Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

24

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi
Maloklusi biasa digunakan untuk menggambarkan penyimpangan dalam
hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau rahang.1 Maloklusi
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu skeletal dan dental.1,2,3,4,21
Maloklusi skeletal terjadi karena ketidakseimbangan antara tulang mandibula dan
tulang maksila. Maloklusi skeletal dapat mempengaruhi 3 bidang yaitu transversal,
sagital dan vertikal. Analisa radiografi sefalometri lateral biasanya digunakan pada
diagnosa ortodonti untuk melihat hubungan maksilomandibula pasien.3,4
Menurut Steiner untuk menentukan posisi maksila apakah maju atau mundur dari
basis kranial, dapat digunakan sudut SNA. Nilai rata-rata normal SNA 82º±2º,
apabila sudutnya lebih besar dari 84º, menunjukkan posisi maksila relatif maju,
sebaliknya jika kurang dari 80º, menunjukkan posisi maksila lebih ke belakang atau
mundur (Gambar 2.1). Untuk menentukan apakah mandibula maju atau mundur
terhadap basis kranial, dapat digunakan sudut SNB dengan nilai rata-rata 80º±2º. Bila
lebih besar dari 82º menunjukkan mandibula yang maju. Jika sudut lebih kecil dari
78º menunjukkan mandibula yang mundur (Gambar 2.2).2


25

Gambar 2.1. Sudut SNA: a. SNA rata-rata 82º; b. Sudut SNA 91º
= prognasi maksila; c. Sudut SNA 77º = retrognasi
maksila.2
Steiner juga menyatakan bahwa “ tidaklah terlalu penting tentang sudut SNA
karena sudut tersebut hanya menunjukkan apakah wajah maju atau mundur dari
tengkorak, yang lebih penting yaitu selisih antara SNA dan SNB yang disebut sudut
ANB”. Sudut ANB menunjukkan hubungan anteroposterior antara maksila dan
mandibula terhadap basis kranial. Nilai rata-rata dari sudut ini adalah 2º±2º yang
biasa disebut Klas I skeletal, bila lebih besar dari 4º mengindikasikan Klas II skeletal.
Bila sudut kurang dari 0º (misalnya -1º, -2º, -3º) menunjukkan bahwa mandibula lebih
ke depan dari maksila, menandakan hubungan Klas III skeletal (Gambar 2.3).2

26

Gambar 2.2. Sudut SNB: a. Sudut SNB rata-rata 80º; b. Sudut
SNB 77º = retrognasi mandibula; c. Sudut SNB 86º
= prognasi mandibula.2


Gambar 2.3. Sudut ANB: a. Sudut SNA = 82º; b. Sudut SNB
= 80º; Sudut ANB = 2º.2

27

2.2 Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah
Morfologi vertikal skeletal wajah menurut Steiner dibagi menjadi 3 yaitu
hipodivergen dengan sudut MPSN kurang dari 27º, normodivergen dengan sudut
27º-37º dan tipe hiperdivergen dengan sudut MPSN besar dari 37º.2,3,4 Penelitian
epidemiologi oleh Wahab pada populasi Deutro-Malayu Indonesia tahun 2013
ditemukan sebanyak 21,4% hiperdivergen, 61,7% normodivergen dan 16,9%
hipodivergen.5
Bidang mandibula (MP) adalah garis yang ditarik dari titik gonion ke gnation.
Basis kranial anterior (SN) adalah garis yang ditarik dari titik sela ke nasion. MPSN
adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan bidang mandibula (MP) ke basis
kranial anterior (SN) (Gambar 2.4).2,3
Basis kranial anterior (Sella-Nasion/SN) sering digunakan sebagai garis acuan
untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (Mandibular Plane/MP). Individu
dengan sudut MPSN yang lebih besar akan cenderung memiliki wajah hiperdivergen

karena rotasi mandibula menjauhi maksila sehingga menghasilkan pertambahan
panjang vertikal wajah. Sebaliknya individu dengan MPSN yang lebih kecil
cenderung memiliki wajah hipodivergen karena rotasi mandibula mendekati
maksila.2,4,22

28

Gambar 2.4. Sudut MPSN yang lebih
besar akan cenderung
memiliki
wajah
hiperdivergen
karena
rotasi
mandibula
menjauhi
maksila
sehingga menghasilkan
pertambahan
panjang

vertikal
wajah.
Sebaliknya
individu
dengan MPSN yang lebih
kecil cenderung memiliki
wajah
hipodivergen
karena rotasi mandibula
mendekati maksila.2

2.3 Simfisis Mandibula
Simfisis mandibula adalah salah satu struktur anatomi dari mandibula. Simfisis
mandibula secara morfologi dibagi atas 2 bagian yaitu dentoalveolar dan basal
simfisis. Dentoalveolar simfisis termasuk processus alveolaris dan insisivus

29

mandibula, sedangkan basal simfisis adalah bagian main body dari simfisis dengan
lokasi lebih ke apikal membentuk outline menton yang keras (Gambar 2.5A).11,23


dentoalveolar

Main body

dentolveolar

A

Tulang spongious
Tulang kortikal

B

Gambar 2.5. Gambaran skematis simfisis mandibula. A. Dentoalveor,
main body. B. Tulang kortikal, tulang spongious.23
Processus alveolaris terdiri atas dinding dalam dan luar. Dinding dalam
memberikan perlekatan dengan serabut periodontal yang disebut lamina dura.
Dinding luar terdiri dari 2 tipe struktur basis tulang yaitu tulang spongious dan tulang
kortikal.10 Tulang spongious lebih dikenal dengan tulang trabekular atau tulang

konselus. Tulang ini lebih lembut, tidak kuat dan kurang padat jika dibandingkan
dengan tulang kortikal. Selain itu ditemukan banyak pembuluh darah.10,15 Tulang
kortikal dikenal sebagai tulang kompak yang memiliki kepadatan signifikan

30

dibandingkan dengan tulang konselus.10,15,24 Tulang kortikal melapisi bagian paling
luar dari permukaan labial dan lingual simfisis mandibula dan telah dianggap
sebagai orthodontic walls yang

menandakan

batas

anatomi

pergerakan gigi

(Gambar 2.5B).10,15,23,25
Morfologi simfisis mandibula berpengaruh terhadap diagnosa dan rencana

perawatan pada pasien ortodonti.8,9,10 Simfisis mandibula berfungsi sebagai landmark
referensi anatomi untuk estetis dan kecantikan wajah secara umum dan khususnya
bagian bawah. Sebagai tambahan, simfisis mandibula dianggap sebagai salah satu
prediksi arah pertumbuhan rotasi mandibula.8,9,11,12,26
Pada penelitian Yamada dkk, dilaporkan bahwa ditemukan hubungan yang kuat
antara tinggi wajah anterior bawah dengan tinggi simfisis mandibula. Hal ini terjadi
karena adanya kompensasi dentoalveolar pada dimensi vertikal.18,19,20 Ketika tinggi
wajah anterior bawah meningkat, gigi maksila dan mandibula serta processus
alveolaris pendukung dapat terus erupsi dalam upaya untuk menjaga overbite tetap
positif, sehingga menghasilkan peningkatan panjang simfisis mandibula.8,15
Menurut Ricketts (1964) processus alveolaris, simfisis dan insisivus mandibula
membentuk keystone triad pada mandibula dan pemahaman yang baik terhadap triad
ini dianggap penting terhadap keberhasilan dan kegagalan perawatan.24
Schudy (1963) membandingkan antara dua kelompok dengan sudut MPSN besar
(hipodivergen) dan tinggi (hiperdivergen). Penelitian ini mengungkapkan bahwa
kasus dengan hiperdivergen, memiliki simfisis lebih tinggi dan tipis dibandingkan
dengan hipodivergen yang memiliki bentuk simfisis lebih pendek dan tebal.15,19

31


Garib dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa pola pertumbuhan wajah
vertikal mempengaruhi morfologi tulang sebelah labial dan lingual. Pasien
hipodivergen memiliki alveolar ridge lebih tebal dibandingkan dengan pasien
normodivergen atau hiperdivergen (Gambar 2.6).13

a

b

c

d

e

f

Gambar 2.6. Morfologi simfisis mandibula pada tipe wajah yang berbeda. a dan d.
Hipodivergen; b dan e. Normodivergen; c dan f. Hiperdivergen.13
Handelment melaporkan bahwa lebar simfisis mandibula sebelah lingual dan

labial sempit pada subyek dengan hiperdivergen dibandingkan subyek dengan
normodivergen pada maloklusi Klas III.27 Graco dkk mengungkapkan bahwa bagian
labial tulang spongious simfisis mandibula lebih tebal pada subyek dengan
hipodivergen dibandingkan subyek dengan hiperdivergen.9,20

32

2.4 Inklinasi Insisivus Mandibula
Insisivus mandibula merupakan salah satu gigi yang paling sederhana bentuknya,
karena memiliki akar tunggal dan pipih sedangkan mahkotanya tidak memiliki cups
dan grooves. Lebar labio-lingual gigi insisivus bervariasi. Dari pandangan profil,
permukaan labial mahkota insisivus berbentuk cembung

dan akan berkurang

kecembungannya mendekati tepi insisal.24
Menurut Ash (1984), posisi tepi insisal berhubungan dengan outline labial dan
lingual gigi yang lebih dekat dengan lingual daripada labial pada banyak kasus.
Taylor (1978) juga mengemukakan hal yang sama, jika garis aksis gigi ditarik dari
tepi insisal ke apeks, maka akan lebih dekat ke permukaan lingual.24,28

Tweed mengatakan bahwa IMPA menentukan posisi insisivus mandibula
terhadap dataran mandibula yang digunakan sebagai panduan dalam mempertahankan
atau memposisikan gigi insisivus mandibula terhadap tulang basal. Standar sudut
IMPA adalah 87º mengindikasikan posisi upright insisivus mandibula normal
(Gambar 2.7).2,3,4,27

33

Gambar 2.7. Sudut IMPA menentukan posisi insisivus
mandibula terhadap dataran mandibula.27
Inklinasi insisivus mandibula secara tidak langsung mempengaruhi bentuk
simfisis mandibula selama periode pertumbuhan. Kompensasi dentoalveolar yang
terjadi selama periode ini sebagai hasil diskrepansi anteroposterior rahang, mungkin
tercermin pada morfologi dan dimensi simfisis mandibula.8
Aksis gigi yang normal biasanya tidak menyebabkan kurva (lengkungan) pada
bagian lingual simfisis. Jika aksis gigi tidak normal, biasanya terdapat curve ke arah
labial yang terjadi pada daerah apikal, sedangkan sebelah lingual tidak mempengaruhi
kurva lingual (Gambar 2.8).24
Evaluasi posisi akar insisivus mandibula yang akurat dalam processus alveolaris
sangat dibutuhkan sebelum perawatan.25 Lokasi insisivus mandibula yang

dihubungkan dengan processus alveolaris adalah faktor signifikan rencana perawatan,
pengukuran kemajuan perawatan, dan menentukan hasil perawatan.29

34

Gambar

2.8. Hubungan akar insisivus mandibula
terhadap tulang kortikal sebelah
lingual.24

Yamada dkk melaporkan bahwa retroklinasi insisivus mandibula akan
menyebabkan remodeling permukaan luar dentoalveolar dari simfisis mandibula
mengikuti inklinasi insisivus sentralis mandibula yang menyebabkan simfisis
mandibula juga retroklinasi. Retroklinasi tulang alveolar simfisis akan menghasilkan
kontur anterior simfisis mandibula sedikit konkaf.18,20
Aksis gigi insisivus mandibula secara sefalometri sesuai dengan aksis panjang
processus alveolaris. Hal ini merupakan konsep klasik dari Tweed yang menjelaskan
ditemukan inklinasi lingual dari aksis

processus alveolaris pada subyek dengan

dataran mandibula (MP) yang tinggi, tetapi ketika subyek memiliki dataran
mandibula (MP) rendah maka aksis akan tipping lebih ke labial.11,27 Beberapa peneliti
berasumsi bahwa proklinasi insisivus dengan tipping akan menyebabkan kerusakan
karena apeks gigi bergerak terlalu dekat dengan tulang kortikal sebelah lingual.20
Inklinasi labio-lingual dari insisivus sentralis secara signifikan berhubungan
dengan inklinasi labio-lingual processus alveolaris. Beberapa penelitian menunjukkan

35

bahwa jika apeks insisivus bergerak berlawanan melebihi tulang kortikal alveolar
atau melewati processus alveolaris, resorpsi akar berat, fenestrasi dan dehiscence
tulang akan terjadi.27,29 Pergerakan gigi insisivus mandibula tidak dipengaruhi bentuk
dan posisi simfisis basal.11,20
Pemeriksaan hubungan antara centre of resistence insisivus mandibula dan garis
aksi gaya akan membantu dalam pergerakan gigi yang diinginkan. Hal ini
menentukan bahwa ketebalan anteroposterior processus alveolaris pada regio simfisis
menentukan jarak yang tersedia untuk pergerakan ortodonti (Gambar 2.9).18,19

Gambar 2.9. Landmark pada dataran sagital processus
alveolaris melalui center of rotation.18

Artun dan Krogstadt melakukan penelitian terhadap status periodontal insisivus
mandibula setelah proklinasi. Mereka melaporkan adanya perkembangan dehiscence
tulang dan retraksi gingiva khususnya pada pasien dengan simfisis panjang dan
tipis.16 Tulang kortikal di sebelah lingual lebih tebal dibandingkan di sebelah labial,
sehingga biasanya apeks akar lebih dekat ke tulang kortikal lingual.11

36

Tulang kortikal labial dan lingual pada level apeks insisivus mandibula
menunjukkan batas anatomi bawah pergerakan ortodonti, karena tidak ada aposisi
tulang.12,13 Karenanya, diskrepansi skeletal yang parah dengan simfisis tipis
kompensasi ortodonti sangat terbatas dan membutuhkan bedah ortodonti. Perhatian
khusus diperlukan tentang ketebalan simfisis mandibula pada pasien hiperdivergen.11
Dengan ketebalan simfisis mandibula yang tipis, subyek dengan pertumbuhan
vertikal, memiliki lebih sedikit pergerakan ortodonti dalam arah sagital.11

2.5

Konsekuensi Periodontal Terhadap Pergerakan Labio-lingual Insisivus
Mandibula
Efek pergerakan labio-lingual insisivus mandibula secara ortodontik terhadap

status periodontal masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
hubungan dehiscence tulang, fenestrasi tulang dan resesi gingiva terhadap pergerakan
labial insisivus mandibula, sedangkan beberapa penelitian lainnya tidak mengatakan
hal demikian.30,31
Dehiscence tulang didefinisikan sebagai peningkatan jarak antara cementoenamel
junction (CEJ) dengan crest tulang di sebelah labial dan lingual (Gambar 2.10a).13,32
Fenestrasi tulang didefinisikan sebagai diskontuinitas tulang alveolar pada aspek
labial dan lingual dengan ditemukan bagian kecil pada akar yang terpapar (Gambar
2.10b).13,30 Resesi gingival didefinisikan sebagai terpaparnya permukaan akar karena
perpindahan jaringan lunak (gingiva) ke apikal dari batas CEJ (Gambar 2.11).13,30,32

37

a

b

Gambar 2.10. Defect tulang. a. Dehiscence tulang; b. Fenestrasi tulang.15

a

b

Gambar 2.11. Fotografi intraoral. a. Pasien dengan resesi gingiva;
b. Pasien dengan perlekatan gingival yang adekuat.30

Kejadian dehiscence tulang dan fenestrasi tulang selama perawatan ortodonti
tergantung pada beberapa faktor seperti: arah pergerakan gigi, frekuensi, besarnya
force dan integritas jaringan periodontal pendukung. Arah pergerakan gigi meliputi
pergerakan anterior (protraksi), posterior (retraksi), labiolingual dan mesiodistal.
Untuk menghindari permasalahan, morfologi simfisis mandibula harus ditentukan
sebelum perawatan ortodonti dilakukan melalui radiografi sefalometri lateral atau
laminografi.13,30 Perubahan ketebalan pelat tulang pada level labial yang terjadi ketika

38

gigi digerakkan ke depan mengindikasikan tidak seimbangnya proses aposisi pada
periousteum labial.13
Pada kasus overjet positif yang besar atau crowding, pergerakan ke labial
insisivus mandibula seringkali dijadikan alternatif pilihan jika ekstraksi dihindari.
Pilihan perawatan ketika akan mengoreksi overjet positif yang besar biasanya
dilakukan dengan pergerakan gigi arah posterior pada lengkung maksila atau
pergerakan gigi arah anterior pada lengkung mandibula.30 Jika ekstraksi dipilih
sebagai alternatif perawatan maka resiko dehiscence tulang di sebelah lingual ketika
retraksi harus sangat diperhatikan.13,33

2.6 Radiografi Sefalometri Lateral
Sejak diperkenalkannya sefalometri dengan menggunakan sinar X berkekuatan
tinggi dan sebuah penopang kepala yang disebut sefalostat oleh Broadbent pada tahun
1926, radiografi sefalometri lateral telah menjadi alat standar dalam penilaian
ortodontik dan rencana perawatan.3,4,34
Pada penelitian ini akan digunakan sefalometri lateral untuk menentukan
maloklusi skeletal, pola morfologi vertikal skeletal wajah, ketebalan simfisis
mandibula dan inklinasi insisivus mandibula. Identifikasi landmark dan pengukuran
terhadap ketebalan simfisis mandibula menggunakan metode Yamada (Gambar
2.12).18,29,35
Center of rotation (CoR) merupakan titik tengah dari akar gigi yang tertanam
pada processus alveolaris. Titik A didefinisikan sebagai titik paling anterior-superior

39

dari processus alveolaris mandibula dan titik B sebagai titik paling posterior-superior
dari processus alveolaris mandibula.Titik C, D, E dan F didefinisikan sebagai
trajektori hipotesis pergerakan tiping akar insisivus sentralis mandibula di sekitar
CoR. Titik C sebagai titik paling anterior dari processus alveolaris mandibula. Titik F
sebagai titik paling posterior dari processus alveolaris mandibula. Titik D sebagai
kontur sebelah dalam dari tulang kortikal anterior. Titik E sebagai kontur sebelah
dalam tulang kortikal posterior.18,20,29,35,36
Dataran mandibula (MP) didefinisikan sebagai garis yang menghubungkan titik
gnation dengan gonion. Incisor mandibular plane angle (IMPA) sebagai sudut antara
aksis insisivus sentralis mandibula dan dataran mandibula. Ketebalan tulang kortikal
labial (C-D) diukur sebagai panjang lengkung antara titik C dan D. Ketebalan tulang
kortikal lingual (F-E) diukur sebagai panjang lengkung antara titik F dan E.
Ketebalan tulang spongious (E-D) diukur sebagai panjang lengkung antara titik E dan
D. L1a didefinisikan sebagai titik pada apeks insisivus mandibula. Ketebalan tulang
spongious labial (L1a-D) diukur sebagai panjang lengkung antara titik L1a dan D.
Ketebalan tulang spongious lingual (L1a-E) diukur sebagai panjang lengkung antara
titik L1a dan E.

Ketebalan tulang spongious dan kortikal (F-C) diukur sebagai

panjang lengkung antara titik F dan C. 18,20,29,35,36

40

B

A

B

Gambar 2.12. A.Titik-titik landmark, pengukuran linear simfisis mandibula dan
insisivus mandibula; B. Pengukuran angular simfisis mandibula
terhadap insisivus mandibula.20

41

2.7 Kerangka Teori

42

2.8 Kerangka Konsep

MALOKLUSI
SKELETAL
RADIOGRAFI
SEFALOMETRI
LATERAL
MANDIBUL
A

MAKSILA

Hipo
divergen

Normo
divergen

KLAS
III

KLAS II

KLAS I

Hiper
divergen

Hipo
divergen

Normo
divergen

Hiper
divergen

Hipo
divergen

PERBEDAAN/HUBUNGAN

Normo
divergen

Hiper
divergen

Simfisis
Mandibul
a

Insisivus
Mandibul
a

Ketebala
n

Inklinasi

Dokumen yang terkait

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

1 91 53

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 2

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 4

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

1 7 19

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 3

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 12

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 18

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 2

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 5

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 6