Partai Politk Islam Masalah dan Tantanga
PARTAI POLITIK ISLAM : MASALAH DAN
TANTANGAN PARTAI POLITIK ISLAM PADA
SAAT INI
Disusun oleh:
Ahmad Idham
NIM : 0801513032
HI 13 A
Program Studi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia
Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi
persyaratan Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Sistem Sosial dan Politik Indonesia.
Dimana bahan atau sumbersumber yang saya dapatkan atau diperoleh, berasal dari
sumbersumber yang baik dan terpercaya. Baik dari buku, referensi, media massa, hingga
website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar penulisan ilmiah.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan dan saran
yang membangun terhadap makalah ini. Dan penulis ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada Bapak Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin dan Bapak Dr. Ujang Komarudin,
M.Si selaku dosen mata kuliah Sistem Sosial dan Politik Indonesia yang selalu
memberikan bimbingan serta bantuan terhadap makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para pembaca makalah ini. sekian
dan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Hormat Saya,
Ahmad Idham
Penulis
2
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................................4
1.4 Manfaat Pembahasan..............................................................................................4
1.5 Sistematika Penulisan.............................................................................................5
BAB II - KERANGKA PEMIKIRAN.......................................................................6
BAB III – ISI PEMBAHASAN
3.1 Definisi Partai Politik dan Partai Politik Islam.......................................................7
3.2 Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik Islam................................................9
3.3 Partai Politik Islam Pada Saat Ini............................................................................13
BAB IV - KESIMPULAN..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum di Indonesia yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1955, sampai
masa orde baru serta reformasi saat ini menunjukkan bahwa partai-partai politik islam
tidak pernah berhasil memenangkan pemilu. Kita bisa lihat kembali sejak pemilu 1955,
partai politik Islam yang diwakili partai Masyumi, partai NU, PSII, PERTI, dan PPTI
hanya berhasil mengantungi dukungan suara 43,5 persen. Dalam pemilu 1999 yang
bersifat multi partai dan demokratis, partai politik Islam yaitu PPP, PBB, Partai Keadilan,
PNU, PKU, PSII dan PP kembali mengalami kekalahan dan hanya mampu
mengumpulkan dukungan suara sebesar 18,8 persen. Perolehan suara tersebut menurun
dibandingkan hasil pemilu 1955, di mana terdapat penurunan suara yang begitu
signifikan sebesar 25,32 persen. Kalau digabung perolehan suara dua partai yang berbasis
massa Islam yaitu PKB dan PAN yang tidak mendasarkan asasnya pada Islam, yang
memperoleh dukungan suara sebesar 18,8 persen, maka keseluruhan perolehan suara
parpol Islam dan parpol berbasis massa Islam pada pemilu 1999, hanya 37,19 persen,
yang berarti terjadi penurunan perolehan suara sebesar 6,31 persen dibanding hasil
pemilu 1955.1
Seringnya kekalahan-kekalahan yang dialami partai-partai politik Islam tersebut
bisa disebabkan karena beberapa faktor, diantara banyak faktor tersebut, terdapat salah
satu faktor utama yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat meliputi
internal partai politik islam itu sendiri maupun internal umat islam. Kelemahan internal
partai politik islam salah satunya adalah kepemimpinan dan manajemen. Parpol Islam
dapat dikatakan agak lemah dalam manajemen konflik, sehingga selalu dirundung
perpecahan. Pada hal sumber perpecahan umumnya bukan dari hal-hal yang bersifat
perinsipil, tetapi hanya konflik kepentingan seperti persaingan antar tokoh dalam
1 Musni Umar, Islam dan Demokrasi di Indonesia: Kemenangan Abangan dan Sekuler (Jakarta: INSED
2004), 112-113.
4
memperebutkan posisi puncak di partai misalnya dalam muktamar atau kongres seorang
kandidat kalah dalam pemilihan ketua umum, kemudian yang kalah disingkirkan lalu
mendirikan partai baru dengan membawa gerbong pendukungnya. Kondisi semacam ini
melemahkan Parpol Islam, kendatipun dialami juga parpol-parpol sekuler. Pada hal
konflik merupakan dinamika yang tidak mungkin dicegah, tetapi yang terpenting
bagaimana mengelola konflik supaya berbagai perbedaan serta konflik kepentingan tetap
dapat dipersatukan.2
Sehubungan dengan tema yang diangkat makalah ini tentang Partai Politik Islam :
Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini. Artikel ini berusaha menjawab
pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: bagaimana sesungguhnya kondisi partai Islam?
Apa saja problemproblem yang dihadapi partai Islam? Langkah strategis seperti apa
yang harus dilakukan agar partai Islam tidak semakin terpuruk? Artikel ini menunjukkan
bahwa ada problem internal dan eksternal dalam partai Islam yang harus segera dijawab
jika partaipartai Islam ingin segera merumuskan jalan barunya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa masalah dan tantangan partai politik islam pada saat ini?
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami apa saja masalah dan tantangan partai politik islam pada saat ini
1.4. Manfaat Penulisan
Pembaca diharapkan dapat mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih ketika
membaca makalah yang berjudul Partai Politik Islam : Masalah dan Tantangan Partai
Politik Islam Pada Saat Ini. dan tentang bagaimana dan apa saja masalah serta tantangan
partai politik islam pada saat ini
2 Ibid, hlm 115
5
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I
Berisikan tentang latar belakang masalah yang terdapat dalam Partai Politik Islam
: Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini. Beserta rumusan masalah,
tujuan pembahasan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan yang akan dijelaskan
secara rinci dan teratur.
BAB II
Berisikan kerangka pemikiran sebagai pembuka sebelum memasuki isi dari
makalah
BAB III
Berisikan Isi / Pembahasan dari makalah ini yang membahas tentang pengertian
atau definisi Partai Politik dan Politik Islam, Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik
Islam, Dan Partai Politik Islam Pada Saat Ini berserta contoh kasus.
BAB IV
Berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada dimakalah ini
6
BAB II
2.1. Kerangka Pemikiran
Munculnya partaipartai islam di Indonesia disinyalir sebagai bentuk dari
keinginan formaliasi islam di Indonesia. Wawasan politik kaum awam yang masih
bercorak paternalistik di satu pihak, serta kepentingan melihat politik sebagai pemenuhan
kebutuhan sesaat di pihak lain, merupakan kendala yang tidak kecil. Soal politik bukan
sekadar soal menyalurkan aspirasi untuk menegakkan kepemimpinan negara (imamah)
semata, tapi soal menata kehidupan secara lebih maslahat bagi umat.3
Penelusuran terhadap sejarah perpolitikan di Indonesia dapat dilakukan dengan
berbagai cara sehingga dapat digunakan untuk mengungkap perjalanan perubahan sistem
politik umat Islam di Indonesia. Berpikir secara dialektis akan terlihat perjalanan sejarah
sebagai sesuatu yang mapan dan mendapat reaksi hingga pada akhirnya melahirkan
sintesa baru. Pendekatan ini tentu dapat digunakan untuk mengamati perjalanan sejarah
partai politik Islam dan politik di Indonesia sebagai umat mayoritas yang memeluk
agama Islam. Keberadaan umat Islam di negara ini sering menjadi bahan pembicaraan
dan peranannya pun mengalami pasang surut. Ia pasang hampir pada setiap permulaan
babak baru, tetapi pada umumnya kemudian surut.4
Islam sebagai salah satu agama yang dianut oleh banyak rakyat Indonesia
memainkan peranan penting dalam perpolitikan di Indonesia. Tetapi, banyaknya parpol
parpol islam di Indonesia memberikan banyak masalah dan tantangan yang dihadapi oleh
parpolparpol islam tersebut.
Tulisan ini bertujuan membicarakan partai politik Islam pada pentas politik di
Indonesia. Untuk mempermudah, penulis mencoba membahas tiga pembahasan, yakni
Definisi Partai Politik dan Partai Politik Islam, Landasan Filosofis Berdirinya Partai
Politik Islam, dan Partai Politik Islam Pada Saat Ini.
3 “Islam dan Politik”, Nahdatul Ulama, accessed September 27, 2014 http://www.nu.or.id/a,public
m,dinamics,detailids,6id,50799lang,idc,taushiyaht,Islam+dan+Politik.phpx
4 Deliar Noer, "Islam dan Politik: Mayoritas dalam Minoritas" dalam Prisma, No.5 Thn. XVII, 1988,
hlm.3.
7
BAB III
3.1. Definisi Partai Poltik dan Partai Politik Islam
Definisi Partai Politik
Partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang seazas, sehaluan, dan
setujuan terutama dibidang politik.5 Miriam Budiardjo berpendapat bahwa secara umum
dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan citacita yang sama, yakni yang
bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan–kebijaksanaan
mereka.6
Lain halnya dengan Bambang Cipto yang mempunyai pandangan bahwa partai
politik merupakan peralihan jangka panjang dari istilah fraksi yang jauh lebih tua
umurnya, sifat peralihan ini menyebabkan proses pengakuan masyarakat politik terhadap
keberadaan partai penuh dengan kesukaran dan rintangan.7
Menurut Sumarno dan Yeni Lukiswara, Partai Politik merupakan sekelompok
manusia yang mengorganisir dirinya dalam bentuk organisasi politik yang didasarkan
pada suatu ideologi, dengan maksud untuk memperoleh atau merebut suatu kekuasaan
didalam pemerintah. Jadi partai politik merupakan perantara yang menghubungkan
kekuatankekuatan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah.8
Definisi lainnya dikemukakan oleh Cheppy Haricahyono, dalam bukunya “ilmu
politik dan perspektifnya” mengatakan bahwa partai politik adalah sekelompok manusia
yang secara bersamasama menyetujui prinsipprinsip tertentu untuk mengabdi dan
melindungi kepntingan nasional.9
5 Marbun. BN, Kamus Politik, Jakarta : Pustaka Sinar harapan, 2004, hlm 402
6 Miriam Budiarjo, Dasardasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, cetXIX, 1993, hlm 160
7Bambang Cipto, Prospek dan Tantangan Partai Politik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996, hlm 7
8 Sumarno dan Yeni R.Lukiswara, Pengantar Study Ilmu Politik, Bandung : Citra Adtya Bakti, 1992, hlm
62
9 Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik Dan Perspektifnya, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1991, hlm
8
Sedangkan menurut Deliar Noer, Partai politik merupakan himpunan orangorang
yang seideologi atau tempat/wadah penyaringan dan pembulatan, serta tempat
berkumpulnya orang – orang yang seide, citacita dan kepentingan.10
Jadi partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan citacita
untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara, melalui
pemilihan umum.11
Definisi Partai Politik Islam
Dari berbagai pengertian tentang partai politik maka dapat diketahui bahwa
“partai politik Islam” yang penulis maksudkan adalah suatu kelompok orangorang Islam
yang terorganisir dalam suatu wadah organisasi yang meletakkan Islam (Qur’an dan
Hadits ) sebagai dasar dan garis perjuangannya untuk menyampaikan aspirasi, maupun
ide dan citacita umat Islam dalam suatu negara.
Atau dapat dikatakan bahwa “partai Islam” merupakan sekelompok orang yang
beragama Islam kemudian membentuk sebuah organisasi politik, yang yang mempunyai
ciriciri sebagai berikut:
a.
Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah) sebagai azas
dalam menentukan vissi dan mssi perjuangan partai.
b. Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah) sebagai
landasan untuk kemantapan perjuangan partai
c. Partai yang menggunakan Islam sebagai dasar ideologi dalam pembentukan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
192.
10 Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Jakarta : Rajawali, 1983, hlm 209
11 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2002 “Tentang Partai Politik”, Yogyakarta,
2003, hlm 8
9
d. Partai yang mempunyai program perjuangan untuk Islam, umat Islam, serta
kemaslahatan umat, baik lewat jalur parlementer maupun ekstra parlementer.
e. Partai mempunyai mempunyai basis pendukung, kader, dan partisan yang
keseluruhannya beragama Islam.
Ciri diatas merupakan cirikhas partai politik Islam dan yang termasuk kategori
partai Islam adalah partai Masyumi, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera,
Partai Persatuan Pembangunan, dan masih banyak lagi
3.2. Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik Islam
Partai Politik Islam Sebagai Sebuah Dasar
Berdasarkan kajian terhadap sumber ajaran Islam alQur’an dan sunnah, setiap
muslim meyakini bahwa kedua sumber ajaran tersebut memberikan skema kehidupan
(the scheme of life) yang sangat jelas. Skema kehidupan ini bermakna bahwa masyarakat
yang harus dibangun oleh setiap muslim adalah masyarakat yang tunduk pada kehendak
Ilahi, sehingga klasifikasinya tentang nilai baik dan buruk harus dijadikan kriteria atau
landasan etis dan moral bagi pengembangan seluruh dimensi kehidupan.12 Karenanya
pembumian nilainilai Islami merupakan suatu tuntutan terhadap umat Islam. Agaknya
akan lebih memperjelas masalah dengan mengutip ungkapan yang ditulis oleh H.A.R.
Gibb dalam bukunya Wither Islam, bahwa bukan hanya a system of theology, lebih dari
itu. Islam merupakan a complete civilization. Dengan nada yang konfirmatif Nasir
mengatakan bahwa Islam tidak dapat dipisahkan dari seluruh dimensi kehidupan. 13
Islam tidak memisahkan persoalanpersoalan rohani dengan persoalan
persoalan dunia, melainkan mencakup kedua segi ini. Hukum Islam (syariat) mengatur
keduanya, hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesamanya.
12 Amin Rais, Cakrawala Islam; Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1987, hlm. 50 51.
13 Dikutip dari Nasir Tamara, “Sejarah Politik Islam Orde Baru”, dalam Prisma, No. 5 Thn. XVII, 1988,
hlm. 1.
10
Menyadari akan hal ini, umat Islam memerlukan kekuasaan politik sebagai instrumen
yang vital bagi pelaksanaan nilainilai Islami. Dalam kitabnya alSiyasah alSyar’iyyah,
Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa nilai (organisasi politik) bagi kehidupan kolektif
manusia merupakan keperluan agama yang terpenting. Tanpa tumpangannya, agama
tidak akan tegak dengan kokoh.14
Muhammad Asad berpendapat bahwa suatu negara dapat menjadi benar
benar Islami hanyalah dengan keharusan pelaksanaan yang sadar dari ajaran Islam
terhadap kehidupan bangsa, dan dengan jalan menyatukan ajaran itu ke dalam undang
undang negara. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara Islam apabila ajaran Islam
tentang sosiopolitik dilaksanakan dalam kehidupan rakyat berdasarkan konstitusi. 15
Untuk mewujudkan cita cita itu memerlukan perjuangan dan
perjalanan yang panjang. Ini telah dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Sebab disadari
sekali bahwa perjuangan melawan segala bentuk kezaliman merupakan suatu hal yang
harus dilaksanakan oleh umat Islam. Prinsip ini diyakini benar oleh umat Islam sehingga
jika tidak dilaksanakan atau tidak tercapai maka mustahil pelaksanaan ajaran Islam secara
benar akan dapat diterapkan dengan baik. Oleh karena itu sangat wajar sekali bila
dikatakan umat Islam Indonesia dikenal sebagai penantangpenantang gigih terhadap
segala bentuk imperialisme.
Para pemimpin umat Islam yang tergabung dalam berbagai partai politik
membangun semangat kebangsaan yang tetap dilandasi benang merah Islam. Warna
perjuangan dalam membentuk suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, tentu tidak
harus terhenti setelah bebasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Sebagai suatu
bangsa yang majemuk—bukan hanya dalam bentuk perbedaan suku dan adat namun yang
lebih serius adalah pada dataran perbedaan keyakinan dan agama—tentu menimbulkan
berbagai perbedaan kehendak dalam mewarnai bangsa dan negara ini. Akibatnya yang
14 Ibnu Taimiyah, alSiyasash alSyar’iyyah, Kairo: Dar alKutub al'Arabi, 1952, hlm. 174. Lihat juga
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa Syaykh alIslam Ahmad Ibnu Taimiyah, Jilid XXVIII, disunting oleh
Muhammad Abdurrahman Ibnu Qasim, Riyadh: Matabi’ alRiyadh, 1963, hlm. 62.
15 Amin Rais, Cakrawala Islam..., hlm. 52; Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan,
Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 139140
11
tidak dapat dihindarkan tentu munculnya berbagai pergumulan antara sesama anak
bangsa yang dilatarbelakangi perbedaan agama. Bagi umat Islam, negara yang ingin
dibentuk tentu berdasarkan ajaran Islam, dengan jalan menyatukan ajaran itu ke dalam
konstitusi negara. Inilah tema sentral yang diperjuangkan oleh para pemimpin Islam di
Indonesia yang pertama ketika menjelang proklamasi dan yang kedua pada masa
kemerdekaan.
Berakhirnya masa penjajahan dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menuntut para pemimpin bangsa bekerja keras
untuk menata dan memberikan wajah baru bagi Republik ini. Isu yang paling asasi ialah
menetapkan Dasar Negara. Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia melalui
para pemimpin berupaya konsisten terhadap identitas mereka dengan memperjuangkan
agar nilainilai Islam termaksud dalam konstitusi negara.
Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik Islam di Indonesia
Teori politik Islam harus bertolak dari kaidahkaidah umum, yakni kebebasan,
kesetaraan, keadilan dan supremasi hukum juga konsistensi terhadap prinsip pemilihan
pemimpin, bahwa pemerintah adalah pelaksana hukum dan perundangundangan,
pelindung agama dan bertanggung jawab kepada rakyat. Diantara hak rakyat adalah
memberi nasehat, mengevaluasi memecat dan menggantinya jika diperlukan. Sistem
politik harus harus tegak diatas prinsip syuro, dan syuro menjadi sesuatu yang harus di
tegakkan oleh penguasa.
Sistem politik Islam harus memuat persepsi yang jelas tentang kebebasan politik,
aktifitas politik, partai politik, kritik politik, kebebasan pers, kedudukan wanita, sistem
sosial, ekonomi, pemerataan, kelayakan, independensi peradilan.16
Jika demikian maka perlu juga diketahui beberapa hal yang menjadi landasan
filosofis berdirinya partai Islam, yaitu :
a. Kenyataan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi yaitu: memelihara, mengatur dan
memakmurkan bumi yang merupakan aktifitas politik yang paling otentik.
16 Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid III, hlm 20
12
b. Universalitas Islam telah menjadi inti pemhaman kaum muslimin terhadap konsep
konsep islam dalam seluruh dimensinya. “islam adalah sistem hidup yang universal,
mencakup seluruh aspek, Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat,
moral dan kekuatan, rahmat dn keadilan, kebudayaan dan perundang undangan, ilmu dan
peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara
dan fikroh, akidah yang lurus dan ibadah yang benarbenar keuniversalan itu sebagai inti
dan pokokpokok ajaran islam yang bernilai perintah kepada kaum muslimin untuk
diterapkan secara utuh. Islam adalaha suatu tata hidup yang meliputi agama, politik,
negara, dan masyarakat.17
Selain itu sistim Politik apabila dikaitkan dengan negara maka sistim politik
adalah sebuah konsep yang diterapkan pada situasi konkrit seperti negara. Menurut
Miriam Budiarjo sistim politik ini berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup dan
mencapai tujuan dari masyarakat.18
Salah satu aspek penting dalam sistim politik adalah budaya politik (Political
culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Budaya politik adalah keselurusan dari
pandanganpandangan politik, seperti; normanorma, pola orientasi terhadap politik dan
pandangan hidup pada umumnya.
Bentuk dari budaya politik dalam suatu masyarakat politik di pengaruhi antara
lain oleh sejarah perkembangan dari sistim, oleh agama yang terdapat dalam masyarakat
itu, kesukuan, status sosial, konsep mengenai kekuasaan, kepemimpinan dan sebagainya.
Umumnya dianggap bahwa dalam sistim politik terdapat empat variabel:
1.
Kekuasaan ; sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara lain
2.
membagi sumbersumber di antara kelompokkelompok dalam masyarakat.
Kepentingan ; tujuantujuan yang dikejar oleh pelakupelaku atau kelompok
3.
politik.
Kebijaksanaan ; hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya
17 Nur Mahmudi Isma’il, M. SC, Memilih Partai (visi, misi dan persepsi), Jakarta : Gema Insani Press,
1998, hlm. 34
18 Miriam Budiarjo, DasarDasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta : cetXIX, 1993, hlm 47
13
4.
dalam bentuk perundangundangan
Budaya politik ; orientasi subyektif dari individu terhadap sistim politik.19
Karena beberapa hal itulah maka partai politik Islam mempunyai tujuan untuk
membentuk pemerintahan Indonesia yang berdasarkan ajaran Islam yang kafaah.
Sehingga segala kebijakan yang bersangkutan dengan negara dan masyarakat
diselesaikan secara musyawarah yang merupakan identitas dan perintah Allah dalam al
Qur’an. Sebanarnya Islam merupakan ajaran yang komprehensif dimana didalamnya
juga mengatur banyak hal tentang, ubudiyah, kemaslahatan umat (pranata sosial), serta
untuk tentang prinsipprinsip kenegaraan.
Kendati demikian, kelemahan dari partai politik Islam terletak pada
tingkat organisasi, selain itu Deliar Noer dalam penelitiannya berasumsi bahwa ciri
partai negara berkembang pada umumnya tidak kompetitif dan cenderung pada
popularitas tokoh (publik figure).
3.3 Partai Politik Islam Pada Saat Ini
Kebangkitan Partai Politik Islam Pada Pemilihan Umum (PEMILU)
Diskusi tentang partai Islam hari ini tentu tidak bisa dipisahkan dengan
perkembangan politik umat Islam di Indonesia terutama pasca reformasi. Turunnya
Soeharto pada tahun 1998 memberikan harapan baru bagi umat Islam Indonesia untuk
bisa memperoleh ruang politik yang lebih besar. Pada era Habibie yang menggantikan
Soeharto, umat Islam berusaha memaksimalkan kondisi sosial politik yang ada. Pada saat
yang bersamaan, Habibie mengeluarkan kebijakankebijakan politik yang mendukung
proses transisi menuju demokrasi di Indonesia. Menurut Azyumardi Azra, Habibie
memberikan kontribusi yang signifikan untuk liberalisasi politik. Hal itu tampak pada
kebijakannya untuk memberikan kebebasan pada para tahanan politik, mengatur
kebebasan pers, menghapus kebijakan penerapan Pancasila sebagai asas tunggal, dan
mengakhiri pembatasan jumlah partai politik.20 Kebijakan politik itu tentu memberikan
19 Ibid.
20 Azyumardi Azra, ‘Political Islam in PostSoeharto Era’, dalam Virginia Hooker dan Amin Saikal
14
dampak yang berarti pada dinamika politik dan mempengaruhi pada peran umat Islam
dalam percaturan politik di negeri ini.
Jika pada era Soeharto jumlah partai hanya dibatasi menjadi 3 (tiga), maka pasca
reformasi partai tumbuh bak cendawan di musim hujan. Hampir semua politisi
memanfaatkan euphoria reformasi ini dengan mendirikan partai politik baru. Dan
organisasi sosial keagaman seperti NU dan Muhammadiyah yang sebelumnya lebih fokus
pada kegiatan dakwah dan pendidikan, juga tak ketinggalan ikut mendukung dan
mensponsori pendirian partai baru. Yang menarik, hampir sepertiga dari jumlah total
partai yang berdiri dan lolos sebagai peserta pemilu tahun 1999 itu, terdiri dari partai
partai Islam. Partai Islam berjumlah 42 dari total partai yang mendaftar Pemilu. Yang
dikategorikan sebagai partai Islam adalah partai yang beraskan Islam seperti PBB (Partai
Bulan Bintang), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PK (Partai Keadilan), Partai
Masyumi, PUI (Partai Umat Islam), dan sebagainya. Sebagian partai berasaskan
Pancasila, namun berbasiskan pada organisasi Islam, seperti PKB (Partai Kebangkitan
Bangsa) dan PAN (Partai Amanat Nasional).21 Dari 42 partai Islam yang mendaftarkan
diri, hanya 20 partai Islam yang lolos ikut Pemilu 1999. Yang patut dicatat, inilah era di
mana umat Islam benarbenar bisa mengekspresikan aspirasinya secara formal setelah
hampir selama 4 dekade (19591998) kehendak berpolitiknya melalui jalur formal partai
politik dibelenggu oleh rezim.
Selain ditandai dengan lahirnya partaipartai Islam, era reformasi yang dimulai
dari kepemimpinan Habibie juga ditandai dengan tumbuhnya berbagai organisasi Islam
radikal di Indonesia. Banyak organisasi radikal Islam yang tumbuh memanfaatkan
(editors), Islamic Perspectives on the New Millenium, Singapore: ISEAS, 2004, hal. 140141.
21 Anies Rasyid Baswedan, ‘Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory’, Asian Survey,
Vol. 44, No. 5 (SepOct 2004), hal. 672674. Greg Fealy secara garis besar membagi Partai Islam menjadi
dua: pertama, pluralist Islamic parties (Partai Islam Pluralis) yang beraskan Pancasila namun menampilkan
identitas Islamdan berbasis pada massa Islam seperti PKB dan PAN. Yang kedua, Islamist parties (Partai
Islamis), yaitu partai yang beraskan Islam dan mendukung ideide formalisasi syariat Islam dan
amandemen UUD 1945 yang memasukkan Piagam Djakarta. Yang masuk dalam kategori ini adalah: PPP,
PKS, dan PBB. Lihat Greg Fealy, ‘Divided Majority, Limits of Indonesian Political Islam’, dalam Shahram
Akbarzadeh dan Abdullah Saeed (editors), Islam and Political Legitimacy, London and New York:
RoutledgeCurzon, 2003, hal. 164165.
15
peluang kebijakan rezim ini yang memberikan kesempatan luas bagi masyarakat untuk
mendirikan organisasi, baik berbasis sentimen keagamaan, etnis, profesi, maupun hobi.
Organisasi radikal Islam menjadi tantangan yang serius bagi transisi demokrasi di
Indonesia. Meskipun keberadaan organisasi radikal ini merupakan konsekuensi logis dari
demokrasi dan mereka berhak memanfaatkan proses demokrasi, namun organisasi
organisasi ini banyak digunakan untuk mencapai tujuantujuan yang tidak demokratis.
Tujuan tidak demokratis itu misalnya keinginan untuk mendirikan negara Islam,
pemaksaaan pendapat dan paham keagamaannya, intimidasi terhadap kelompok lain, atau
keinginan untuk mendirikan khilafah Islamiyah serta tidak mengakui negara yang sah.
Kelompokkelompok yang dikategorikan gerakan Islam radikal ini di antaranya adalah:
FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), HTI (Hizbut Tahrir
Indonesia), Lasykar Jihad, Front Hizbullah, Jama’ah alIkhwan al Muslimin Indonesia,
dan sebagainya.22
Meskipun partai Islam pasca reformasi tumbuh bak cendawan di musim hujan dan
mereka optimis akan memenangkan Pemilu 1999. Namun, fakta di lapangan
menunjukkan hasil sebaliknya. Dari total 21 Partai Islam yang lolos Pemilu, hanya 10
Partai Islam yang berhasil memperoleh minimal 1 kursi atau lebih di parlemen. Dari
jumlah total semuanya, partaipartai Islam memperoleh 37 % total suara atau 172 kursi di
DPR. Perinciannya adalah: PPP (58 kursi), PKB (51 kursi), PAN (34 kursi), PBB (13
kursi), PK (7 kursi), PNU (5 kursi), PP (1 kursi), PPII Masyumi(1 kursi), dan PKU (1
kursi). Hasil itu menunjukkan bahwa meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah
Muslim, namun partai Islam tidak mendapatkan dukungan yang signifikan dari
konstituen Islam.23 Sebaliknya, partaipartai nasionalis yang diduga tidak akan
mendapatkan jumlah suara banyak, malah meraup dukungan yang signifikan. PDI
Perjuangan memperoleh suara 33,7 % atau 154 kursi. Partai Golkar yang sebelumnya
22 Bahtiar Effendy, ‘Political Islam in PostSoeharto Indonesia: A Postcript’, dalam Islam and the State
in Indonesia, Ohio & Singapore: Ohio University Press and ISEAS, 2003. Untuk pembahasan yang bagus
mengenai gerakan radikal ini, lihat M Zaki Mubarok, Geneologi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan,
Pemikiran dan Prospek Demokrasi, Jakarta: LP3ES, 2008.
23 Bahtiar Effendy, Ibid, hal. 214. Periksa juga Donald J. Porter, Managing Politics and Islam in
Indonesia, London and New York: RoutledgeCurzon, 2002, hal. 230231.
16
dianggap mengalami senjakala dan kekalahan telak, malah berhasil memperoleh 22,4 %
suara atau 120 kursi di DPR.
Kegagalan partaipartai Islam untuk memenangkan Pemilu pertama di era
reformasi ini, memberikan dampak yang serius pada tokoh dan pimpinan partai Islam.
Harapan mereka untuk memegang tampuk kepemimpinan nasional, tampaknya akan sulit
diraih. Secara garis besar, bisa dikatakan terjadi demoralisasi dalam tubuh partai Islam
pasca Pemilu 1999. Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama, Partaipartai Islam
sepakat untuk berkoalisi dengan mengambil momentum terpolarisasinya dukungan
politik untuk memilih Presiden antara Habibie (Partai Golkar) dan Megawati (PDIP).
Dengan membentuk Poros Tengah, mereka memainkan isu dan kartu Islam dengan
mengusung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Calon Presiden alternatif. Setelah
melalui berbagi likaliku politik dan dinamika politik yang sangat menarik, serta pasca
Pidato Pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR, Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI
ke4 pada tanggal 20 Oktober 1999.24 Sebelumnya, Akbar Tanjung terpilih menjadi
Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan M. Amien Rais terpilih menjadi Ketua MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat). Ketika Gus Dur terpilih menjadi Presiden, gema
takbir dan shalawat Badr terdengar di gedung MPR. 25 Saat itu, banyak yang menyebut
inilah kemenangan Islam dan era pemerintah Indonesia dipegang oleh para santri. Era
kaum santri berkuasa itu, memberikan harapan baru pada partai Islam untuk bisa
berkiprah dan mempunyai masa depan politik yang terang di Indonesia.
Era kejayaan partaipartai Islam di panggung kekuasaan itu ternyata tidak
berlangsung lama. Tak lama setelah Gus Dur menjadi Presiden RI, terjadi konflik di
antara para tokoh Islam dan partai Islam sendiri. Setelah konflik itu semakin memanas
dan tidak bisa didamaikan, akhirnya Gus Dur diimpeach oleh MPR melalui Sidang
Istimewa tahun 2001. Gerakan impeachment terhadap Gus Dur, dilakukan oleh koalisi
Poros Tengah minus PKB bersama PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Jadi, sebagaimana
diungkapkan oleh Azyumardi Azra, sesungguhnya naik dan turunnya Gus Dur
24 R. William Liddle, ‘Indonesia in 1999: Democracy Restored’, Asian Survey, Vol. 40, No. 1, A Survey
of Asia in 1999 (Jan.Feb., 2000), hal. 3637.
25 Greg Fealy, ‘Divided Majority’, hal. 150
17
sesungguhnya disponsori oleh Partai Islam dan organisasi Islam mainstream seperti NU
dan Muhammadiyah.26 Naiknya Megawati sebagai Presiden Republik Indonesia ke5
dengan menggandeng Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden menunjukkan keberhasilan
kembali dari Partai Islam di pentas politik nasional. Sebagaimana diungkapkan oleh Rizal
Sukma, fakta politik ini menunjukkan bahwa Islam telah memainkan faktor penting
dalam sistem dan suksesi politik di Indonesia pasca Soeharto. Politik Islam juga menjadi
semakin diperhitungkan dalam pentas politik nasional.27
Selanjutnya, pada Pemilu 2004, suara partaipartai Islam secara total meningkat
sedikit dibandingkan Pemilu 1999. Jika pada Pemilu 1999 total suara mereka mencapai
36,3 %, maka pada tahun 2004 mereka memperoleh 41%. Namun, Pemilu 2004
menandai tumbangnya banyak partai Islam di parlemen karena kebanyakan dari mereka
tidak mencapai angka ambang batas suara di parlemen (parliamentary threshold). Selain
itu, di antara banyak partai Islam, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang
merupakan wajah baru dari PK (Partai Keadilan) yang memperoleh lonjakan suara luar
biasa.28 Pada Pemilu tahun 2004 itu, Partai Golkar tampil sebagai pemenang dengan
memperoleh suara 21,6%, disusul PDIP 18,5%, dan Partai Demokrat 7,45%. Sedangkan
jumlah total partapartai kecil lainnya adalah 17,3%.29 Meskipun pada Pemilu 2004 ini
partaipartai Islam tidak tampil sebagai pemenang, namun hampir semua kandidat
Presiden dan Wakil Presiden memperhatikan sentimen dan isu Islam sebagai faktor yang
penting. Hampir semua kandidat berusaha melakukan koalisi antara Islam dan Nasionalis.
Jika Capresnya dari partai Islam atau kalangan Islam, maka Wapresnya dari kalangan
Nasionalis, begitupun sebaliknya.
26 Azyumardi Azra, Islam, Indonesia, and Democracy, Jakarta: ICIP & Equinox Publishing, 2006, hal.
124
27 Rizal Sukma, Islam in Indonesian Foreign Policy, London and New York: RoultedgeCurzon
Publishing, 2003, hal. 99100 dan 123.
28 Perincian suara Partai Islam secara garis besar di parlemen adalah sebagai berikut: PPP 11 % pada
tahun 1999 dan 8 % pada 2004; PKB memperoleh 13 % pada 1999 dan 11 % pada 2004; PAN 7 % di tahun
1999 dan 6,4di 2004; PKS 1,36 % pada 1999 dan 7,34 % ada 2004; PBB 1,94 % pada 1999 dan 2,62 %
pada 2004. Lihat Adhi Priamarizki, ‘Indonesia’s National Elections: Islamic Parties at the Crossroads’,
RISS Commentaries, No. 005/2013 dated 9 January 2013.
29 KPU (Komisi Pemilihan Umum), http://www.kpu.go.id/suara/hasilsuara_dpr_sah.php, 10 Januari
2014.
18
Walaupun faktor Islam mempengaruhi politik Indonesia semenjak tahun 1999
hingga 2004 dan setelah itu hampir semua partai Islam masuk ke lingkaran kekuasaan
sejak era Gus Dur, Megawati, dan SBY, namun hasil Pemilu tahun 2009 tidaklah seperti
yang mereka harapkan. Bahkan, Pemilu tahun 2009 menjadi Pemilu yang paling
menyedihkan bagi partaipartai Islam. Pada Pemilu itu, total suara partaipartai Islam
adalah yang terburuk jika dibandingkan dengan Pemilu tahun 1955 (44 %) dan Pemilu
setelahnya. Jika pada Pemilu 2004 mereka memperoleh 41 %, suara mereka turun drastis
menjadi hanya 29,2 persen pada 2009.14 Yang lebih ironis, hanya 4 parpol Islam yang
berhasil lolos parliamentary treshold (ambang batas suara di parlemen) pada Pemilu
tahun 2004 itu, yaitu: PKS, PAN, PKB, dan PPP.
Kondisi ini semakin menguatkan banyak pendapat sebelumnya bahwa
meskipun mayoritas bangsa Indonesia adalah Muslim, namun fakta itu tidak berkorelasi
positif terhadap tingkat keterpilihan partaipartai Islam. Selain itu, ekspresi keislaman
orang Indonesia yang semakin meningkat terutama pasca 1998 melalui banyak jalur
seperti ekonomi, spiritualitas, budaya, dan politik sebagaimana dijelaskan oleh Greg
Fealy dan Sally White, sepertinya tidak banyak berpengaruh pada perolehan suara partai
Islam.30
Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini
Jika kita perhatikan dari rangkaian perkembangan partai Islam pasca reformasi,
tampaknya selain pandangan bahwa meningkatnya Islamisasi atau santrinisasi di
Indonesia yang tidak berkorelasi positif dengan peningkatan perolehan suara partaipartai
Islam, ada fakta politik lain yang juga sedang terjadi. Fakta politik itu adalah bahwa
meskipun Partai Islam masuk ke kekuasaan sejak Pemilu 1999 hingga 2009 kemarin,
namun keberadaan mereka di pemerintahan tidak banyak menimbulkan dampak pada
peningkatan suara Partaipartai Islam. Memang partai Islam ketika berkuasa
30 Sunny Tanuwidjaya, ‘Political Islam and Islamic Parties in Indonesia: Critically Assessing the
Evidence of Islam’s Political Decline’, Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and
Strategis Affairs, Volume 32, Number 1, April 2010, hal. 30.
19
mendapatkan resources dan capital yang cukup untuk membiayai partai politik yang
tidak murah. Mereka juga bisa menggunakan sumber daya negara untuk menguatkan
programprogram partainya. Selain itu, jika partaipartai Islam berkuasa, diasumsikan
bahwa masyarakat dan umat Islam akan lebih mendapatkan manfaat karena bisa
mengakses programprogram pemerintah.
Namun, tampaknya masuknya partai Islam ke kekuasaan tidak banyak
menimbulkan efek pada peningkatan suara mereka di Pemilu. Yang mereka dapatkan
adalah sekedar mempertahankan perolehan suara agar tetap lolos electoral and
parliamentary threshold. Kasus Partai Bulan Bintang (PBB) yang pada tahun 2004
menjadi sponsor utama pencalonan SBY dan JK, bisa diambil sebagai salah satu contoh.
Pada Pemilu 2009, PBB malah mengalami penurunan suara yang signifikan dan tidak
lolos ambang batas suara di parlemen. Mungkin ada faktor lain yang menyebabkan
“musibah” politik ini, misalnya dicopotnya Yusril Ihza Mahendra dari kedudukannya
sebagai Menteri Sekretaris Negara pada tahun 2006. Namun, secara garis besar partai
Islam mengalami fenomena yang sama, yaitu turunnya suara mereka dibandingkan pada
Pemilu 2004. Hanya PKS saja yang suaranya naik, namun itu sangat tidak signifikan
dibandingkan lonjakan suara mereka pada tahun 2004. Dan pada Pemilu 2009, kita lihat
memang semua partai politik mengalami penurunan suara yang signifikan, kecuali Partai
Demokrat. Meskipun hampir semua partai politik, minus PDIP dan PBR (Partai Bintang
Reformasi), waktu itu masuk ke pemerintahan, hanya Partai Demokrat yang mengalami
lonjakan suara 3 kali lipat. Perolehan Partai Demokrat pada Pemilu 2004 adalah 7,45 %,
pada Pemilu 2009 suara mereka naik drastis menjadi 20,85 %.
Dari situ tampak terlihat bahwa yang mendapatkan manfaaat dan berkah politik
dari keberhasilan Pemerintahan SBYJK hanyalah Partai Demokrat. Koalisi partaipartai
pendukungnya, termasuk Partai Golkar, sama sekali tidak mendapatkan limpahan atau
kenaikan suara pada Pemilu 2009. Fenomena ini mungkin akan terulang kembali pada
tahun 2014. Masuknya seluruh partai Islam dalam koalisi pendukung SBY Boedino,
tidak akan berdampak signifikan bagi peroleh suara partai Islam pada Pemilu mendatang.
Hal itu bisa kita lihat dari berbagai hasil survei yang saat ini banyak dirilis.
Faktor lain yang menyebabkan terus menurunnya suara partai Islam adalah
20
sulitnya menemukan isuisu strategis yang mereka perjuangkan dalam Pemilu. Meskipun
masyarakat Indonesia beragama Islam, namun isu penegakan syariat Islam secara formal
baik di level negara melalui perjuangan memasukkan Piagam Jakarta dalam amandemen
UUD 1945, atau lewat daerah melalui Perdaperda Syari’ah, nampaknya tidak banyak
menarik perhatian dan dukungan publik. Bahkan, dalam amandemen UUD 1945 tahun
2002, hanya PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang
getol mendukung usulan soal Piagam Jakarta ini.
Dan seperti yang kita ketahui, upaya memasukkan Piagam Jakarta dalam
amandemen UUD 1945 ini mengalami kegagalan. Selain tidak mendapat dukungan dari
Partaipartai lain, organisasi Islam moderat di Indonesia seperti Muhammadiyah dan NU
juga tidak mendukung upaya itu.31 Isu formalisasi syariat Islam ini memang masih
menjadi sesuatu yang sensitif dan tidak banyak diminati oleh masyarakat Indonesia.
Mereka lebih meminati dan tertarik pada isu isu politik yang berkaitan langsung dengan
kebutuhan mereka dan perbaikan bangsa Indonesia ke depan. Sebagai satusatunya Partai
Islam yang mengalami lonjakan suara luar biasa pada Pemilu 2004, dalam kampanyenya
PKS tidak memperjuangkan isu penegakan syariat Islam. Kampanye mereka dengan
slogan “Bersih dan Peduli”, ternyata diminati publik dan mendapatkan momentum yang
tepat. Menurut Giora Eliraz, kemenangan PKS dalam Pemilu 2004 karena mereka bisa
membangun citra sebagai partai yang anti korupsi, bersih, dan peduli pada problem
masyarakat. Mereka juga berusaha menampilkan diri sebagai partai Islam yang terbuka
dan pluralis.32
Dalam soal isu syariat Islam ini, kita patut mendiskusikan sedikit tentang
fenomena Perda Syariat yang masih marak di Indonesia pasca reformasi. Pasca kegagalan
perjuangan penegakan syariat Islam di level negara melalui amandemen UUD 1945 tahun
2002, ternyata perjuangan penegakan syariat Islam tidak berhenti. Mereka berjuang di
level daerah melalui kerjasama antara organisasiorganisasi Islam radikal dan partai
politik. Namun, perjuangan Perda Syariat ini bukan hanya menjadi monopoli partaipartai
31 Luthi Assyaukanie, ‘The Rise of Religious Bylwas in Indonesia’, RSIS Commentaries, 29 Maret 2007.
32 Giora Eliraz, Islam and Polity in Indonesia: An Intriguing Case Study, Research Monographs on the
Muslim World, Series No 1, Paper No 5, February 2007, Washington DC: Hudson Institute, 2007, hal. 12
16.
21
Islam. Banyak partaipartai nasionalis seperti Partai Demokrat dan Partai Golkar yang
juga mendukung penerapan Perda itu. Menurut Robin Bush yang melalukan penelitian
komprehensif tentang persoalan ini, dukungan partaipartai nasionalis banyak dikaitkan
dengan pragmatisme politik untuk meraih dukungan dari pemilih dalam berbagai
pemilihan kepala daerah. Mereka mendukung itu karena untuk menunjukkan identitas
dan keberpihakannya pada umat Islam.33 Namun, jika kita perhatikan hasil Pemilu 2009,
partaipartai Islam tidak banyak mendapatkan manfaat nyata dari dukungannya terhadap
isu penegakan Syariat Islam secara formal. Dari situ nampak bahwa isu syariat Islam
ternyata memang bukan hal yang strategis bagi partai Islam. Partai Islam mestinya harus
memikirkan secara serius apa saja isuisu strategis yang saat ini menarik minat dan
perhatian rakyat.
Menurunnya performa dan suara partai Islam tentu tidak bisa dipisahkan dari
faktor perpecahan dalam tubuh partaipartai Islam. Partai partai Islam banyak
mengalami perpecahan setelah salah satu pihak dikalahkan atau dicurangi pihak lainnya
dalam Kongres atau Muktamar dalam memilih pengurus baru. Hal itu tampak terlihat dari
PKB yang mengalami perpecahan antara kubu Gus Dur dan Muhaimin Iskandar yang
melahirkan PKBI. PAN yang dianggap tidak mengakomodir kubu muda Muhammadiyah
yang akhirnya melahirkan PMB. Konflik PPP yang melahirkan PBR. PBB yang di antara
para pendirinya terjadi konflik dan sebagian pengurusnya mengalami eksodus ke partai
lain. Yang baru baru ini adalah perpecahan kubu “sejahtera” dan kubu “keadilan” dalam
tubuh PKS.34 Konflik internal di kalangan partai Islam itu, sebetulnya bisa dilacak dari
terlalu dominannya tokoh tertentu dalam Partai Islam. Misalnya Amien Rais di PAN, Gus
Dur di PKB, Hilmy Aminuddin di PKS, Hamzah Haz saat itu di PPP, dan sebagainya.
33 Robin Bush, ‘Regional Sharia Regulations in Indonesia: Anomaly or Sympton?’, in G. Fealy and S.
White(eds.), Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia, Singapore: ISEAS, 2008, hal. 188.
Analisis yang senada juga diungkapkan oleh Berhard Platzdasch yang mengemukakan bahwa dukungan
partaipartai nasionalis terhadap Perdaperda syari’ah ini didas
TANTANGAN PARTAI POLITIK ISLAM PADA
SAAT INI
Disusun oleh:
Ahmad Idham
NIM : 0801513032
HI 13 A
Program Studi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia
Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi
persyaratan Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Sistem Sosial dan Politik Indonesia.
Dimana bahan atau sumbersumber yang saya dapatkan atau diperoleh, berasal dari
sumbersumber yang baik dan terpercaya. Baik dari buku, referensi, media massa, hingga
website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar penulisan ilmiah.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan dan saran
yang membangun terhadap makalah ini. Dan penulis ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada Bapak Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin dan Bapak Dr. Ujang Komarudin,
M.Si selaku dosen mata kuliah Sistem Sosial dan Politik Indonesia yang selalu
memberikan bimbingan serta bantuan terhadap makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para pembaca makalah ini. sekian
dan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Hormat Saya,
Ahmad Idham
Penulis
2
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................................4
1.4 Manfaat Pembahasan..............................................................................................4
1.5 Sistematika Penulisan.............................................................................................5
BAB II - KERANGKA PEMIKIRAN.......................................................................6
BAB III – ISI PEMBAHASAN
3.1 Definisi Partai Politik dan Partai Politik Islam.......................................................7
3.2 Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik Islam................................................9
3.3 Partai Politik Islam Pada Saat Ini............................................................................13
BAB IV - KESIMPULAN..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum di Indonesia yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1955, sampai
masa orde baru serta reformasi saat ini menunjukkan bahwa partai-partai politik islam
tidak pernah berhasil memenangkan pemilu. Kita bisa lihat kembali sejak pemilu 1955,
partai politik Islam yang diwakili partai Masyumi, partai NU, PSII, PERTI, dan PPTI
hanya berhasil mengantungi dukungan suara 43,5 persen. Dalam pemilu 1999 yang
bersifat multi partai dan demokratis, partai politik Islam yaitu PPP, PBB, Partai Keadilan,
PNU, PKU, PSII dan PP kembali mengalami kekalahan dan hanya mampu
mengumpulkan dukungan suara sebesar 18,8 persen. Perolehan suara tersebut menurun
dibandingkan hasil pemilu 1955, di mana terdapat penurunan suara yang begitu
signifikan sebesar 25,32 persen. Kalau digabung perolehan suara dua partai yang berbasis
massa Islam yaitu PKB dan PAN yang tidak mendasarkan asasnya pada Islam, yang
memperoleh dukungan suara sebesar 18,8 persen, maka keseluruhan perolehan suara
parpol Islam dan parpol berbasis massa Islam pada pemilu 1999, hanya 37,19 persen,
yang berarti terjadi penurunan perolehan suara sebesar 6,31 persen dibanding hasil
pemilu 1955.1
Seringnya kekalahan-kekalahan yang dialami partai-partai politik Islam tersebut
bisa disebabkan karena beberapa faktor, diantara banyak faktor tersebut, terdapat salah
satu faktor utama yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat meliputi
internal partai politik islam itu sendiri maupun internal umat islam. Kelemahan internal
partai politik islam salah satunya adalah kepemimpinan dan manajemen. Parpol Islam
dapat dikatakan agak lemah dalam manajemen konflik, sehingga selalu dirundung
perpecahan. Pada hal sumber perpecahan umumnya bukan dari hal-hal yang bersifat
perinsipil, tetapi hanya konflik kepentingan seperti persaingan antar tokoh dalam
1 Musni Umar, Islam dan Demokrasi di Indonesia: Kemenangan Abangan dan Sekuler (Jakarta: INSED
2004), 112-113.
4
memperebutkan posisi puncak di partai misalnya dalam muktamar atau kongres seorang
kandidat kalah dalam pemilihan ketua umum, kemudian yang kalah disingkirkan lalu
mendirikan partai baru dengan membawa gerbong pendukungnya. Kondisi semacam ini
melemahkan Parpol Islam, kendatipun dialami juga parpol-parpol sekuler. Pada hal
konflik merupakan dinamika yang tidak mungkin dicegah, tetapi yang terpenting
bagaimana mengelola konflik supaya berbagai perbedaan serta konflik kepentingan tetap
dapat dipersatukan.2
Sehubungan dengan tema yang diangkat makalah ini tentang Partai Politik Islam :
Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini. Artikel ini berusaha menjawab
pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: bagaimana sesungguhnya kondisi partai Islam?
Apa saja problemproblem yang dihadapi partai Islam? Langkah strategis seperti apa
yang harus dilakukan agar partai Islam tidak semakin terpuruk? Artikel ini menunjukkan
bahwa ada problem internal dan eksternal dalam partai Islam yang harus segera dijawab
jika partaipartai Islam ingin segera merumuskan jalan barunya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa masalah dan tantangan partai politik islam pada saat ini?
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami apa saja masalah dan tantangan partai politik islam pada saat ini
1.4. Manfaat Penulisan
Pembaca diharapkan dapat mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih ketika
membaca makalah yang berjudul Partai Politik Islam : Masalah dan Tantangan Partai
Politik Islam Pada Saat Ini. dan tentang bagaimana dan apa saja masalah serta tantangan
partai politik islam pada saat ini
2 Ibid, hlm 115
5
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I
Berisikan tentang latar belakang masalah yang terdapat dalam Partai Politik Islam
: Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini. Beserta rumusan masalah,
tujuan pembahasan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan yang akan dijelaskan
secara rinci dan teratur.
BAB II
Berisikan kerangka pemikiran sebagai pembuka sebelum memasuki isi dari
makalah
BAB III
Berisikan Isi / Pembahasan dari makalah ini yang membahas tentang pengertian
atau definisi Partai Politik dan Politik Islam, Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik
Islam, Dan Partai Politik Islam Pada Saat Ini berserta contoh kasus.
BAB IV
Berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada dimakalah ini
6
BAB II
2.1. Kerangka Pemikiran
Munculnya partaipartai islam di Indonesia disinyalir sebagai bentuk dari
keinginan formaliasi islam di Indonesia. Wawasan politik kaum awam yang masih
bercorak paternalistik di satu pihak, serta kepentingan melihat politik sebagai pemenuhan
kebutuhan sesaat di pihak lain, merupakan kendala yang tidak kecil. Soal politik bukan
sekadar soal menyalurkan aspirasi untuk menegakkan kepemimpinan negara (imamah)
semata, tapi soal menata kehidupan secara lebih maslahat bagi umat.3
Penelusuran terhadap sejarah perpolitikan di Indonesia dapat dilakukan dengan
berbagai cara sehingga dapat digunakan untuk mengungkap perjalanan perubahan sistem
politik umat Islam di Indonesia. Berpikir secara dialektis akan terlihat perjalanan sejarah
sebagai sesuatu yang mapan dan mendapat reaksi hingga pada akhirnya melahirkan
sintesa baru. Pendekatan ini tentu dapat digunakan untuk mengamati perjalanan sejarah
partai politik Islam dan politik di Indonesia sebagai umat mayoritas yang memeluk
agama Islam. Keberadaan umat Islam di negara ini sering menjadi bahan pembicaraan
dan peranannya pun mengalami pasang surut. Ia pasang hampir pada setiap permulaan
babak baru, tetapi pada umumnya kemudian surut.4
Islam sebagai salah satu agama yang dianut oleh banyak rakyat Indonesia
memainkan peranan penting dalam perpolitikan di Indonesia. Tetapi, banyaknya parpol
parpol islam di Indonesia memberikan banyak masalah dan tantangan yang dihadapi oleh
parpolparpol islam tersebut.
Tulisan ini bertujuan membicarakan partai politik Islam pada pentas politik di
Indonesia. Untuk mempermudah, penulis mencoba membahas tiga pembahasan, yakni
Definisi Partai Politik dan Partai Politik Islam, Landasan Filosofis Berdirinya Partai
Politik Islam, dan Partai Politik Islam Pada Saat Ini.
3 “Islam dan Politik”, Nahdatul Ulama, accessed September 27, 2014 http://www.nu.or.id/a,public
m,dinamics,detailids,6id,50799lang,idc,taushiyaht,Islam+dan+Politik.phpx
4 Deliar Noer, "Islam dan Politik: Mayoritas dalam Minoritas" dalam Prisma, No.5 Thn. XVII, 1988,
hlm.3.
7
BAB III
3.1. Definisi Partai Poltik dan Partai Politik Islam
Definisi Partai Politik
Partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang seazas, sehaluan, dan
setujuan terutama dibidang politik.5 Miriam Budiardjo berpendapat bahwa secara umum
dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan citacita yang sama, yakni yang
bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan–kebijaksanaan
mereka.6
Lain halnya dengan Bambang Cipto yang mempunyai pandangan bahwa partai
politik merupakan peralihan jangka panjang dari istilah fraksi yang jauh lebih tua
umurnya, sifat peralihan ini menyebabkan proses pengakuan masyarakat politik terhadap
keberadaan partai penuh dengan kesukaran dan rintangan.7
Menurut Sumarno dan Yeni Lukiswara, Partai Politik merupakan sekelompok
manusia yang mengorganisir dirinya dalam bentuk organisasi politik yang didasarkan
pada suatu ideologi, dengan maksud untuk memperoleh atau merebut suatu kekuasaan
didalam pemerintah. Jadi partai politik merupakan perantara yang menghubungkan
kekuatankekuatan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah.8
Definisi lainnya dikemukakan oleh Cheppy Haricahyono, dalam bukunya “ilmu
politik dan perspektifnya” mengatakan bahwa partai politik adalah sekelompok manusia
yang secara bersamasama menyetujui prinsipprinsip tertentu untuk mengabdi dan
melindungi kepntingan nasional.9
5 Marbun. BN, Kamus Politik, Jakarta : Pustaka Sinar harapan, 2004, hlm 402
6 Miriam Budiarjo, Dasardasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, cetXIX, 1993, hlm 160
7Bambang Cipto, Prospek dan Tantangan Partai Politik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996, hlm 7
8 Sumarno dan Yeni R.Lukiswara, Pengantar Study Ilmu Politik, Bandung : Citra Adtya Bakti, 1992, hlm
62
9 Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik Dan Perspektifnya, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1991, hlm
8
Sedangkan menurut Deliar Noer, Partai politik merupakan himpunan orangorang
yang seideologi atau tempat/wadah penyaringan dan pembulatan, serta tempat
berkumpulnya orang – orang yang seide, citacita dan kepentingan.10
Jadi partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan citacita
untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara, melalui
pemilihan umum.11
Definisi Partai Politik Islam
Dari berbagai pengertian tentang partai politik maka dapat diketahui bahwa
“partai politik Islam” yang penulis maksudkan adalah suatu kelompok orangorang Islam
yang terorganisir dalam suatu wadah organisasi yang meletakkan Islam (Qur’an dan
Hadits ) sebagai dasar dan garis perjuangannya untuk menyampaikan aspirasi, maupun
ide dan citacita umat Islam dalam suatu negara.
Atau dapat dikatakan bahwa “partai Islam” merupakan sekelompok orang yang
beragama Islam kemudian membentuk sebuah organisasi politik, yang yang mempunyai
ciriciri sebagai berikut:
a.
Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah) sebagai azas
dalam menentukan vissi dan mssi perjuangan partai.
b. Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah) sebagai
landasan untuk kemantapan perjuangan partai
c. Partai yang menggunakan Islam sebagai dasar ideologi dalam pembentukan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
192.
10 Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Jakarta : Rajawali, 1983, hlm 209
11 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2002 “Tentang Partai Politik”, Yogyakarta,
2003, hlm 8
9
d. Partai yang mempunyai program perjuangan untuk Islam, umat Islam, serta
kemaslahatan umat, baik lewat jalur parlementer maupun ekstra parlementer.
e. Partai mempunyai mempunyai basis pendukung, kader, dan partisan yang
keseluruhannya beragama Islam.
Ciri diatas merupakan cirikhas partai politik Islam dan yang termasuk kategori
partai Islam adalah partai Masyumi, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera,
Partai Persatuan Pembangunan, dan masih banyak lagi
3.2. Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik Islam
Partai Politik Islam Sebagai Sebuah Dasar
Berdasarkan kajian terhadap sumber ajaran Islam alQur’an dan sunnah, setiap
muslim meyakini bahwa kedua sumber ajaran tersebut memberikan skema kehidupan
(the scheme of life) yang sangat jelas. Skema kehidupan ini bermakna bahwa masyarakat
yang harus dibangun oleh setiap muslim adalah masyarakat yang tunduk pada kehendak
Ilahi, sehingga klasifikasinya tentang nilai baik dan buruk harus dijadikan kriteria atau
landasan etis dan moral bagi pengembangan seluruh dimensi kehidupan.12 Karenanya
pembumian nilainilai Islami merupakan suatu tuntutan terhadap umat Islam. Agaknya
akan lebih memperjelas masalah dengan mengutip ungkapan yang ditulis oleh H.A.R.
Gibb dalam bukunya Wither Islam, bahwa bukan hanya a system of theology, lebih dari
itu. Islam merupakan a complete civilization. Dengan nada yang konfirmatif Nasir
mengatakan bahwa Islam tidak dapat dipisahkan dari seluruh dimensi kehidupan. 13
Islam tidak memisahkan persoalanpersoalan rohani dengan persoalan
persoalan dunia, melainkan mencakup kedua segi ini. Hukum Islam (syariat) mengatur
keduanya, hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesamanya.
12 Amin Rais, Cakrawala Islam; Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1987, hlm. 50 51.
13 Dikutip dari Nasir Tamara, “Sejarah Politik Islam Orde Baru”, dalam Prisma, No. 5 Thn. XVII, 1988,
hlm. 1.
10
Menyadari akan hal ini, umat Islam memerlukan kekuasaan politik sebagai instrumen
yang vital bagi pelaksanaan nilainilai Islami. Dalam kitabnya alSiyasah alSyar’iyyah,
Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa nilai (organisasi politik) bagi kehidupan kolektif
manusia merupakan keperluan agama yang terpenting. Tanpa tumpangannya, agama
tidak akan tegak dengan kokoh.14
Muhammad Asad berpendapat bahwa suatu negara dapat menjadi benar
benar Islami hanyalah dengan keharusan pelaksanaan yang sadar dari ajaran Islam
terhadap kehidupan bangsa, dan dengan jalan menyatukan ajaran itu ke dalam undang
undang negara. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara Islam apabila ajaran Islam
tentang sosiopolitik dilaksanakan dalam kehidupan rakyat berdasarkan konstitusi. 15
Untuk mewujudkan cita cita itu memerlukan perjuangan dan
perjalanan yang panjang. Ini telah dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Sebab disadari
sekali bahwa perjuangan melawan segala bentuk kezaliman merupakan suatu hal yang
harus dilaksanakan oleh umat Islam. Prinsip ini diyakini benar oleh umat Islam sehingga
jika tidak dilaksanakan atau tidak tercapai maka mustahil pelaksanaan ajaran Islam secara
benar akan dapat diterapkan dengan baik. Oleh karena itu sangat wajar sekali bila
dikatakan umat Islam Indonesia dikenal sebagai penantangpenantang gigih terhadap
segala bentuk imperialisme.
Para pemimpin umat Islam yang tergabung dalam berbagai partai politik
membangun semangat kebangsaan yang tetap dilandasi benang merah Islam. Warna
perjuangan dalam membentuk suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, tentu tidak
harus terhenti setelah bebasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Sebagai suatu
bangsa yang majemuk—bukan hanya dalam bentuk perbedaan suku dan adat namun yang
lebih serius adalah pada dataran perbedaan keyakinan dan agama—tentu menimbulkan
berbagai perbedaan kehendak dalam mewarnai bangsa dan negara ini. Akibatnya yang
14 Ibnu Taimiyah, alSiyasash alSyar’iyyah, Kairo: Dar alKutub al'Arabi, 1952, hlm. 174. Lihat juga
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa Syaykh alIslam Ahmad Ibnu Taimiyah, Jilid XXVIII, disunting oleh
Muhammad Abdurrahman Ibnu Qasim, Riyadh: Matabi’ alRiyadh, 1963, hlm. 62.
15 Amin Rais, Cakrawala Islam..., hlm. 52; Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan,
Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 139140
11
tidak dapat dihindarkan tentu munculnya berbagai pergumulan antara sesama anak
bangsa yang dilatarbelakangi perbedaan agama. Bagi umat Islam, negara yang ingin
dibentuk tentu berdasarkan ajaran Islam, dengan jalan menyatukan ajaran itu ke dalam
konstitusi negara. Inilah tema sentral yang diperjuangkan oleh para pemimpin Islam di
Indonesia yang pertama ketika menjelang proklamasi dan yang kedua pada masa
kemerdekaan.
Berakhirnya masa penjajahan dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menuntut para pemimpin bangsa bekerja keras
untuk menata dan memberikan wajah baru bagi Republik ini. Isu yang paling asasi ialah
menetapkan Dasar Negara. Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia melalui
para pemimpin berupaya konsisten terhadap identitas mereka dengan memperjuangkan
agar nilainilai Islam termaksud dalam konstitusi negara.
Landasan Filosofis Berdirinya Partai Politik Islam di Indonesia
Teori politik Islam harus bertolak dari kaidahkaidah umum, yakni kebebasan,
kesetaraan, keadilan dan supremasi hukum juga konsistensi terhadap prinsip pemilihan
pemimpin, bahwa pemerintah adalah pelaksana hukum dan perundangundangan,
pelindung agama dan bertanggung jawab kepada rakyat. Diantara hak rakyat adalah
memberi nasehat, mengevaluasi memecat dan menggantinya jika diperlukan. Sistem
politik harus harus tegak diatas prinsip syuro, dan syuro menjadi sesuatu yang harus di
tegakkan oleh penguasa.
Sistem politik Islam harus memuat persepsi yang jelas tentang kebebasan politik,
aktifitas politik, partai politik, kritik politik, kebebasan pers, kedudukan wanita, sistem
sosial, ekonomi, pemerataan, kelayakan, independensi peradilan.16
Jika demikian maka perlu juga diketahui beberapa hal yang menjadi landasan
filosofis berdirinya partai Islam, yaitu :
a. Kenyataan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi yaitu: memelihara, mengatur dan
memakmurkan bumi yang merupakan aktifitas politik yang paling otentik.
16 Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid III, hlm 20
12
b. Universalitas Islam telah menjadi inti pemhaman kaum muslimin terhadap konsep
konsep islam dalam seluruh dimensinya. “islam adalah sistem hidup yang universal,
mencakup seluruh aspek, Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat,
moral dan kekuatan, rahmat dn keadilan, kebudayaan dan perundang undangan, ilmu dan
peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara
dan fikroh, akidah yang lurus dan ibadah yang benarbenar keuniversalan itu sebagai inti
dan pokokpokok ajaran islam yang bernilai perintah kepada kaum muslimin untuk
diterapkan secara utuh. Islam adalaha suatu tata hidup yang meliputi agama, politik,
negara, dan masyarakat.17
Selain itu sistim Politik apabila dikaitkan dengan negara maka sistim politik
adalah sebuah konsep yang diterapkan pada situasi konkrit seperti negara. Menurut
Miriam Budiarjo sistim politik ini berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup dan
mencapai tujuan dari masyarakat.18
Salah satu aspek penting dalam sistim politik adalah budaya politik (Political
culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Budaya politik adalah keselurusan dari
pandanganpandangan politik, seperti; normanorma, pola orientasi terhadap politik dan
pandangan hidup pada umumnya.
Bentuk dari budaya politik dalam suatu masyarakat politik di pengaruhi antara
lain oleh sejarah perkembangan dari sistim, oleh agama yang terdapat dalam masyarakat
itu, kesukuan, status sosial, konsep mengenai kekuasaan, kepemimpinan dan sebagainya.
Umumnya dianggap bahwa dalam sistim politik terdapat empat variabel:
1.
Kekuasaan ; sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara lain
2.
membagi sumbersumber di antara kelompokkelompok dalam masyarakat.
Kepentingan ; tujuantujuan yang dikejar oleh pelakupelaku atau kelompok
3.
politik.
Kebijaksanaan ; hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya
17 Nur Mahmudi Isma’il, M. SC, Memilih Partai (visi, misi dan persepsi), Jakarta : Gema Insani Press,
1998, hlm. 34
18 Miriam Budiarjo, DasarDasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta : cetXIX, 1993, hlm 47
13
4.
dalam bentuk perundangundangan
Budaya politik ; orientasi subyektif dari individu terhadap sistim politik.19
Karena beberapa hal itulah maka partai politik Islam mempunyai tujuan untuk
membentuk pemerintahan Indonesia yang berdasarkan ajaran Islam yang kafaah.
Sehingga segala kebijakan yang bersangkutan dengan negara dan masyarakat
diselesaikan secara musyawarah yang merupakan identitas dan perintah Allah dalam al
Qur’an. Sebanarnya Islam merupakan ajaran yang komprehensif dimana didalamnya
juga mengatur banyak hal tentang, ubudiyah, kemaslahatan umat (pranata sosial), serta
untuk tentang prinsipprinsip kenegaraan.
Kendati demikian, kelemahan dari partai politik Islam terletak pada
tingkat organisasi, selain itu Deliar Noer dalam penelitiannya berasumsi bahwa ciri
partai negara berkembang pada umumnya tidak kompetitif dan cenderung pada
popularitas tokoh (publik figure).
3.3 Partai Politik Islam Pada Saat Ini
Kebangkitan Partai Politik Islam Pada Pemilihan Umum (PEMILU)
Diskusi tentang partai Islam hari ini tentu tidak bisa dipisahkan dengan
perkembangan politik umat Islam di Indonesia terutama pasca reformasi. Turunnya
Soeharto pada tahun 1998 memberikan harapan baru bagi umat Islam Indonesia untuk
bisa memperoleh ruang politik yang lebih besar. Pada era Habibie yang menggantikan
Soeharto, umat Islam berusaha memaksimalkan kondisi sosial politik yang ada. Pada saat
yang bersamaan, Habibie mengeluarkan kebijakankebijakan politik yang mendukung
proses transisi menuju demokrasi di Indonesia. Menurut Azyumardi Azra, Habibie
memberikan kontribusi yang signifikan untuk liberalisasi politik. Hal itu tampak pada
kebijakannya untuk memberikan kebebasan pada para tahanan politik, mengatur
kebebasan pers, menghapus kebijakan penerapan Pancasila sebagai asas tunggal, dan
mengakhiri pembatasan jumlah partai politik.20 Kebijakan politik itu tentu memberikan
19 Ibid.
20 Azyumardi Azra, ‘Political Islam in PostSoeharto Era’, dalam Virginia Hooker dan Amin Saikal
14
dampak yang berarti pada dinamika politik dan mempengaruhi pada peran umat Islam
dalam percaturan politik di negeri ini.
Jika pada era Soeharto jumlah partai hanya dibatasi menjadi 3 (tiga), maka pasca
reformasi partai tumbuh bak cendawan di musim hujan. Hampir semua politisi
memanfaatkan euphoria reformasi ini dengan mendirikan partai politik baru. Dan
organisasi sosial keagaman seperti NU dan Muhammadiyah yang sebelumnya lebih fokus
pada kegiatan dakwah dan pendidikan, juga tak ketinggalan ikut mendukung dan
mensponsori pendirian partai baru. Yang menarik, hampir sepertiga dari jumlah total
partai yang berdiri dan lolos sebagai peserta pemilu tahun 1999 itu, terdiri dari partai
partai Islam. Partai Islam berjumlah 42 dari total partai yang mendaftar Pemilu. Yang
dikategorikan sebagai partai Islam adalah partai yang beraskan Islam seperti PBB (Partai
Bulan Bintang), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PK (Partai Keadilan), Partai
Masyumi, PUI (Partai Umat Islam), dan sebagainya. Sebagian partai berasaskan
Pancasila, namun berbasiskan pada organisasi Islam, seperti PKB (Partai Kebangkitan
Bangsa) dan PAN (Partai Amanat Nasional).21 Dari 42 partai Islam yang mendaftarkan
diri, hanya 20 partai Islam yang lolos ikut Pemilu 1999. Yang patut dicatat, inilah era di
mana umat Islam benarbenar bisa mengekspresikan aspirasinya secara formal setelah
hampir selama 4 dekade (19591998) kehendak berpolitiknya melalui jalur formal partai
politik dibelenggu oleh rezim.
Selain ditandai dengan lahirnya partaipartai Islam, era reformasi yang dimulai
dari kepemimpinan Habibie juga ditandai dengan tumbuhnya berbagai organisasi Islam
radikal di Indonesia. Banyak organisasi radikal Islam yang tumbuh memanfaatkan
(editors), Islamic Perspectives on the New Millenium, Singapore: ISEAS, 2004, hal. 140141.
21 Anies Rasyid Baswedan, ‘Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory’, Asian Survey,
Vol. 44, No. 5 (SepOct 2004), hal. 672674. Greg Fealy secara garis besar membagi Partai Islam menjadi
dua: pertama, pluralist Islamic parties (Partai Islam Pluralis) yang beraskan Pancasila namun menampilkan
identitas Islamdan berbasis pada massa Islam seperti PKB dan PAN. Yang kedua, Islamist parties (Partai
Islamis), yaitu partai yang beraskan Islam dan mendukung ideide formalisasi syariat Islam dan
amandemen UUD 1945 yang memasukkan Piagam Djakarta. Yang masuk dalam kategori ini adalah: PPP,
PKS, dan PBB. Lihat Greg Fealy, ‘Divided Majority, Limits of Indonesian Political Islam’, dalam Shahram
Akbarzadeh dan Abdullah Saeed (editors), Islam and Political Legitimacy, London and New York:
RoutledgeCurzon, 2003, hal. 164165.
15
peluang kebijakan rezim ini yang memberikan kesempatan luas bagi masyarakat untuk
mendirikan organisasi, baik berbasis sentimen keagamaan, etnis, profesi, maupun hobi.
Organisasi radikal Islam menjadi tantangan yang serius bagi transisi demokrasi di
Indonesia. Meskipun keberadaan organisasi radikal ini merupakan konsekuensi logis dari
demokrasi dan mereka berhak memanfaatkan proses demokrasi, namun organisasi
organisasi ini banyak digunakan untuk mencapai tujuantujuan yang tidak demokratis.
Tujuan tidak demokratis itu misalnya keinginan untuk mendirikan negara Islam,
pemaksaaan pendapat dan paham keagamaannya, intimidasi terhadap kelompok lain, atau
keinginan untuk mendirikan khilafah Islamiyah serta tidak mengakui negara yang sah.
Kelompokkelompok yang dikategorikan gerakan Islam radikal ini di antaranya adalah:
FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), HTI (Hizbut Tahrir
Indonesia), Lasykar Jihad, Front Hizbullah, Jama’ah alIkhwan al Muslimin Indonesia,
dan sebagainya.22
Meskipun partai Islam pasca reformasi tumbuh bak cendawan di musim hujan dan
mereka optimis akan memenangkan Pemilu 1999. Namun, fakta di lapangan
menunjukkan hasil sebaliknya. Dari total 21 Partai Islam yang lolos Pemilu, hanya 10
Partai Islam yang berhasil memperoleh minimal 1 kursi atau lebih di parlemen. Dari
jumlah total semuanya, partaipartai Islam memperoleh 37 % total suara atau 172 kursi di
DPR. Perinciannya adalah: PPP (58 kursi), PKB (51 kursi), PAN (34 kursi), PBB (13
kursi), PK (7 kursi), PNU (5 kursi), PP (1 kursi), PPII Masyumi(1 kursi), dan PKU (1
kursi). Hasil itu menunjukkan bahwa meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah
Muslim, namun partai Islam tidak mendapatkan dukungan yang signifikan dari
konstituen Islam.23 Sebaliknya, partaipartai nasionalis yang diduga tidak akan
mendapatkan jumlah suara banyak, malah meraup dukungan yang signifikan. PDI
Perjuangan memperoleh suara 33,7 % atau 154 kursi. Partai Golkar yang sebelumnya
22 Bahtiar Effendy, ‘Political Islam in PostSoeharto Indonesia: A Postcript’, dalam Islam and the State
in Indonesia, Ohio & Singapore: Ohio University Press and ISEAS, 2003. Untuk pembahasan yang bagus
mengenai gerakan radikal ini, lihat M Zaki Mubarok, Geneologi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan,
Pemikiran dan Prospek Demokrasi, Jakarta: LP3ES, 2008.
23 Bahtiar Effendy, Ibid, hal. 214. Periksa juga Donald J. Porter, Managing Politics and Islam in
Indonesia, London and New York: RoutledgeCurzon, 2002, hal. 230231.
16
dianggap mengalami senjakala dan kekalahan telak, malah berhasil memperoleh 22,4 %
suara atau 120 kursi di DPR.
Kegagalan partaipartai Islam untuk memenangkan Pemilu pertama di era
reformasi ini, memberikan dampak yang serius pada tokoh dan pimpinan partai Islam.
Harapan mereka untuk memegang tampuk kepemimpinan nasional, tampaknya akan sulit
diraih. Secara garis besar, bisa dikatakan terjadi demoralisasi dalam tubuh partai Islam
pasca Pemilu 1999. Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama, Partaipartai Islam
sepakat untuk berkoalisi dengan mengambil momentum terpolarisasinya dukungan
politik untuk memilih Presiden antara Habibie (Partai Golkar) dan Megawati (PDIP).
Dengan membentuk Poros Tengah, mereka memainkan isu dan kartu Islam dengan
mengusung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Calon Presiden alternatif. Setelah
melalui berbagi likaliku politik dan dinamika politik yang sangat menarik, serta pasca
Pidato Pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR, Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI
ke4 pada tanggal 20 Oktober 1999.24 Sebelumnya, Akbar Tanjung terpilih menjadi
Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan M. Amien Rais terpilih menjadi Ketua MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat). Ketika Gus Dur terpilih menjadi Presiden, gema
takbir dan shalawat Badr terdengar di gedung MPR. 25 Saat itu, banyak yang menyebut
inilah kemenangan Islam dan era pemerintah Indonesia dipegang oleh para santri. Era
kaum santri berkuasa itu, memberikan harapan baru pada partai Islam untuk bisa
berkiprah dan mempunyai masa depan politik yang terang di Indonesia.
Era kejayaan partaipartai Islam di panggung kekuasaan itu ternyata tidak
berlangsung lama. Tak lama setelah Gus Dur menjadi Presiden RI, terjadi konflik di
antara para tokoh Islam dan partai Islam sendiri. Setelah konflik itu semakin memanas
dan tidak bisa didamaikan, akhirnya Gus Dur diimpeach oleh MPR melalui Sidang
Istimewa tahun 2001. Gerakan impeachment terhadap Gus Dur, dilakukan oleh koalisi
Poros Tengah minus PKB bersama PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Jadi, sebagaimana
diungkapkan oleh Azyumardi Azra, sesungguhnya naik dan turunnya Gus Dur
24 R. William Liddle, ‘Indonesia in 1999: Democracy Restored’, Asian Survey, Vol. 40, No. 1, A Survey
of Asia in 1999 (Jan.Feb., 2000), hal. 3637.
25 Greg Fealy, ‘Divided Majority’, hal. 150
17
sesungguhnya disponsori oleh Partai Islam dan organisasi Islam mainstream seperti NU
dan Muhammadiyah.26 Naiknya Megawati sebagai Presiden Republik Indonesia ke5
dengan menggandeng Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden menunjukkan keberhasilan
kembali dari Partai Islam di pentas politik nasional. Sebagaimana diungkapkan oleh Rizal
Sukma, fakta politik ini menunjukkan bahwa Islam telah memainkan faktor penting
dalam sistem dan suksesi politik di Indonesia pasca Soeharto. Politik Islam juga menjadi
semakin diperhitungkan dalam pentas politik nasional.27
Selanjutnya, pada Pemilu 2004, suara partaipartai Islam secara total meningkat
sedikit dibandingkan Pemilu 1999. Jika pada Pemilu 1999 total suara mereka mencapai
36,3 %, maka pada tahun 2004 mereka memperoleh 41%. Namun, Pemilu 2004
menandai tumbangnya banyak partai Islam di parlemen karena kebanyakan dari mereka
tidak mencapai angka ambang batas suara di parlemen (parliamentary threshold). Selain
itu, di antara banyak partai Islam, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang
merupakan wajah baru dari PK (Partai Keadilan) yang memperoleh lonjakan suara luar
biasa.28 Pada Pemilu tahun 2004 itu, Partai Golkar tampil sebagai pemenang dengan
memperoleh suara 21,6%, disusul PDIP 18,5%, dan Partai Demokrat 7,45%. Sedangkan
jumlah total partapartai kecil lainnya adalah 17,3%.29 Meskipun pada Pemilu 2004 ini
partaipartai Islam tidak tampil sebagai pemenang, namun hampir semua kandidat
Presiden dan Wakil Presiden memperhatikan sentimen dan isu Islam sebagai faktor yang
penting. Hampir semua kandidat berusaha melakukan koalisi antara Islam dan Nasionalis.
Jika Capresnya dari partai Islam atau kalangan Islam, maka Wapresnya dari kalangan
Nasionalis, begitupun sebaliknya.
26 Azyumardi Azra, Islam, Indonesia, and Democracy, Jakarta: ICIP & Equinox Publishing, 2006, hal.
124
27 Rizal Sukma, Islam in Indonesian Foreign Policy, London and New York: RoultedgeCurzon
Publishing, 2003, hal. 99100 dan 123.
28 Perincian suara Partai Islam secara garis besar di parlemen adalah sebagai berikut: PPP 11 % pada
tahun 1999 dan 8 % pada 2004; PKB memperoleh 13 % pada 1999 dan 11 % pada 2004; PAN 7 % di tahun
1999 dan 6,4di 2004; PKS 1,36 % pada 1999 dan 7,34 % ada 2004; PBB 1,94 % pada 1999 dan 2,62 %
pada 2004. Lihat Adhi Priamarizki, ‘Indonesia’s National Elections: Islamic Parties at the Crossroads’,
RISS Commentaries, No. 005/2013 dated 9 January 2013.
29 KPU (Komisi Pemilihan Umum), http://www.kpu.go.id/suara/hasilsuara_dpr_sah.php, 10 Januari
2014.
18
Walaupun faktor Islam mempengaruhi politik Indonesia semenjak tahun 1999
hingga 2004 dan setelah itu hampir semua partai Islam masuk ke lingkaran kekuasaan
sejak era Gus Dur, Megawati, dan SBY, namun hasil Pemilu tahun 2009 tidaklah seperti
yang mereka harapkan. Bahkan, Pemilu tahun 2009 menjadi Pemilu yang paling
menyedihkan bagi partaipartai Islam. Pada Pemilu itu, total suara partaipartai Islam
adalah yang terburuk jika dibandingkan dengan Pemilu tahun 1955 (44 %) dan Pemilu
setelahnya. Jika pada Pemilu 2004 mereka memperoleh 41 %, suara mereka turun drastis
menjadi hanya 29,2 persen pada 2009.14 Yang lebih ironis, hanya 4 parpol Islam yang
berhasil lolos parliamentary treshold (ambang batas suara di parlemen) pada Pemilu
tahun 2004 itu, yaitu: PKS, PAN, PKB, dan PPP.
Kondisi ini semakin menguatkan banyak pendapat sebelumnya bahwa
meskipun mayoritas bangsa Indonesia adalah Muslim, namun fakta itu tidak berkorelasi
positif terhadap tingkat keterpilihan partaipartai Islam. Selain itu, ekspresi keislaman
orang Indonesia yang semakin meningkat terutama pasca 1998 melalui banyak jalur
seperti ekonomi, spiritualitas, budaya, dan politik sebagaimana dijelaskan oleh Greg
Fealy dan Sally White, sepertinya tidak banyak berpengaruh pada perolehan suara partai
Islam.30
Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini
Jika kita perhatikan dari rangkaian perkembangan partai Islam pasca reformasi,
tampaknya selain pandangan bahwa meningkatnya Islamisasi atau santrinisasi di
Indonesia yang tidak berkorelasi positif dengan peningkatan perolehan suara partaipartai
Islam, ada fakta politik lain yang juga sedang terjadi. Fakta politik itu adalah bahwa
meskipun Partai Islam masuk ke kekuasaan sejak Pemilu 1999 hingga 2009 kemarin,
namun keberadaan mereka di pemerintahan tidak banyak menimbulkan dampak pada
peningkatan suara Partaipartai Islam. Memang partai Islam ketika berkuasa
30 Sunny Tanuwidjaya, ‘Political Islam and Islamic Parties in Indonesia: Critically Assessing the
Evidence of Islam’s Political Decline’, Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and
Strategis Affairs, Volume 32, Number 1, April 2010, hal. 30.
19
mendapatkan resources dan capital yang cukup untuk membiayai partai politik yang
tidak murah. Mereka juga bisa menggunakan sumber daya negara untuk menguatkan
programprogram partainya. Selain itu, jika partaipartai Islam berkuasa, diasumsikan
bahwa masyarakat dan umat Islam akan lebih mendapatkan manfaat karena bisa
mengakses programprogram pemerintah.
Namun, tampaknya masuknya partai Islam ke kekuasaan tidak banyak
menimbulkan efek pada peningkatan suara mereka di Pemilu. Yang mereka dapatkan
adalah sekedar mempertahankan perolehan suara agar tetap lolos electoral and
parliamentary threshold. Kasus Partai Bulan Bintang (PBB) yang pada tahun 2004
menjadi sponsor utama pencalonan SBY dan JK, bisa diambil sebagai salah satu contoh.
Pada Pemilu 2009, PBB malah mengalami penurunan suara yang signifikan dan tidak
lolos ambang batas suara di parlemen. Mungkin ada faktor lain yang menyebabkan
“musibah” politik ini, misalnya dicopotnya Yusril Ihza Mahendra dari kedudukannya
sebagai Menteri Sekretaris Negara pada tahun 2006. Namun, secara garis besar partai
Islam mengalami fenomena yang sama, yaitu turunnya suara mereka dibandingkan pada
Pemilu 2004. Hanya PKS saja yang suaranya naik, namun itu sangat tidak signifikan
dibandingkan lonjakan suara mereka pada tahun 2004. Dan pada Pemilu 2009, kita lihat
memang semua partai politik mengalami penurunan suara yang signifikan, kecuali Partai
Demokrat. Meskipun hampir semua partai politik, minus PDIP dan PBR (Partai Bintang
Reformasi), waktu itu masuk ke pemerintahan, hanya Partai Demokrat yang mengalami
lonjakan suara 3 kali lipat. Perolehan Partai Demokrat pada Pemilu 2004 adalah 7,45 %,
pada Pemilu 2009 suara mereka naik drastis menjadi 20,85 %.
Dari situ tampak terlihat bahwa yang mendapatkan manfaaat dan berkah politik
dari keberhasilan Pemerintahan SBYJK hanyalah Partai Demokrat. Koalisi partaipartai
pendukungnya, termasuk Partai Golkar, sama sekali tidak mendapatkan limpahan atau
kenaikan suara pada Pemilu 2009. Fenomena ini mungkin akan terulang kembali pada
tahun 2014. Masuknya seluruh partai Islam dalam koalisi pendukung SBY Boedino,
tidak akan berdampak signifikan bagi peroleh suara partai Islam pada Pemilu mendatang.
Hal itu bisa kita lihat dari berbagai hasil survei yang saat ini banyak dirilis.
Faktor lain yang menyebabkan terus menurunnya suara partai Islam adalah
20
sulitnya menemukan isuisu strategis yang mereka perjuangkan dalam Pemilu. Meskipun
masyarakat Indonesia beragama Islam, namun isu penegakan syariat Islam secara formal
baik di level negara melalui perjuangan memasukkan Piagam Jakarta dalam amandemen
UUD 1945, atau lewat daerah melalui Perdaperda Syari’ah, nampaknya tidak banyak
menarik perhatian dan dukungan publik. Bahkan, dalam amandemen UUD 1945 tahun
2002, hanya PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang
getol mendukung usulan soal Piagam Jakarta ini.
Dan seperti yang kita ketahui, upaya memasukkan Piagam Jakarta dalam
amandemen UUD 1945 ini mengalami kegagalan. Selain tidak mendapat dukungan dari
Partaipartai lain, organisasi Islam moderat di Indonesia seperti Muhammadiyah dan NU
juga tidak mendukung upaya itu.31 Isu formalisasi syariat Islam ini memang masih
menjadi sesuatu yang sensitif dan tidak banyak diminati oleh masyarakat Indonesia.
Mereka lebih meminati dan tertarik pada isu isu politik yang berkaitan langsung dengan
kebutuhan mereka dan perbaikan bangsa Indonesia ke depan. Sebagai satusatunya Partai
Islam yang mengalami lonjakan suara luar biasa pada Pemilu 2004, dalam kampanyenya
PKS tidak memperjuangkan isu penegakan syariat Islam. Kampanye mereka dengan
slogan “Bersih dan Peduli”, ternyata diminati publik dan mendapatkan momentum yang
tepat. Menurut Giora Eliraz, kemenangan PKS dalam Pemilu 2004 karena mereka bisa
membangun citra sebagai partai yang anti korupsi, bersih, dan peduli pada problem
masyarakat. Mereka juga berusaha menampilkan diri sebagai partai Islam yang terbuka
dan pluralis.32
Dalam soal isu syariat Islam ini, kita patut mendiskusikan sedikit tentang
fenomena Perda Syariat yang masih marak di Indonesia pasca reformasi. Pasca kegagalan
perjuangan penegakan syariat Islam di level negara melalui amandemen UUD 1945 tahun
2002, ternyata perjuangan penegakan syariat Islam tidak berhenti. Mereka berjuang di
level daerah melalui kerjasama antara organisasiorganisasi Islam radikal dan partai
politik. Namun, perjuangan Perda Syariat ini bukan hanya menjadi monopoli partaipartai
31 Luthi Assyaukanie, ‘The Rise of Religious Bylwas in Indonesia’, RSIS Commentaries, 29 Maret 2007.
32 Giora Eliraz, Islam and Polity in Indonesia: An Intriguing Case Study, Research Monographs on the
Muslim World, Series No 1, Paper No 5, February 2007, Washington DC: Hudson Institute, 2007, hal. 12
16.
21
Islam. Banyak partaipartai nasionalis seperti Partai Demokrat dan Partai Golkar yang
juga mendukung penerapan Perda itu. Menurut Robin Bush yang melalukan penelitian
komprehensif tentang persoalan ini, dukungan partaipartai nasionalis banyak dikaitkan
dengan pragmatisme politik untuk meraih dukungan dari pemilih dalam berbagai
pemilihan kepala daerah. Mereka mendukung itu karena untuk menunjukkan identitas
dan keberpihakannya pada umat Islam.33 Namun, jika kita perhatikan hasil Pemilu 2009,
partaipartai Islam tidak banyak mendapatkan manfaat nyata dari dukungannya terhadap
isu penegakan Syariat Islam secara formal. Dari situ nampak bahwa isu syariat Islam
ternyata memang bukan hal yang strategis bagi partai Islam. Partai Islam mestinya harus
memikirkan secara serius apa saja isuisu strategis yang saat ini menarik minat dan
perhatian rakyat.
Menurunnya performa dan suara partai Islam tentu tidak bisa dipisahkan dari
faktor perpecahan dalam tubuh partaipartai Islam. Partai partai Islam banyak
mengalami perpecahan setelah salah satu pihak dikalahkan atau dicurangi pihak lainnya
dalam Kongres atau Muktamar dalam memilih pengurus baru. Hal itu tampak terlihat dari
PKB yang mengalami perpecahan antara kubu Gus Dur dan Muhaimin Iskandar yang
melahirkan PKBI. PAN yang dianggap tidak mengakomodir kubu muda Muhammadiyah
yang akhirnya melahirkan PMB. Konflik PPP yang melahirkan PBR. PBB yang di antara
para pendirinya terjadi konflik dan sebagian pengurusnya mengalami eksodus ke partai
lain. Yang baru baru ini adalah perpecahan kubu “sejahtera” dan kubu “keadilan” dalam
tubuh PKS.34 Konflik internal di kalangan partai Islam itu, sebetulnya bisa dilacak dari
terlalu dominannya tokoh tertentu dalam Partai Islam. Misalnya Amien Rais di PAN, Gus
Dur di PKB, Hilmy Aminuddin di PKS, Hamzah Haz saat itu di PPP, dan sebagainya.
33 Robin Bush, ‘Regional Sharia Regulations in Indonesia: Anomaly or Sympton?’, in G. Fealy and S.
White(eds.), Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia, Singapore: ISEAS, 2008, hal. 188.
Analisis yang senada juga diungkapkan oleh Berhard Platzdasch yang mengemukakan bahwa dukungan
partaipartai nasionalis terhadap Perdaperda syari’ah ini didas