GLOKALIZER KONSEP ESTETIKA URBAN SEBAGAI

GLOKALIZER: KONSEP ESTETIKA URBAN
SEBAGAI STRATEGI KREATIF UNTUK KARYA SENI BATIK
DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI DI PENTAS DUNIA
M. Firdaus Benyamin1, Arus Reka Prasetia2
1. Universitas Widyatama
Jalan Cikutra 204A, Bandung
firdausstsi@gmail.com
2. Universitas Widyatama
Jalan Cikutra 204A, Bandung
reka.prasetia@widyatama.ac.id

ABSTRAK
Gloka lisa si dima knai sebaga i munculnya interpreta si produk-produk globa l (yang a sa lnya
merupakan produk loka l) da la m konteks yang dilakukan oleh ma sya ra ka t dala m berba ga i
wila ya h budaya. Interpreta si loka l ma sya ra ka t tersebut kemudia n juga membuka
kemungkina n ada nya pergeseran ma kna a ta s nila i budaya , ya ng a kan berda mpa k pula pada
perspektif ekonomi. Keberadaan batik Indonesia dengan aneka ragam motif serta bentuknya,
diyakini akan menjadi satu di antara ikon Indonesia yang menawan di mata pergaulan dan
perdagangan internasional, termasuk dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
yang akan berlangsung pada tahun 2015 ini. Tulisan disusun dengan menggunakan metodologi
penelitian kualitatif, proses interaksi komunikasi yang mendalam, penelusuran berbagai literatur,

serta pendekatan induktif dalam pengungkapan fakta dan analisis data. Kreativitas industri batik
sebenarnya sudah mulai tergambar dari semarak pengrajin batik yang mulai menciptakan kreasi
batik tak sebatas hanya sebagai bahan sandang, namun berupa produk kreatif yang dapat
digunakan sehari-hari. Perlu strategi kreatif dalam mempertahankan eksistensi batik di pentas
dunia, dengan menggunakan konsep glokalizer, yakni terkait strategi kreatif dalam berkarya dan
strategi kreatif dalam pemasaran batik.

Kata kunci: batik, glokalisasi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), strategi kreatif

1. PENDAHULUAN
Karya dari batik dapat diidentifikasi dalam
unsur-unsur komunikasi seni (media seni
batik), sehingga komunikan akan mengenal
komunikatornya memiliki gaya ungkap
pesan yang khas pada setiap karya yang
diciptakannya. Itulah ciri khas jati diri yang
melekat pada seorang seniman yang
membedakannya dengan seniman lainnya.
Jati diri yang telah dibangunnya tersebut,
secara mikro akan mampu mewakili suatu

komunitas seni itu sendiri dan secara makro
mampu mewakili kebudayaannya sebagai
ciri kepribadian bangsa.[1]
Batik bukan hanya produk asli Indonesia
yang indah secara estetika. Batik Indonesia
adalah salah satu seni menggambar yang
tertua di dunia. Jadi apa yang terpola dalam

sebuah kain memiliki makna yang sangat
mendalam, dimana didalamnya terkandung
makna dan filosofis yang sangat tinggi.[1][2]
Bukan hanya itu saja, tapi batik memiliki ciri
khas masing-masing yang melambangkan
asal daerah dan strata sosial dimana batik
tersebut berasal. Batik yang berasal dari
Indonesia telah berkembang sesuai dengan
keadaan sosial politik dan ekonomi pada
masa itu hingga sekarang, memiliki motifmotif yang khas setiap daerah sesuai dengan
keberadaan budaya masing- masing. Motif
tersebut berupa batik kraton, batik pesisir,

dan batik pedalaman, serta jenis pola, corak,
motif, dan makna dibalik motif batik. Batik
telah berkembang di seluruh Indonesia dari
Kepulauan Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Madura, Bali, Nusa Tenggara,
sampai Papua. Kondisi batik di Pulau Jawa,

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

1

khususnya Jawa Barat, banyak memperoleh
pengaruh dari batik Jawa Tengah. Batik
kraton mempunyai andil besar terhadap
perkembangan batik-batik di daerah Jawa
Barat.[2]
Batik sudah menjadi gaya hidup. Bukan
hanya dalam bentuk kain tradisional saja,

tetapi juga dalam bentuk apa saja dalam
semua sendi bidang kehidupan. Di rumah,
misalnya, sarung bantal, seprai, taplak meja,
hingga berbagai peralatan makan juga bisa
menggunakan motif batik, sehingga batik
boleh dibilang sudah menjadi bagian dari
putaran gaya hidup global.

menggunakan motif-motif tersebut untuk
dicetak di atas bahan katun maupun satin.
Dries van Noten juga mempadupadankan
motif batik yang satu dengan motif batik
yang lainnya dengan gaya yang playful.
Koleksi busana dari perancang tersebut telah
memperoleh apresiasi positif dan konstruktif
dari para kritikus busana dunia dan pencinta
fashion mancanegara.[5][6]

Gambar 2. Batik Karya Dries Van Noten [6]


Gambar 1. Homeset Batik Cap [3]

Sementara itu, perancang Amerika Nicole
Miller mengeluarkan Resort Collection 2009
yang jelas sekali tampak menggunakan
motif batik mega mendung. Nicole Miller
mengambil tema "Bali", karena perancang
tersebut mengaku menerima oleh-oleh kain
motif print dari asisten pribadinya yang telah
melakukan perjalanan ke Bali. Kesan Bali
sendiri hanya muncul pada motif catur yang
biasa dipakai pria-pria Bali. Batik mega
mendung itu dipadupadankannya dengan
motif garis dan motif catur bali, dan muncul
dalam bentuk dress, kaftan, tunik, topi, atau
sekedar menjadi aksen.[7]

Banyak desainer fashion dunia sekarang
juga sudah mengadaptasi batik Indonesia
dalam koleksi busana mereka. Mereka tidak

mengambil teknik membatiknya, yang sudah
diakui oleh UNESCO sebagai salah satu
bentuk Warisan Kemanusiaan untuk Budaya
Lisan dan Non-Bendawi dari Indonesia sejak
2 Oktober 2009 yang lalu, melainkan
motifnya. Beberapa perancang atau label
yang menggunakan motif ini antara lain
Dries van Noten, Nicole Miller, Burberry
Prorsum, dan Diane von Furstenberg.[4]
Gambar 3. Batik Karya Nicole Miller [8]

Desainer Belgia Dries van Noten, yang
menggunakan motif batik untuk koleksi
Spring/Summer 2010 yang dipamerkannya
di Paris Fashion Week. Selain batik,
desainer tersebut juga menggunakan tenun
ikat dan tenun songket. Dries van Noten

Mengutip pandangan Dino Patti Djalal, Duta
Besar Indonesia untuk Amerika Serikat saat

itu, bahwa inilah waktu tepat bagi warisan
Indonesia dalam memenuhi pasar desain
kontemporer Amerika Serikat. Menurut

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

2

beberapa pemerhati fashion dunia, di luar
upaya para desainer papan atas untuk
menggunakan kain etnik bermotif batik
tersebut, beberapa selebriti Hollywood juga
punya andil yang cukup besar dalam
mempopulerkan batik print. Banyak dari
mereka yang memang sempat terlihat
mengenakan busana dengan motif batik. Di
antaranya Lenka, Adele, dan Adam Clayton
(basis U2, yang memakainya saat tampil di

Somerville Theatre, Boston, Massachussets,
Amerika Serikat), juga Paris Hilton, Jessica
Alba, Rachel Bilson, Reese Witherspoon,
dan Nicole Richie.[8] Provokasi media
memang luar biasa, ketika selebriti terlihat
memakai batik, hal itu bikin orang lain jadi
ikut tertarik dengan batik.

Indonesia. Para perancang pasti akan
membutuhkan waktu untuk mengenali dan
memahami asal-muasal motif batik yang
dipakai. Apalagi, motif print seperti batik
atau ikat memang tidak hanya berasal dari
Indonesia. Afrika juga memiliki batik dan
ikat, salah satunya seperti yang kerap
dikenakan oleh Nelson Mandela.
Sutradara Nia Dinata berpendapat, bahwa
kita sebenarnya tidak perlu saling berdebat
mengenai siapa pemilik teknik dan motif
batik yang sebenarnya, karena yang cinta

batik itu tetap orang Indonesia. Hanya
bangsa Indonesia yang menggunakan batik
sebagai busana sehari-hari. Selain itu,
barangkali hanya di Indonesia setiap
kawasannya memiliki motif batik yang khas.
Inilah kelebihan bangsa Indonesia, dan
karenanya bangsa Indonesia tidak perlu
mengkhawatirkan klaim dari negara lain.[8]

2. MODEL, ANALISIS, DESAIN,
DAN IMPLEMENTASI

Gambar 4. Selebritis Dunia dengan Batik [9]

Para selebriti mengenakan busana bermotif
batik menjadi bukti lain bahwa batik sudah
merasuk di dunia internasional. Bahkan
produk budaya Indonesia lain seperti kain
tenun pun mulai mencuri perhatian. Di
pentas mode dunia seperti New York

Fashion Week atau Milan Fashion Week,
kata "tenun" sudah disebut sebagai "ikat",
membuktikan bahwa kata ini sudah diakui
sebagai bahasa internasional.[10]
Meskipun umumnya para perancang tersebut
belum memahami teknik pembuatan batik
yang sebenarnya, atau bahwa motif batik
yang digunakan merupakan motif batik

Seluruh uraian dan penjelasan dari tulisan
mengenai “Glokalizer: Konsep Estetika
Urban sebagai Strategi Kreatif untuk Karya
Seni
Batik
dalam
Mempertahankan
Eksistensi di Pentas Dunia” ini adalah murni
berdasarkan dari hasil analisis mendalam,
dengan menggunakan metode kualitatif yang
masih bersifat subjektif, data-data sekunder

yang layak dipercaya dan dijadikan sumber
tulisan, analisis dari berbagai studi literatur
terkemuka, analisis dari berbagai media
cetak maupun online, serta berbagai
pendapat dari para pemerhati fashion dan
perancang batik.

2.1. Konsep Glokalizer
(Glokalisasi)
Globalisasi memang sangat erat kaitannya
dengan ekonomi internasional, termasuk
dengan adanya program blok perdagangan
bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
yang akan diimplementasikan pada akhir
tahun 2015 ini, yang memberi pengaruh
besar pada kebudayaan dan gaya hidup.
Salah satu konsep yang turut berkembang
bersama globalisasi adalah glokalisasi.
Glokalisasi merupakan proses dimana global
mulai dilokalkan, tentu saja proses ini
banyak mengubah keadaan suatu negara.
Namun, walau kehadiran budaya global

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

3

yang masuk dan bercampur dengan budaya
lokal, tetapi negara akan tetap mencoba
untuk mempertahankan eksistensi dari
kebudayaan
lokalnya
sebagai
poros
pemikiran bernegara.[11]
Dapat dikatakan bahwa glokalisasi ialah
penyesuaian produk global dengan karakter
pasar lokal, jadi glokalisasi menjadi strategi
yang muncul sebagai kritik terhadap konsep
perdagangan bebas yang tidak lagi mampu
menspesialisasikan sebuah negara dalam
suatu produk sesuai dengan potensinya.[12]
Maka dari itu, para produsen tertentu telah
mengkondisikan sebuah negara (pasar), agar
berada dalam satu latar belakang sosial
budaya yang sama dengan negara yang lain.

Gambar 5. Contoh Produk Glokalisasi [13]

Glokalisasi merupakan istilah yang mulai
berkembang saat ini, istilah ini muncul
seiring berkembangnya istilah globalisasi.
Glokalisasi dan globalisasi tidaklah sama.
Glokalisasi lebih condong ke dunia lokal.
Glokalisasi dapat diartikan sebagai usaha
untuk mencegah globalisasi. Glokalisasi ini
dilakukan untuk membentengi diri dari
bercampurnya kebudayaan lokal dan
kebudayaan asing.[14] Jika arus globalisasi
tidak bisa dibendung, maka kebudayaan
yang dimiliki oleh suatu negara lama
kelamaan akan menjadi hilang. Sebenarnya
ada usaha lain untuk membendung arus
globalisasi, seperti memperkuat identitas
budaya dan menanamkan budaya yang ada
sejak dini. Tetapi yang paling mendapat
perhatian saat ini sepertinya adalah
glokalisasi. Glokalisasi juga bisa diartikan
menjadi sebuah ide pikiran, yaitu berpikri
global dan bertindak lokal.[14][15]

Gambar 6. Konsep Glokalisasi [16]

Istilah ini pertama muncul pada akhir 1980an di tulisan para ekonom Jepang
di Harvard Business Review. Menurut
seorang sosiolog ternama, Roland Robertson
(1995:145), orang yang mempopulerkan
kata ini, glokalisasi mendeskripsikan hasil
penyesuaian lokal baru terhadap tekanan
global.[17] Di konferensi "Globalization and
Indigenous Culture " tahun 1997, Robertson
mengatakan bahwa glokalisasi "berarti
munculnya tendensi universal dan terpusat
secara bersamaan". Ada juga yang
mengatakan think globally and act
actually (berpikir global namun bertindak
lokal).[18] Menurut Budihardjo, globalization
with local flavor (globalisasi dengan cita
rasa lokal).[19]
Dengan demikian, glokalisasi menjadi
strategi yang muncul sebagai kritik terhadap
konsep perdagangan bebas yang tidak
menspesialkan sebuah negara sesuai dengan
potensinya. Jadi, cara untuk berbagi dengan
kultur lokal itu untuk menghasilkan dialog
yang menarik di dalam sebuah karya seni
yang bisa dihasilkan secara global. Misalnya
desain dan ornamen tradisi kriya Afrika itu
bisa dipopulerkan di tingkat global, berarti
mempromosikan lokal di pasar global,
berarti itu cara berfikir seorang glokalizer.[14]
Masalah glokalisasi inilah yang sedang
melanda negara Indonesia, khususnya
mempengaruhi pasar lokal yang mulai ada
pergeseran akibat dari hadirnya produk
global yang menjadikan glokalisasi sebagai
strategi dalam menguasai pasar lokal dengan
memanfaatkan ragam budaya Indonesia
untuk bagian dari strateginya memperluas
pasar di Indonesia. Indonesia dikenal
memiliki banyak ragam budaya yang
menjadikan Indonesia memiliki banyak
produk khas. Produk khas Indonesia tersebut

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

4

sering mewakili citra daerah tertentu yang
tentunya menjadi citra Indonesia.[19]
Hal ini terjadi di Indonesia, karena Indonesia
diuntungkan oleh corak budaya yang
berbeda antar satu daerah dengan daerah
lainnya. Dengan arus globalisasi yang
terjadi, kesakralan yang terkadang hadir
pada produk tradisional menjadi semacam
ideologi yang dipertentangkan dengan nilainilai modern.[12] Nilai-nilai tradisi menjadi
perhatian karena hadirnya nilai-nilai luar
yang lebih mengglobal. Pada praktiknya,
nilai tradisi dan nilai kapitalisme global
sering dikolaborasikan sebagai refleksi
akulturasi berupa budaya hidup modern.[14]
Kegiatan yang berlangsung secara terus
menerus tersebut akhirnya menghasilkan
suatu nilai yang kemudian diaplikasikan
pada setiap objek dan ikut mewarnai
perkembangan
budaya
yang
terjadi.
Keunggulan komparatif dalam rangka untuk
memenangkan persaingan di pasar bebas
sejatinya hampir mustahil dilakukan
Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada
keunggulan kompetitif industri kreatif yang
dimiliki oleh produk indonesia untuk dapat
tetap mempertahankan dan dapat bersaing
dengan produk global yang memanfaatkan
potensi kebudayaan lokal untuk menguasai
karakter pasar lokal agar dapat terus
membangun industri kreatif di Indonesia.[12]
Glokalisasi tidak bisa dihindari dan sangat
berperan dalam mengubah nilai-nilai tradisi,
khususnya pada produk, yang menjadi hal
menarik adalah perubahan-perubahan pada
produk tersebut sifatnya tidak hanya fisik
semata, namun juga terjadi pergeseran
paradigma pada masyarakat.[15] Glokalisasi
juga mengakibatkan adanya pandangan
tentang suatu budaya yang tidak berakar dari
suatu tradisi tertentu dan dianggap berhak
berhak untuk dimiliki oleh semua orang,
menembus batas wilayah dan budaya, hal ini
kerap dipandang sebagai ancaman terhadap
kemurnian nilai tradisi setempat.[14]

2.2. Nelson Mandela dan Batik
Indonesia
Mendiang Bapak Bangsa Afrika Selatan ini
selalu memperlihatkan kemajuan dramatis di
momen istimewanya. Bahkan, keistimewaan
dramatis yang terpancar dari sosok Nelson
Mandela adalah tentang busana yang selalu

dikenakannya, yaitu batik. Mantan Presiden
Afrika Selatan ini pada tahun 1997 sempat
membuat mendiang Presiden RI Soeharto
terhenyak ketika menerima Mandela dalam
kunjungan kenegaraan. Saat itu Mandela
mengenakan kemeja batik, sementara tuan
rumah Pak Harto berbalut setelan jas
lengkap.[20]

Gambar 7. Nelson Mandela dan Soeharto [21]

Kecintaan Nelson Mandela terhadap batik
rupanya juga terlihat saat menghadiri acaraacara resmi, seperti peluncuran asosiasi
mantan pemimpin dunia, The Elders, pada
bulan Juli tahun 2007. Di kesempatan ini,
pria kelahiran Mvezo, Afrika Selatan, 18 Juli
1918 ini dengan bangga mengenakan kemeja
batik Indonesia. Acara tersebut diadakan
bertepatan dengan ulang tahun ke-89 tokoh
veteran perjuangan anti-apartheid ini. Sosok
dari Nelson Mandela selalu dielu-elukan,
apalagi dengan mengenakan batik yang
membuat sosoknya semakin karismatik dan
bersahaja.[22]
Perkenalan Mandela pertama kali dengan
batik Indonesia, menurut mantan Duta Besar
RI untuk Afrika Selatan, Sugeng Rahardjo,
terjadi pada 1990, beberapa bulan setelah dia
keluar dari penjara di Pulau Roben. Sebagai
presiden Kongres Afrika Selatan, Mandela
atau yang akrab dipanggil Madiba,
mengadakan perjalanan pertama ke Asia,
termasuk ke Indonesia.[20][22]
Mandela langsung jatuh cinta ketika
menerima cinderamata batik. Sejak itu,
setiap Mandela berkunjung ke Indonesia, ia
selalu mengenakan batik. Sebagian besar
kemeja batik yang dikenakan Mandela
merupakan rancangan mendiang Iwan Tirta,
seorang maestro batik Indonesia yang
dikenal dengan rancangannya melalui motif
parang besar.[22] Iwan Tirta pernah

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

5

berpendapat dalam satu kesempatan di akhir
tahun 90-an ketika memberikan batik untuk
Mandela, bahwa Mandela merupakan figur
atau sosok yang ketokohanya sangat kuat
dan pas dengan koleksi batiknya. Mandela
tak hanya terlihat menarik, tapi memiliki
kharisma perjuangannya semakin terpancar
dengan
mengenakan
batik.
Filosofi
pembuatan batik yang memerlukan rasa
kesabaran
tinggi
dan
keharmonisan
merupakan cermin kuat kepribadian Nelson
Mandela. Mantan pemimpin Afrika Selatan
yang kharismatik ini senantiasa mengenakan
batik pada banyak acara-acara resmi,
termasuk pada acara penutupan Piala Dunia
tahun 2010.[23]

Gambar 8. Mandela dan Batik Indonesia [24]

Mandela, seorang presiden yang tak ada
kaitan hubungan darah dengan Indonesia,
justru menjadikan batik sebagai pakaian
kenegaraannya, tak peduli menyambut
Presiden Amerika Serikat, Ratu Inggris,
pemimpin negara lain, hingga artis-artis
dunia seperti Stevie Wonder hingga
Bono. Mandela seolah tampil menjadi duta
promosi Batik Indonesia. Satu-satunya
pemimpin di dunia ini yang selalu
mengenakan
batik
sebagai
seragam
kenegaraannya adalah seorang Presiden
Afrika Selatan, Nelson Mandela, bukan para
Presiden Indonesia.[22]

Gambar 9. Mandela dan Bono [25]

Bahkan, setelah kunjungan kenegaraan
tahun 1997 di Istana Negara Jakarta tersebut,
sejak saat itu seluruh menteri dalam Kabinet
Mandela selalu mengenakan batik untuk
acara kenegaraan, berdasarkan instruksi dan
inspirasi dari sang Presiden. Batik pun
menjadi pakaian mahal disana, terutama
yang berbahan sutera. Oleh karena mahalnya
batik impor dari Indonesia, maka kemudian
dibuatlah batik sutera versi Afrika Selatan
yang dinamakan “Madiba Shirt”, yang
merupakan julukan Mandela.[26]
Batik kemudian juga ikut menginspirasi
beberapa desainer lokal Afrika Selatan yang
membuat motif batik baru. Fakta lainnya
menyebutkan, saking termahsyurnya batik
Indonesia, beberapa delegasi bisnis Afrika
Selatan yang berkunjung ke tanah air rela
menghabiskan waktunya seharian untuk
berburu batik sebagai cinderamata yang
eksotis dan eksklusif.[22][23]
Jadi, mendiang Nelson Mandela yang wafat
pada 5 Desember 2013, bukan hanya
“Pahlawan Kemanusiaan” dunia, namun
bagi bangsa Indonesia, layak tampaknya
dinobatkan sebagai salah seorang “Pahlawan
Kebudayaan” Indonesia. Dampak positif
dari kebiasaan Nelson Mandela yang
menyenangi batik, mengakibatkan batik
lebih cepat mendunia.[27]

2.3. Batik Indonesia di Pentas
Dunia
Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia, Jero Wacik pernah
mengutarakan pendapat, bahwa berbagai
upaya konstruktif untuk melestarikan dan
mengembangkan batik Indonesia terus
dilakukan, terutama agar batik semakin
dicintai. Selain akan semakin diakui dunia,
batik juga memberikan pengaruh terhadap
perekonomian, sehingga semakin banyak
orang yang menggunakan batik, itu akan
menguntungkan pengrajin batik, maka para
pengrajin tersebut akan mendapatkan
keuntungannya.[28]
Fakta dari area panggung hiburan, kini
tampak sejumlah artis selalu tampil
berbusana batik di atas pentas. Masyarakat
Indonesia pun semakin antusias tatkala
menyaksikan peragaan artis berbusana batik
yang terlihat anggun dan berkharisma.

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

6

Masyarakat pegiat dan pecinta batik
seringkali menyayangkan pameran batik
sering digelar cukup singkat waktunya dan
terlalu jarang. Walaupun demikian, para
pecinta batik itu pernah berpendapat, bahwa
kualitas batik Indonesia jauh lebih tinggi,
dibandingkan kualitas batik impor asal
Tiongkok, India, dan sejumlah negara di
kawasan Asia Selatan.
Mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono, pernah mengutarakan
pendapatnya saat acara pembukaan pameran
batik dunia, World Batik Summit, bahwa
batik merupakan identitas Indonesia dan
dapat dijadikan sarana diplomasi kepada
semua
negara
sahabat
di
dunia.
Semua rakyat Indonesia, sahabat-sahabat
bangsa lain di dunia juga suka dan cinta
batik, sekaligus suka memakai batik, maka
masa depan batik akan cerah.[29]
Menurut mantan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ini, sampai tahun 2011, usaha
batik di tanah air telah mencapai 55 ribu
unit, dan dijalankan oleh Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM). Jika jumlah
ini terus berkembang, maka bisa mengurangi
jumlah pengangguran dan berdampak
langsung terhadap faktor peningkatan
kesejahteraan pengrajin batik Indonesia.[29]

Gambar 10. Acara World Batik Summit 2011 [30]

Data dari Kementerian Perdagangan RI
menyebutkan,
total
penjualan
batik
Indonesia tahun 2014 sekitar kurang lebih 5
trilyun rupiah. Sementara target tahun 2015
ini, penjualan batik untuk dalam negeri
maupun ekspor akan mencapai kurang lebih
sekitar 7 trilyun rupiah. Total ekspor batik
Indonesia pada tahun 2014 lebih dari 22, 3
juta dolar AS.[31]

Pada bulan Juli 2014 lalu, ada pagelaran
Indonesian Batik: World Heritage , juga
digelar meriah di Kedutaan Indonesia KBRI
Washington, Amerika Serikat. Acara ini
dihadiri banyak tamu undangan, termasuk
warga Amerika yang ingin mengenal batik
lebih jauh. Pameran ini menampilkan sekitar
60 kain batik dari berbagai daerah di
Indonesia, seperti Solo, Cirebon, Pontianak,
dan lain-lain. Sementara itu, sewaktu
menyambut Hari Batik Sedunia yang selalu
diperingati tanggal 2 Oktober, Kedutaan
Besar Amerika Serikat di Jakarta menggelar
pameran batik yang menampilkan beberapa
corak batik koleksi Ann Dunham, ibunda
Presiden Barrack Obama, selama ia berada
di Indonesia.[32]

Gambar 11. Pagelaran Batik di Amerika Serikat [33]

Pemerintah Indonesia selalu mendorong
upaya-upaya menduniakan batik. Bentuk
upaya-upaya ini dinilai akan meningkatkan
apresiasi dan akulturasi batik dalam
kemajemukan budaya. Untuk tujuan
tersebut, Perwakilan-perwakilan Republik
Indonesia di Amerika Serikat selalu
melaksanakan program kompetisi desain
batik (American Batik Design Competition )
di Washington setiap tahunnya. Pada
kompetisi terakhir di tahun 2014 lalu yang
bertema “the Spirit of America in the
Heritage Batik”, dinilai mampu untuk
mendorong perpaduan budaya (confluence of
civilization and culture ) yang semakin
marak di abad ke-21. Kompetisi ini akan
membawa manfaat bagi semua.[34]

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

7

Gambar 13. Batik Denny Wirawan [36]

Gambar 12. American Batik Design Competition [35]

Kompetisi ini, dinilai oleh para pakar
fashion dunia sebagai strategi glokalisasi
yang cukup berhasil, sehingga kompetisi ini
dapat menjadi salah satu simbol kebangkitan
budaya Asia, khususnya Indonesia, sebagai
bangsa yang semakin percaya diri di tengah
pergaulan internasional. Pagelaran kompetisi
itu dihadiri oleh sekitar 300 undangan dari
kalangan seni, mahasiswa desain, para
sponsor, serta para pecinta batik di
Washington D.C. dan sekitarnya, dan Asia
Society mendukung acara ini secara
penuh.[34]
Para tamu undangan akhirnya menyebut
malam tersebut sebagai ‘all about batik
night’. Selain peragaan busana batik,
pengunjung juga disuguhi pameran kainkain batik dari berbagai daerah di Indonesia.
Di antara batik yang dipamerkan, terdapat
satu batik spesial yang dibuat oleh mendiang
Iwan Tirta, khusus untuk Presiden Ronald
Reagan kala itu. Busana-busana batik cantik
karya Denny Wirawan yang diperagakan
oleh model-model Washington DC menjadi
salah satu daya tarik. Denny menampilkan
kurang lebih 20 karya gaun-gaun batik yang
kaya akan warna dan sentuhan tradisional,
modern, dan terlihat elegan. Pada pagelaran
kompetisi tersebut, seluruh batik yang
ditampilkan tak hanya untuk dilihat saja,
beberapa kain batik yang dipajang, juga
dapat dibeli pengunjung melalui silent
auction .[34]

Sejarah batik Indonesia pun menjadi
suguhan menarik, informatif, dan edukatif
bagi para undangan. Selain melalui media
audio-visual, sejarah batik juga disampaikan
oleh Mattiebel Gittinger, salah satu pakar
batik dari museum tekstil, Washington
D.C.. Pakar
tersebut
bahkan
dapat
memberikan penjelasan bahwasannya batik
bukan saja sebuah karya seni, tapi juga
mempunyai nilai spiritual di setiap sentuhan
karyanya. Pagelaran serupa diselenggarakan
juga pada berbagai kota-kota besar lainnya
di Amerika Serikat, antara lain New York,
San Francisco, dan Chicago. Dari seluruh
partisipan kompetisi ini akhirnya dipilih 6
(enam) pemenang. Tiga pemenang terbaik
mendapat hadiah Batik Tour ke Indonesia
dan hadiah uang. Tiga pemenang lainnya
mendapatkan hadiah uang saja. Selain itu,
para pemenang tersebut diberi kesempatan
menggelar pameran desain batik-nya di
Indonesia dan Amerika Serikat.[34]

Gambar 14. Pemenang American Batik Design
Competition [37]

Kemudian, ada Pemerintah Kota Surakarta
yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar
Pemerintah Jerman telah mengadakan
pameran batik yang bertema “Indonesia
Batik: A Living Heritage “ di Pendopo Gede
Balaikota Surakarta. Pameran ini dibuka
untuk umum dan bersifat gratis. Pameran
“Indonesia Batik: A Living Heritage “ (Batik
Indonesia:
Warisan
Budaya
Hidup)
merupakan bentuk penghargaan terhadap
salah satu karya seni yang paling
mempesona di Indonesia, serta sebagai
sebuah bentuk perwujudan akan apresiasi
dari UNESCO yang telah menobatkan batik
Indonesia sebagai sebuah mahakarya
“Warisan Karya Manusia”.[38]

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

8

Indonesia”, dengan slogan “Kreativitas
dalam Keberagaman”. JERIN mencakup 60
acara yang diselenggarakan di berbagai
daerah di seluruh Indonesia dan Jerman.
“The Clean Batik Initiative ” yang didukung
penuh oleh Komisi Uni Eropa ikut serta
menjadi salah satu bagian dalam pameran
ini.[40]

Gambar 15. Indonesia Batik: A Living Heritage
di Solo [39]

Batik mendapat tempat khusus di dunia
pertekstilan
dari
seluruh
kepulauan
Indonesia dan bahkan dari seluruh dunia,
karena mungkin tidak ada kain selain batik
yang sedemikian kaya akan lambang dan
makna. Lambang dan makna ini bisa dilihat
melalui filsafat warna dan rancangan serta
cara pembuatan, proses pelibatan, hingga
pemakaiannya. Batik dianggap mampu
mencerminkan jiwa orang yang membuat,
mengunakannya,
serta
mereka
yang
menghargai batik sebagai sebuah warisan
budaya. Tidak diketahui kapan dan dimana
tepatnya menghias kain ini berasal, sebab
kain seperti ini ditemukan di berbagai
kebudayaan Asia. Namun proses pembuatan
kain ini kemudian dikenal sebagai batik,
sebagaimana sebutan kain tersebut di
Indonesia, dimana sebagian besar orang
mengakui bahwa keahlian membuat batik
yang dimiliki masyarakat Indonesia adalah
sebuah mahakarya seni.[1][2][4]
Berbagai ajang pameran tentang batik di
seluruh dunia selalu diselenggarakan, kini
selalu mengungkapkan kekayaan sejarah
batik, memperagakan proses membuat batik
secara tradisional yang nyaris terlupakan,
serta memberikan pemahaman mengenai arti
di balik simbol dan motif yang digunakan.
Permasalahan lingkungan di dunia saat ini
merupakan tantangan tersendiri bagi
perancangan modern yang memperlihatkan
kecintaan warga dunia terhadap batik
tradisional dan kontemporer, sebagai
pertanda bahwa batik akan tetap diminati
pada masa yang akan datang di seluruh
dunia.
Pameran dengan dukungan dana penuh dari
Kementerian Luar Negeri Pemerintah
Federal Jerman pernah diwujudkan dalam
serangkaian acara “JERIN - Jerman dan

Gambar 13. Batik Denny Wirawan [41]

Pameran karya seni unik yang begitu indah
ini dapat memberikan harapan agar mampu
menggerakkan bangsa Indonesia untuk
memberi dukungan sepenuhnya terhadap
pembangunan berkelanjutan dan dukungan
penghargaan terhadap batik. Generasi yang
akan datang juga layak mendapatkan
kesempatan yang sama untuk bisa
menikmati
batik
sebagaimana
yang
dirasakan saat ini.

3. HASIL DAN DISKUSI
Batik yang sangat dicintai masyarakat
Indonesia mungkin sudah tak lagi diragukan,
karena masyarakat dunia pun telah
mencintai batik. Dukungan masyarakat
yanng sangat luar biasa untuk melestarikan
kain adat tersebut semakin menggelora di
lubuk hati warga Indonesia. Hal tersebut
dapat terlihat dari kesadaran masyarakat
yang menjadikan batik sebagai bagian dari
keseharian, bahkan ketika masyarakat
Indonesia sedang berada di luar negeri.
Fakta terkini memperlihatkan, bahwa batik
memang telah mendunia, namun Indonesia
harus tetap menjadi rumahnya. Bisa saja
negara manapun di dunia mengakui punya
batik, tapi keberadaan sejatinya tetap di
Indonesia. Ajang menarik tentang batik
harus selalu diisi dengan berbagai acara,
seperti konferensi batik, pameran batik,
hingga kunjungan ke tempat-tempat yang
memiliki kaitan bersejarah dengan batik.
Glokalisasi dimaknai sebagai munculnya
interpretasi produk-produk global (yang

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

9

asalnya merupakan produk lokal juga) dalam
konteks yang dilakukan masyarakat dalam
berbagai wilayah budaya. Interpretasi lokal
masyarakat tersebut kemudian juga telah
membuka kemungkinan adanya pergeseran
makna atas nilai budaya. Keberadaan batik
Indonesia dengan aneka ragam motif serta
bentuknya, diyakini banyak pihak bakal
menjadi satu di antara ikon Indonesia yang
menawan pada perhelatan pergaulan dan
perdagangan internasional.
Keberadaan era blok perdagangan bebas
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
akan berlangsung dari tahun 2015 ini
seharusnya tidak akan mempengaruhi
perdagangan batik, apalagi bila pemerintah
dan seluruh praktisi dalam bidang batik
mampu menerapkan strategi glokalisasi ini
secara tepat. Strategi kreatif ini akan
membuat batik semakin dicintai dan terus
memantapkan eksistensinya tidak hanya di
ASEAN, tetapi di seluruh dunia. Justru
dengan MEA akan menjadikan batik
semakin populer di seantero ASEAN,
bahkan dunia.
Dinamisasi kebudayaan dan tantangan
global (termasuk lokal dan nasional) lewat
pemberdayaan kebudayaan dalam negara
dan pasar yang mendialogkan kebudayaan,
politik, dan ekonomi di ranah batik, dan
pasar diwakili oleh entitas ''glokalisasi''
(paduan globalisasi dan lokalisasi) dan
dinamisasi kebudayaan. Dengan kata lain,
dinamisasi kebudayaan dan glokalisasi
adalah kata-kata kunci. Kalau dua hal itu
tidak dihadirkan, paling tidak secara teoretis,
jangan-jangan masyarakat Indonesia hanya
akan menjadi korban hegemoni dan/atau
dominasi kebudayaan, politik, dan pasar
global.

nasionalis sampai dengan penerimaan
kosmopolitan, yang hidup dari dan
merubah globalisasi yang menghasilkan
glokalisasi.
4) Komoditas-komoditas dan media, arena
dan kekuatan kunci dalam perubahan
budaya pada akhir abad 20 dan awal
abad 21 tidak dilihat sebagai (secara
total) yang koersif, namun lebih sebagai
penyedia materi untuk dimanfaatkan
dalam kreasi individual dan kelompok di
seluruh
wilayah
dunia
yang
terglokalisasi.
Dari berbagai teori beberapa ahli tersebut,
maka dapat dianalisis dan didiskusikan
bahwa kebanyakan dari para ahli
mengemukakan bahwa bentuk glokalisasi
sebagai konsep daripada globalisasi, dan
glokalisasi sangat erat kaitannya dengan
percampuran pengaruh global yang masuk
ke dalam budaya lokal sehingga menjadi
sesuatu yang baru, entah itu merugikan
ataupun menguntungkan, tergantung pada
kemampuan dari lokal itu sendiri untuk
menyikapinya. Glokalisasi juga sangat
memiliki kaitan yang erat dengan ekonomi
global,
karena
banyak
perusahaanperusahaan dan industri berskala global
menggunakan strategi glokalisasi dengan
memanfaatkan potensi budaya lokal untuk
bersaing dengan pasar lokal. Hal itulah yang
perlu dilakukan oleh industri batik dalam
strategi kreatifnya untuk terus menjaga
eksistensinya di pasar global dan siap
bersaing dengan produk global lainnya
terutama dengan mengikuti arus karakter
pasar global agar apapun yang diproduksi
dapat diterima oleh masyarakat dunia.

4. KESIMPULAN
Secara keseluruhan (mengikuti pendapat
Robertson (1992:167)) ada beberapa elemen
esensial dari glokalisasi sebagai berikut:[42]
1) Dunia
sedang
tumbuh
menjadi
pluralistik.
2) Individu-individu dan berbagai bentuk
kelompok-kelompok lokal memiliki
kekuasaan besar untuk menyesuaikan
diri, memperbarui dan melakukan
manuver dalam sebuah dunia glokal.
3) Proses-proses sosial adalah berhubungan
dan saling tergantung. Globalisasi
memancing berbagai reaksi, dari kubu

Strategi glokalisasi memang terbukti sangat
jitu untuk sebuah produk yang akhirnya
menjadi global menyesuaikan produknya
dengan karakter pasar dan budaya lokal, dan
glokalisasi menjadi cara yang ampuh agar
globalisasi tidak meracuni tradisi lokal.
Bertemunya dua nilai kebudayaan yang
menjadi semacam penempelan dua nilai
budaya terlihat cukup jelas di produk-produk
yang ada. Gaya hidup modern yang semakin
melekat di masyarakat sering mengakibatkan
makna tradisi mengalami pergeseran nilai
dan penyempitan arti.

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

10

Nilai tradisi hanya dinilai dari apa yang
nampak secara penglihatan saja dan nilai
tradisi yang lebih dalam menembus konteks
kultural,
historikal,
maupun
agama,
sepertinya sudah tidak lagi diperhatikan. Itu
akibat dari dampak atau implikasi dari
masuknya produk global ke dalam produk
lokal dengan memanfaatkan berbagai
potensi kebudayaan sebagai strateginya.[43]
Sebagai contoh penggunaan motif batik
Indonesia yang dilakukan pada berbagai
produk yang tidak berupa kain atau pakaian,
tetapi dalam bentuk tas, dompet, dan lainlain. Selain itu dampak atau implikasi untuk
budaya lokal Indonesia ialah semakin kuat
dan memberikan kesan esklusifisme kepada
produk lokal Indonesia ini, karena bentuk
percampuran dari produk global tersebut.
Maka, untuk menyikapi semua hal tersebut,
tergantung bagaimana masyarakat lokal
menyikapinya, dengan segala macam
pengaruh global yang masuk melalui
industri dan produk-produknya, seharusnya
masyarakat lokal lebih dewasa dalam hal ini,
dengan menerima hal tersebut asalkan masih
dalam konteks positif, tetapi jangan
tinggalkan kesan sesungguhnya dari
kebudayaan yang telah memanfaatkan hasil
produk global, tetapi tetap cinta kepada
produk lokal dan tidak menghilangkan
karakter pasar lokal yang sudah menjadi
karakter atau identitas perekonomian lokal.
Dengan begitu dapat meminimalisir dampak
atau implikasi dari strategi glokalisasi yang
dilakukan industri global melalui produkproduknya, serta dengan begitu juga tidak
akan ada pergeseran nilai-nilai tradisi lokal
yang merupakan identitas dan jatidiri dari
kebudayaan lokal suatu negara.
Dalam strateginya, batik memanfaatkan dan
menunjukkan potensi budaya Indonesia yang
selama ini telah menjadi warisan budaya
Indonesia. Batik harus memiliki kemampuan
mengembangkan ekstensifikasi pada setiap
produknya seperti jaket, sepatu, topi, dan hal
lainnya. Hal itu dilakukan untuk menarik
minat masyarakat dunia. Ada beberapa
alasan kenapa motif batik harus terus
dikembangkan menuju pasar glonal, karena
batik merupakan bentuk sentuhan tradisional
yang muncul dari masyarakatnya itu sendiri,
karena batik sendiri terus menjadi bahan

perbincangan setelah beberapa kasus klaim
batik yang juga menjadi identitas bangsa
Indonesia oleh bangsa lain memunculkan
kepanikan tersendiri yang mengakibatkan
tema batik menjadi menarik dan sepertinya
semua kalangan ikut memperbincangkannya.
Kepanikan inilah yang dimanfaatkan oleh
batik dengan sebaran produk-produknya
dengan cara memberikan sentuhan batik
pada produkya dan lantas disebut sebagai
produk khas Indonesia, bahkan dunia.
Namun dengan status batik yang masih
merupakan industri lokal dan belum penuh
memasuki industri global, maka masyarakat
pun banyak yang berfikir kalau pemakaian
motif batik dalam setiap sebaran produknya
akan
memanfaatkan
potensi
budaya
Indonesia untuk masuk ke dalam karakter
pasar global yang lebih tahu seluk-beluk
persaingan pasar bebas di dunia, termasuk
ketika era Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) telah resmi dimulai pada akhir tahun
2015 ini.
Jenis produknya sendiri merupakan simbol
tersendiri yang memiliki makna. Makna
yang menyeluruh dan utuh yang terbangun
dari suatu produk dihasilkan oleh simbolsimbol yang saling membangun pada produk
tersebut. Mungkin karena semangat gaya
hidup etnik dan sub kultural yang
menggebu, produk apapun ditempeli motif
internasional. Namun nilai tradisi yang
muncul menjadi kabur, karena sering produk
yang ditempeli ternyata tidak memiliki
kaitan historikal, cultural atau religius yang
sama dengan motifnya, sehingga pemaknaan
menjadi saling bertabrakan dan kesakralan
motif batik menjadi tidak ada. Motif batik
hanya menjadi patron estetika visual saja,
saat ini dapat dilihat begitu banyak mode
produk-produk bercorak dan bermotif batik
seperti yang dilakukan oleh berbagai produk
internasional dengan beralasan bahwa objek
tersebut mengandung nilai tradisi, padahal
perlu dicek ulang tentang kaitan antara
sejarah, ideologi, agama dan kebudayaan
Indonesia dengan produk tersebut.

5. DAFTAR PUSTAKA
Tulisan ini telah memperoleh bahan kajian
secara lengkap dari beberapa literatur utama
di bawah ini, yakni:

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

11

[1]. Djomena, Nian., 2013, “Ungkapan
Sehelai Batik”, Jambatan, Jakarta.
[2]. Wulandari,
Ari.,
2011,
“Batik
Nusantara”, Andi Offset, Yogyakarta.
[3]. Tokopedia, 2015, “Homeset Tenun
Aplikasi Batik Cap”, tersedia pada
https://www.tokopedia.com/umaisolsh
op/homeset-tenun-aplikasi-batik-cap-2
diakses pada tanggal 7 Maret 2015
Pukul 14.15 (GMT +7).
[4]. Musman, Asti., Ambar B. Arini, 2011,
“Batik:
Warisan
Adiluhung
Nusantara”,
Andi
Publisher,
Yogyakarta.
[5]. Kusmayatna, Aang., 2012, “Indonesian
Batik at Paris Fashion Week by Dries
van Noten”, tersedia pada
https://kupatahu28.wordpress.com/201
2/11/17/indonesian-batik-at-parisfashion-week-by-dries-van-noten/
diakses pada tanggal 7 Maret 2015
Pukul 19.45 (GMT +7).
[6]. TrendVogue, 2015, “Indonesian Batik
and American Fashion Industry”
tersedia pada
http://www.trendvogue.net/indonesianbatik-and-american-fashion-industry/
diakses pada tanggal 7 Maret 2015
Pukul 22.30 (GMT +7).
[7]. Harmandini, Felicitas., 2012, “Ketika
Batik Merasuk di Industri Mode
Amerika”, tersedia pada
http://female.kompas.com/read/2012/1
0/14/01563627/Ketika.Batik.Merasuk.d
i.Industri.Mode.Amerika
diakses pada tanggal 8 Maret 2015
Pukul 02.20 (GMT +7).
[8]. Batik Trusmi, 2013, “Ini Bukti Busana
Batik Cirebon Indonesia Digemari
Seleb Hollywood”, tersedia pada
http://batiktrusmi.org/ini-bukti-busanabatik-cirebon-indonesia-digemariseleb-hollywood/
diakses pada tanggal 8 Maret 2015
Pukul 03.35 (GMT +7).
[9]. Oktaviani, Kiki., 2012, “6 Selebriti
Dunia Cantik Pakai Batik”, tersedia
pada
http://wolipop.detik.com/read/2012/10/
02/123518/2052486/1137/6-selebritidunia-cantik-pakai-batik
diakses pada tanggal 8 Maret 2015
Pukul 09.35 (GMT +7).
[10]. Shifrin, Laurie J.., 2009, “Batik
Beauties”, Patchwork Place, London.

[11]. Roberts Jr., Bob., 2007, “Glocalization:
How Followers of Jesus Engage a Flat
World”, Zondervan, London.
[12]. Irsan, Abdul., 2010, “Indonesia di
Tengah
Pusaran
Globalisasi”,
Grafindo, Jakarta.
[13]. Ruby, Carolyn, 2014, “Going Glocal”,
tersedia pada
http://wondermentcreative.com/goingglocal/
diakses pada tanggal 8 Maret 2015
Pukul 12.30 (GMT +7).
[14]. Bhaduri, Saugata., 2008, “Negotiating
Glocalization: Views From Language,
Literature And Culture Studies”,
Anthem Press India, New Delhi.
[15]. Drori, Gili S.., Markus A. Höllerer,
Peter Walgenbach, 2013, “Global
Themes and Local Variations in
Organization
and
Management:
Perspectives
on
Glocalization”,
Routledge, Chicago.
[16]. Temkin, Bruce., 2010, “McDonalds
Showcases Glocal Strategy” tersedia
pada
https://experiencematters.wordpress.co
m/2010/03/02/customer-needs-driveglocal-strategy/
diakses pada tanggal 8 Maret 2015
Pukul 15.20 (GMT +7).
[17]. Robertson,
Roland.,
1995,
“Glocalization:
Time-Space
and
Homogeneity-Heterogeneity”, SAGE
Publications Ltd., London.
[18]. Sigismondi, Paolo., 2005, “The Digital
Glocalization of Entertainment: New
Paradigms in the 21st Century Global
Mediascape”, Springer, New York.
[19]. Budihardjo,
Eko.,
2015,
“Dari
Globalisasi ke Glokalisasi”, tersedia
pada
http://www.unisosdem.org/article_detai
l.php?aid=3964&coid=1&caid=24&gid
=3
diakses pada tanggal 13 Maret 2015
Pukul 16.30 (GMT +7).
[20]. Armandhanu, Denny., 2013, “Kisah
Nelson
Mandela
Cinta
Batik
Indonesia”, terdia pada
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/
464227-kisah-nelson-mandela-cintabatik-indonesia
diakses pada tanggal 10 Januari 2015
Pukul 19.40 (GMT +7).
[21]. GampakMewek, 2013, “Pernah Lihat
Mandela Tanpa Batik?”, tersedia pada

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

12

http://www.kaskus.co.id/thread/52a45b
321f0bc352728b45f7/seandainyabeliau-orang-indonesia-pernah-liatmandela-tanpa-batik
diakses pada tanggal 15 Januari 2015
Pukul 20.10 (GMT +7).
[22]. Heru, Andhika., 2013, “Nelson
Mandela Sang Pencinta Batik Sejati”,
tersedia pada
http://luarnegeri.kompasiana.com/2013/12/06/nel
son-mandela-sang-pencinta-batiksejati-616100.html
diakses pada tanggal 17 Januari 2015
Pukul 14.35 (GMT +7).
[23]. Febrialdi, 2013, “Pakaian Batik
Indonesia sebagai Filosofi Perjuangan
Hidup Nelson Mandela”, tersedia pada
http://sosok.kompasiana.com/2013/12/
06/pakaiaan-batik-indonesia-sebagaifilosofi-perjuangan-hidup-nelsonmandela-616119.html
diakses pada tanggal 6 Januari 2015
Pukul 19.45 (GMT +7).
[24]. Grazia Indonesia, 2013, “Mengenang
Sang Pencinta Batik”, tersedia pada
http://www.grazia.co.id/fashion/grazia.
says/mengenang.sang.pencinta.batik/00
1/002/259
diakses pada tanggal 9 Februari 2015
Pukul 21.55 (GMT +7).
[25]. Bensen, Adrie., 2012, “Selamat Jalan
Bapak Batik Dunia Nelson Mandela”,
tersedia pada
http://forum.detik.com/selamat-jalanbapak-batik-dunia-nelson-mandelat844873.html
diakses pada tanggal 15 Februari 2015
Pukul 09.15 (GMT +7).
[26]. Lestari, Sri., 2013, “Kenapa Rakyat
Afrika Selatan Tidak Mau Pakai
Batik?”, tersedia pada
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_
indonesia/2013/12/131206_jkala_mand
ela_batik
diakses pada tanggal 18 Februari 2015
Pukul 05.35 (GMT +7).
[27]. Fatah,
Dody.,
2013,
“Mandela
Berbaring Mengenakan Kemeja Batik”,
tersedia pada
http://www.dw.de/mandela-berbaringmengenakan-kemeja-batik/a-17289501
diakses pada tanggal 20 Februari 2015
Pukul 08.15 (GMT +7).
[28]. Mulyanto,
Bambang.,
2008,
“Menbudpar Jero Wacik, Puji Ragam

Busana Batik Guruh Sukarnoputra”,
tersedia pada
http://www.kabarindonesia.com/berita.
php?pil=12&jd=Nenbudpar++Jero++
Wacik%2C++Puji++Ragam++Busana
++Batik++Guruh++Soekarnoputra.&d
n=20080628192024
diakses pada tanggal 5 Januari 2015
Pukul 19.25 (GMT +7).
[29]. Jakarta Globe, 2011, “SBY Kicks Off
World Batik Summit”, tersedia pada
http://thejakartaglobe.beritasatu.com/ar
chive/sby-kicks-off-world-batiksummit/
diakses pada tanggal 18 Januari 2015
Pukul 17.30 (GMT +7).
[30]. Annor, Ahmad., 2011, “Jelang World
Batik Summit 2011”, tersedia pada
http://batik-produkmutu.blogspot.com/
diakses pada tanggal 13 Februari 2015
Pukul 21.45 (GMT +7).
[31]. Nurhayat,
Wiji.,
2014,
“Batik
Indonesia Disukai Orang AS hingga
Jerman, Ini Penyebabnya”, tersedia
pada
http://www.kemendag.go.id/id/news/20
14/10/02/batik-indonesia-disukaiorang-as-hingga-jerman-inipenyebabnya
diakses pada tanggal 19 Februari 2015
Pukul 23.25 (GMT +7).
[32]. Jatis Group, 2014, “Batik Days”,
tersedia pada
http://www.jatis.com/?portfolio=jatisgroup-turut-memperingati-hari-batiknasional
diakses pada tanggal 11 Februari 2015
Pukul 16.25 (GMT +7).
[33]. Wandira, Riska., 2014, “Kekayaan
Warisan Budaya dalam Pagelaran
Busana Batik”, tersedia pada
http://wolipop.detik.com/read/2011/05/
17/123439/1641122/233/kekayaanwarisan-budaya-dalam-pagelaranbusana-batik
diakses pada tanggal 17 Februari 2015
Pukul 20.15 (GMT +7).
[34]. Djalal,
Patti.,
2014,
“The
Competition”, tersedia pada
http://americanbatik.embassyofindones
ia.org/
diakses pada tanggal 23 Januari 2015
Pukul 15.15 (GMT +7).
[35]. Surya, Adjie., 2014, “ABDC to
Streghten
US-Indonesia
People
Contact”, tersedia pada

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

13

http://www.indonesia.travel/en/news/d
etail/441/american-batik-designcompetition-to-strengthen-usindonesia-people-contact
diakses pada tanggal 27 Januari 2015
Pukul 17.45 (GMT +7).
[36]. Stover, Adrian., 2014, “Batik for
Americans and Indonesians Alike”,
tersedia pada
http://asiasociety.org/batik-americansand-indonesians-alike
diakses pada tanggal 25 Februari 2015
Pukul 12.25 (GMT +7).
[37]. Diah, Sakinah Rakhmah., 2014, “BNI
Dukung American Batik Competition”,
tersedia pada
http://bisniskeuangan.kompas.com/read
/2013/11/05/1451072/BNI.Dukung.Am
erican.Batik.Competition
diakses pada tanggal 27 Februari 2015
Pukul 14.45 (GMT +7).
[38]. Latitudes, 2012, “Indonesian Batik: A
Living Heritages, Jakarta & Solo”,
tersedia pada
http://latitudes.nu/indonesian-batik-aliving-heritage-jakarta-solo/
diakses pada tanggal 18 Februari 2015
Pukul 15.35 (GMT +7).
[39]. Surono, Agus., 2013, “Carnival Batik
Solo Indonesian”, tersedia pada
http://omguss.blogspot.com/2013_06_1
1_archive.html
diakses pada tanggal 15 Januari 2015
Pukul 13.45 (GMT +7).
[40]. Krummeck, Martin., 2013, “Clean
Batik Initiative”, tersedia pada
http://www.switchasia.eu/projects/clean-batik-initiative/
diakses pada tanggal 1 Februari 2015
Pukul 14.20 (GMT +7).
[41]. Clean
Batik
Initiative,
2013,
“Equipping Top Performing SMEs
with International Experience at Trade
Expo Indonesia 2013”, tersedia pada
http://www.cleanbatik.com/index.php?i
d=328
diakses pada tanggal 7 Februari 2015
Pukul 13.30 (GMT +7).
[42]. Robertson,
Roland.,
1992,
“Globalization: Social Theory and
Global Culture”, SAGE Publication
Ltd., New York.
[43]. Sumardjo, Jakob., 2006, “Estetika
Paradok”.
Sunan
Ambu
Press,
Bandung.

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif
Universitas Widyatama Bandung
19 Maret 2015

14