Pengaruh Penggunaan Steel Slag sebagai Agregat Kasar Terhadap Kuat Tekan dan Lentur pada Beton Bertulang Dibandingkan dengan Beton Normal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. UMUM
Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus
yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa
Jepang digunakan kata kotau-zai, yang arti harafiahnya material-material seperti
tulang; mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan. (Teknologi beton,
2007)
Beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan
air, kadang-kadang dengan bahan tambahan (additive) yang bersifat kimiawi
ataupun fisikal pada perbandiangan tertentu sampai menjadi satu kesatuan yang
homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan. Pengerasan terjadi
karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air. Beton yang sudah
mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan dengan rongga-rongga antara
butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah) dan diisi oleh batuan kecil
(agregat halus atau pasir) dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan
air (pasta semen). Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan
mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja dari beton tersebut
berdampak pada kekuatan yang diinginkan, kemudahan dalam pengerjaannya dan
keawetannya dalam jangka waktu tertentu. Jika ingin membuat beton berkualitas
baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang
lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh
adukan beton (beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton
keras/hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik adalah
beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami
perubahan volume (kembang susutnya kecil). Pada beton yang baik, setiap butir
agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian pula halnya dengan
ruang antara agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar
menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun
jumlahnya hanya 7-15% dari campuran. Beton dengan jumlah semen yang sedikit
6
Universitas Sumatera Utara
(sampai 7%) disebut beton kurus (lean concrete), sedangkan beton dengan jumlah
semen yang banyak (sampai 15%) disebut beton gemuk (rich concrete).
Adapun parameter-parameter yang mempengaruhi kekuatan beton adalah
kualitas semen, proporsi semen terhadap campuran, kekuatan dan kebersihan
agregat, interaksi atau adhesi antara semen dengan agregat, pencampuran yang
cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, penempatan yang benar, penyelesaian
dan pemadatan beton, perawatan beton, dan kandungan klorida tidak melebihi
0,15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos.
(Nawy, 1985:24)
Dalam keadaaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan
kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam-macam
bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau sematamata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus
jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus, umpamanya diekspose
agregatnya. Selain tahan terhadap sernagan api, beton juga tahan terhadap
serangan korosi. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton adalah:
Kelebihan beton antara lain:
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
2. Mampu memikul beban berat
3. Tahan terhadap temperatur tinggi
4. Biaya pemeliharaan yang kecil
Kekurangan beton antara lain:
1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
3. Berat
4. Kekuatan tariknya rendah meskipun kekuatan tekannya besar
2.2. BAHAN PENYUSUN BETON
Beton tersusun atas tiga bahan penyusun utama, yaitu semen, agregat, dan
air. Terkadang juga diberi bahan tambahan (additive) kedalam campuran beton
untuk tujuan tertentu.
7
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Semen
Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun
kohesif, yaitu bahan pengikat. Semen merupakan bahan campuran yang secara
kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan
yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi
mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah
pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan.
2.2.2. AGREGAT
Berdasarkan SK.SNI T-15-1991-03, agregat merupakan material granular
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersamasama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau
adukan. Agregat dalam beton menempati sekitar ¾ bagian dari volume beton.
Dikarenakan proporsi agregat yang besar dalam beton, maka peran agregat
sangatlah penting. Sehingga pemilihan agregat merupakan hal yang penting
karena akan berpengaruh terhadap kualitas beton. Oleh karena itu, agregat yang
digunakan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Agregat dalam keadaan bersih
2.
Keras
3.
Bebas dari sifat penyerapan
4.
Tidak bercampur dengan tanah liat atau lumpur
5.
Distribusi/gradasi ukuran agregat memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku
A. JENIS- JENIS AGREGAT
Penggolongan agregat terdiri dari banyak klasifikasi, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan.
Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik
8
Universitas Sumatera Utara
penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun
dengan mesin pemecah batu.
Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran
beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan
pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak
berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete).
Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini
adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai
berikut:
a. Agregat bulat
Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau
keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%,
sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini
kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.
b. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk
karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat.
Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%–38%, sehingga
membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang
dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan
antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).
c. Agregat bersudut
Agregat ini mempumyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di
tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga
udara pada agregat ini berkisar antara 38%– 40%, sehingga membutuhkan lebih
banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari
agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk
beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).
9
Universitas Sumatera Utara
d. Agregat panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya
jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya
lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang
meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran
rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm.
Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27
mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton
yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton
yang buruk.
e. Agregat pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–
ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang,
tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran
terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata–ratanya. Menurut Galloway (1994) agregat
pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1
: 3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.
f. Agregat pipih dan panjang
Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya,
sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
2. Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul,
tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah
membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan
ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan
agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat
dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur
permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
10
Universitas Sumatera Utara
a. Agregat licin / halus (glassy)
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan
agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan
menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran
agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih
rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau akibat
patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis–lapis.
b. Berbutir (granular)
Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.
c.
Kasar
Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang
mengandung bahan–bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
d. Kristalin (Cristalline)
Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
e. Berbentuk sarang lebah (honey combs)
Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga–rongganya. Melalui
pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.
3. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan
didasarkan pada ukuran butir–butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a.
Agregat Halus
Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam
atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher) dan
11
Universitas Sumatera Utara
mempunyai ukuran butir 5 mm. Agregat alami yang digunakan untuk agregat
campuran beton dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
1.
Pasir galian
Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan
cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan
bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah
dengan cara mencucinya.
2.
Pasir sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, umumnya berbutir halus,
bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir – butir agak kurang
karena butir yang bulat. Karena besar butir–butirnya kecil, maka baik dipakai
untuk memplaster tembok, juga dapat dipakai untuk keperluan yang lain.
3.
Pasir laut
Pasir laut ini adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir–butirnya halus dan
bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak
mengandung garam–garaman. Garam–garaman ini menyerap kandungan air dari
udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan
pengembangan bila sudah menjadi bangunan.
Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka
barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik.
Adapun spesifikasi tersebut adalah :
a.
Susunan Butiran ( Gradasi )
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena
akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan
beton
yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus
tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus.
Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar
: 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang
: 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus
: 2.2 < FM < 2.6
12
Universitas Sumatera Utara
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C
33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM
b.
Persentase berat yang lolos pada
tiap saringan
9.5 mm (3/8 in)
100
4.76 mm (No. 4)
95 – 100
2.36 mm ( No.8)
80 – 100
1.19 mm (No.16)
50 – 85
0.595 mm ( No.30 )
25 – 60
0.300 mm (No.50)
10 – 30
0.150 mm (No.100)
2 - 10
Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),
tidak boleh melebihi 5% (ternadap berat kering). Apabila kadar Lumpur
melampaui 5% maka agragat harus dicuci.
c.
Kadar Liat tidak boleh melebihi 1% terhadap berat kering)
d.
Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan
beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna
yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas
standarnya pada acuan No 3.
e.
Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,
tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan
di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari
0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
f.
Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.
13
Universitas Sumatera Utara
b. Agregat Kasar
Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan
alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone
crusher), dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm.
Kerikil atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan beton harus
memenuhi syarat berikut:
1.
Bersifat padat dan keras, tidak berpori.
2.
Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Jika
kandungan lumpur lebih dari 1% maka kerikil/batu pecah tersebut harus
dicuci.
3.
Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
4.
Tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dimana
akan mengakibatkan pemuaian berlebihan dalam beton.
Spesifikasi dari Agregat kasar:
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari
butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat
ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau
penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai susunan
butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)
Ukuran lubang
Persentase lolos
38,1(mm)
ayakan
95 - 100(%)
komulatif
19,1
35 – 70
9,52
10 - 30
4,75
0–5
2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah
14
Universitas Sumatera Utara
basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang
berklebihan di dalam mortar atau beton.
3.
Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori
atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik
matahari atau hujan.
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200),
tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melebihi 1% maka agregat harus dicuci.
5.
Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban
penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24%
berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22%
berat.
6.
Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles
dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
4. Jenis Agregat Berdasarkan Berat
Agregat berdasarkan beratnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan,
yaitu:
a.
Agregat normal
Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry ataupun
langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5
sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang
3
memiliki berat isi 2.200-2.500 kg/m . Beton yang dihasilkan dengan menggunakan
agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 Mpa (SK.SNI.T-15-1990:1).
b.
Agregat ringan
Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam
sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini
3
3
berkisar antara 350-880 kg/m untuk agregat kasar, dan 750-1.200 kg/m untuk
agregat halusnya (SK.SNI.T-15-1990:1).
15
Universitas Sumatera Utara
c.
Agregat berat
3
Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m . Agregat ini
biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi
nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).
2.2.3. AIR
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.
Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, minyak,
gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan
menurunkan kulitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang
dihasilkan. Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga,
kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat
mutu yang telah ditetapkan (Mulyono, 20003).
Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan
water cement ratio ( w.c.r). Agar terjadi prses hidrasi yang sempurna dalam
adukan beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton
yang hedak dicapai umumnya menggunakan nilai w.c.r yang rendah, sedangkan
dilain pihak untuk menambah daya workability (kemudahan pengerjaan)
diperlukan nilai w.c.r yang lebih tinggi (Dipohusodo, 1994).
Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang
digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan
untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang
digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1.
Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen.
2.
Air resapan agregat.
Air merupakan bahan yang juga sangat penting dalam mempengaruhi
kekuatan beton. Jumlah dan kualitasnya harus sangat diperhatikan karena akan
sangat mempengaruhi kekuatan beton yang diperoleh. Air yang dapat diminumlah
yang sangat baik digunakan dalam campuran beton. Air yang mengandung
senyawa-senyawa berbahaya, tercemar garam, minyak, gula, bahan-bahan kimia
16
Universitas Sumatera Utara
lainnya akan menurunkan kualitas beton yang dihasilkan. Air yang digunakan
dalam campuran beton sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (PBI
1971):
a.
Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2
gram/liter
b.
Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan
lainnya).
c.
Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d.
Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.3. BAHAN TAMBAH
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke
dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi
dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih
cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.
A.
Steel Slag (Limbah Baja)
Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007) Slag merupakan bahan sisa dari
pengecoran besi (piq iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnance) yang
bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Pembuatan baja dimulai dari
menghilangkan ion-ion pengotor baja, diantaranya aluminium, silicon dan
phosphor. Untuk menghilangkan ion-ion pengotor tersebut, diperlukan kalsium
yang terdapat pada batu kapur. Campuran kalsium, aluminium, silicon dan
phosphor membentuk (slag) yang beraksi pada temperature 1600ºC dan
membentuk cairan, bila cairan ini didinginkan maka akan terjadi kristal
menyerupai bentuk agregat. Limbah slag mempunyai butiran partikel berpori pada
permukaannya, memiliki gradasi yang baik, dengan variasi ukuran partikel yang
berbeda-beda.
Kemudian, definisi slag dalam ASTM. C.989, “Standard specification for
ground granulated Blast-Furnace Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM,
1995: 494) adalah produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus,
granular hasil pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan
mencelupkan dalam air.
17
Universitas Sumatera Utara
Di banyak Negara, slag sudah banyak digunakan sebagai pengganti
agregat baik untuk campuran beraspal maupun untuk beton semen atau sebagai
bahan pondasi perkerasan. Di dalam penggunaannya, slag sering dianggap
sebagai agregat (aggregate like material) oleh sebab itu persyaratan fisik slag
biasanya dianggap sama dengan persyaratan fisik untuk agregat. Karena slag
memiliki sifat kimia yang berbeda jauh dengan agregat alam maka ada syarat
tambahan lainnya untuk slag agar dapat digunakan sebagai pengganti agregat
standar, persyaratan tersebut adalah keawetan (BSI, 2007).
Karena slag digolongkan sebagai limbah B3 maka dalam pemanfaatannya
harus mengikuti UU Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009 (Republik Indonesia,
2009) bahan slag telah dinyatakan bebas B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),
menurut The Federal Register (1980), telah dilakukan pengujian terhadap bahan
slag dengan metode EPA standard, yang menyatakan slag tidak berbahaya
dengan hasil sebagai berikut : tidak mudah terbakar, mempunyai PH 7,9 (tidak
korosif).
Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai
berikut:
a. Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecendrungan melambatnya
kenaikan kekuatan tekan.
b. Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton.
c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton.
d. Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut.
e. Mengurangi serangan alkali-silika.
f. Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu.
g. Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton.
h. Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume.
i. Mengurangi porositas dan serangan klorida.
Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam
slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem,
kandungan kaca dalam slag, kehalusan, dan temperatur yang ditimbulkan selama
proses hidrasi berlangsung.
18
Universitas Sumatera Utara
Steel slag bentuknya keras, material padat berisi sejumlah free iron
sehingga memberikan kerapatan dan kekerasan yang tinggi. Penggunaan steel slag
sebagai agregat beton dengan semen portland dapat memberikan beton mutu
tinggi. Agregat steel slag memiliki tekstur permukaan yang tidak rata dan
bentuknya sangat bersudut (prismatic shape). Memiliki berat volume dan specific
gravity tinggi, koefisien friksinya tinggi serta penyerapan airnya sedang (sampai
3%). Steel slag memiliki sifat yang baik untuk penggunaan agregat, ketahanan
abrasi yang bagus, kekuatan karakteristik yang bagus, dan kekuatan dukung yang
tinggi.
1.
Sifat kimia dan fisik slag
Slag dengan bahan pengikat kapur hidrasi sudah banyak digunakan di
dalam proses peleburan bijih besi dan baja, bahan slag mempunyai sifat kimia
yang berbeda dengan bahan standard maka persyaratan keawetan menjadi penting.
Menurut BS 1047, persyaratan keawetan dari bahan slag dilihat dari besarnya
kandungan CaO dan MgO dengan perhitungan perbandingan CaO + 0,8 MgO <
1,2 SiO2 + 0,4 Al2O3 + 1,75 S atau dengan perhitungan perbandingan CaO < 0,9
SiO2 + 0,6 Al2O3 + 1,75 S. Pelapukan juga dapat dihitung dari perbandingan
SiO2 terhadap jumlah Al2O3 + Fe2O3 atau dengan perbandingan SiO2 terhadap
jumlah dari CaO + MgO. Untuk perhitungan ini pelapukan bahan slag adalah
0,786% sedangkan pada bahan standar pelapukan mencapai 1,12%. Di dalam
persyaratan bahan slag kadar sulfur (S) tidak boleh melebihi 2% dan kadar sulfat
terhadap SiO2 tidak boleh lebih dari 0,75%, karena sifat dari Sulfur dan Sulfat
yang sangat korosif terhadap peralatan campuran beraspal (Wisaksono, W
1998).Untuk hal tersebut di atas, persyaratan pelapukan dari bahan slag dibatasi
maksimum 4% berbeda dengan pelapukan pada bahan standar maksimum 12%.
19
Universitas Sumatera Utara
2.
Komposisi kimia
Untuk melihat komposisi kimia dari agregat slag dan bahan standar
dilakukan pengujian kimia sebagai berikut :
Tabel 2.3 Pengujian Komposisi Kimia
Komposisi
Slag
Standar
SiO2
18,66%
54,12%
CaO
27,36%
MgO
4,6%
2,90%
Al2O3
10,4%
21,14%
Fe2O3
13,35%
3,96%
pH
7
6,6
7,72%
Sumber : ASA (2002 )Australian Slag Association( 2002)
Adapun kandungan unsur kimia dalam steel slag dapat dilihat dalam
tabel 2.3 dibawah.
Tabel 2.4 Kandungan Unsur Kimia dalam Stell Slag
No.
Parameter
Satuan
Hasil
Metode
1
Timbal (Pb)
Mg/kg
26,6
AAS
2
Kadmium (Cd)
Mg/kg
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. UMUM
Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus
yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa
Jepang digunakan kata kotau-zai, yang arti harafiahnya material-material seperti
tulang; mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan. (Teknologi beton,
2007)
Beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan
air, kadang-kadang dengan bahan tambahan (additive) yang bersifat kimiawi
ataupun fisikal pada perbandiangan tertentu sampai menjadi satu kesatuan yang
homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan. Pengerasan terjadi
karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air. Beton yang sudah
mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan dengan rongga-rongga antara
butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah) dan diisi oleh batuan kecil
(agregat halus atau pasir) dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan
air (pasta semen). Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan
mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja dari beton tersebut
berdampak pada kekuatan yang diinginkan, kemudahan dalam pengerjaannya dan
keawetannya dalam jangka waktu tertentu. Jika ingin membuat beton berkualitas
baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang
lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh
adukan beton (beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton
keras/hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik adalah
beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami
perubahan volume (kembang susutnya kecil). Pada beton yang baik, setiap butir
agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian pula halnya dengan
ruang antara agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar
menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun
jumlahnya hanya 7-15% dari campuran. Beton dengan jumlah semen yang sedikit
6
Universitas Sumatera Utara
(sampai 7%) disebut beton kurus (lean concrete), sedangkan beton dengan jumlah
semen yang banyak (sampai 15%) disebut beton gemuk (rich concrete).
Adapun parameter-parameter yang mempengaruhi kekuatan beton adalah
kualitas semen, proporsi semen terhadap campuran, kekuatan dan kebersihan
agregat, interaksi atau adhesi antara semen dengan agregat, pencampuran yang
cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, penempatan yang benar, penyelesaian
dan pemadatan beton, perawatan beton, dan kandungan klorida tidak melebihi
0,15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos.
(Nawy, 1985:24)
Dalam keadaaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan
kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam-macam
bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau sematamata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus
jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus, umpamanya diekspose
agregatnya. Selain tahan terhadap sernagan api, beton juga tahan terhadap
serangan korosi. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton adalah:
Kelebihan beton antara lain:
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
2. Mampu memikul beban berat
3. Tahan terhadap temperatur tinggi
4. Biaya pemeliharaan yang kecil
Kekurangan beton antara lain:
1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
3. Berat
4. Kekuatan tariknya rendah meskipun kekuatan tekannya besar
2.2. BAHAN PENYUSUN BETON
Beton tersusun atas tiga bahan penyusun utama, yaitu semen, agregat, dan
air. Terkadang juga diberi bahan tambahan (additive) kedalam campuran beton
untuk tujuan tertentu.
7
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Semen
Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun
kohesif, yaitu bahan pengikat. Semen merupakan bahan campuran yang secara
kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan
yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi
mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah
pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan.
2.2.2. AGREGAT
Berdasarkan SK.SNI T-15-1991-03, agregat merupakan material granular
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersamasama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau
adukan. Agregat dalam beton menempati sekitar ¾ bagian dari volume beton.
Dikarenakan proporsi agregat yang besar dalam beton, maka peran agregat
sangatlah penting. Sehingga pemilihan agregat merupakan hal yang penting
karena akan berpengaruh terhadap kualitas beton. Oleh karena itu, agregat yang
digunakan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Agregat dalam keadaan bersih
2.
Keras
3.
Bebas dari sifat penyerapan
4.
Tidak bercampur dengan tanah liat atau lumpur
5.
Distribusi/gradasi ukuran agregat memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku
A. JENIS- JENIS AGREGAT
Penggolongan agregat terdiri dari banyak klasifikasi, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan.
Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik
8
Universitas Sumatera Utara
penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun
dengan mesin pemecah batu.
Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran
beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan
pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak
berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete).
Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini
adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai
berikut:
a. Agregat bulat
Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau
keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%,
sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini
kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.
b. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk
karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat.
Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%–38%, sehingga
membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang
dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan
antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).
c. Agregat bersudut
Agregat ini mempumyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di
tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga
udara pada agregat ini berkisar antara 38%– 40%, sehingga membutuhkan lebih
banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari
agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk
beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).
9
Universitas Sumatera Utara
d. Agregat panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya
jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya
lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang
meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran
rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm.
Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27
mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton
yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton
yang buruk.
e. Agregat pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–
ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang,
tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran
terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata–ratanya. Menurut Galloway (1994) agregat
pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1
: 3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.
f. Agregat pipih dan panjang
Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya,
sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
2. Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul,
tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah
membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan
ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan
agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat
dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur
permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
10
Universitas Sumatera Utara
a. Agregat licin / halus (glassy)
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan
agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan
menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran
agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih
rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau akibat
patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis–lapis.
b. Berbutir (granular)
Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.
c.
Kasar
Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang
mengandung bahan–bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
d. Kristalin (Cristalline)
Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
e. Berbentuk sarang lebah (honey combs)
Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga–rongganya. Melalui
pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.
3. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan
didasarkan pada ukuran butir–butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a.
Agregat Halus
Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam
atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher) dan
11
Universitas Sumatera Utara
mempunyai ukuran butir 5 mm. Agregat alami yang digunakan untuk agregat
campuran beton dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
1.
Pasir galian
Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan
cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan
bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah
dengan cara mencucinya.
2.
Pasir sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, umumnya berbutir halus,
bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir – butir agak kurang
karena butir yang bulat. Karena besar butir–butirnya kecil, maka baik dipakai
untuk memplaster tembok, juga dapat dipakai untuk keperluan yang lain.
3.
Pasir laut
Pasir laut ini adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir–butirnya halus dan
bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak
mengandung garam–garaman. Garam–garaman ini menyerap kandungan air dari
udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan
pengembangan bila sudah menjadi bangunan.
Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka
barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik.
Adapun spesifikasi tersebut adalah :
a.
Susunan Butiran ( Gradasi )
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena
akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan
beton
yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus
tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus.
Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar
: 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang
: 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus
: 2.2 < FM < 2.6
12
Universitas Sumatera Utara
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C
33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM
b.
Persentase berat yang lolos pada
tiap saringan
9.5 mm (3/8 in)
100
4.76 mm (No. 4)
95 – 100
2.36 mm ( No.8)
80 – 100
1.19 mm (No.16)
50 – 85
0.595 mm ( No.30 )
25 – 60
0.300 mm (No.50)
10 – 30
0.150 mm (No.100)
2 - 10
Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),
tidak boleh melebihi 5% (ternadap berat kering). Apabila kadar Lumpur
melampaui 5% maka agragat harus dicuci.
c.
Kadar Liat tidak boleh melebihi 1% terhadap berat kering)
d.
Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan
beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna
yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas
standarnya pada acuan No 3.
e.
Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,
tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan
di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari
0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
f.
Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.
13
Universitas Sumatera Utara
b. Agregat Kasar
Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan
alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone
crusher), dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm.
Kerikil atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan beton harus
memenuhi syarat berikut:
1.
Bersifat padat dan keras, tidak berpori.
2.
Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Jika
kandungan lumpur lebih dari 1% maka kerikil/batu pecah tersebut harus
dicuci.
3.
Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
4.
Tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dimana
akan mengakibatkan pemuaian berlebihan dalam beton.
Spesifikasi dari Agregat kasar:
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari
butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat
ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau
penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai susunan
butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)
Ukuran lubang
Persentase lolos
38,1(mm)
ayakan
95 - 100(%)
komulatif
19,1
35 – 70
9,52
10 - 30
4,75
0–5
2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah
14
Universitas Sumatera Utara
basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang
berklebihan di dalam mortar atau beton.
3.
Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori
atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik
matahari atau hujan.
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200),
tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melebihi 1% maka agregat harus dicuci.
5.
Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban
penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24%
berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22%
berat.
6.
Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles
dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
4. Jenis Agregat Berdasarkan Berat
Agregat berdasarkan beratnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan,
yaitu:
a.
Agregat normal
Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry ataupun
langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5
sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang
3
memiliki berat isi 2.200-2.500 kg/m . Beton yang dihasilkan dengan menggunakan
agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 Mpa (SK.SNI.T-15-1990:1).
b.
Agregat ringan
Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam
sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini
3
3
berkisar antara 350-880 kg/m untuk agregat kasar, dan 750-1.200 kg/m untuk
agregat halusnya (SK.SNI.T-15-1990:1).
15
Universitas Sumatera Utara
c.
Agregat berat
3
Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m . Agregat ini
biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi
nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).
2.2.3. AIR
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.
Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, minyak,
gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan
menurunkan kulitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang
dihasilkan. Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga,
kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat
mutu yang telah ditetapkan (Mulyono, 20003).
Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan
water cement ratio ( w.c.r). Agar terjadi prses hidrasi yang sempurna dalam
adukan beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton
yang hedak dicapai umumnya menggunakan nilai w.c.r yang rendah, sedangkan
dilain pihak untuk menambah daya workability (kemudahan pengerjaan)
diperlukan nilai w.c.r yang lebih tinggi (Dipohusodo, 1994).
Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang
digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan
untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang
digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1.
Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen.
2.
Air resapan agregat.
Air merupakan bahan yang juga sangat penting dalam mempengaruhi
kekuatan beton. Jumlah dan kualitasnya harus sangat diperhatikan karena akan
sangat mempengaruhi kekuatan beton yang diperoleh. Air yang dapat diminumlah
yang sangat baik digunakan dalam campuran beton. Air yang mengandung
senyawa-senyawa berbahaya, tercemar garam, minyak, gula, bahan-bahan kimia
16
Universitas Sumatera Utara
lainnya akan menurunkan kualitas beton yang dihasilkan. Air yang digunakan
dalam campuran beton sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (PBI
1971):
a.
Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2
gram/liter
b.
Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan
lainnya).
c.
Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d.
Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.3. BAHAN TAMBAH
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke
dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi
dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih
cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.
A.
Steel Slag (Limbah Baja)
Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007) Slag merupakan bahan sisa dari
pengecoran besi (piq iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnance) yang
bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Pembuatan baja dimulai dari
menghilangkan ion-ion pengotor baja, diantaranya aluminium, silicon dan
phosphor. Untuk menghilangkan ion-ion pengotor tersebut, diperlukan kalsium
yang terdapat pada batu kapur. Campuran kalsium, aluminium, silicon dan
phosphor membentuk (slag) yang beraksi pada temperature 1600ºC dan
membentuk cairan, bila cairan ini didinginkan maka akan terjadi kristal
menyerupai bentuk agregat. Limbah slag mempunyai butiran partikel berpori pada
permukaannya, memiliki gradasi yang baik, dengan variasi ukuran partikel yang
berbeda-beda.
Kemudian, definisi slag dalam ASTM. C.989, “Standard specification for
ground granulated Blast-Furnace Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM,
1995: 494) adalah produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus,
granular hasil pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan
mencelupkan dalam air.
17
Universitas Sumatera Utara
Di banyak Negara, slag sudah banyak digunakan sebagai pengganti
agregat baik untuk campuran beraspal maupun untuk beton semen atau sebagai
bahan pondasi perkerasan. Di dalam penggunaannya, slag sering dianggap
sebagai agregat (aggregate like material) oleh sebab itu persyaratan fisik slag
biasanya dianggap sama dengan persyaratan fisik untuk agregat. Karena slag
memiliki sifat kimia yang berbeda jauh dengan agregat alam maka ada syarat
tambahan lainnya untuk slag agar dapat digunakan sebagai pengganti agregat
standar, persyaratan tersebut adalah keawetan (BSI, 2007).
Karena slag digolongkan sebagai limbah B3 maka dalam pemanfaatannya
harus mengikuti UU Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009 (Republik Indonesia,
2009) bahan slag telah dinyatakan bebas B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),
menurut The Federal Register (1980), telah dilakukan pengujian terhadap bahan
slag dengan metode EPA standard, yang menyatakan slag tidak berbahaya
dengan hasil sebagai berikut : tidak mudah terbakar, mempunyai PH 7,9 (tidak
korosif).
Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai
berikut:
a. Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecendrungan melambatnya
kenaikan kekuatan tekan.
b. Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton.
c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton.
d. Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut.
e. Mengurangi serangan alkali-silika.
f. Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu.
g. Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton.
h. Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume.
i. Mengurangi porositas dan serangan klorida.
Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam
slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem,
kandungan kaca dalam slag, kehalusan, dan temperatur yang ditimbulkan selama
proses hidrasi berlangsung.
18
Universitas Sumatera Utara
Steel slag bentuknya keras, material padat berisi sejumlah free iron
sehingga memberikan kerapatan dan kekerasan yang tinggi. Penggunaan steel slag
sebagai agregat beton dengan semen portland dapat memberikan beton mutu
tinggi. Agregat steel slag memiliki tekstur permukaan yang tidak rata dan
bentuknya sangat bersudut (prismatic shape). Memiliki berat volume dan specific
gravity tinggi, koefisien friksinya tinggi serta penyerapan airnya sedang (sampai
3%). Steel slag memiliki sifat yang baik untuk penggunaan agregat, ketahanan
abrasi yang bagus, kekuatan karakteristik yang bagus, dan kekuatan dukung yang
tinggi.
1.
Sifat kimia dan fisik slag
Slag dengan bahan pengikat kapur hidrasi sudah banyak digunakan di
dalam proses peleburan bijih besi dan baja, bahan slag mempunyai sifat kimia
yang berbeda dengan bahan standard maka persyaratan keawetan menjadi penting.
Menurut BS 1047, persyaratan keawetan dari bahan slag dilihat dari besarnya
kandungan CaO dan MgO dengan perhitungan perbandingan CaO + 0,8 MgO <
1,2 SiO2 + 0,4 Al2O3 + 1,75 S atau dengan perhitungan perbandingan CaO < 0,9
SiO2 + 0,6 Al2O3 + 1,75 S. Pelapukan juga dapat dihitung dari perbandingan
SiO2 terhadap jumlah Al2O3 + Fe2O3 atau dengan perbandingan SiO2 terhadap
jumlah dari CaO + MgO. Untuk perhitungan ini pelapukan bahan slag adalah
0,786% sedangkan pada bahan standar pelapukan mencapai 1,12%. Di dalam
persyaratan bahan slag kadar sulfur (S) tidak boleh melebihi 2% dan kadar sulfat
terhadap SiO2 tidak boleh lebih dari 0,75%, karena sifat dari Sulfur dan Sulfat
yang sangat korosif terhadap peralatan campuran beraspal (Wisaksono, W
1998).Untuk hal tersebut di atas, persyaratan pelapukan dari bahan slag dibatasi
maksimum 4% berbeda dengan pelapukan pada bahan standar maksimum 12%.
19
Universitas Sumatera Utara
2.
Komposisi kimia
Untuk melihat komposisi kimia dari agregat slag dan bahan standar
dilakukan pengujian kimia sebagai berikut :
Tabel 2.3 Pengujian Komposisi Kimia
Komposisi
Slag
Standar
SiO2
18,66%
54,12%
CaO
27,36%
MgO
4,6%
2,90%
Al2O3
10,4%
21,14%
Fe2O3
13,35%
3,96%
pH
7
6,6
7,72%
Sumber : ASA (2002 )Australian Slag Association( 2002)
Adapun kandungan unsur kimia dalam steel slag dapat dilihat dalam
tabel 2.3 dibawah.
Tabel 2.4 Kandungan Unsur Kimia dalam Stell Slag
No.
Parameter
Satuan
Hasil
Metode
1
Timbal (Pb)
Mg/kg
26,6
AAS
2
Kadmium (Cd)
Mg/kg