Analisis Tokoh Utama Pada Film Curse Of The Golden Flower Berdasarkan Pendekatan Struktural

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP & LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka
Welleck (1981:2), “Sastra identik dengan kata-kata yang menggambarkan
perasaan yang sedang dirasakan, proses imajinasi dan kreativitas.” Ketiga hal
tersebut sering digunakan sebagai referensi untuk karya kreatif imajinatif,
termasuk karya-karya yaitu puisi, drama, fiksi dan non fiksi. Demikian pula pada
penelitian ini film Curse of the Golden Flower menjadi fokus analisa penulis.
Menurut Boggs (1992:24) sastra dan film memiliki banyak unsur yang sama.
Biarpun keduanya adalah media yang berbeda, keduanya mengkomunikasikan
berbagai macam hal dengan cara yang sama. Analisa film yang perseptif dibangun
atas unsur-unsur yang dipakai dalam analisa sastra.
Menurut Himawan (2008:2) menyatakan film secara umum dapat dibagi atas
dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif dan unsur sistematik. Unsur naratif
adalah bahan (materi) yang akan diolah berhubungan dengan aspek cerita. Adapun
setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi,
waktu serta lainnya. Berdasarkan teori di atas penelitian ini fokus kepada tokoh
cerita, masalah dan konflik yang digambarkan melalui alur cerita, serta lokasi dan
waktu yang digambarkan melalui latar.


8

Karakter adalah tokoh yang disajikan dalam karya berbentuk naratif (seperti
novel, drama atau film) yang menunjukkan kualitas personal mereka melalui
dialog dan tindakan dengan cara pembaca atau penonton dapat mengerti
pemikiran dan perasaan, intuisi dan motivasi mereka. Karl (1976:238), “Karakter
adalah ketertarikan pada alasan personal yang kita ingin lihat bagaimana orang
lain hidup, bagaimana mereka membuat keputusan dan meresponi tanggung jawab,
bagaimana mereka mengejar tujuan mereka. Kita dapat mengukur diri kita dengan
membandingkan dengan mereka.” Dengan mengacu kepada tokoh cerita
penelitian ini akan menganalisis tokoh Raja dan Ratu dalam cerita Curse of the
Golden Flower .
Tri Bata Biru Saputri (2001), dengan judul skripsi “Kepribadian Dominan
pada Tokoh Frank Hopkins dalam Skrip Film Hidalgo karya John Fusco”.
Penelitian tersebut meneliti tokoh utama dalam pendekatan ekstrinsik skrip film
berdasarkan teori teori psikologi Analitik.
Sheyra Silvia Siregar dengan judul penelitiannya Analisis Kepribadian Tokoh
Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan
Psikologi Sastra (2011). Dalam penelitiannya Sheyra Silvia menguraikan dan
menganalisis analisis tokoh utama berdasarkan teori psikologi dan menganalisis

unsur intrinsik (tema, tokoh, alur, latar dan sudut pandang). Penelitian ini sangat
membantu penulis untuk melihat dan menganalisis unsur intrinsik pada sebuah
film.

9

Lucky Prahesti dengan judul penelitiannya Transformasi Unsur-Unsur
Instrinsik Dalam Ekranisasi 5 Cm (2013). Dalam penelitiannya Lucky Prahesti
meneliti transformasi dari

novel ke film menjadi fokus analisa. Penulis

menganalisis unsur-unsur intrinsik yang lebih luas dengan pembahasan yang rinci
menggunakan teori ekranisasi. Penelitian ini sangat membantu penulis untuk
melihat analisis unsur intrinsik pada sebuah film yang sekarang penulis teliti
dalam skripsi ini. Data tersebut menjadi fokus utama penulis untuk menganalisis
tokoh utama dalam film Curse of the Golden Flower.

2.2 Konsep
Dalam konsep akan dipaparkan variabel-variabel yang terdapat dalam judul

penelitian. Berikut akan dijabarkan konsep tentang tokoh, pendekatan struktural,
dan film.
2.2.1 Tokoh
Tokoh merupakan penggerak dalam cerita. Tokoh mempunyai peran penting
dalam suatu karya sastra dan dalam cerita tokoh bertugas menjadi penggerak serta
menjalankan alur cerita sehingga dapat menjalankan objek pada cerita tersebut.
Sosok tokoh menggambarkan kejiwaan dan karakternya kedalam alur cerita,
sehingga dari sini kita dapat melihat bagaimana peranan tokoh dalam jalan cerita
tersebut.
Dalam sebuah karya sastra, tidak menampik kemungkinan bahwa tokoh
hanya berdiri sendiri. Ia disandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya, yang memiliki
10

kejiwaan dan karakter yang berbeda satu sama lain. Ditinjau dari peranan dan
keterlibatan dalam cerita. Tokoh dapat dibedakan atas:
1. Tokoh utama yaitu tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus
menerus dan mendominasi sebagian besar jalan cerita. Juga disebut tokoh
primer.
2. Tokoh bawahan yaitu tokoh yang mendampingi tokoh utama suatu cerita.
Dapat disebut juga tokoh sekunder.

3. Tokoh tambahan atau tokoh komplementer, yaitu tokoh yang memiliki
peranan tidak penting karena kemunculannya hanya sekali-kali, hanya
melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama.
Marquaß (dalam Festian, 2012:16-17) memberikan pendapatnya tentang
tokoh:
“Tokoh, terutama tokoh utama, berada pada pusat minat pembaca. Tingkah
laku dan nasib mereka menjadi perhatian yang besar dari pembaca. Selain
manusia, tokoh didalam teks-teks prosa juga digambarkan sebagai semua
makhluk hidup yang menunjukkan kesadaran yang mirip dengan manusia
(hewan-hewan dalam fabel, benda-benda yang berbicara dalam cerita
dongeng, dan lain-lain. Dalam menganalisis tokoh pada teks prosa harus
diperhatikan ciri-ciri apa saja yang tokoh tunjukkan (karakterisasi) dan
bagaimana hubungan antar tokoh yang satu dengan yang lain (konstelasi).
Juga termasuk bagaimana cara pengarang merancang tokoh-tokoh
(konsepsi).”
Tokoh utama berperan sebagai cermin dari cerita atau tema yang diangkat
pengarang. Tokoh utama menjadi pusat karena pengarang menunjukkan isi cerita
dari penjabaran yang dilakukan oleh tokoh utama. Selain tokoh utama, tokoh
bawahan atau tokoh tambahan wajib berada didalam sebuah karya sastra.
Perbedaannya dengan tokoh utama yaitu masalah yang diangkat tidak berpusat


11

pada tokoh pendukung sehingga kemunculannya lebih sedikit dari pada tokoh
utama. Ini adalah karakter yang muncul sepanjang cerita, tetapi bukan fokus
utama.
Pengklasifikasian tokoh dapat dibedakan ke dalam jenis penamaan
berdasarkan sudut pandang dan tinjauan tertentu. Dari kriteria berkembang atau
tidaknya kepribadian, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis (static
character) dan dinamis (developing character). Tokoh statis adalah tokoh yang
memiliki watak dan kepribadiannya yang tetap, tak berkembang sejak awal
hingga akhir cerita. Tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perkembangan
watak dan kepribadian sejalan dengan plot yang diceritakan. Dari segi
perwatakannya dibedakan menjadi tokoh sederhana (simple atau flat character)
dan kompleks (complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak tertentu
saja. Tokoh kompleks merupakan tokoh yang diungkapkan memiliki berbagai
kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati dirinya. Dalam penelitian ini
penulis fokus menganalisis tokoh utama, yaitu Raja dan Ratu dalam film Curse of
the Golden Flower.


12

2.2.2 Pendekatan Struktural
2.2.2.1 Unsur Intrinsik
Yang dimaksud unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsurunsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan dalam teks karya sastra itu,
yang membangun karya sastra tersebut dari dalam.
Dalam sebuah karya sastra tentu terdapat unsur-unsur yang membangun
karya sastra tersebut. Unsur-unsur yang membangun yaitu, tema, alur atau plot,
latar atau setting, tokoh, sudut pandang. Dari berbagai unsur tersebut penulis
fokus pada satu kesatuan elemen karya sastra yang tidak dapat dipisahkan yaitu
alur atau plot, setting atau latar dan tokoh.

1. Alur (Plot)
Menurut Sundari, dalam Fananie, (2000: 93), alur atau plot
merupakan keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam
cerita. Plot atau alur berfokus pada suatu aksi atau suatu moment.
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam suatu cerita. Ada berbagai pendapat tentang

tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Pada umumnya alur
pada cerita fiksi disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:
1.Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan),

13

2.Generating Circumstance (peristiwa yang bersangkut-paut dan
mulai bergerak),
3. Ricing Action (keadaan mulai memuncak),
4.Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya),
5.Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua
peristiwa).
Namun bukan berarti bahwa suatu cerita harus disusun menurut
urutan peristiwa seperti di atas, karena ini hanya merupakan
penjelasan terhadap unsur-unsur yang membangun alur tersebut. Di
dalam drama urutan peristiwa dapat di mulai dari mana saja, tidak
harus berawal dari tahap pengenalan tokoh atau latar, dengan kata
lain karya sastra (drama) mengenal alur maju dan alur mundur.
Menurut Nurgiyantoro (1995 : 154) alur maju terjadi apabila
peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis berurutan

dari awal sampai akhir. Sedang alur mundur menurut Sudjiman
(1988 : 33) ialah urutan peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam
karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya
disebut sorot balik ini di tampilkan dalam dialog, dalam bentuk
mimpi, atau sebagai lamunan tokoh yang teringat kembali kepada
peristiwa masa lalu.
Selain kedua jenis alur ini, dikenal juga alur campuran, yakni
teknik penceritaan yang mengunakan alur maju sekaligus alur

14

mundur. Menurut Nurgiyantoro (1995 : 156), tidak ada karya fiksi
yang mutlak beralur kronologis atau sebaliknya, sorot balik. Secara
garis besar, sebuah fiksi mungkin beralur maju, tetapi di dalamnya
sering terdapat adegan sorot balik, demikian juga sebaliknya.
Untuk menentukan pengkategorian alur sebuah fiksi, hendaknya
dilihat penggunaan alur yang lebih dominan.
Adapun alur yang terdapat dalam film Curse of the Golden
Flower adalah alur maju, yaitu cerita berawal saat Ratu Phoenix
beserta seluruh pegawai istana sedang bersiap-siap menyambut

kedatangan Pangeran Jay dan berakhir dengan kematian Pangeran
Wan, Pangeran Jay dan Pangeran Yu.

2. Latar (Setting)
Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Latar atau setting
merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting,
karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum
sebuah karya (Fananie, 2000:97). Latar atau setting yang disebut
sebagai landas tumpu yang mengarahkan pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1998:216).
Latar cerita dalam karya fiksi bukannya berupa tempat, waktu,
peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu,
tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap,

15

jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat
dalam menanggapi suatu problema tertentu. Oleh karena itu latar
tidak hanya mendeskripsikan tempat, waktu dan peristiwa serta

suasana dalam suatu cerita (Siswanto, 2008: 149).
Setting sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompokkelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa
dan lain-lain yang melatari peristiwa. Fisik mengacu pada wujud
fisikal, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Siswanto, 2008 :
150). Dalam sebuah cerita rekaan setting sosial maupun setting
fisik tidak selalu muncul, tetapi bisa juga setting cerita yang
menonjol adalah setting waktu dan tempat.
Penggambaran latar dalam sebuah cerita ada yang terperinci, ada
pula yang tidak. Ada setting yang dijelaskan sama seperti
kenyataannya, ada juga yang merupakan gabungan antara keyataan
dengan khayalan.
3. Tokoh
Salah satu unsur intrinsik yang mendukung keberhasilan karya
sastra adalah tokoh. Tokoh adalah komponen yang penting dalam
cerita. Apabila tokoh tidak ada, sulit menggolongkan sebuah karya
sastra ke dalam karya sastra naratif karena tindakan para tokoh
menyebabkan terjadinya alur. Tokoh-tokoh itulah sebagai penderita
kejadian dan menjadi penentu perkembangan alur.

16


Tokoh adalah figur yang dikenai dan sekaligus mengenai
tindakan psikologi. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. Jutaan
rasa akan hadir lewat tokoh. Dalam sebuah novel tokoh memegang
peranan yang sangat penting, namun tak lepas dari itu, tokoh dalam
film memegang peranan yang berbeda-beda. Ada tokoh yang
penting ada pula tokoh tambahan. Seorang tokoh memiliki peranan
yang penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau
tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak
penting karena permunculannya hanya melengkapi, melayani,
mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh
pembantu (Aminuddin, 1987:79). Adapun dalam penelitian ini
penulis hanya berfokus pada kedua tokoh utama, yaitu Kaisar Ping
Ratu Phoenix.

2.2.2.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur- unsur yang berada di luar
karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik karya sastra bisa kita ibaratkan dengan
pembangunan suatu rumah. Unsur ekstrinsik bukanlah bahan-bahan untuk
membangun rumah seperti batu bata atau yang lainnya. Unsur ekstrinsik lebih
mengarah pada kondisi sosial dan budaya pembangun rumah sehingga
mempengaruhi model sebuah rumah. Jadi dapat ditegaskan bahwa unsur

17

ekstrinsik karya sastra lebih mengarah pada kondisi sosial dan budaya dari
pengarang sehingga mempengaruhi penciptaan sebuah karya sastra.
Menurut Welleck dan Warren (1956) bagian yang termasuk unsur
ekstrinsik karya sastra adalah:
1. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi penciptaan
sebuah karya sastra.
2. Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca
maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya. Keadaan psikologis pengarang
pasti akan memberi warna yang berbeda dari sebuah karya sastra. Keadaan
psikologis pengarang mempengaruhi pemilihan tema, bahasa dan alur cerita karya
sastra. Hasil karya sastrawan muda pastilah berbeda dengan hasil karya sastrawan
senior.
3. Keadaan lingkungan pengarang, baik sosial, ekonomi dan politik.
4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama dan lainlain.

2.2.3 Film

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif,
sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau
gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di
kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film
(sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos

18

(cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah
melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita
harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang
merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan
asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video,
dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan
ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan
atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan danatau ditayangkan dengan sistem
proyeksi mekanik, eletronik, danatau lainnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, film diartikan selaput tipis yang
dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret), atau
untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop).
Sedangkan pengertian film secara luas adalah tampilan yang diproduksi
secara khusus untuk pertunjukkan di gedung atau bioskop. Pengertian film jenis
ini juga disebut dengan istilah teatrikal. Film ini berbeda dengan Film Televisi
atau sinetron yang dibuat khusus untuk siaran televisi.
Pada dasarnya film merupakan alat audio visual yang menarik perhatian
orang banyak, karena dalam film itu selain memuat adegan yang terasa hidup juga
adanya sejumlah kombinasi antara suara, tata warna, kostum, dan panorama yang
indah. Film memiliki daya pikat yang dapat memuaskan penonton.

19

2.3 Landasan Teori
Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah
penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
struktural untuk menganalisis unsur-unsur pembangun dalam sebuah sastra serta
teori psikologi untuk menganalisis dua tokoh utama.
Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan,
menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing
yang menuntun dan memberi arah di dalam penelitian. Adapun teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural dan pendekatan psikologi.

2.3.1 Teori Struktural
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian
kepada sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur
yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang, maupun
pembaca. Wellek dan Werren dalam Wiyatmi (2006:87) menyebutkan pendekatan
ini sebagai pendekatan intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan,
koherensi, dan kebenaran sendiri.
Dalam meneliti sebuah karya sastra diperlukan pendekatan, dalam penulisan
ini digunakan pendekatan struktural. Jika peneliti sastra ingin mengetahui sebuah
makna dalam sebuah karya sastra peneliti harus menganalisis aspek yang
membangun karya tersebut dan menghubungkan dengan aspek lain sehingga
makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra mampu dipahami dengan baik.

20

Teori sturuktural melihat karya sastra sebagai satu kesatuan makna secara
keseluruhan.
Menurut Teeuw (1984:135), pendekatan struktural mencoba menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Teori struktural
membongkar seluruh isidan menghubungkan relevansinya antara unsur-unsur di
dalamnya.
Teori struktural sastra merupakan sebuah teori untuk mendekati teks-teks
sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.Struktural
sastra mengupayakan adanya suatu dasar yang ilmiah bagi teori sastra, seperti
halnya disiplin-disiplin ilmu lainnya. Teeuw mengungkapkan, asumsi dasar
struktural adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan
mempunyai koherensi batiniah (2011:46). Struktural secara khusus mengacu pada
praktik kritik sastra yang model analisisnya didasarkan pada teori linguistik
modern, yang pendekatannya selalu pada unsur intrinsik (struktur kesusastraan)
dan menganggap teks sastra adalah yang otonom.
2.3.2 Teori Psikologi
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teori psikologi Sigmund
Freud. Ada 3 jenis teori psikologi yaitu :
1. Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami
sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta.
Id adalah sistem kepribadian yang ada sejak lahir bahkan mungkin
sebelum lahir dan diturunkan secara genetik langsung berkaitan dengan

21

dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber energi
manusia. Untuk keperluan mencapai maksud dan tujuannya, id memiliki
dua macam proses. Pertama, adalah tindakan-tindakan refleks, yaitu
suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya
otomatis dan segera. Contoh : bersin, mengedipkan mata, batuk, dll.
Kedua adalah proses primer, yaitu suatu proses yang melibatkan
sejumlah reaksi psikologi yang rumit. Dengan proses primer ini
dimaksudkan bahwa id berusaha mengurangi tegangan dengan cara
membentuk bayangan dari objek. Contoh : proses primer pada orang
yang lapar, adalah membayangkan makanan.
2. Ego berfungsi berdasarkan prinsip-prinsip realitas. Artinya, ego
memenuhi kebutuhan organisme berdasarkan objek-objek yang sesuai
dan dapat ditemukan dalam kenyataan. Ego merepresentasikan kenyataan,
dan sampai tingkat tertentu, juga merepresentasikan akal. Ego bertugas
mengontrol dorongan id karena ego selalu bersifat realistis. Orang yang
lapar harus makan untuk menghilangkan tegangan yang ada di dalam
dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan khayalan
tentang makanan dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak
perbedaan antara id dan ego.
3. Superego memiliki dua sisi: pertama adalah nurani (conscience), yang
merupakan internalisasi dari hukuman dan peringatan. Sementara yang
kedua disebut ego ideal. Ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh
positif yang diberikan kepada anak-anak. Superego adalah sistem

22

kepribadian berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif
(menyangkut baik buruk).

23