7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak
digunakan, karena efisiensinya tinggi sehingga menghasilkan energi listrik yang
ekonomis. PLTU merupakan mesin konversi energi yang mengubah energi kimia
dalam bahan bakar menjadi energi listrik. Proses konversi energi pada PLTU
berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:
1. Pertama, energi kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas dalam
bentuk uap bertekanan dan temperatur tinggi.
2. Kedua, energi panas (uap) diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk
putaran.
3. Ketiga, energi mekanik diubah menjadi energi listrik.

Gambar 4. Proses Konversi Energi pada PLTU
(Sumber : Rakman, Alief, 2013)

2.1.1 Komponen Peralatan Sistem Tenaga Uap
2.1.1.1 Boiler
Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air

sampai terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu
kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media
yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air
7

8

dididihkan sampai menjadi steam, volumnya akan meningkat sekitar 1.600 kali,
menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak,
sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat
baik. (UNEP, 2008)
Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan
bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai
dengan kebutuhan steam. Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan dan
perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam
boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada
keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan
alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan
untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan.
Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan

bakar yang digunakan pada sistem. Air yang disuplai ke boiler untuk diubah
menjadi steam disebut air umpan. Dua sumber air umpan adalah: (1) Kondensat
atau steam yang mengembun yang kembali dari proses dan (2) Air makeup (air baku
yang sudah diolah) yang harus diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses.
Untuk mendapatkan efisiensi boiler yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk
memanaskan awal air umpan menggunakan limbah panas pada gas buang.
Boiler yang dirancang untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap, uap yang
dihasilkan harus mempunyai kemampuan untuk menggerakkan generator sehingga
menghasilkan listrik yang bertegangan tinggi. Peralatan yang paling penting pada
mesin tenaga uap berbentuk bejana tekan berisi fluida air yang dipanasi lansung
oleh energi kalor dari proses pembakaran, atau dengan elemen listrik atau energi
nuklir. Air pada boiler akan terus menyerap kalor sehingga temperaturnya
naik sampai temperatur didih, sehingga terjadi penguapan. Untuk menghasilkan
kapasitas uap yang besar, dibutuhkan jumlah kalor yang besar sehingga sirkulasi
air harus bagus sehingga tidak terjadi overheating pada pipa-pipa airnya. Urutan
energi yang dirubah adalah-uap mempunyai panas dan mempunyai energi
potensial. Energi potensial dirubah menjadi energi kinetik dan selanjutnya dirubah
lagi menjadi energi mekanik dan yang di hasilkan adalah energi listrik.

9


1. Jenis-Jenis Boiler Berdasarkan Tipe Pipa
a.

Fire Tube Boiler
Tipe boiler pipa api memiliki karakteristik menghasilkan kapasitas dan
tekanan steam yang rendah. Prinsip kerjanya yaitu proses pengapian terjadi
didalam pipa, kemudian panas yang dihasilkan dihantarkan langsung
kedalam boiler yang berisi air. Besar dan konstruksi boiler mempengaruhi
kapasitas dan tekanan yang dihasilkan boiler tersebut. Sebagai pedoman,
fire tube boilers kompetitif untuk kecepatan steam sampai 12.000 kg/jam
dengan tekanan sampai 18 kg/cm2. Fire tube boilers dapat menggunakan
bahan bakar minyak, gas atau bahan bakar padat dalam operasinya. Untuk
alasan ekonomis, sebagian besar fire tube boilers dikonstruksi sebagai
“paket” boiler (dirakit oleh pabrik) untuk semua bahan bakar.

Gambar 5. Fire Tube Boiler
(Sumber: Murni, 2012)

b.


Water Tube Boiler
Tipe boiler pipa air memiliki karakteristik menghasilkan kapasitas dan
tekanan steam yang tinggi. Prinsip kerjanya yaitu proses pengapian terjadi
diluar pipa, kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa yang berisi
air dan sebelumnya air tersebut dikondisikan terlebih dahulu melalui
economizer, kemudian steam yang dihasilkan terlebih dahulu dikumpulkan
di dalam sebuah steam drum. Sampai tekanan dan temperatur sesuai,
melalui tahap secondary superheater dan primary superheater baru steam

10

dilepaskan ke pipa utama distribusi. Didalam pipa air, air yang mengalir
harus dikondisikan terhadap mineral atau kandungan lainnya yang larut di
dalam air tesebut. Hal ini merupakan faktor utama yang harus diperhatikan
terhadap tipe ini. Boiler ini dipilih jika kebutuhan steam dan tekanan steam
sangat tinggi seperti pada kasus boiler untuk pembangkit tenaga. Water tube
boiler yang sangat modern dirancang dengan kapasitas steam antara 4.500
– 12.000 kg/jam, dengan tekanan sangat tinggi. Banyak water tube boilers
yang dikonstruksi secara paket jika digunakan bahan bakar minyak bakar

dan gas.

Gambar 6. Water Tube Boiler
(Sumber: Murni, 2012)

11

Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Boiler Berdasarkan Tipe Pipa
No. Tipe Boiler
Keuntungan
Kerugian
1

Fire Tube

- Proses pemasangan

- Tekanan operasi steam

mudah dan cepat,


terbatas untuk tekanan

tidak membutuhkan

rendah 18 bar

setting khusus
- Investasi awal boiler
ini murah
- Bentuknya lebih
compact dan portable
- Tidak membutuhkan

- Kapasitas steam relatif
kecil (13.5 TPH) jika
diabndingkan dengan
water tube
- Tempat pembakarannya
sulit dijangkau untuk


area yang besar untuk

dibersihkan, diperbaiki,

1 HP boiler

dan diperiksa kondisinya.
- Nilai efisiensinya rendah,
karena banyak energi
kalor yang terbuang
langsung menuju stack

2

Water Tube

- Kapasitas steam besar
sampai 450 TPH
- Tekanan operasi

mencapai 100 bar
- Nilai efisiensinya

detail
- Investasi awal relatif lebih
mahal
- Penanganan air yang

relatif lebih tinggi dari

masuk ke dalam boiler

fire tube boiler

perlu dijaga, karena lebih

- Tungku mudah

sensitif untuk sistem ini,


dijangkau untuk

perlu komponen

melakukan

pendukung untuk hal ini

pemeriksaan,
pembersihan, dan
perbaikan
(Sumber:Anonim, 2014)

- Proses konstruksi lebih

12

2. Sistem Pengoperasian Boiler
Panas pembakaran yang dihasilkan dari pengoperasian boiler dialirkan ke air
sampai terbentuk air panas atau steam. Steam pada tekanan tertentu kemudian

digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang
berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan
sampai menjadi steam, volumnya akan meningkat sekitar 1.600x, menghasilkan
tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler
merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat baik. Sistem
boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar.
Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan
kebutuhan Steam. Berbagai kran (Valve) disediakan untuk mempermudah
pengaturan pada saat alat dioperasikan. Sistem steam mengumpulkan dan
mengontrol produksi Steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem
pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur
menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan
bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar
untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan.
Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan
bakar yang digunakan pada sistem. Air yang disuplai ke boiler untuk diubah
menjadi steam disebut air umpan. Untuk mendapatkan efisiensi boiler yang lebih
tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air umpan menggunakan
limbah panas pada gas buang pada Cerobong (stack) (UNEP,2008). Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian boiler :

a.

Aliran Uap (Steam Flow)
Pada boiler yang menjadi aliran uap adalah banyaknya uap yang harus
dihasilkan boiler pada tingkat pengoperasian tertentu, jika melebihi tingkat
ini bisa merusak peralatan ataupun meningkatkan biaya perawatan.

b.

Tekanan Boiler
Tekanan merupakan faktor penting dalam proses boiler. Tekanan proses
yang diinginkan harus dijaga untuk menjamin kebutuhan steam sesuai

13

tekanan yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan energi yang sesuai dengan
kebutuhan turbin agar dapat menggerakkan generator,maka tekanan uap
panas kering yang dihasilkan pun harus sesuai dengan kebutuhan beban.
Dalam hal ini,tekanan uap dapat diatur melalui reheater dan superheater.
c.

Temperatur
Dalam proses konversi wujud dari cair menjadi uap, air perlu dipanaskan
dalam furnace. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran dalam
furnace tersebut harus diperhatikan agar suhu uap yang dihasilkan
memenuhi standar yang ditentukan, karena jika suhu uap kurang maka
efisiensi akan turun tapi jika terlalu tinggi akan berpengaruh pada gas
buangnya. Temperatur adalah panas kerja dalam boiler. Temperatur ini
berbanding lurus dengan tekanan yang dihasilkan. Temperatur dan tekanan
ini juga yang mencerminkan uap yang dihasilkan.

d. Efisiensi Boiler
Untuk melihat apakah desain suatu boiler telah tepat ditentukan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya rasio udara terhadap
jumlah bahan bakar yang berakibat pada tingkat pembakaran berlangsung
secara sempurna atau tidak sempurna. Selanjutnya yang menentukan juga
adalah jenis dan kualitas bahan bakar yang akan dibakar padat,cair atau gas.
Banyak uap harus dihasilkan tiap jamnya, ratusan atau bahkan jutaan pon
tiap jamnya juga perlu dipertimbangkan dalam desain.
e. Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan boiler untuk menghasilkan uap dalam satuan
berat per waktu. Untuk mendapatkan kapasitas boiler, harus mengetahui
efisiensi dari boiler dan jumlah bahan bakar yang digunakan.
f. Pengolahan Air Umpan Boiler
Memproduksi steam yang berkualitas tergantung pada pengolahan air yang
benar untuk mengendalikan kemurnian steam, endapan dan korosi. Kinerja
boiler, efisiensi, dan lamanya waktu penggunaan merupakan hasil langsung
dari pemilihan dan pengendalian air umpan yang digunakan dalam boiler.

14

Jika air umpan masuk ke boiler, kenaikan suhu dan tekanan menyebabkan
komponen air memiliki sifat yang berbeda.
3. Evaluasi Kinerja Boiler
Parameter kinerja boiler, seperti efisiensi dan rasio penguapan, berkurang
terhadap waktu disebabkan buruknya pembakaran, kotornya permukaan penukar
panas dan buruknya operasi dan pemeliharaan. Bahkan untuk boiler yang baru
sekalipun, alasan seperti buruknya kualitas bahan bakar dan kualitas air dapat
mengakibatkan buruknya kinerja boiler. Neraca panas dapat membantu dalam
mengidentifikasi kehilangan panas yang dapat atau tidak dapat dihindari. Uji
efisiensi boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan efisiensi
boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk tindakan
perbaikan. Proses pembakaran dalam boiler dapat digambarkan dalam bentuk
diagram alir energi (UNEP, 2006). Gambar 13 menggambarkan secara grafis
tentang bagaimana energi masuk dari bahan bakar diubah menjadi aliran energi
dengan berbagai kegunaan dan menjadi aliran kehilangan panas dan energi.
Panah tebal menunjukan jumlah energi yang dikandung dalam aliran masingmasing.

Gambar 7. Sistem Neraca Massa dan Panas
Sumber: United Nations Environment Programme (UNEP) (2008)

Gambar 7 merupakan diagram neraca energi yang menggambarkan
keseimbangan energi total yang masuk boiler terhadap yang meninggalkan

15

boiler dalam bentuk yang berbeda. Gambar 8 memberikan gambaran berbagai
kehilangan yang terjadi untuk pembangkitan steam.

Gambar 8. Rugi-Rugi pada Boiler
Sumber: United Nations Environment Programme (UNEP) (2008)

Kehilangan energi dapat dibagi kedalam kehilangan yang tidak dapat
dihindarkan dan kehilangan yang dapat dihindarkan. Tujuan dari pengkajian
energi adalah agar rugi-rugi/kehilangan dapat dihindari, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi energi. Rugi-rugi yang dapat diminimalisasi antara lain
(UNEP, 2006):
a.

Kehilangan gas cerobong:

-

Udara berlebih (diturunkan hingga ke nilai minimum yang tergantung dari
teknologi burner, operasi (kontrol), dan pemeliharaan).

-

Suhu gas cerobong (diturunkan dengan mengoptimalkan perawatan
(pembersihan), beban; burner yang lebih baik dan teknologi boiler).

b.

Kehilangan karena bahan bakar yang tidak terbakar dalam cerobong dan abu
(mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan; teknologi burner yang lebih
baik).

c.

Kehilangan dari blowdown (pengolahan air umpan segar, daur ulang
kondensat).

d.

Kehilangan kondensat (manfaatkan sebanyak mungkin kondensat).

e.

Kehilangan konveksi dan radiasi (dikurangi dengan isolasi boiler yang lebih
baik).

16

4. Kehilangan Energi pada Boiler
Berdasarkan asas thermodinamika, besarnya efisiensi boiler yang beroperasi
pada takanan uap dan suhu pembakaran tertentu, hanya dipengaruhi oleh suhu
gas buang. Namun demikian, boiler sebagai bagian dari sebuah sistem penyedia
uap tekan, selalu memiliki efisiensi total yang lebih rendah dibanding efisiensi
diatas. Banyak variabel proses memberikan kontribusi terhadap menurunnnya
efisiensi, dimulai dari proses pembekaran, proses heat transfer, proses aliran
fluida dan penyebab lain yang sulit atau bahkan tak mungkin dihilangkan.
Disadari bahwa penurunan efisiensi sebesar 1% pada boiler yang berkapasitas
ratusan mega-watt dan bekerja secara kontinyu, akan menyebabkan pemborosan
biaya operasional yang sangat perlu untuk diselamatkan. Melalui pengamatan
data dilapangan, dimungkinkan hingga 20% kerugian energi dapat diselamatkan
melalui pengendalian jumlah udara persatuan bahan bakar serta penggunaan
jenis bahan bakar dengan nilai kalor yang lebih baik. Terdapat setidaknya 10
poin penting perlu dilakukan pada saat pengoperasian sistem boiler.
a.

Rasio Udara – Bahan Bakar
Perbandingan udara bahan bakar merupakan parameter terpenting yang
berpengaruh terhadap efisiensi boiler. Presentase perbandingan udara
dinyatakan sebagai AF/AFteoritis x 100. Presentase perbandingan udara
pembakaran yang berlebih merupakan penyebab utama menurunnya
efisiensi boiler dikarenakan terlalu banyaknya energi yang dikonveksi oleh
boiler melalui gas bekas. Kelebihan udara teoritik hingga 200 %
berpengaruh menurunnya efisiensi boiler antara 3 – 8 % tergantung pada
suhu gas bekas. Penurunan efisiensi boiler oleh kenaikan suhu gas bekas
pada presentase udara teoritis tertentu ditimbulkan oleh kandungan energi
sensibel pada gas bekas. Penurunan efisiensi akan lebih terasa pada
presentase udara rendah dibanding presentase udara berlebih. Pembakaran
yang tidak sempurna membatasi energi bahan bakar yang tersedia
merupakan kontribusi utama terhadap penurunan efisiensi yang besar.
Penurunan ini tidak begitu banyak dipengaruhi oleh suhu gas bekas
dikarenakan energi yang hilang pada pembakaran yang tidak sempurna akan

17

lebih dominan dibanding energi sensibel yang hilang pada gas bekas. Untuk
angka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual untuk suatu proses
pembakaran umumnya ditaksir dari pengukuran eksperimental komponenkomponen gas di dalam gas buang. Gas buang dapat dianalisis dengan
menggunakan peralatan orsat. Untuk menentukan perbandingan antara
udara dan bahan bakar aktual pada waktu membakar suatu bahan bakar
maka analisis ultimasi dan analisis orsat sangat diperlukan. Setelah analisis
gas buang dengan menggunakan gas analyser dan analisis ultimasi
diketahui, maka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual dapat
dihitung melalui persamaan:
Harga Cb dapat dihitung melalui persamaan:
Cb = C – Cr
Dimana:
C

= Fraksi massa karbon dari analisis ultimasi begitu terbakar.

Cr

= Fraksi massa bahan bakar karbon yang tak terbakar di dalam sisa.

Secara teoritis, oksigen dan karbon monoksida tidak dapat muncul secara
serempak dalam gas buang tetapi biasanya keduanya muncul dalam proses
pembakaran aktual disebabkan oleh pencampuran tak sempurna.Apabila
angka perbandingan antara udara dan bahan bakar aktual diketahui, maka
persentase kelebihan udara dapat dihitung. Persentase kelebihan udara
ditentukan melalui persamaan:
Persentase KelebihanUdara 

( p)  (d )
(0,01)  (d )

Dimana :
p = Angka perbandingan udara bahan bakar aktual
d = Angka perbandingan udara bahan bakar teoritis
Perbandingan udara bahan bakar teoritis atau stoikiometri menunjukkan
kebutuhan udara minimum untuk pembakaran sempurna suatu bahan bakar.
Perbandingan ini dapat dinyatakan dalam bentuk massa udara/massa bahan
bakar, mol udara/mol bahan bakar, ataupun dalam bentuk volume
udara/volume bahan bakar. Perbandingan udara bahan bakar teoritis atau

18

stoikiometri dapat ditentukan dengan analisis ultimasi begitu terbakar.
Perbandingan ini dihitung dengan membuat kesetimbangan massa oksigen
pada reaktan dapat terbakar (karbon, hidrogen dan sulfur). Perbandingan
udara bahan bakar teoritis ditulis dengan persamaan:
A Massa O2 yang dibutuhkandari udara per kg bahanbakar

F
0,232
(Sumber: Archie W. Culp Jc dan Darwin Sitompul. 1991)

Dimana:
F

= Jumlah bahan bakar (kg)

A

= Udara pembakaran (kg)

Faktor 0,232 merupakan fraksi massa oksigen dalam udara.

b.

Suhu Gas Buang
Penurunan kinerja boiler dapat terjadi apabila suhu gas bekas keluar boiler
meningkat. Oleh karena itu diagnose melalui pengukuran terhadap
kemungkinan kenaikan suhu gas buang merupakan hal penting. Pengukuran
tersebut harus dicatat setiap hari bersamaan dengan pencatatan kondisi
beban uap dan kondisi udara sekitar. Lokasi detektor terletak sedekat
mungkin dengan titik akhir proses pertukaran kalor. Dengan kata lain,
apabila boiler dilengkapi dengan feedwater economizer, maka sensor
terletak pada sisi keluar economizer. Dibandingkan dengan pengaruh rasio
udara-bahan bakar terhadap pengendalian efisiensi boiler, suhu cerobong
menduduki posisi kedua. Sesuai dengan azas termodinamika II, suhu gas
buang harus serendah mungkin untuk mendapatkan efisiensi boiler yang
optimal.. Secara mendasar, terdapat dua penyebab tingginya suhu cerobong,
yaitu tidak cukupnya luasan permukaan dan terdapatnya endapan kerak
pada permukaan heat-transfer.

c.

Tekanan Kerja Boiler
Boiler selalu bekerja pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan yang
diperlukan. Dengan menurunkan tekanan boiler secara perlahan lahan
sampai titik dimana jumlah uap yang dihasilkan tetap mampu memenuhi
kebutuhan proses, mampu memperoleh peningkatan efisiensi meskipun

19

besarnya peningkatan efisiensi tersebut sangat tergantung besarnya nilai
penurunan tekanan uap yang terjadi. Sepertinya tidak terlalu dapat diyakini
bahwa penurunan tekaanan kerja boiler akan menghasilkan penghematan
bahan bakar. Dari pengalaman menunjukkan bahwa hanya terdapat
penghematan sekitar ½% bahan bakar setiap penurunan tekanan 35 psig.
Tetapi hal ini dapat dipahami bahwa dengan tekanan kerja yang rendah akan
menurunkan suhu gas bekas dikarenakan meningkatnya proses heat
transfer, menurunkan kerugian kalor dari boiler dan perpipaan serta
menurunkan tingkat kebocoran uap karena tekanan lebih rendah.
d.

Suhu Bahan Bakar
Bahan bakar dengan nilai viskositas tertentu akan mengalami atomisasi
dengan kualitas terbaik hanya pada tekanan yang tepat. Viskositas yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah akan cenderung mengalami atomisasi yang
buruk dan berakibat mennyebabkan efisiensi pembakaran yang rendah.
Pada umumnya bahan bakar perlu dipanaskan terlebih dahulu menggunakan
preheater hingga viskositas berada pada rentang antara 100 hingga 300
SUS. Suhu kerja preheater tergantung pada grade atau karakter bahan bakar
yang digunakan. Terbentuknya atomisasi yang baik juga ditentukan oleh
proses percampuran bahan bakar dan udara. Apabila campuran udara-bahan
bakar terlalu pekat atau terlalu encer, percampuran yang terjadi pada nozzle
tidak rata dan menyebabkan menurunnya efisiensi. Suhu preheater dapat
dibaca dengan dial-termometer, sedangkan viskositas dapat diukur dengan
menggunakan portable viscometer. Sebagai contoh untuk mendapatkan
viscositas antara 100 – 300 SUS memerlukan pemanasan bahan bakar antara
100 sampai 110 0C untuk grade no 6 dan 70 sampai 80 0C untuk grade no
4. Dengan menaikkan suhu bahan bakar untuk mendapatkan atomisasi yang
sempurna, dapat diperoleh penghematan hingga 5 %.

e.

Atomisasi Bahan Bakar
Atomisasi bahan bakar merupakan fungsi tekanan bahan bakar, kekentalan
bahan bakar, udara primer dan disain nosel. Mengoperasikan burner pada
tekanan yang lebih tinggi atau lebih rendah akan menurunkan efisiensi

20

pembakaran. Dengan mengatur tekanan bahan bakar sesuai dengan instruksi
operasi nosel dari pabrik, akan mampu meningkatkan efisiensi sekitar 1%.
f.

Pengendalian Boiler Tunggal
Boiler bisa saja bekerja dengan kondisi ON untuk beberapa menit dan
kemudian OFF untuk beberapa menit. Hal ini akan menyebabkan
kehilangan energi yang cukup besar dikarenakan terbuangnya kalor dari
boiler pada saat OFF. Atau boiler bisa saja dalam kondisi HUNT yaitu laju
pengapian secara kontinyu diatur dan menghasilkan kelebihan udara yang
cukup besar. Kehilangan energi pada keadaan ini bisa diatasi dengan cara
mengatur kelajuan pembakaran pada daerah menengah.

g.

Proses Blowdown
Air harus secara kontinu ditambahkan ke dalam boiler untuk menggantikan
uap yang diproduksi. Padatan yang terkandung didalam make-up water
semakin menambah konsentari sebanding dengan jumlah uap yang
diproduksi. Air di dalam boiler harus di blowdown untuk mencegah
terjadinya penyumbatan pada boiler. Frekuensi blowdown tergantung dari
jumlah padatan dan kebasaan. Terdapat 2 tipe blowdown yaitu :
a) Mud-blowdown, yaitu untuk membuang lumpur berat yang mengendap
pada dasar boiler, dilakukan beberapa detik dengan interval waktu
tertentu.
b) Continous blowdown atau kimming blowdown dimaksudkan untuk
mengeluarkan padatan yang terkandung dalam air.

5. Kajian Efisiensi Boiler
Efisiensi termis boiler didefinisikan sebagai “persen energi (panas) masuk yang
digunakan secara efektif pada Steam yang dihasilkan.” Terdapat dua metode
pengkajian efisiensi boiler. (1) Metode Langsung: energi yang didapat dari
fluida kerja (air dan Steam) dibandingkan dengan energi yang terkandung dalam
bahan bakar boiler. (2) Metode Tidak Langsung: efisiensi merupakan perbedaan
antara kehilangan dan energi yang masuk. Efisiensi ini dapat dievaluasi dengan
menggunakan rumus:

21

Panas yang Diinginkan
x 100
Panas Masuk

Efisiensi Boiler (η)

=

Efisiensi Boiler (η)

=

x 100

Efisiensi Furnace (η)

=

q konveksi
x 100
q Bahanbakar

Efisiensi Thermal Boiler (η)

=

Kualitas Steam
x 100
q Bahanbakar

(Sumber : Suwasano, Agus, 2011)

Parameter yang dipantau untuk perhitungan efisiensi boiler dengan metode
langsung adalah:
a. Q : Jumlah Steam yang dihasilkan per jam dalam kg/jam
b. q : Jumlah bahan bakar yang digunakan per jam dalam kg/jam
c. Jenis bahan bakar dan nilai panas kotor bahan bakar (GCV) dalam kkal/kg
bahan bakar.
Dimana :
hg = Entalpi Steam jenuh dalam kkal/kg steam
hf = Entalpi air umpan dalam kkal/kg air
2.1.2.2 Turbin Uap
Turbin Uap adalah mesin pengerak yang merubah secarlangsung energi
yang terkandung dalam uap menjadi gerak putar pada poros. Yang mana uap (steam
yang diproduksi dari ketel uap/boiler) setelah melalui proses yang dikehendaki
maka uap yang dihasilkan dari proses tersebut dapat digunakan untuk memutar
turbin melalui alat memancar (nozzle) dengan kecepatan relative, dimana
kecepatan relative tesebut membentur sudu penggerak sehinga dapat menghasilkan
putaran. Uap yang memancar keluar dari nosel diarahkan ke sudu-sudu turbin yang
berbentuk lengkungan dan dipasang disekeliling roda turbin. Uap yang mengalir
melalui celah-celah antara sudu turbin itu dibelokkan kearah mengikuti lengkungan
dari sudu turbin. Perubahan kecepatan uap ini menimbulkan gaya yang mendorong
dan kemudian memutar roda dan poros.
Jika uap masih mempunyai kecepatan saat meninggalkn sudu turbin berarti
hanya sebagian yang energi kinetis dari uap yang diambil oleh sudu-sudu turbin

22

yang berjalan. Supaya energi kinetis yang tersisa saat meninggalkan sudu turbin
dimanfaatkan maka pada turbin dipasang lebih dari satu baris sudu gerak. Sebelum
memasuki baris kedua sudu gerak. Maka antara baris pertama dan baris kedua sudu
gerak dipasang satu baris sudu tetap (guide blade) yang berguna untuk mengubah
arah kecepatan uap, supaya uap dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah
yang tepat. Kecepatan uap saat meninggalkan sudu gerak yang terakhir harus dapat
dibuat sekecil mungkin, agar energi kinetis yang tersedia dapat dimanfaatkan
sebanyak mungkin. Komponen turbin uap yang paling penting adalah sudusudu, karena di sudu-sudu inilah sebagian besar energi uap panas ditransfer menjadi
energi mekanik. Gambar bentuk sudu sudu turbin uap dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Bentuk sudu sudu turbin uap.
(Sumber : Anonim, 2011)

2.1.1.3 Kondensor
Proses konversi energi dari satu energi menjadi energi lainnya untuk mesinmesin panas selama transfer energi selalu ada transfer panas pada fluida kerja. Jadi
tidak semua energi panas dapat dikonversikan menjadi energi berguna atau dengan
kata lain "harus ada yang dibuang ke lingungan" Pada sistem tenaga uap proses
transfer panas ke lingkungan terjadi pada kondensor. Sudah jelas fungsi kondensor
adalah alat penukar kalor untuk melepaskan panas sisa uap dari turbin. Uap sisi dari
turbin uap masih dalam keadaan uap jenuh dengan energi yang sudah berkurang.
Di dalam kondensor semua energi dilepaskan ke fluida pendingin. Diagram
penampang condenser dapat dilihat pada Gambar 10.

23

Gambar 10. Penampang Kondenser
(Sumber : Onny, 2017)

2.1.1.4 Ekonomiser
Peralatan tambahan yang sangat penting pada mesin tenaga uap adalah
ekonomiser. Ekonomiser adalah sejenis heat exchanger yang terdiri dari fluida air
yang akan masuk boiler. Pemasangan ekonomiser pada laluan gas buang dan
cerobong asap. Ekonimiser dirancang mempunyai banyak sirip dari material logam
untuk memperluas permukaan singgung perpindahan kalor dari gas buang yang
bertemperatur tinggi ke fluida air bertemperatur lebih rendah.
Karena hal tersebut fluida air pada ekonomiser akan mudah menyerap panas
dari gas buang dari proses pembakaran. Temperatur air yang ke luar dari
ekonomiser lebih tinggi dari temperatur lingkungan sehingga setelah masuk boiler
tidak dibutuhkan energi kalor yang besar. Energi kalor yang dibutuhkan hanya
untuk menaikkan temperatur dari ekonomiser menjadi temperatur didih boiler. Jadi
dengan pemasangan ekomiser akan

menaikkan efisiensi

sistem.

Karena

ekonomiser disinggungkan dengan gas buang yang banyak mengandung zatzat polusi

yang

dapat

menimbulkan

korosi,

maka

pemilihan

material

dari ekonomiser bergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan pada stoker atau
burner. Komponen ekonomiser dapat dilihat pada Gambar 11.

24

Gambar 11. Penampang Ekonomiser
(Sumber : Muhammad, S. A. et al, 2009)

2.1.1.5 Generator
Generator merupakan instrumen pembangkit tenaga listrik yang mengubah
energi mekanis sebagai masukan menjadi energi listrik sebagai keluaran dimana
kecepatan putar dari rotornya sama dengan kecepatan putar dari statornya.
Generator terdiri dari bagian yang berputar yang disebut rotor dan bagian yang diam
yang disebut stator. Kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup dari suatu
penghantar, bila diberi tegangan arus searah akan menimbulkan fluks magnet. Rotor
tersebut diputar dengan suatu penggerak mula atau prime mover sehingga fluks
tersebut memotong konduktor-konduktor yang ada di stator yang selanjutnya pada
kumparan stator akan terimbas tegangan.
2.1.2 Siklus Fluida Kerja pada PLTU
PLTU menggunakan fluida kerja air uap yang bersirkulasi secara tertutup.
Siklus tertutup artinya menggunakan fluida yang sama secara berulang-ulang.
Urutan sirkulasinya secara singkat adalah sebagai berikut :
1.

Pertama, air diisikan ke boiler hingga mengisi penuh seluruh luas permukaan
pemindah panas. Didalam boiler air ini dipanaskan dengan gas panas hasil
pembakaran bahan bakar dengan udara sehingga berubah menjadi uap.

25

2.

Kedua, uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu
diarahkan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan daya mekanik berupa
putaran.

3.

Ketiga, generator yang dikopel langsung dengan turbin berputar menghasilkan
energi listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet dalam kumparan,
sehingga ketika turbin berputar dihasilkan energi listrik dari terminal output
generator

4.

Keempat, uap bekas keluar turbin masuk ke kondensor untuk didinginkan
dengan air pendingin agar berubah kembali menjadi air yang disebut air
kondensat. Air kondensat hasil kondensasi uap kemudian digunakan lagi
sebagai air pengisi boiler.

5.

Demikian siklus ini berlangsung terus menerus dan berulang-ulang.

Gambar 12. Siklus fluida kerja sederhana pada PLTU
(Sumber : Rakman, Alief, 2013)

2.1.3 Diagram Siklus Termodinamika pada PLTU
Siklus kerja PLTU yang merupakan siklus tertutup dapat digambarkan
dengan diagram T – s (Temperatur – entropi). Siklus ini adalah penerapan siklus
rankine ideal. Adapun urutan langkahnya adalah sebagai berikut :

26

Gambar 13. Diagram T-s Siklus PLTU (Siklus Rankine)
(Sumber : Rakman, Alief, 2013)

1.

a – b = Air dipompa dari tekanan P2 menjadi P1. Langkah ini adalah
langkah kompresi isentropis, dan proses ini terjadi pada pompa air pengisi.

2.

b – c = Air bertekanan ini dinaikkan temperaturnya hingga mencapai titik didih.
Terjadi di LP heater, HP heater dan Economizer. .

3.

c – d = Air berubah wujud menjadi uap jenuh. Langkah ini
disebut vapourising (penguapan) dengan proses isobar isothermis, terjadi di
boiler yaitu di wall tube (riser) dan steam drum.

4.

d – e = Uap dipanaskan lebih lanjut hingga uap mencapai temperatur kerjanya
menjadi uap panas lanjut (superheated vapour). Langkah ini terjadi
di superheater boiler dengan proses isobar.

5.

e – f = Uap melakukan kerja sehingga tekanan dan temperaturnya turun.
Langkah ini adalah langkah exspansi isentropis, dan terjadi didalam turbin.

6.

f – a = Pembuangan panas laten uap sehingga berubah menjadi air kondensat.
Langkah ini adalah isobar isothermis, dan terjadi didalam kondensor.

2.2 Air
Pada proses di alat Boiler Pipa Air, air digunakan sebagai bahan baku utama
untuk menghasilkan uap. Uap tersebut akan digunakan untuk memutar turbin. Hasil
perputaran turbin akan menghidupkan generator sehingga dihasilkan listrik.
Adapun sifat air secara kimia dan fisika dapat dilihat pada Tabel 2.

27

Tabel 2. Sifat Fisika dan Kimia Air
Sifat Kimia

Sifat Fisika

Bersifat polar karena adanya
Tidak berwarna, tidak berasa, dan
perbedaan muatan
tidak berbau.
Sebagai pelarut yang baik karena Dapat menyerap sejumlah kalor
kepolarannya
karena memiliki kalor jenis yang
tinggi
Bersifat netral (pH=7) dalam keadaan
Tekanan kritis = 22,1 x 106 Pa.
murni.
Keberadaan pasangan elektron bebas
Kapasitas kalor = 4,22 kJ/kg K.
pada atom oksigen
Sumber: Fitriani,diah,dkk (2009)

2.3 Udara
Udara pada boiler pipa air digunakan untuk proses pembakaran. Udara
proses dipasok dari kompressor yang mengambil udara dari atmosfer dan kemudian
disaring dengan filter udara untuk menghilangkan debu atau kotoran lainnya.
Dalam keadaan udara kering komposisi unsur-unsur gas yang terdapat pada
atmosfer terdiri atas unsur nitrogen (N2) 78%, oksigen (O2) 21%, carbon dioksida
(CO2) 0,3%, argon (Ar) 1%, dan sisanya unsur gas lain seperti: ozon (O3), hidrogen
(H), helium (He), neon (Ne), xenon (Xe), krypton (Kr), radon (Rn), metana, dan
ditambah unsur uap air dalam jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan ketinggian
tempat. Mengenai sifat-sifat dari udara dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Sifat-sifat Udara
Sifat
Densitas pada 0o C
Temperatur kritis
Tekanan kritis
Densitas kritis
Panas jenis pada 10000C,281,650K dan 0,89876 bar
Faktor kompresibilitas
Berat molekul
Viskositas
Koefisien perpindahan panas
Entalpi pada 12000C
Sumber: Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book (1996)

Nilai
1292,8 kg/m3
-140,7 0C
37,2 atm
350 kg/m3
0,28 kal/gr 0C
1000
28,964
1,76 E-5 poise
1,76 E-5 W/m.K
1278 kJ/kg

28

Sifat kimia udara adalah sebagai berikut :
a. Mempunyai sifat yang tidak mudah terbakar, tetapi dapat membantu proses
pembakaran.
b. Terdiri dari 79% mol N2 dan 21% mol O2 dan larut dalam air.
2.4 Steam
Steam adalah bahasa teknis dari uap air, yaitu fase gas dari air yang
terbentuk ketika air mendidih. Untuk mengubah air dari fase liquid (cair) menjadi
fase gas (steam) diperlukan energi panas untuk menaikan temperature air yang biasa
disebut sebagai “Sensible Heat”. Pada tekanan atmosphere titik didih air adalah
1000C (2120F) sedangkan apabila tekanan pada sistem dinaikan maka energi panas
yang diperlukan juga ikut naik.
Pada saat perubahan fase cair menjadi steam, temperatur air tidak akan naik
meskipun dengan penambahan panas, penambahan panas digunakan untuk
merubah phase air dari cair ke gas.

Gambar 14. Grafik perubahan fase air
(Sumber : Kurniawan, 2011)

Keterangan :
Q1

= Energi kalor yang digunakan untuk memanaskan air hingga titik didih

Q2

= Energi kalor yang digunakan untuk merubah fase air dari cair ke gas

M

= Massa ( Kg )

C

= Kalor Jenis ( J/Kg. 0C )

ΔT

= Perubahan Suhu ( 0C )

L

= Kalor Laten ( J/Kg ) (banyak kalor untuk merubah wujud suatu zat)

29

Dari gambar grafik perubahan fase air diatas bisa dilihat bahwa untuk energi
kalor yang diperlukan untuk mengubah fase air dari cair ke gas adalah:

Steam yang dipanaskan sampai pada temperatur jenuhnya disebut Dry Saturated
Steam. Sedangkan steam yang belum dipanaskan sampai temperature jenuhnya
disebut wet steam. Presentase air dalam wet steam disebut sebagai %moisture.
Sehingga untuk mendapatkan kualitas steam dari wet steam adalah:

Gambar 15. Proses Terbentuknya Steam
(Sumber : Kurniawan, 2011)

Pada gambar diatas dapat dilihat proses dari terbentuknya steam. Campuran bahan
bakar (fuel) dan udara terjadi pembakaran pada ruang Furnace Boiler, sehingga
terjadi perpindahan panas menuju air.
2.4.1 Perubahan Fase pada Zat Murni
Air dapat berada pada keadaan campuran antara cair dan uap, contohnya
yaitu pada boiler dan kondenser dari suatu sistem pembangkit listrik tenaga uap.
Dibawah ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai perubahan fase pada zat
murni, contohnya air.
2.4.2 Cair Tekan (Compressed Liquid)
Untuk memudahkan dalam menjelaskan proses ini maka lihat pada Gambar
3 dimana sebuah alat berupa torak dan silinder yang berisi air pada 20oC dan
tekanan 1 atm. Pada kondisi ini, air berada pada fase cair tekan karena temperatur
dari air tersebut masih dibawah temperatur saturasi air pada saat tekanan 1 atm.
Kemudian kalor mulai ditambahkan kedalam air sehingga terjadi kenaikkan
temperatur. Seiring dengan kenaikan temperatur tersebut maka air secara perlahan
berekspansi dan volume spesifiknya meningkat. Karena ekspansi ini maka piston

30

juga secara perlahan mulai bergerak naik. Tekanan didalam silinder konstan selama
proses karena didasarkan pada tekanan atmosfer dari luar dan berat dari torak
(Cengel dan Boles, 1994).

Gambar 16. Air pada Fase Cair Tekan (Compressed Liquid)
(Sumber: Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles ,1994)

2.4.3 Cair Jenuh (Saturation Liquid)
Dengan semakin bertambahnya jumlah kalor yang dimasukkan kedalam
silinder maka temperatur akan naik hingga mencapai 100oC. Pada titik ini air masih
dalam fase cair, tetapi sedikit saja ada penambahan kalor maka sebagian dari air
tersebut akan berubah menjadi uap. Kondisi ini disebut dengan cair jenuh
(saturation liquid) seperti digambarkan pada Gambar 17 (Cengel dan Boles, 1994).

Gambar 17. Air pada Fase Cair Jenuh (Saturated Liquid)
(Sumber: Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles ,1994)

2.4.4 Campuran Air-Uap (Liquid-Vapor Mixture)
Saat pendidihan berlangsung, tidak terjadi kenaikan temperatur sampai
cairan seluruhnya berubah menjadi uap. Temperatur akan tetap konstan selama
proses perubahan fase jika temperatur juga dijaga konstan. Pada proses ini volume
fluida didalam silinder meningkat karena perubahan fase yang terjadi, volume
spesifik uap lebih besar daripada cairan. Sehingga menyebabkan torak terdorong
keatas. Kondisi ini dapat digambarkan pada Gambar 18 (Cengel dan Boles, 1994).

31

Gambar 18. Campuran Air dan Uap
(Sumber: Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles ,1994)

2.4.5 Uap Jenuh (Saturated Vapor)
Jika kalor terus ditambahkan, maka proses penguapan akan terus
berlangsung sampai seluruh cairan berubah menjadi uap, seperti ditunjukkan pada
Gambar 19. Sedangkan jika sedikit saja terjadi pengurangan kalor maka akan
menyebabkan uap terkondensasi (Cengel dan Boles, 1994).

Gambar 19. Uap Jenuh (Saturated Vapor)
(Sumber: Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles ,1994)

2.4.6 Uap Panas Lanjut (Superheated Vapor)
Setelah fluida didalam silinder dalam kondisi uap jenuh maka jika kalor
kembali ditambahkan dan tekanan dijaga konstan pada 1 atm, temperatur uap akan
meningkat seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Kondisi tersebut dinamakan uap
panas lanjut (superheated vapor) karena temperatur uap didalam silinder diatas
temperatur saturasi dari uap pada tekanan 1 atm yaitu 100oC (Cengel dan Boles,
1994).

32

Gambar 20. Uap Panas Lanjut (Superheated Vapor)
(Sumber: Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles ,1994)

Proses diatas digambarkan pada suatu diagram T-v seperti terlihat pada gambar 21.

Gambar 21. Diagram T-v Pemanasan Air pada Tekanan Konstan
(Sumber: Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles ,1994)

2.5 Teknik Pembakaran Bahan Bakar
Teknik Pembakaran termofluida terapan yang digunakan untuk menyelidiki,
menganalisis serta mempelajari tentang proses pembakaran (combustion), bahan
bakar (fuel), serta sifat dan kelakuan nyala api (flame). Bahan bakar yang ditelaah
dalam tinjauan pembakaran dapat merupakan bahan bakar gas, cair atau padat.
2.5.1 Faktor Utama Proses Pembakaran.
Terjadinya proses pembakaran bergantung pada tiga faktor utama yang
dikenal dengan “3T”, yaitu :
1.

Time (waktu),

2.

Turbulence (turbulensi aliran),

3.

Temperature (suhu).
Artinya tercapainya suatu fase pembakaran harus memenuhi waktu

penyalaan (time to ignition) yang bergantung pada berapa suhu ideal agar

33

pembakaran dapat terjadi dan bagaimana kondisi aliran fluidanya. Semakin
turbulen aliran fluida yang terjadi, maka proses transfer panas juga akan semakin
cepat. Pada proses pembakaran dengan proses penyalaan api yang normal,
dibutuhkan tiga komponen utama untuk tercapainya suatu fase pembakaran, yaitu:
1.

Panas

2.

Bahan bakar

3.

Oksigen.
Ketiganya merupakan elemen-elemen yang harus ada untuk mewujudkan

terjadinya proses pembakaran, sehingga jika salah satu elemen ditiadakan maka
proses pembakaran yang ditandai dengan adanya nyala api dapat terhenti. Konsep
inilah yang kemudian dijadikan dasar dalam mengontrol nyala api dari pembakaran.
Tetapi, pada dasarnya keberadaan tiga elemen itu saja belum cukup untuk
memenuhi syarat terjadinya nyala api pembakaran.
Nyala api yang terbentuk dari proses pembakaran merupakan fenomena
yang terjadi dalam fase gas, karena proses pembakaran baru terjadi apabila
campuran udara dan bahan bakar sudah berada pada fase yang sama (fase gas).
Sehingga pembakaran yang menghasilkan nyala api dengan bahan bakar cair dan
padat harus didahului dengan proses perubahan fase bahan bakar menjadi fase gas
terlebih dahulu untuk dapat bercampur dengan udara.
Untuk bahan bakar cair, proses ini pada umumnya berupa penguapan
sederhana dari hasil pendidihan pada permukan bahan bakar. Pada dasarnya,
vaporisasi dari bahan bakar cairan hanya akan terjadi pada tingkat temperatur
permukaan tertentu dari cairan itu sendiri.
Selanjutnya, uap hasil vaporisasi tersebut akan bercampur dengan oksigen
yang terkandu di dalam udara (oxidizer) untuk membentuk campuran yang dapat
terbakar. Setelah bahan bakar berubah fase menjadi gas dan bersifat mudah terbakar
(volatile), bahan bakar akan dengan mudah bercampur dengan udara sebagi
oksidator, kemudian ketika reaksi campuran udara dan bahan bakar sudah cukup
panas, nyala api akan terbentuk sebagai tanda terjadinya proses pembakaran dengan
atau tanpa pemantikan menggunakan electrical spark igniter.

34

a)

Reaksi Oksidasi Pembakaran
Senyawa yang terbentuk dari hasil reaksi dengan oksigen dinamakan oksida
sehingga reaksi antara oksigen dan suatu unsur dinamakan reaksi oksidasi.
Suatu senyawa alkana yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan karbon
dioksida dan air disebut dengan reaksi pembakaran. Perhatikan persamaan
reaksi oksidasi pada senyawa hidrokarbon berikut :
CH4(g) + O2(g) → CO2(g) + H2O(g)
Reaksi pembakaran tersebut, pada dasarnya merupakan reaksi oksidasi. Pada
senyawa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) mengandung satu atom
karbon. Kedua senyawa tersebut harus memiliki bilangan oksidasi nol maka
bilangan oksidasi atom karbon pada senyawa metana adalah –4, sedangkan
bilangan oksidasi atom karbon pada senyawa karbon dioksida adalah +4.
Bilangan oksidasi atom C pada senyawa karbon dioksida meningkat
(mengalami oksidasi), sedangkan bilangan oksidasi atom C pada senyawa
metana menurun. Alkana dapat mengalami oksidasi dengan gas oksigen, dan
reaksi pembakaran ini selalu menghasilkan energi. Itulah sebabnya alkana
digunakan sebagai bahan bakar. Secara rata-rata, oksidasi 1 gram alkana
menghasilkan energi sebesar 50.000 joule.

b) Reaksi pembakaran sempurna:
CH4 + 2 O2-> CO2 + 2 H2O + energi
c)

Reaksi pembakaran tidak sempurna:
CH4 + 3/2 O2-> CO + 2 H2O + energi

2.5.2 Profil Pembakaran
Mengetahui komposisi gas buang melalui pengukuran berguna untuk
dapat mengerti dengan baik proses pembakaran yang terjadi dalam suatu boiler atau
furnace.

35

Uap Air

Uap Air
CO2

A

Panas hilang
ideal

B

Perpindahan panas
ideal/ teoritis

Bahan
bakar

CO2

N2

N2

N2

D

Bahan
bakar

Panas hilang
bersama bahan
bakar tak terbakar

CO
N2

Perpindahan panas
berkurang

Udara kurang

Udara berlebih

Gambar 22. Profil Pembakaran Bahan Bakar
(Sumber : Anonim, 2011)

Pada Gambar 22 hubungan antara udara berlebih dengan gas-gas hasil
pembakaran dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.

Pada laju udara dibawah kebutuhan teoritisnya (titik A), semua karbon dalam
bahan bakar tidak semuanya diubah menjadi CO2, tetapi lebih banyak CO yang
dihasilkan.

2.

Dengan menambah udara (titik B), sebagian CO diubah menjadi CO2 dengan
melepas lebih banyak panas. Komposisi CO dalam gas buang turun tajam dan
CO2 meningkat.

3.

Pada titik dimana udara stoikiometrik terpenuhi (titik C), semua karbon dapat
seluruh nya diubah menjadi CO2 pada sistem ideal. Kondisi ini tidak pernah
dapat dicapai.

4.

Operasi pembakaran normal (titik D) pada prakteknya dapat dicapai dengan
menam-bah sedikit udara diatas kebutuhan stoikiometriknya (excess air) untuk
mencapai pembakaran lengkap. Pada kondisi ini, CO2 pada level
maksimumnya, dan produksi CO pada level minimumnya dalam gas buang.

5.

Semakin banyak udara ditambahkan (titik E), level CO2 kembali turun karena
bercampur dengan udara lebih. Udara lebih yang tinggi juga merugikan karena
menurunkan temperatur pembakaran dan menyerap panas berguna dalam gas
buang.

36

2.5.3 Kebutuhan Udara Teoritis
Analisis pembakaran untuk menghitung kebutuhan udara teoritis dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan pada satuan berat dan berdasarkan
pada satuan volume. Pada suatu analisis pembakaran selalu diperlukan data-data
berat molekul dan berat atom dari unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar.
1.

Analisis Pembakaran Berdasarkan Berat
Analisis ini digunakan untuk menghitung kebutuhan teoritis pada pembakaran
sempurna sejumlah bahan bakar tertentu. Sebagai contoh:
C

+

12 kg

O2

CO2

32 kg

44 kg

Ini berarti bahwa setiap kg karbon memerlukan 32 kg oksigen secara teoritis
untuk membakar sempurna karbon menjadi karbondioksida. Apabila oksigen
yang dibutuhkan untuk membakar masing-masing unsur pokok dalam bahan
bakar dihitung lalu dijumlahkan, maka akan ditemukan kebutuhan oksigen
teoritis yang dibutuhkan untuk membakar sempurna seluruh bahan bakar. Oleh
karena itu untuk memperoleh harga kebutuhan oksigen teoritis yang
sebenarnya maka dibutuhkan oksigen yang telah dihitung berdasarkan
persamaan reaksi pembakaran kemudian dikurangi dengan oksigen yang
terkandung dalam bahan bakar.
2.

Analisis Pembakaran Berdasarkan Volume
Apabila dalam suatu analisis bahan bakar dinyatakan dalam persentase
berdasar volume, maka suatu perhitungan yang serupa dengan perhitungan
berdasarkan berat bisa digunakan untuk menentukan volume dari udara teoritis
yang dibutuhkan. Untuk menentukan udara teoritis harus memahami Hukum
Avogadro yaitu “gas-gas dengan volume yang sama pada suhu dan tekanan
standar (0°C dan tekanan sebesar 1 Bar) berisikan molekul dalam jumlah yang
sama” (Diklat PLN, 2006). Hal yang penting untuk diingat dalam hukum gas
ideal dapat dilihat pada Tabel 4.

37

Tabel 4. Kondisi Gas Ideal
Temperatur
Tekanan
0oC

1 atm

273,16 K

760 mmHg

32oF

2992 inHg

491,69oR

14,70 psi

Sumber: Hougen A. Olaf (1961)

2.5.4 Konsep Udara Berlebih (Excess Air)
Konsentrasi oksigen pada gas buang merupakan parameter penting untuk
menentukan status proses pembakaran karena dapat menunjukkan kelebihan O2
yang digunakan. Secara kuantitatif udara lebih dapat ditentukan dari:
1.

Komposisi gas buang yang meliputi N2, CO2, O2 dan CO

2.

Pengukuran secara langsung udara yang disuplai.

Rumus untuk menghitung udara berlebih dari komposisi gas buang adalah :
% Udara Berlebih =

udara suplai−udara teoritis
udara teoritis

× 100%

(Sumber: Himmelblau (1989))

Efisiensi pembakaran akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
excess air hingga pada nilai tertentu, yaitu saat nilai kalor yang terbuang pada gas
buang lebih besar daripada kalor yang dapat disuplai oleh pembakaran yang
optimal. Ilustrasi mengenai efisiensi pembakaran terhadap nilai excess air dapat
dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Grafik Hubungan Efisiensi Pembakaran dengan Udara Berlebih
(Sumber : Anonim, 2009)

Parameter yang diperlukan untuk kualifikasi bahan bakar dan udara didalam
sebuah proses pembakaran adalah rasio udara atau bahan bakar, yaitu jumlah udara

38

di dalam sebuah reaksi terhadap jumlah bahan bakar = mol udara/mol bahan bakar
atau massa udara (kg)/massa bahan bakar (kg).
2.6 Ruang Bakar (Furnace)
Ruang bakar atau furnace adalah suatu peralatan yang digunakan untuk
memanaskan cairan didalam tube, dengan sumber panas yang berasal dari proses
pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan secara terkendali
didalam burner. Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh kondisi operasi (suhu)
yang diinginkan pada proses berikutnya dalam suatu peralatan yang lain. Supaya
proses pemanasan berlangsung optimal, maka tube-tube furnace dipasang atau
diatur sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran dapat
dimanfaatkan.
2.6.1 Bagian-bagian Furnace
1.

Bagian radiasi
Terdiri dari ruang pembakaran dimana tube ditempatkan di sekeliling ruang
bakar. Masing-masing tube dihubungkan dengan elbow. Fluida proses
disirkulasikan di dalam rangkaian tube, dan panas ditransfer dari bahan
bakar secara radiasi. Sebagian panas ditransfer secara konveksi antara udara
dan bahan bakar yang panas dengan tube. Suhu flue gas (gas buang) yang
keluar dari bagian radiasi cukup tinggi (berkisar antara 700 s.d. 11000C).

2.

Bagian konveksi
Untuk merecovery panas sensible dari flue gas, maka fluida proses
disirkulasikan pada kecepatan tinggi melalui rangkaian tube yang dipasang
secara parallel maupun tegak lurus, pada suatu bagian dimana panas ditransfer
secara konveksi. Tube kadang-kadang diberi sirip untuk memperluas
permukaan transfer panas dengan flue gas. Efisiensi furnace dengan bagian
konveksi akan lebih besar daripada furnace yang hanya dengan bagian radiasi
saja.

3.

Stack
Berfungsi untuk mengalirkan gas hasil pembakaran (flue gas) ke udara bebas.
Bagian konveksi pada furnace biasanya terletak di bagian atas. Tube di bagian

39

radiasi, ditempatkan di depan dinding isolasi refractory furnace. Antara tube
dengan dinding furnace dipisahkan dengan oleh ruang kosong dengan jarak
sekitar satu kali diameter tube. Meskipun panas yang diterima tube tidak
terdistribusi secara merata, panas radiasi akan menjangkau keseluruhan
permukaan tube. Tekanan di dalam furnace dijaga negatif di bawah tekanan
atmosfer demi keamanan. Tekanan dalam furnace diatur dengan stack draft,
atau kadang-kadang dengan draft fan, yang berada di atas bagian konveksi atau
diletakkan di tanah di samping furnace. Pembakaran udara dilakukan di burner
di dalam ruang bakar di bawah tekanan atmosfer (natural draft burner). Untuk
memperoleh pembakaran yang sempurna, perlu ditambahkan udara excess
sesuai dengan perbandingan stoikiometrinya. Secara umum penggunaan udara
excess dinyatakan dalam persen (%) stoikiometri, seperti ditunjukkan pada
tabel 5.
Tabel 5. Penggunaan Udara Excess
o
Udara dingin (20 C)

o
Udara panas (300 C)

Fuel oil

20 – 25

5 – 15

Gas

10 – 15

Bahan bakar

(Sumber : Kardjono, S.A., 2005)

5


1

2.6.2 Tipe – Tipe Furnace
1.

Furnace tipe box
Merupakan furnace yang konfigurasi strukturnya berbentuk box. Terdapat
berbagai desain yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain ini meliputi
berbagai macam variasi dari konfigurasi tube coil, yaitu horizontal, vertikal,
helikal dan arbor. Gambar 24 memperlihatkan salah satu jenis furnace tipe
box dengan coil horizontal dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.

40

Gambar 24. Furnace Tipe Box
(Sumber : Kardjono, S.A., 2005)

Tube dalam seksi radiasi dalam furnace disebut tube radian/ radiant tube.
Panas yang dia