagian ini merupakan faktor penting dalam perkembangan wajah. Garis ini digunakan untuk meneliti dengan cermat keserasian mulut dan keseimbangan bibir. Metode ini digunakan untuk menentukan protusi bibir.22

Gambar 10. Analisis profil wajah oleh Ricketts (Esthetic line).13

Holdaway mempergunakan garis H untuk analisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak. Garis H ini diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke Labrale superior (Ls) (Gambar 11). Analisis profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda dengan Ricketts. Analisis


(13)

Holdaway tidak mempergunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisisnya. Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci, jelas dan luas dalam pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak sehingga Bishara mempergunakan analisis Holdaway khusus untuk analisis profil jaringan lunak dalam tabel normanya.

Holdaway melakukan 11 analisis pengukuran untuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari: Jarak puncak hidung (Pr), kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak bibir bawah ke garis H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu, strain bibir atas, besar sudut H dan kecembungan skeletal. Pada analisis Holdaway, untuk menentukan kecembungan jaringan lunak wajah apakah cembung, cekung, atau lurus, Holdaway menggunakan besar sudut H untuk penentuannya.4

Sudut H adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’. Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke Labrale superior (Ls’). Idealnya besar sudut H yang harmonis dan seimbang adalah sekitar 7° sampai 15°. Ketika besar sudut H lebih kecil dari 7° maka bentuk profil wajah adalah cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls’ lebih ke anterior, begitu juga sebaliknya apabila besar sudut H lebih besar dari 15° maka bentuk profil wajah adalah cembung.4


(14)

Gambar 10.

Gambar 11. Analisa jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H angle).4

2.2 Macam-Macam Perawatan Maloklusi

Tujuan dari perawatan ortodonti modern adalah untuk mendapatkan keseimbangan antara hubungan oklusi yang fungsional, estetik wajah yang baik dan stabilitas hasil perawatan.1 Maloklusi adalah penyimpangan dari oklusi ideal yang dianggap tidak memuaskan secara estetis, sehingga menunjukkan suatu keadaan yang menyimpang dari ukuran dan posisi relatif gigi, tulang wajah, serta jaringan lunak.6 Penyebab maloklusi berbeda-beda, maka perawatannya juga berbeda-beda tergantung faktor penyebabnya. Ada beberapa macam pilihan pesawat ortodonti tergantung dari cara pesawat itu menghasilkan dan meneruskan kekuatan serta tergantung dari apakah pesawat tersebut bisa dilepas atau tidak oleh pasien. Umumnya pesawat tersebut adalah pesawat ortodonti cekat, pesawat ortodonti removable dan pesawat ortodonti fungsional.25

Penjelasan mengenai macam macam perawatan yang digunakan pada kasus maloklusi akan di bahas di sub bab dibawah ini.


(15)

2.2.1 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas I

Relasi rahang pada maloklusi Klas I adalah normal. Hubungan maloklusi skeletal Klas I harmonis dan biasanya yang menjadi masalah adalah malrelasi gigi. Maloklusi ini biasanya terdapat masalah sususan gigi geligi yang menyimpang atau maloklusi dalam bidang vertikal dan transversal. Protusi, proklinasi dan crowded

sering didapati pada maloklusi Klas I. Pilihan alat cekat dan indikasi esktraksi tergantung dari kasus. Skeletal Klas I yang didiagnosis memiliki diskrepansi panjang lengkung gigi yang parah bisa dirawat pada masa pra-remaja dengan serial ekstraksi.

Crowded ringan dapat dikoreksi dengan ekspansi lengkung gigi, mengoreksi proklinasi gigi anterior atau pengasahan gigi bagian proksimal. Proklinasi bimaksiler dan crowded yang parah kadang membutuhkan tindakan ekstraksi semua gigi premolar pertama atau kedua tergantung berapa besar ruang yang dibutuhkan dan kebutuhan penjangkaran.25

2.2.2 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas II

Hubungan oklusal Klas II, dalam dua bentuknya yang utama, merupakan pendorong timbulnya berbagai perawatan pesawat ortodonti. Foster dan Day telah menentukan bahwa 60% perawatan pesawat ortodonti di Inggris digunakan untuk memperbaiki oklusi Klas II divisi 1 atau divisi 2. Perawatan Klas II berbeda dengan Klas I, karena adanya masalah tambahan berupa penyimpangan lengkung gigi antero-posterior. Salah satu perawatan ortodonti untuk malokusi Klas II skeletal adalah dengan tindakan pencabutan gigi permanen. Di samping perlunya menghilangkan susunan yang berjejal, pencabutan gigi seringkali perlu untuk mendapatkan ruang guna mengoreksi penyimpangan hubungan lengkung.25 Ruang yang didapatkan dari rahang atas tadi, pada dasarnya untuk mengurangi overjet,

overbite dan gigi berjejal.26 Gigi yang paling sering dicabut dalam perawatan ortodonti adalah gigi premolar pertama. Karena gigi ini terletak di dekat bagian tengah setiap kuadran lengkung gigi. Kemudian gigi ini bisa digantikan dengan premolar kedua, yang mempunyai bentuk sama, dan membentuk hubungan kontak yang sama dengan kaninus.27


(16)

Selain tindakan pencabutan, perawatan maloklusi skeletal Klas II dapat dikoreksi dengan memodifikasi pertumbuhan rahang. Karena umumnya maloklusi Klas II dipersulit dengan keadaan skeletal, seperti maksila yang prognati atau defiensi pertumbuhan mandibula. Kelainan pola skeletal ini dapat dicegah dengan pesawat fungsional dan alat ortopedik untuk mengurangi keparahan dari hubungan skeletal.

Maloklusi Klas II oleh karena defisiensi mandibula atau retrognati, biasanya dirawat selama masa gigi bercampur menggunakan pesawat myofunctional seperti aktivator. Kelainan maksila yang tumbuh prognati pada maloklusi Klas II bisa dicegah dengan menggunakan headgear untuk memodifikasi pertumbuhan. Pada beberapa pasien, kedua kelainan skeletal ini muncul bersamaan baik itu maksila yang prognati dan defisiensi mandibula. Untuk perawatan pada kasus yang terdapat dua kelainan skeletal tersebut adalah kombinasi alat fungsional yaitu Aktivator-Headgear.28

2.2.3 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas III

Klas III adalah tipe hubungan rahang yang paling jarang ditemukan pada beberapa komunitas, dan hanya terjadi kurang dari 5% di Inggris. Oleh karena itu, jarang ditemukan di praktik ortodonti, tetapi jika ada, bisa menimbulkan masalah yang sangat sulit dalam perawatannya. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar oklusi Klas III kurang bisa diperbaiki dengan perawatan ortodonti dibandingkan dengan oklusi Klas II. Seperti hal nya maloklusi Klas II, Klas III juga mempunyai tiga faktor yang mempengaruhi hubungan skeletal yaitu, maksila retrognati, mandibula retrognati atau kombinasi keduanya. Kelainan ini biasanya karena genetik. Sebab lain juga bisa karena kebiasaan memajukan mandibula pada saat pre maturitas oklusal atau pembesaran adenoid.27

Penyebab maloklusi Klas III berbeda-beda, maka dari itu dibutuhkan diagnosa yang tepat. Analisis model dan analisis radiografi sangat dibutuhkan. Maloklusi skeletal Klas III pada masa pertumbuhan membutuhkan perawatan dini untuk menghambat pertumbuhan skeletal.


(17)

Macam-macam perawatan ortodonti yang dapat digunakan pada masa pre-maturitas adalah:

1. Frankel III : pesawat myofucntional dapat digunakan untuk mencegah maloklusi Klas III yang disebabkan oleh maksila retrusif.

2. Chin cup with high : mencegah maloklusi Klas III yang disebabkan oleh

pull headgear prognati mandibula.

3. Reverse head gear : pada kasus maloklusi Klas III yang cukup parah digunakan reverse head gear atau face mask untuk menarik maksila.

4. 3-D Screw : 3-D Screws dapat mengekspansi maksila dalam tiga arah. Pesawat yang digunakan adalah alat ortodonti cekat atau lepasan.

Pada penyimpangan skeletal yang parah, menggerakkan satu segmen anterior tidak akan menimbulkan cukup gerakkan untuk memperbaiki hubungan insisivus. Diperlukan usaha untuk menggerakkan gigi atas ke arah depan dan gigi bawah ke belakang. Gerakan ini bisa diperoleh dengan menggunakan traksi intermaksilaris, pada kasus ini biasanya disebut sebagai traksi intermaksilaris terbalik atau traksi Klas III.29 Maloklusi Klas III yang ditandai dengan defisiensi panjang lengkung yang rendah dan crossbite anterior, dirawat dengan mencabut premolar pertama rahang bawah dan dipasang pesawat fixed ortodonti. Seringkali untuk retraksi lengkung gigi bawah dibutuhkan tindakan pencabutan agar memenuhi kebutuhan ruang.27 Fukui dan Tsuruta pada penelitiannya tentang perawatan kamuflase pada pasien perempuan maloklusi Klas III dengan crowding parah dan cross-bite mengatakan bahwa tindakan pencabutan perlu dilakukan dalam rangka mengembalikan hubungan molar I menjadi Klas I dan memberi ruang untuk reposisi gigi insisivus mandibula.10 Setelah masa pertumbuhan skeletal berhenti, perawatan yang dilakukan pada maloklusi Klas III skeletal adalah dengan bedah ortognati. Le Fort I osteotomy merupakan pilihan prosedur pada kasus defisiensi maksila, sedangkan pada kasus mandibula prognati perawatannya adalah mandibular set back procedures.27


(18)

2.3 Kerangka Teori Steiner Holdaway Ricketts Diagnosis Ortodonti Maloklusi Klas I, Klas II dan

Klas III

Skeletal Dental

Analisis Sefalometri

Analisis Model Analisis

Fotometri - Bolton - Nance - Lundstrom - Howes - Pont

Dental Jaringan Lunak

Skeletal Klas II Klas I Klas III Perawatan Ortodonti

Perubahan Kecembungan Profil Wajah Jaringan Lunak Pada Pasien Pencabutan Maloklusi Klas II dan Klas III


(19)

2.4 Kerangka Konsep

Variabel bebas: Variabel tergantung:

Variabel Tak Terkendali : - Jenis perawatan

- Ras

- Lama waktu perawatan - Mekanoterapi perawatan - Usia

- Jenis Kelamin

Sebelum Perawatan

Ortodonti

Sesudah Perawatan

Ortodonti Profil Wajah

Jaringan Lunak Pada Pasien Maloklusi Skeletal Klas II dan


(1)

Gambar 10.

Gambar 11. Analisa jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H angle).4

2.2 Macam-Macam Perawatan Maloklusi

Tujuan dari perawatan ortodonti modern adalah untuk mendapatkan keseimbangan antara hubungan oklusi yang fungsional, estetik wajah yang baik dan stabilitas hasil perawatan.1 Maloklusi adalah penyimpangan dari oklusi ideal yang dianggap tidak memuaskan secara estetis, sehingga menunjukkan suatu keadaan yang menyimpang dari ukuran dan posisi relatif gigi, tulang wajah, serta jaringan lunak.6 Penyebab maloklusi berbeda-beda, maka perawatannya juga berbeda-beda tergantung faktor penyebabnya. Ada beberapa macam pilihan pesawat ortodonti tergantung dari cara pesawat itu menghasilkan dan meneruskan kekuatan serta tergantung dari apakah pesawat tersebut bisa dilepas atau tidak oleh pasien. Umumnya pesawat tersebut adalah pesawat ortodonti cekat, pesawat ortodonti removable dan pesawat ortodonti fungsional.25

Penjelasan mengenai macam macam perawatan yang digunakan pada kasus maloklusi akan di bahas di sub bab dibawah ini.


(2)

2.2.1 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas I

Relasi rahang pada maloklusi Klas I adalah normal. Hubungan maloklusi skeletal Klas I harmonis dan biasanya yang menjadi masalah adalah malrelasi gigi. Maloklusi ini biasanya terdapat masalah sususan gigi geligi yang menyimpang atau maloklusi dalam bidang vertikal dan transversal. Protusi, proklinasi dan crowded sering didapati pada maloklusi Klas I. Pilihan alat cekat dan indikasi esktraksi tergantung dari kasus. Skeletal Klas I yang didiagnosis memiliki diskrepansi panjang lengkung gigi yang parah bisa dirawat pada masa pra-remaja dengan serial ekstraksi. Crowded ringan dapat dikoreksi dengan ekspansi lengkung gigi, mengoreksi proklinasi gigi anterior atau pengasahan gigi bagian proksimal. Proklinasi bimaksiler dan crowded yang parah kadang membutuhkan tindakan ekstraksi semua gigi premolar pertama atau kedua tergantung berapa besar ruang yang dibutuhkan dan kebutuhan penjangkaran.25

2.2.2 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas II

Hubungan oklusal Klas II, dalam dua bentuknya yang utama, merupakan pendorong timbulnya berbagai perawatan pesawat ortodonti. Foster dan Day telah menentukan bahwa 60% perawatan pesawat ortodonti di Inggris digunakan untuk memperbaiki oklusi Klas II divisi 1 atau divisi 2. Perawatan Klas II berbeda dengan Klas I, karena adanya masalah tambahan berupa penyimpangan lengkung gigi antero-posterior. Salah satu perawatan ortodonti untuk malokusi Klas II skeletal adalah dengan tindakan pencabutan gigi permanen. Di samping perlunya menghilangkan susunan yang berjejal, pencabutan gigi seringkali perlu untuk mendapatkan ruang guna mengoreksi penyimpangan hubungan lengkung.25 Ruang yang didapatkan dari rahang atas tadi, pada dasarnya untuk mengurangi overjet, overbite dan gigi berjejal.26 Gigi yang paling sering dicabut dalam perawatan ortodonti adalah gigi premolar pertama. Karena gigi ini terletak di dekat bagian tengah setiap kuadran lengkung gigi. Kemudian gigi ini bisa digantikan dengan premolar kedua, yang mempunyai bentuk sama, dan membentuk hubungan kontak yang sama dengan kaninus.27


(3)

Selain tindakan pencabutan, perawatan maloklusi skeletal Klas II dapat dikoreksi dengan memodifikasi pertumbuhan rahang. Karena umumnya maloklusi Klas II dipersulit dengan keadaan skeletal, seperti maksila yang prognati atau defiensi pertumbuhan mandibula. Kelainan pola skeletal ini dapat dicegah dengan pesawat fungsional dan alat ortopedik untuk mengurangi keparahan dari hubungan skeletal.

Maloklusi Klas II oleh karena defisiensi mandibula atau retrognati, biasanya dirawat selama masa gigi bercampur menggunakan pesawat myofunctional seperti aktivator. Kelainan maksila yang tumbuh prognati pada maloklusi Klas II bisa dicegah dengan menggunakan headgear untuk memodifikasi pertumbuhan. Pada beberapa pasien, kedua kelainan skeletal ini muncul bersamaan baik itu maksila yang prognati dan defisiensi mandibula. Untuk perawatan pada kasus yang terdapat dua kelainan skeletal tersebut adalah kombinasi alat fungsional yaitu Aktivator-Headgear.28

2.2.3 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas III

Klas III adalah tipe hubungan rahang yang paling jarang ditemukan pada beberapa komunitas, dan hanya terjadi kurang dari 5% di Inggris. Oleh karena itu, jarang ditemukan di praktik ortodonti, tetapi jika ada, bisa menimbulkan masalah yang sangat sulit dalam perawatannya. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar oklusi Klas III kurang bisa diperbaiki dengan perawatan ortodonti dibandingkan dengan oklusi Klas II. Seperti hal nya maloklusi Klas II, Klas III juga mempunyai tiga faktor yang mempengaruhi hubungan skeletal yaitu, maksila retrognati, mandibula retrognati atau kombinasi keduanya. Kelainan ini biasanya karena genetik. Sebab lain juga bisa karena kebiasaan memajukan mandibula pada saat pre maturitas oklusal atau pembesaran adenoid.27

Penyebab maloklusi Klas III berbeda-beda, maka dari itu dibutuhkan diagnosa yang tepat. Analisis model dan analisis radiografi sangat dibutuhkan. Maloklusi skeletal Klas III pada masa pertumbuhan membutuhkan perawatan dini untuk menghambat pertumbuhan skeletal.


(4)

Macam-macam perawatan ortodonti yang dapat digunakan pada masa pre-maturitas adalah:

1. Frankel III : pesawat myofucntional dapat digunakan untuk mencegah maloklusi Klas III yang disebabkan oleh maksila retrusif.

2. Chin cup with high : mencegah maloklusi Klas III yang disebabkan oleh pull headgear prognati mandibula.

3. Reverse head gear : pada kasus maloklusi Klas III yang cukup parah digunakan reverse head gear atau face mask untuk menarik maksila.

4. 3-D Screw : 3-D Screws dapat mengekspansi maksila dalam tiga arah. Pesawat yang digunakan adalah alat ortodonti cekat atau lepasan.

Pada penyimpangan skeletal yang parah, menggerakkan satu segmen anterior tidak akan menimbulkan cukup gerakkan untuk memperbaiki hubungan insisivus. Diperlukan usaha untuk menggerakkan gigi atas ke arah depan dan gigi bawah ke belakang. Gerakan ini bisa diperoleh dengan menggunakan traksi intermaksilaris, pada kasus ini biasanya disebut sebagai traksi intermaksilaris terbalik atau traksi Klas III.29 Maloklusi Klas III yang ditandai dengan defisiensi panjang lengkung yang rendah dan crossbite anterior, dirawat dengan mencabut premolar pertama rahang bawah dan dipasang pesawat fixed ortodonti. Seringkali untuk retraksi lengkung gigi bawah dibutuhkan tindakan pencabutan agar memenuhi kebutuhan ruang.27 Fukui dan Tsuruta pada penelitiannya tentang perawatan kamuflase pada pasien perempuan maloklusi Klas III dengan crowding parah dan cross-bite mengatakan bahwa tindakan pencabutan perlu dilakukan dalam rangka mengembalikan hubungan molar I menjadi Klas I dan memberi ruang untuk reposisi gigi insisivus mandibula.10 Setelah masa pertumbuhan skeletal berhenti, perawatan yang dilakukan pada maloklusi Klas III skeletal adalah dengan bedah ortognati. Le Fort I osteotomy merupakan pilihan prosedur pada kasus defisiensi maksila, sedangkan pada kasus mandibula prognati perawatannya adalah mandibular set back procedures.27


(5)

2.3 Kerangka Teori

Steiner

Holdaway

Ricketts

Diagnosis Ortodonti

Maloklusi Klas I, Klas II dan

Klas III

Skeletal Dental

Analisis Sefalometri

Analisis Model Analisis

Fotometri

- Bolton - Nance - Lundstrom - Howes - Pont Dental Jaringan Lunak

Skeletal

Klas II Klas I

Klas III

Perawatan Ortodonti

Perubahan Kecembungan Profil Wajah Jaringan Lunak Pada Pasien Pencabutan Maloklusi Klas II dan Klas III


(6)

2.4 Kerangka Konsep

Variabel bebas: Variabel tergantung:

Variabel Tak Terkendali : - Jenis perawatan

- Ras

- Lama waktu perawatan - Mekanoterapi perawatan - Usia

- Jenis Kelamin

Sebelum Perawatan

Ortodonti

Sesudah Perawatan

Ortodonti Profil Wajah

Jaringan Lunak Pada Pasien Maloklusi Skeletal Klas II dan


Dokumen yang terkait

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

1 91 53

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 2

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 4

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 3

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 1

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 12

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 18

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 2

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 5

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

1 3 19