Kajian Etnobotani dan Etnofarmakologi Ba

LAPORAN UJIAN TENGAH SEMESTER ETNOBOTANI DAN ETNOFARMAKOLOGI
Kajian Etnobotani dan Etnofarmakologi Bahan-Bahan Utama Jamu Gendong
Sebagai Obat Herbal Tradisional dari Etnik Jawa

Oleh:
Dicky Kurniawan
1400810003

Program Studi Bioteknologi dan Neurosains
Fakultas Ilmu Hayati
Universitas Surya
Tangerang
2016

Kajian Etnobotani dan Etnofarmakologi Bahan-Bahan Utama Jamu
Gendong Sebagai Obat Herbal Tradisional dari Etnik Jawa
PENDAHULUAN
Jamu merupakan pengobatan herbal tradisional asli dari Indonesia, dengan ramuan alami
yang diracik menggunakan bagian-bagian tumbuhan tanpa bahan kimia adiktif. Jamu identik dengan
uda a Ja a, istilah a erasal dari ahasa Ja a Ku o, aitu dja pi a g erarti pe e uha
dengan ramua o at atau doa da ajia , serta oesodo yang berarti kesehatan. Istilah jamu muncul

sekitar abad ke- hi gga
a g erujuk pada kata dja pi , seda gka kata oesodo telah jarang
digunakan. Jamu telah dikenal sejak zaman nenek moyang sebelum ilmu pengobatan modern masuk
ke Indonesia (Jamu Indonesia, 2016).
Jamu telah ada di Indonesia sejak sangat lama. Terdapat relief di candi Borobudur yang
merupakan peninggalan kerajaan Hindu dan Buddha pada abad ke-8, mendeskripsikan penggunaan
jamu racikan alami untuk pemeliharaan kesehatan. Pada prasasti Madhawapura yang merupakan
peninggalan kerajaan Hindu Majapahit, dijabarkan tentang adanya profesi peracik jamu yang disebut
de ga istilah a araki . Ramuan jamu digunakan turun-temurun dan digunakan hingga saat ini untuk
pengobatan seluruh kalangan masyarakat Indonesia (Jamu Indonesia, 2016).
Di zaman modern ini, telah banyak diproduksi berbagai macam obat dari pabrik farmasi
karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, tidak jarang masyarakat lebih
menggemari jamu tradisional yang dibuat secara langsung dari bahan dasar alaminya berupa berbagai
bagian dari tanaman yang tersedia secara bervariasi dan melimpah di negeri ini. Tidak sedikit
masyarakat yang masih berprofesi sebagai tukang jamu. Salah satu yang umum ditemukan adalah
tukang jamu gendong tradisional yang umumnya dilakukan oleh kalangan perempuan (Wulandari dan
Azrianingsih, 2014).
Jamu gendong tradisional dibuat secara langsung menggunakan berbagai bagian tumbuhan
yang diperoleh dari alam. Bahan kimia tambahan seperti pengawet tidak ditambahkan dalam proses
penyajiannya. Oleh karena itu, penjualannya pun harus dilakukan dalam jangka waktu hari di mana

jamu tersebut dibuat. Tujuannya untuk menjaga kesegaran dan efektivitas jamu agar khasiatnya dapat
dirasakan para konsumen. Ramuan herbal turun-temurun ini juga relatif aman jika dikonsumsi dengan
takaran yang tepat Rofi’ah,
. Hal-hal tersebut membuat jamu gendong tradisional menjadi salah
satu tipe pengobatan herbal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data jenis jamu gendong tradisional berserta
bagian tanaman yang digunakan, khasiat kegunaannya berdasarkan wawancara dari perspektif
informan, dan menjelaskan setiap jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan utama jamu dari studi
literatur etnobotani dan etnofarmakologi. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara secara langsung kepada informan dan studi literatur.
Proses wawancara dilakukan pada Rabu, 5 Oktober 2016. Lokasinya adalah Jalan Komplek
Permata Pamulang, kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Pada lokasi tersebut, masih
dapat ditemukan beberapa produsen penggiat jamu tradisional yang berjualan mulai dari jamu
gendong, sepeda, hingga kios jamu. Masyarakat sekitar masih banyak yang antusias menggunakan
jamu untuk dikonsumsi sebagai alternatif pengobatan sehari-hari dalam memulihkan keadaan tubuh.

Figur 1 dan 2. Lokasi dilakukannya proses wawancara (sumber: Google Maps, 2016).
Informan dalam wawancara penelitian ini adalah Ibu Ruminah atau yang sering disapa Mbok
Ru. Beliau merupakan penjual jamu gendong tradisional yang berasal dari daerah Bumiayu, kabupaten
Brebes, Jawa Tengah. Ibu Ruminah telah bekerja dibidang pengobatan jamu tradisonal selama 25

tahun. Ilmu pengobatan jamu tradisional dipelajari beliau dari temannya, saat sedang berada di kota
Solo.

Figur 3. Ibu Ruminah (Mbok Ru) sedang menggendong jamu tradisional dagangannya.
Kota Solo merupakan salah satu kota yang terkenal akan budaya di Indonesia. Kota Solo
berasal dari daerah bernama Solo yang merupakan desa yang telah ada sejak abad ke-18. Solo
memiliki arti dataran, yaitu daerah dataran di tepi sungai besar yang bernama Bengawan Solo (Pratiwi,
2009). Desa Solo berubah namanya menjadi Surakarta Hadiningrat dipertengahan abad tersebut,
namun masih dikenal sebagai Solo hingga sekarang (Rahajeng, 2007).

Surakarta terletak di antara gunung Merapi, Merbabu, dan Lawu. Kota ini dibatasi oleh Sungai
Bengawan Solo dan dibelah oleh Kali Pepe (Rahajeng, 2007). Secara geografis, daerah Surakarta
terletak di antara 110º4 ’

º ’
BT dan 73 º 6’
– º ’
LS. Kota dengan luas wilayah
44km² ini berbatasan langsung dengan kabupaten Karanganyar, Boyolali, dan Sukoharjo. Terdapat 5
kecamatan yang ada di Surakarta (Pratiwi, 2009).


Figur 4. Peta administrasi daerah Solo (IT PN Surakarta, 2014).
Masyarakat Surakarta sangat kental dengan kebudayaan Jawa. Tata bahasa, etika, perilaku,
dan adat istiadat Jawa masih sangat tertanam pada masyarakat asli Surakarta. Masyarakat setempat
masih menanamkan ajaran leluhur yang terus diturunkan, seperti tepo seliro, yaitu penuh empati dan
saling menghormati antar sesama makhluk hidup. Terdapat pula istilah mikul dhuwur mendhem jero,
yaitu keharusan untuk tetap menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kita sebagai
ciptaan Tuhan, di manapun kita berada (Pratiwi, 2009).
Mayoritas orang Surakarta berasal dari etnik Jawa. Beberapa karakteristik dan sirat penduduk
Surakarta adalah sangat dipengaruhi kebudayaan dan kepercayaan Jawa, bertatakrama Jawa sangat
kental, pelan, punya tujuan, bergerak, dan pasti, serta memiliki jiwa seni dan usaha (Pratiwi, 2009).
Salah satu usaha yang terkenal dari Solo adalah berjualan jamu. Menurut Beers (2001), dalam bukunya
a g erjudul Ja u: “e i Pe go ata Her al Tradisio al I do esia Jamu: The Ancient Indonesian
Art of Herbal Healing), Solo merupakan salah satu tempat asal berkembangnya pengobatan jamu
tradisonal. Sekarang, jamu tradisional ini telah menyebar hingga berbagai daerah di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 6 jenis jamu tradisional yang dibuat secara alami oleh
informan. Keenam jenis jamu tersebut adalah jamu kunir asem, jamu sirih, jamu pahitan, jamu
temulawak, jamu jahe, dan jamu beras kencur. Setiap jamu memiliki bahan dasar dan khasiat yang

berbeda-beda. Bahan-bahan pembuatan jamu diperoleh dari daerah asal informan di Bumiayu atau
dibeli di Pasar Ciputat, jika bahan dari kampungnya telah habis.

1. Jamu Kunir Asem

Figur 5. Jamu kunir asam atau kunyit asam (sumber: masakbagus.com, 2015).
Jamu kunir asem memiliki bahan utama rhizoma kunyit (Curcuma longa L. atau Curcuma
domestica Valeton) dan buah asam jawa (Tamarindus indica L.). Menurut informan, jamu kunir asem
bermanfaat untuk mencerahkan kulit, melancarkan dan mengurangi nyeri menstruasi, menghilangkan
bau badan, mengobati batuk, antiradang, dan sebagai sumber serat. Jamu kunir asem banyak digemari
dan dikonsumsi oleh kalangan perempuan.
Secara umum, proses pembuatan jamu kunir asem untuk ukuran botol besar adalah sebagai
berikut (Utomo, 2015): rimpang kunyit yang telah dikupas (500 gram) dihaluskan hingga diperoleh
sarinya dan kemudian disaring. Hasil penyaringan direbus hingga mendidih dalam 2 liter air dan
ditambahkan dengan asam jawa (500 gram), gula merah (250 gram), dan garam secukupnya. Setelah
didinginkan, jamu kunir asem siap disajikan.

Figur 6 dan 7. Tanaman kunyit beserta rimpangnya (sumber: Pharmacognosy, 2012) dan buah asam
jawa atau tamarin (sumber: Tramil, 2010).


Kunyit merupakan tumbuhan berbentuk semak yang termasuk dalam famili zingiberaceae.
Daun kunyit berbentuk lanset memanjang dengan helaian sebanyak 3-8 buah. Tingginya sekitar 70cm.
Rhizoma kunyit mengandung zat warna kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin,
desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Minyak atsiri juga terkandung pada kunyit, seperti
zingiberin, kurlon, kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, aril kurkumen, humuren, serta alfa
dan beta tumeron yang memberikan aroma khas kunyit. Terdapat pula kandungan arabinosa,
fruktosa, glukosa, pati, tanin, dammar, dan beberapa jenis mineral. Senyawa yang vital pada kunyit
adalah kurkuminoid yang berkhasiat antihepatotoksik, antiedemik, analgesik, khususnya kurkumin
yang memberikan efek antiinflamasi dan antioksidan (CCRC Farmasi UGM, 2014).
Bahan utama lainnya dalam jamu kunir asem adalah asam jawa. Asam jawa atau tamarin
merupakan tumbuhan polong-polongan yang termasuk dalam famili fabaceae. Tinggi pohon dapat
mencapai 24 meter dan memiliki bunga berwarna kuning pucat dan merah muda. Bagian yang sering
dimanfaatkan dalam pengobatan adalah buahnya. Asam jawa mengandung senyawa fenolik seperti
catenin, procyanidin B2, epicatechin, tartaric acid, mucilage, pektin, arabinosa, xilosa, galaktosa,
glukosa, asam uronat dan triterpen. Nutrisi yang terkandung dalam asam jawa adalah karbohidrat,
protein, serat, asam folat, niasin, asam pentatonat, tiamin, vitamin A, C, E, K, dan beberapa jenis
mineral. Beberapa efek farmakologi yang diberikan dari konsumsi asam jawa adalah merelaksasikan
otot polos, antipiretik, mengontrol berat badan, dan sebagai senyawa antimikroba (Kuru, 2014).

2. Jamu Sirih


Figur 8. Jamu sirih yang terbuat dari rebusan daun sirih (sumber: manfaat.co.id, 2015).
Seperti namanya, jamu sirih memiliki bahan utama tanaman sirih (Piper betle L.). Bagian yang
digunakan adalah bagian daunnya. Cara membuatnya adalah dengan merebus beberapa helai daun
sirih dalam air hingga mendidih dan tersisa volume takaran botol jamu. Air rebusan inilah yang
dimanfaatkan sebagai jamu.
Menurut informan, jamu sirih memiliki khasiat untuk mengobati keputihan dan
menghilangkan bau badan. Beberapa manfaat jamu sirih lainnya adalah melancarkan dan
membersihkan darah kotor menstruasi, mengobati asma, radang tenggorokan, sariawan, sakit gusi,
dan membersihkan rongga mulut dari mikroba (Yana, 2015). Oleh karena khasiat yang banyak
berhubungan dengan aspek kewanitaan, maka jamu sirih sering dikonsumsi oleh kaum perempuan.

Figur 9. Daun tanaman sirih (sumber: Henriette Kress, 2001).
Sirih merupakan tumbuhan menjalar dan merambat yang termasuk dalam famili piperaceae.
Daunnya berbentuk seperti jantung, meruncing, tumbuh berselang-seling, dan bertekstur agak kasar.
Bata g sirih er ar a oklat kehijaua da erkerut Rofi’ah,
. Daun sirih mengandung senyawa
fenol dan terpena yang menyebabkannya memiliki rasa aromatik tajam yang kuat. Tanaman jantan
memiliki total konten fenol 3x lipat lebih banyak dan tiosianat 2x lebih banyak dibandingkan dengan
tanaman betina. Kualitas daun sirih ditentukan dari senyawa fenol yang terkandung di dalamnya

(Pradhan et al., 2013).
Beberapa senyawa fenol utama pada daun sirih adalah chavibetol, carvacrol, chavicol,
camphene, dan candinene. Bermacam-macam senyawa lainnya juga terkandung yaitu pati, diastase,
gula, tanin, alkaloid, komponen steroidal, dan minyak esensial yang utama, seperti safrole, allyl
pyrocatechol monoacetate, eugenol, terpinen-4-ol, dan eugenyl acetate. Eugenol diidentifikasi
merupakan senyawa antifungal yang terkandung dalam minyak daun sirih. Sterol merupakan senyawa
bioaktif yang bertanggungjawab sebagai senyawa antibakteri. Antivitas antioksidan juga diperoleh
karena kehadiran senyawa polifenol seperti chatecol dan allylpyrocatecol. Beberapa efek lain dari
kandungan daun sirih berdasarkan penelitian adalah aktivitas hepatoptotektif, imunomodulator,
antidiabetes, dan gastroprotektif (Pradhan et al., 2013).

3. Jamu Pahitan

Figur 10. Jamu pahitan (sumber: AgroMedia Pustaka, 2003).

Jamu ini memiliki rasa yang pahit saat diminum, sehingga disebut sebagai jamu pahitan atau
paitan. Bahan utama jamu pahitan adalah daun sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dan daun
brotowali (Tinospora crispa L.). Khasiat yang diperoleh dari konsumsi jamu pahitan berdasarkan
penuturan informan adalah menghilangkan jerawat, gatal-gatal, pegal-linu, mengobati diabetes dan
asam urat. Jamu pahitan digemari oleh kalangan orang tua maupun remaja.

Jamu pahitan dibuat dengan merebus beberapa helai daun sambiloto dan daun brotowali
yang telah dihaluskan, dalam air hingga mendidih. Proses perebusan dilakukan hingga diperoleh
takaran volume berukuran 1 botol jamu. Jamu pahitan siap untuk dikonsumsi setelah telah dingin dan
disaring air rebusannya. Varian bahan lain juga dapat ditambahkan, seperti bidara laut, babakan pule,
adas, dan empon-emponan (Suharmiati, 2003).

Figur 11 dan 12. Daun sambiloto (sumber: homeremediess.com, 2015) dan daun brotowali (sumber:
National Parks Board Singapore, 2013).
Sambiloto merupakan tumbuhan terna yang termasuk dalam famili acanthaceae. Tinggi
tanaman sambiloto berkisar antara 35-95cm. Daunnya memanjang, berwarna hijau tua, dan sangat
pahit rasanya. Bunga sambiloto berukuran kecil yang berwarna putih keunguan (Astuti dan
Munawaroh, 1996). Daun sambiloto mengandung senyawa-senyawa alkana, keton, dan aldehid.
Senyawa yang menyebabkan rasa pahit pada daun adalah andrographolide dan kalmeghin.
Terkandung pula senyawa lakton lain berupa deoxyandrographolide, neoandrographolide dan 14deoxy-11, 12-didehydroandrographolide, serta senyawa-senyawa flavonoid. Efek yang diberikan dari
senyawa fitoaktif daun sambiloto berdasarkan penelitian adalah efek hepatoprotektif, antimikroba
dan antiparasit, penurunan tekanan darah, antioksidan dan antiinflamasi, dan penurunan kadar gula
darah (Akbar, 2011).
Tanaman brotowali merupakan bahan utama lainnya dalam jamu pahitan. Brotowali
termasuk dalam famili menispermaceae, merupakan tanaman semak, memanjat, dan tahunan.
Batangnya berkayu dengan permukaan berbenjol-benjol. Daun brotowali merupakan daun tunggal

er e tuk ja tu g de ga uju g eru i g Rofi’ah,
. Senyawa alkaloid berupa picrotene dan
senyawa glukosida seperti berberine menyebabkan rasa pahit pada brotowali. Terdapat pula alkaloid
lain seperti tinosporine dan tinosporidine serta antioksidan seperti bergenin yang terkandung dalam
brotowali (Dweck dan Cavin, t.t.). Senyawa dalam daun brotowali memberikan efek farmakologi
seperti menurunkan gula darah (antihiperglikemik), menurunkan tekanan darah (hipertensi),
antibakteri, antimalaria, dan antipiretik (Hazrulrizawati, 2013).

4. Jamu Temulawak

Figur 13. Jamu temulawak (sumber: Trisan, 2015).
Jamu temulawak dibuat dari bahan dasar berupa rhizoma temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Menurut informan, jamu temulawak memiliki khasiat dalam meningkatkan nafsu makan. Oleh
karena itu, jamu ini sering dikonsumsi oleh kalangan anak-anak. Secara umum, proses pembuatan
jamu temulawak adalah dengan menumbuk rimpang temulawak hingga halus, merebus tumbukan
dalam air hingga mendidih, lalu menyaring hasil rebusan tersebut. Air rebusan yang telah dingin,
dimasukkan ke dalam botol jamu dan siap untuk dipergunakan. Untuk ukuran 1 botol jamu, dapat
digunakan rimpang temulawak sekitar 100 gram (Astuti, 2013).

Figur 14. Rimpang temulawak (sumber: Agromedia, 2013).

Temulawak merupakan tumbuhan rumpun dengan batang semu yang termasuk dalam famili
zingiberaceae. Tingginya dapat mencapai lebih dari 1m. Terdapat 2 hingga 9 helai daun dengan bentuk
bundar memanjang hingga lanset, pada batang temulawak (Warintek Ristekdikti, 2006). Rimpang
induk temulawak umumnya berbentuk bulat telur dan besar, sedangkan rimpang cabang berbentuk
memanjang pada bagian samping. Terdapat 3-4 rimpang cabang dalam satu tanaman. Kulit luar
rimpang temulawak berwarna kuning kecoklatan. Daging rimpang temulawak berwarna kuning hingga
oren tua (Oktora, 2013).

Rimpang temulawak mengandung 48-59,64% pati (Warintek Ristekdikti, 2006). Senyawa
utama dalam temulawak adalah curcuminoids (1-2%) dan minyak atsiri (3-12%). Curcuminoids yang
terkandung adalah kurkumin, monodemethoxycurcumin, bisdesmethoxycurcumin serta
diarylheptanoids fenolik dan nonfenolik lainnya. Minyak atsiri yang terkandung pada rimpang
temulawak seperti sesquiterpenes (contohnya β-curcumene, ar-curcumene), xanthorrizol, dan
sebagian kecil camphor. Senyawa xanthorrizol merupakan pemberi aroma khas pada temulawak.
Senyawa-senyawa dalam temulawak tersebut memberikan beberapa efek farmakologi, seperti
antioksidan, antimikroba, antiinflamasi, antipenuaan, antikoagulasi, antimutagenik dan
antikarsinogenik, hipolipidemik, hipokolesterolik, dan hepatoprotektif (European Medicines Agency,
2014).

5. Jamu Jahe

Figur 15. Jamu jahe yang berbahan dasar rimpang jahe (sumber: Medindia4u.com Pvt. Ltd, 2013).
Jamu ini berbahan dasar rimpang (rhizoma) jahe (Zingiber officinale Roscoe). Menurut
informan, jamu jahe memberikan efek dalam menghangatkan tubuh dan mengobati batuk. Jamu jahe
juga dimanfaatkan sebagai pemanis dan bahan tambahan untuk jamu lainnya. Secara umum, proses
pembuatan jamu jahe adalah dengan menumbuk rimpang jahe hingga halus, merebus tumbukan
dalam air hingga mendidih, lalu menyaring hasil rebusan tersebut. Air rebusan yang telah dingin,
dimasukkan ke dalam botol jamu dan siap untuk dipergunakan. Jahe yang umum digunakan sebagai
bahan pembuatan jamu adalah jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) (Kaitu, 2013).

Figur 16. Rhizoma jahe yang digunakan sebagai bahan utama jamu (sumber: Windcrest Group, 2005).

Jahe merupakan tanaman semak semusim yang termasuk ke dalam famili zingiberaceae.
Batang jahe merupakan batang semu dengan warna hijau. Daunnya hijau berbentuk lanset, dengan
ujung runcing dan pangkal tu pul. Terdapat u ga aje uk de ga e tuk ulir Rofi’ah,
.
Tinggi tanaman jahe berkisar 30cm hingga 1m. Bagian yang sering digunakan dalam pengobatan
adalah rimpangnya. Pada umumnya, rimpang jahe berbentuk agak pipih dan terlihat gemuk dan
berbuku-buku. Kulit rimpang jahe agak tebal dan mudah dikelupas (Kaitu, 2013).
Kandungan yang terdapat dalam jahe adalah pati, minyak atsiri, dan ekstrak senyawa yang
larut dalam alkohol. Senyawa utama dalam rimpang jahe segar adalah senyawa gingerol yang
merupakan senyawa fenolik keton. Senyawa gingerol pada jahe menyebabkan efek pedas saat
dikonsumsi. Gingerol bersifat termolabil dan akan berubah menjadi senyawa shogaol yang lebih pedas
dibanding gingerol, pada suhu tinggi. Kandungan gingerol jahe merah lebih tinggi dibanding dengan
jenis jahe lainnya dalamnya. Aroma jahe dipengaruhi oleh minyak atsiri yang terkandung di dalamnya.
Minyak atsiri yang utama dalam jahe adalah zingiberin (35%), kurkumin (18%), farnesen (10%), dan
terdapat pula bisabolen dan - seskuifellandren dalam jumlah yang sedikit (Hernani dan Winarti,
2013).
Senyawa utama gingerol pada jahe segar telah teruji secara farmakologi dalam memberikan
efek antitutif, antipiretik, antiinflamasi, analgesik, hipotensif, antitumor, antikanker, antioksidan,
antifungal, dan melancarkan peredaran darah (Hernani dan Winarti, 2013). Efek lain yang diberikan
dari konsumsi jahe adalah menurunkan kadar kolesterol (hipolipidemik), antimual, antiulcerogenik,
dan antiviral oleh adanya kandungan - seskuifellandren terutama terhadap rhinovirus penyebab pilek
(Malhotra dan Singh, 2003).

6. Jamu Beras Kencur

Figur 17. Jamu beras kencur (sumber: Trubus Online, 2015).
Jamu beras kencur memiliki bahan utama berupa beras putih (Oryza sativa L.) dan rhizoma
kencur (Kaempferia galanga L.). Kencur memberikan aroma yang khas pada jamu ini. Khasiat yang
diperoleh dari konsumsi jamu beras kencur menurut informan adalah meningkatkan nafsu makan.
Selain itu, jamu beras kencur juga dapat mencegah sariawan dan masuk angin, mengeluarkan dahak
sehingga mengobati batuk, dan mengurangi mual dan kembung (Andri, 2015).

Secara umum, proses pembuatan jamu beras kencur (ukuran 1 botol jamu) adalah sebagai
berikut (Andri, 2015): merendam beras putih (200 gram) yang telah disangrai dalam air mendidih
selama 2 jam. Kencur dan jahe (masing-masing sebanyak 50 gram) disangrai dan disisihkan.
Mencampur air rendaman beras, kencur, dan jahe dengan kapulaga (10 buah), kemukus (1/2 sendok
teh) yang telah ditumbuk serta garam secukupnya. Air rendaman disaring lalu direbus dengan gula
merah (300 gram) dan daun pandan (2 lembar). Air rebusan dicampur dengan gula secukupnya dalam
air (hingga 1.500 mL) sampai merata dan kemudian disaring.

Figur 18 dan 19. Rhizoma kencur (sumber: Mohammed Anwarul Kabir Choudhury, 2016) dan beras
putih dari padi (sumber: Naver Corp., 2011).
Kencur yang merupakan salah satu bahan utama jamu beras kencur, termasuk ke dalam famili
zingiberaceae. Kencur adalah jenis tanaman empon-emponan dengan bunga yang mahkotanya
berjumlah 4-12 buah. Rimpang/rhizoma kencur berwarna putih kekuningan pada bagian dalam dan
berwarna coklat pada kulit luarnya Rofi’ah,
. Rhizoma kencur mengandung minyak atsiri seperti
ethyl-p-methoxycinnamate (31-77%), methylcinnamate (23.23%), carvone (11.13%), eukaliptol
(9.59%) dan pentadekana (6.41%). Beberapa senyawa fitoaktif lainnya juga terkandung, seperti 3carene, camphene, borneol, cineol, kaempferol, kaempferide, cinnamaldehyde, p-metho-xycinnamic
acid, dan ethyl cinnamate. Beberapa efek farmakologi dari kandungan pada kencur telah diteliti,
diantaranya bersifat relaksan terhadap otot polos dan pembuluh darah (Singh et al., 2013).
Bahan utama lain dalam jamu beras kencur adalah beras. Beras (padi) merupakan tumbuhan
rerumputan yang berasal dari famili graminae (poaceae). Beras merupakan salah satu tanaman
pangan pokok dunia yang dimanfaatkan bagian bijinya. Beras yang merupakan tanaman serealia
memberikan sumber energi (terutama karbohidrat berupa pati) dan protein bagi manusia. Kandungan
nutrisi lain yang terdapat pada beras adalah fosfor, asam amino esensial, asam folat, magnesium,
niasin, dan sedikit kalsium, tiamin, serta riboflavin (Department of Biotechnology Ministry of Science
& Technology Government of India, 2009). Air rendaman beras mengandung nutrisi yang bermanfaat
karena air melarutkan sebagian nutrisi yang terkandung pada beras (Bukhari, 2013).

PENUTUP
Terdapat 6 jenis jamu segar yang dijual oleh informan di Permata Pamulang, yaitu jamu kunir
asam dengan bahan utama rhizoma kunyit dan buah asam jawa, jamu sirih dengan bahan utama daun
sirih, jamu pahitan dengan bahan utama daun sambiloto dan daun brotowali, jamu temulawak dengan
bahan utama rhizoma temulawak, jamu jahe dengan bahan utama rhizoma jahe, dan jamu beras
kencur dengan bahan utama rhizoma kencur dan air rendaman beras. Masing-masing jamu memiliki
khasiat yang berbeda, namun secara sinkron memberikan efek untuk menyehatkan tubuh.
Pengobatan herbal jamu gendong tradisional dari etnik Jawa di Solo ini masih tetap bertahan dan
diminati oleh masyarakat dengan berbagai kalangan.
Dengan dibuatnya tulisan ini, pembaca diharapkan semakin bertambah wawasannya dan
menyadari akan pentingnya hubungan antara manusia dengan tanaman serta pemanfaatannya untuk
meningkatkan kualitas kesehatan tubuh secara alami, terutama dalam pengobatan jamu gendong
tradisional.

DAFTAR PUSTAKA
Ak ar, “hahid.
. Andrographis paniculata: A Review of Pharmacological Activities and Clinical
Effe ts. Alternative Medicine Review 16 (1): 66-77.
A dri.

. Ja u Beras Ke ur. [o li e]. Tersedia: http://www.trubus-online.co.id/jamu-beraskencur/. Diakses 7 Oktober 2016.

Astuti, Is a a I dri.
. Tips Me uat Ja u Te ula ak Agar Tak Pahit. [o li e]. Tersedia:
http://www.vemale.com/topik/tanaman-obat/41695-tips-membuat-jamu-temulawak-agartak-pahit.html. Diakses 14 Oktober 2016.
Astuti, I ggit Puji da Esti Mu a aroh.
. Et o ota i “a
Warta Tumbuhan Obat Indonesia: 30.

iloto “e agai Baha Ra ua Ja u.

Beers, Susan-Jane. 2001. Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing. Hong Kong: Perpiplus
Editions Limited.
Bukhari.
. Pe garuh Pe eria Pupuk Orga ik da Air Cu ia Beras terhadap Pertu
Hasil Tanaman Terung (Solanum Melongena L. . Jurnal Sains Riset 3 (1): 1-8.
CCRC

Farmasi UGM. 2014.
Ku it
Curcuma longa Li . .
http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345. Diakses 8 Oktober 2016.

[o li e].

uha da
Tersedia:

Department of Biotechnology Ministry of Science & Technology Government of India. 2009. Biology
of Rice. India.
Dweck, Anthony C. dan Jean-Pierre Ca i . t.t. A da ali Tinospora crispa) – A Re ie . [o li e].
Tersedia: http://www.dweckdata.com/published_papers/Tinospora_crispa.pdf. Diakses 8
Oktober 2016.
Europea Medi i es Age .
. Assess e t Report o Curcuma zanthorrhiza Roxb. (C.
xanthorrhiza
D.
Dietri h ,
Rhizo a.
[o li e].
Tersedia:
http://www.ema.europa.eu/docs/en_GB/document_library/Herbal_-_HMPC_assessment_rep
ort/2014/05/WC500166364.pdf. Diakses 14 Oktober 2016.
Hazrulriza ati.
. Chara terizatio a d Biologi al A ti ities of Tinospora crispa (Menispermaceae)
E tra t ith E phasis o Alkaloids. Disertasi. Pahang: Fakultas Industrial Sciences and
Technology Universiti Malaysia Pahang.
Her a i da Christi a Wi arti.
. Ka du ga Baha Aktif Jahe da Pe a faata
Kesehata . Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe: 125-142.
Ja u

I do esia.
.
“ejarah
Ja u.
[o li e].
http://jamuindonesia.com/shop/index.php?route=news/article&news_id=15.
Oktober 2016.

a dala Bida g
Tersedia:
Diakses
7

Kaitu, Re
Ag esia Matia da a.
. Akti itas A ti akteri Fu gi E dofit Jahe Merah Zingiber
officinale var. rubrum) terhadap Escherichia coli dan Streptococcus pyrogenes. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi UAJY.
Kuru, Pi ar.
. Tamarindus indica a d Its Health Related Effe ts. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine 4 (9): 676-681.

Malhotra, “a ir da A rit Pal “i gh.
. Medi i al Properties of Gi ger Zingiber officinale Ros . .
Natural Product Radiance 2 (6): 296-301.
Oktora, Na da.
. Klasifikasi da Morfologi Ta a a Te ula ak. [o li e]. Tersedia:
http://www.petanihebat.com/2013/12/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman.html. Diakses 14
Oktober 2016.
Pradha , D., K. A. “uri, D. K. Pradha , da P. Bis asro .
. Golde Heart of the Nature: Piper betle
L. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry 1 (6): 147-167.
Pratiwi, Rani Putri. 2009. Graha Seni dan Budaya di Surakarta Sebagai Pengembangan Kompleks
Taman Budaya Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular. Tugas Akhir.
Surakarta: Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
Rahaje g, “ha ri a O.
. “olo, The “pirit of Ja a. Makalah Ilmiah. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.
Rofi’ah, “iti Hafidatur. 2012 Etnobotani Tumbuhan Bahan Dasar Obat Tradisional (Jamu) di
Ke a ata U ulharjo da Pasar Beri gharjo Yog akarta. Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim.
Singh, Chingakham B. et al.
. Biologi al a d Che i al Properties of Kaempferia galanga L. – A
)i gi era eae Pla t. NeBIO 4 (4): 35-41.
Suharmiati. 2003. Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Uto o, Ita.
. Ja u Ku it Ase . [o li e]. Tersedia: http://masakbagus.com/jamu-kunyitasem/. Diakses 7 Oktober 2016.
Warintek Ristekdikti. 2
. Te ula ak Curcuma xanthorrhiza Ro . . [o li e]. Tersedia:
http://warintek.ristekdikti.go.id/pertanian/temulawak.pdf. Diakses 14 Oktober 2016.
Wulandari, Rahmy Ayu dan Rodiyati Azria i gsih.
. Et o ota i Ja u Ge do g Berdasarka
Persepsi Produsen Jamu Gendong di Desa Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Kabupaten
Mala g. Jurnal Biotropika 2 (4): 198-202.
Ya a, Yuli.
.
Ma faat Re usa Dau “irih Bila Di i u . [o li e]. Tersedia:
http:s//manfaat.co.id/manfaat-rebusan-daun-sirih. Diakses 8 Oktober 2016.