Perancangan Turbin Uap Penggerak Generator Listrik Dengan Daya 80 Mw Pada Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap

(1)

SKRIPSI

PERANCANGAN TURBIN UAP

PENGGERAK GENERATOR LISTRIK

DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

TUMPAL BATARA. NABABAN

NIM : 040401003

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puj i dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa at as segala kasih dan karunia yang t elah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang merupakan t ugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan unt uk mencapai gelar sarj ana di Fakult as Teknik, Depart emen Teknik Mesin, Universit as Sumat era Ut ara. Adapun yang menj adi j udul dari pada Skripsi ini adalah “ Perancangan Turbin Uap Penggerak Generat or List rik dengan Daya 80 MW Pada Inst alasi Pembangkit list rik Tenaga Uap” .

Dalam menyelesaikan Tugas Sarj ana ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempat an ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan t erima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang t ua penulis, Ayahku t ercint a S.Nababan dan Mamaku t ercint a R.br. Simamora yang t elah memberikan doa rest u kepada penulis sert a t elah bersusah payah membiayai penulis selama menj alani pendidikan, hingga penulis dapat menyalesaikan pendidikan dan mendapat gelar sarj ana.

2. Kakak ku t ercint a, Eva Mery Nababan dan Adik-adik ku t ercint a, Yolanda Permat asari Nababan dan Bast ian Wij aya Nababan sert a My Lovely, C.Hanna Dumaria yang selalu mendoakan penulis sert a selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Mulfi Hazwi. Msc sebagai dosen pembimbing yang t elah membimbing penulis sert a memberi masukan-masukan yang bermanf aat kepada penulis dari awal hingga akhir penyelesaian Skripsi ini.

4. Bapak DR.ING.IR.Ikhwansyah Isranuri sebagai ket ua Depart emen Teknik Mesin Universit as Sumat era Ut ara dan Bapak Tulus Burhanuddin Sit orus, ST, MT sebagai sekret aris Depart emen Teknik mesin Universit as Sumat era Ut ara.


(3)

5. Seluruh dosen st af pengaj ar dan pegawai Depart emen Teknik Mesin Universit as Sumat era Ut ara yang t elah banyak membimbing dan membant u penulis selama kuliah di Depart emen Teknik Mesin Universit as Sumat era Ut ara.

6. Teman-t eman mahasiswa khususnya st ambuk 2004 yang t elah banyak membant u penulis selama perkuliahan dan dalam penyelesaian Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai beberapa kekurangan, unt uk it u penulis sangat mengharapkan adanya saran dari para pembaca unt uk memperbaiki dan memperlengkapi t ulisan ini ke depan. Akhir kat a penulis berharap semoga t ulisan ini dapat berguna memperkaya

penget ahuan dari para pembaca. Terima kasih.

Medan, Maret - 2009 Penulis,

Tumpal Bat ara. Nababan NIM : 040401003


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

SPESIFIKASI TUGAS KARTU BIMBINGAN

EVALUASI SEMINAR TUGAS SARJANA MAHASISWA ABSENSI PEMBANDING BEBAS MAHASISWA

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SIMBOL ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan ... 1

1.2 Tujuan Perencanaan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metodologi Perancangan ... 3

1.5 Sistematika Penulisan………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandangan Umum Tentang Turbin Uap ... 5

2.2 Analisa Termodinamika ……… 6

2.3 Modifikasi Siklus Rankine pada PLTU ... 8

2.4 Prinsip dasar desain Turbin Uap... 10

2.5 Klasifikasi Turbin Uap ... 10

2.6 Analisa Kecepatan Aliran Uap ... 15

2.7 Kerugian Energi pada Turbin Uap ... 17

2.7.1 Kerugian-kerugian Dalam (Internal losses) ... 17

2.7.2 Kerugian-kerugian Luar ... 25

2.8 Efisiensi dalam Turbin Uap ... 25

2.9 Perhitungan Fraksi Massa pada Tiap Ekstraksi ... 27

2.10 Perhitunga Jumlah Uap yang Mengalir Melalui Turbin dan ekstraksi. ... 28


(5)

BAB 3 PENENTUAN SPESIFIK TURBIN UAP PLTGU

3.1 Pemilihan Jenis Turbin Uap ... .. 30

3.2 Perhitungan Daya Turbin Uap ... .. 31

3.3 Perhitungan Penurunan Kalor untuk Jenis Turbin Nekatingkat ... .. 33

3.4 Perhitungan Fraksi Massa dan Laju Aliran Massa pada Tiap Ekstraksi... ...39

3.5 Pengujian Kembali Laju Aliran Massa yang Diperoleh ... .. 41

BAB 4 PERHITUNGAN KALOR TURBIN UAP PLTGU 4.1 Turbin Tingkat Pengaturan ... 43

4.2 Perhitungan Kalor dari Tingkat Pengaturan sampai Ekstraksi I ... 51

4.3 Pengujian Hasil Perhitungan Kalor Keseluruhan ... 61

BAB 5 PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN UAP PLTGU 5.1 Nosel dan Sudu Gerak ... 62

5.1.1 Tinggi Nosel dan Sudu Gerak ... 62

5.1.2 Lebar dan Jari-jari Busur Sudu ... 65

5.1.3 Jarak bagi antara Sudu ... 66

5.1.4 Jumlah Sudu ... 67

5.1.5 Nosel dan Sudu Gerak Tingkat 2 ... 67

5.2 Kekuatan Sudu ... 70

5.3 Getaran Sudu... 74

5.4 Pembahasan Perhitungan Ukuran Cakram ... 74

5.5 Perhitungan Ukuran Poros ... 83

5.6 Perhitungan Berat Cakram ... 86

5.7 Bantalan dan Pelumasan ... 88

BAB 6 KESIMPULAN ... 93

6.1 Kesimpulan………... 93

6.2 Saran……… 98


(6)

DAFTAR SIMBOL

1. Simbol dari abjad biasa

Simbol Arti Satuan

Ao Luas penampang sudu paling lemah cm2

As Luas plat penguat sudu cm2

a Ruang bebas bantalan mm

b Lebar sudu mm

C Kapasitas termal rata-rata minyak pelumas kkal/kg0C

cad Kecepatan mutlak uap keluar nosel tanpa

memperhitungkan derajat reaksi

m/s

c1 Kecepatan mutlak uap keluar nosel m/s

c1t Kecepatan uap masuk mutlak teoritis m/s

c2 Kecepatan uap pada saluran keluar m/s

ckr Kecepatan kritis m/s

d Diameter nominal sudu atau rotor mm

dp Diameter poros mm

E Modulus elastisitas poros kg/cm2

f1 Luas penampang sudu gerak cm2

g Percepatan gravitasi bumi m/s2

Geks Massa alir uap ekstraksi kg/s

Gkebocoran Massa kebocoran uap pada perapat labirin kg/s

Go Massa alir uap kg/s

hb Kerugian energi dalam sudu-sudu gerak kJ/kg

he Kerugian energi akibat aliran keluar kJ/kg

hge.a Kerugian energi karena gesekan roda dan

ventilasi

kJ/kg

hi tk Nilai penurunan kalor pada tiap tingkat turbin kJ/kg

hkebasahan Kerugian energi karena kelembaban uap keluar kJ/kg

hn Kerugian energi pada nosel kJ/kg


(7)

memperhitungkan kerugian tekanan

Ho’ Nilai penurunan kalor dengan memperhitungkan

kerugian tekanan dan pemipaan buang

kJ/kg

Ho,th Nilai penurunan kalor teoritis kJ/kg

I Momen inersia cm4

i0 Kandungan kalor uap saat masuk turbin kJ/kg

i1t Kandungan kalor uap saat keluar turbin kJ/kg

i1’t Kandungan kalor uap setelah katup pengatur kJ/kg

l Tinggi nosel mm

l1’ Tinggi sisi masuk sudu gerak mm

l1” Tinggi sisi keluar sudu gerak mm

Mt Momen puntir kg.mm

n Putaran turbin rpm

nkr Putaran kritis poros rpm

P Daya nominal generator listrik MW

Pa Gaya yang terjadi akibat perbedaan tekanan uap

masuk

kg

Pa’ Gaya yang bekerja akibat perbedaan momentum

uap

kg

PG Daya yang dibutuhkan generator listrik MVA

PN Daya netto turbin MW

po Tekanan awal uap masuk turbin kg/cm2

po’ Tekanan uap sebelum nosel kg/cm2

pkr Tekanan kritis kg/cm2

Pu Gaya akibat rotasi pada sudu gerak kg

R Jari-jari konis sempurna mm

r1 Jari-jari hub mm

rs Jari-jari rata-rata plat penguat sudu mm

t0 Temperatur uap awal 0C

u Kecepatan keliling sudu turbin m/s

ν Volume spesifik uap m3/kg

W Momen perlawanan poros cm3


(8)

Wp Berat total poros kg

Wy Momen perlawanan terkecil sudu cm3

z Jumlah sekat labirin Buah

zs,1 Jumlah sudu gerak baris pertama Buah

2. Simbol dari abjad Yunani (Greek Letters)

Simbol Arti Satuan

α1 Sudut masuk kecepatan uap mutlak ke sudu gerak o

α2 Sudut keluar kecepatan uap mutlak o

β1 Sudut masuk kecepatan relatif uap ke sudu gerak o

β2 Sudut keluar kecepatan relatif uap ke sudu gerak o

as

ρ Massa jenis bahan Alloy Steel kg/m3

pl

ρ Massa jenis minyak pelumas kg/ltr

u

ρ Massa jenis uap kg/m3

∆pv Penurunan tekanan uap saat melewati katup

pengatur

kg/cm2

σ Tegangan kg/cm2

τa Tegangan izin poros kg/cm

2

ω Kecepatan sudut rad/s

ηg Efisiensi generator -

ηm Efisiensi mekanis -

λ Koefisien jenis fluida pada rumus stodola -

ϕ Faktor kecepatan (angka kualitas) nosel -


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang perancangan

Ide tentang turbin uap sudah ada sejak turbin Hero, kira-kira tahun 120 S.M, tetapi pada saat itu masih berbentuk mainan atau belum dapat menghasilkan daya poros yang efektif. Giovani Branca juga mengusulkan turbin impuls pada tahun 1629, tetepi

turbin tersebut tidak pernah dibuat. Turbin yang pertama dibuat pada tahun1831 oleh William Avery (amerika Serikat) untuk menggerakkan mesin gergaji. Sejak saat itu teori

tentang turbin uap terus berkembang dengan pesat dan hal tersebut juga diikuti oleh perkembangan aplikasi dari turbin tersebut.

Turbin uap sebagai salah satu mesin konversi energi merupakan salah satu alternatif yang baik karena dapat mengubah energi potensial uap menjadi energi mekanik pada poros turbin, Sebelum dikonversikan menjadi energi mekanik energi potensial uap terlebih dahulu dikonversikan menjadi energi kinetik dalam nosel (pada turbin impuls) dan sudu-sudu gerak(pada turbin reaksi). Energi mekanis yang dihasilkan dalam bentuk putaran poros turbin dapat secara langsung atau dengan bantuan roda gigi reduksi dihubungkan dengan mekanisme yang digerakkan. Untuk menghasilkan energi listrik, mekanisme yang digerakkan dalam hal ini adalah poros generator. Pada generator energi mekanik yang diteruskan dari poros akan diubah menjadi energi listrik.

Turbin uap sudah sering digunakan sebagai penggerak mula pada PLTU, pompa, kompressor dan mesin-mesin lain.


(10)

1.2.Tujaun perancangan

Adapun tujuan dari perancangan ini adalah untuk merancang sebuah Turbin Uap beserta dimensi komponen-komponen utama nya, dimana Turbin Uap tersebut terdiri dari 10 tingkat tekanan dan dalam Turbin tersebut terjadi 4 ekstraksi , dimana uap hasil ekstraksi tersebut digunakan sebagai pemanas air pengisian ketel.

Dalam hal ini Turbin Uap yang dirancang berfungsi sebagai penggerak Generator Listrik.

1.3.Batasan masalah

Adapun batasan-batasan masalah dari tugas sarjana ini adalah : a. Penentuan Spesifik Turbin Uap

Adapun spesifikasi Turbin uap yang direncanakan pada skripsi ini adalah : 1. Tekanan uap masuk : 80 bar

2. Temperature uap masuk : 500 °C 3. Jumlah ekstraksi : 4 ekstraksi 4. Jumlah tingkat turbin : 10 tingkat 5. Daya keluaran Generator : 80 MW

b. Perhitungan Kalor Turbin Uap

Dalam hal ini pembahasan meliputi penentuan besarnya penurunan kalor yang terjadi pada tiap tingkat untuk mendapatkan variasi kecepatan uapnya dengan penentuan besarnya kerugian kalor yang terjadi pada nosel atau sudu pengarah dan sudu gerak.


(11)

c. Perhitungan ukuran-ukuran komponen utama turbin uap

Dalam hal ini pembahasan meliputi penentuan ukuran sudu pengarah dan sudu gerak dengan analisa kekuatan sudu nya, perhitunagan ukuran cakram dan tegangan yang terjadi, perhitungan ukuran poros dengan putaran kritis nya, dan pemilihan bantalan dengan sistem pelumasan nya.

d. Gambar penampang ( gambar teknik ) turbin uap

1.4.Metodologi penulisan

Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :

a. Survey lapangan, yakni berupa peninjauan langsung ke lokasi tempat unit pembangkit listrik tenaga uap itu berada.

b. Penagambilan data survey dari tempat dilaksanakan nya survey.

c. Studi literatur, yakni berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku, dan tulisan-tulisan yang terkait dengan perancangan turbin uap.

d. Browsing internet, yaitu untuk mencari bahan-bahan tulisan dan artikel-artikel yang dapat digunakan untuk membantu pengerjaan skripsi ini.

e. Diskusi, yakni berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing, dosen pembanding yang nanti akan ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Mesin – FT USU mengenai kekurangan-kekurangan didalam bahasan tugas sarjana ini.


(12)

1.5.Sistematika penulisan

Skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan Latar belakang penulisan, tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan pustaka

Bab ini berisikan Pandngan umum tentang Turbin Uap, Analisa termodinamika pada Turbin Uap, Modifikasi siklus rankine pada Turbin uap, Klasifikasi Turbin Uap, dan Kerugian-kerugian energi pada Turbin Uap.

Bab III : Penentuan Spesifikasi turbin Uap

Bab ini berisikan tentang Penentuan jenis Turbin Uap yang digunakan, Perhitungan daya pada Turbin, Perhitungan penurunan kalor, Penentuan laju aliran massa uap pada setiap ekstraksi.

Bab IV : Perhitungan Kalor Turbin Uap

Bab ini berisikan perhitungan kalor yang terdapat pada Turbin Uap dan kondisi uap pada tiap tingkat deari Turbin Uap.

Bab V : Perhitungan Komponen Utama Turbin Uap

Bab ini berisikan perhitungan-perhitungan komponen utama Turbin Uap yang meliputi : Perhitungan ukuran Nozel dan Sudu gerak serta Perhitungan ukuran Cakra Pada Turbin Uap.

Bab VI : Kesimpulan

Bab ini berisikan spesifikasi Turbin Uap pada PLTU serta dimensi dari komponen-komponen utama Turbin Uap.


(13)

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1. Pandangan umum tentang Turbin Uap

Turbin uap termasuk mesin tenaga atau mesin konversi energi dimana hasil konversi energinya dimanfaatkan mesin lain untuk menghasilkan daya. Di dalam turbin terjadi perubahan dari energi potensial uap menjadi energi kinetik yang kemudian diubah lagi menjadi energi mekanik pada poros turbin, selanjutnya energi mekanik diubah menjadi energi listrik pada generator.

Energi mekanis yang dihasilkan dalam bentuk putaran poros turbin dapat secara langsung atau dengan bantuan roda gigi reduksi dihubungkan dengan mekanisme yang digerakkan.

Turbin uap digunakan sebagai penggerak mula pada PLTU, seperti untuk menggerakkan pompa, kompressor dan mesin-mesin lain. Jika dibandingkan dengan penggerak generator listrik yang lain, turbin uap mempunyai kelebihan antara lain:

• Penggunaan panas yang lebih baik. • Pengontrolan putaran yang lebih mudah. • Tidak menghasilkan loncatan bunga api listrik.

• Uap bekasnya dapat digunakan kembali atau untuk proses.

Siklus yang terjadi pada turbin uap adalah siklus Rankine, yaitu berupa siklus tertutup, dimana uap bekas dari turbin dimanfaatkan lagi dengan cara mendinginkannya pada kondensor, kemudian dialirkan lagi ke pompa dan seterusnya sehingga merupakan suatu siklus tertutup.


(14)

2.2. Analisis Termodinamika

Siklus pada turbin uap adalah siklus Rankine, yang terdiri dari dua jenis siklus yaitu :

• Siklus terbuka, dimana sisa uap dari turbin langsung dipakai untuk keperluan proses. • Siklus tertutup, dimana uap bekas dari turbin dimanfaatkan lagi dengan cara

mendinginkannya pada kondensor, kemudian dialirkan kembali kepompa dan seterusnya sehingga merupakan suatu siklus tertutup.

Uap menurut keadaannya ada tiga jenis [ Lit.9 hal.95 ] yaitu : a. Uap basah, dengan kadar uap 0 < X < 1

b. Uap jenuh (saturated vapor),dengan kadar uap X = 1 c. Uap kering (Superheated vapor)

Diagram alir siklus Rankine dapat dilihat sebagai berikut:


(15)

Gambar 2.2 Diagram T-s Siklus Rankine Sederhana

Siklus rankine sederhana terdiri dari beberapa proses sebagai berikut : 1 → 2 : Proses pemompaan isentropik didalam pompa.

2 → 3 : Proses pemasukan kalor atau pemanasan pada tekan konstan dalam ketel uap.

3 → 4 : Proses ekspansi isentropik didalam turbin. 4 → 1 : Proses pengeluaran kalor pada tekanan konstan

Untuk mempermudah penganalisaan termodinamika siklus ini, proses-proses diatas dapat di sederhanakan dalam diagram berikut :

Maka analisa pada masing-masing proses pada siklus untuk tiap satu satuan massa dapat ditulis sebagai berikut:

1) Kerja pompa (WP) = h2 – h1 = ν (P2 – P1)

2) Penambahan kalor pada ketel (Qin) = h3 – h2

3) Kerja turbin (WT) = h3 – h4


(16)

5) Efisiensi termal siklus

in P T in net th

Q W W Q

W

= = η

(

) (

)

2 3

1 2 4 3

h h

h h h h

th

−− −

− = η

2.3. Modifikasi Siklus Rankine pada PLTU

Modifikasi siklus Rankine bertujuan untuk meningkatkan efisiensi siklus, dalam hal ini dibuat ekstraksi uap yang bertujuan untuk memanaskan air pengisian ketel, sehingga kerja ketel berkurang dan kebutuhan bahan bakar juga berkurang.

Dalam perancangan ini dibuat modifikasi siklus rankine dengan empat ekstraksi uap. Adapun modifikasi siklus rankine tersebut dapat dilihat pada gambar berikut [ sumber : lampiran dari data survey pada PLN SICANANG ] :

TURBIN UAP

GENERATOR

KONDENSOR Eks. I

Eks. II Eks. III

Eks. IV

No. I No. II

No. III No. IV

HPH 2 HPH 1 DEAERATOR

LPH 1 CP

LPH 2


(17)

Uap kering hasil pembakaran dari ketel memasuki turbin, setelah melalui beberapa tingkatan sudu turbin, sebagian uap diekstraksikan ke empat pemanas awal yaitu dua buah High Pressure Heater ( HPH ) dan dua buah Low Pressure Heater ( LPH ), sedangkan sisanya masuk ke kondensor dan dikondensasikan di kondensor. Selanjutnya air dari kondensor dipompakan ke deaerator setelah melalui pemanas air pertama dan kedua, dimana air yang berada pada dearator ini akan dipanaskan oleh uap dari turbin, kemudian dari deaerator air dipompakan kembali ke boiler dengan melalui pemanas ketiga dan keempat. Dari ketel, air yang sudah menjadi uap kering dialirkan kembali ke turbin

Tujuan uap diekstraksikan ke Pemanas atau Heater adalah untuk membuang gas-gas yang tidak terkondensasi sehingga pemanasan pada boiler dapat berlangsung efektif, mencegah korosi pada boiler, dan meningkatkan efisiensi siklus.

Untuk mempermudah penganalisaan siklus termodinamika ini, proses-proses tersebut di atas dapat kita sederhanakan dalam bentuk diagram berikut :

T

S


(18)

2.4 Prinsip Dasar Desain Turbin Uap

Turbin uap merupakan suatu penggerak mula yang mengubah energi potensial uap menjadi energi kinetik dan energi kinetik ini selanjutnya diubah menjadi energi mekanis dalam bentuk putaran poros turbin. Poros turbin, langsung atau dengan bantuan roda gigi reduksi, dihubungkan dengan mekanisme yang digerakkan. Tergantung kepada jenis mekanisme yang digerakkan, turbin uap dapat digunakan pada berbagai bidang industri, untuk pembangkit tenaga listrik, dan untuk transportasi. Dalam perancangan ini, turbin uap digunakan untuk menggerakkan generator listrik pada PLTU seperti tampak pada gambar 2.3 diatas.

Untuk mengubah energi potensial uap menjadi energi mekanis dalam bentuk putaran poros dilakukan dengan berbagai cara, sehingga turbin uap secara umum terdiri dari tiga jenis utama, yaitu : turbin uap impuls, reaksi, dan gabungan (impuls-reaksi). Selama proses ekspansi uap di dalam turbin juga terjadi beberapa kerugian utama yang dikelompokkan menjadi dua jenis kerugian utama, yaitu kerugian dalam dan kerugian luar. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan energi, penurunan kecepatan dan penurunan tekanan dari uap tersebut yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi siklus dan penurunan daya generator yang akan dihasilkan oleh generator listrik.

2.5 Klasifikasi Turbin Uap

Turbin uap dapat diklasifikasikan ke dalam kategori yang berbeda yang tergantung pada jumlah tingkat tekanan, arah aliran uap, proses penurunan kalor, kondisi-kondisi uap pada sisi masuk turbin dan pemakaiannya di bidang industri. Adapun klasifikasinya [ Menurut Lit.7 hal.10 ], antara lain :


(19)

1. Menurut jumlah tingkat tekanan, terdiri dari :

a. Turbin satu tingkat dengan satu atau lebih tingkat kecepatan, yaitu turbin yang biasanya berkapasitas kecil dan turbin ini kebanyakan dipakai untuk menggerakkan kompresor sentrifugal.

b. Turbin impuls dan reaksi nekatingkat, yaitu turbin yang dibuat dalam jangka kapasitas yang luas mulai dari yang kecil sampai yang besar.

2. Menurut arah aliran uap, terdiri dari :

a. Turbin aksial, yaitu turbin yang uapnya mengalir dalam arah yang sejajar terhadap sumbu turbin.

b. Turbin radial, yaitu turbin yang uapnya mengalir dalam arah yang tegak lurus terhadap sumbu turbin.

3. Menurut jumlah silinder, terdiri dari : a. Turbin silinder tunggal

b. Turbin silinder ganda c. Turbin tiga silinder d. Turbin empat silinder

Turbin nekatingkat yang rotornya dipasang pada satu poros yang sama dan yang dikopel dengan generator tunggal dikenal dengan turbin poros tunggal; turbin dengan poror rotor yang terpisah untuk masing-masing silinder yang dipasang sejajar satu dengan yang lainnya dikenal dengan turbin neka-aksial.


(20)

4. Menurut metode pengaturan, terdiri dari :

a. Turbin dengan pengaturan pencekikan (throttling), dalam hal ini uap panas lanjut yang keluar dari ketel masuk melalui satu atau lebih katup pencekik yang dioperasikan serempak.

b. Turbin dengan pengaturan nosel yang uap segarnya masuk melalui dua atau lebih pengatur pembuka yang berurutan.

c. Turbin dengan pengaturan langkah (by-pass governing), dimana uap panas lanjut yang keluar dari ketel disamping dialirkan ke tingkat pertama juga langsung dialirkan ke satu, dua, atau bahkan tiga tingkat menengah turbin tersebut.

5. Menurut prinsip aksi uap, terdiri dari :

a. Turbin impuls, yang energi potensial uapnya diubah menjadi energi kinetik di dalam nosel atau laluan yang dibentuk oleh sudu-sudu diam yang berdekatan, dan didalam sudu-sudu gerak, energi kinetik uap diubah menjadi energi mekanis.

b. Turbin reaksi aksial yang ekspansi uapnya diantara laluan sudu, baik sudu pengarah maupun sudu gerak.

c. Turbin reaksi radial tanpa sudu pengarah yang diam d. Turbin reaksi radial dengan sudu pengarah yang diam


(21)

a. Turbin kondensasi (condensing turbine) dengan regenerator, yaitu turbin dimana uap pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan atmosfer dialirkan ke kondensor,

disamping itu uap juga dicerat dari tingkat-tingkat menengahnya untuk memanaskan air pengisian ketel, dimana jumlah penceratan itu biasanya dari 2-3 hingga sebanyak 8-9. Kalor laten uap buang selama proses kondensasi semuanya hilang pada turbin ini.

a. Turbin kondensasi dengan satu atau dua penceratan dari tingkat menengahnya pada tekanan tertentu untuk keperluan-keperluan industri dan pemanasan. b. Turbin tekanan lawan (back pressure turbine), yaitu turbin yang uap buang

dipakai untuk keperluan-keperluan pemanasan dan untuk keperluan-keperluan proses dalam industri.

c. Turbin tumpang, yaitu suatu jenis turbin tekanan lawan dengan perbedaan bahwa uap buang dari turbin jenis ini lebih lanjut masih dipakai untuk turbin-turbin kondensasi tekanan menengah dan rendah. Turbin ini, secara umum beroperasi pada kondisi tekanan dan temperatur uap awal yang tinggi, dan dipakai kebanyakan untuk membesarkan kapasitas pembangkitan pabrik, dengan maksud untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik.

d. Turbin tekanan lawan dengan penceratan uap dari tingkat-tingkat menengahnya pada tekanan tertentu, dimana turbin jenis ini dimaksudkan untuk mensuplai uap kepada konsumen pada berbagai kondisi tekanan dan temperatur.

e. Turbin tekanan rendah (tekanan buang), yaitu turbin yang uap buang dari mesin-mesin uap, palu uap, mesin tekan, dan lain-lain, dipakai untuk keperluan pembangkitan tenaga listrik.


(22)

f. Turbin tekanan campur dengan dua atau tiga tingkat-tekanan, dengan suplai uap buang ke tingkat-tingkat menengahnya.

7. Menurut kondisi-kondisi uap pada sisi masuk turbin, terdiri dari :

a. Turbin tekanan rendah, yaitu turbin yang memakai uap pada tekanan 1,2 sampai 2 ata.

b. Turbin tekanan menengah, yaitu turbin yang memakai uap pada tekanan sampai 40 ata.

c. Turbin tekanan tinggi, yaitu turbin yang memakai uap pada tekanan diatas 40 ata.

d. Turbin tekanan yang sangat tinggi, yaitu turbin yang memakai uap pada tekanan 170 ata atau lebih dan temperatur diatas 550o C atau lebih.

e. Turbin tekanan superkritis, yaitu tubin yang memakai uap pada tekanan 225 ata atau lebih.

8. Menurut pemakaiannya di bidang industri, terdiri dari :

a. Turbin stasioner dengan kepesatan putar yang konstan dipakai terutama untuk menggerakkan alternator.

b. Turbin uap stasioner dengan kepesatan yang bervariasi dipakai untuk menggerakkan blower-turbo, pengedar udara (air circulator), pompa, dan lain-lain.

c. Turbin yang tidak stasioner dengan kepesatan yang bervariasi, yaitu turbin yang biasanya dipakai pada kapal-kapal uap, kapal, dan lokomotif kerata api


(23)

2.6. Analisa Kecepatan Aliran Uap

Analisa kecepatan aliran uap yang melewati suatu sudu dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5. Variasi kecepatan uap pada sudu-sudu gerak turbin impuls. (Sumber : Lit.7, hal 33)

1. Kecepatan aktual keluar dari nosel (C1) adalah :

' 5 , 91

1 Ho

C = ϕ (m/det)……….Lit.7, hal 80

dimana : Ho’ = besar jatuh kalor (entalphi drop) (kkal/kg)

ϕ = koefisien gesek pada dinding nosel (0,91 s/d 0,98)

2. Kecepatan uap keluar teoritis (C1t)

ϕ1

1 C

Ct = (m/det)……….Lit.7, hal 24

3. Kecepatan tangensial sudu (U)

60 . . nd

U =π (m/det)……….Lit.7, hal 85

dimana : d = diameter pada turbin (m) n = putaran poros turbin (rpm)


(24)

4. Kecepatan uap memasuki sudu gerak pertama (w1)

1 1 2

2 1

1 C U 2UC cosα

w = + − (m/det)……….Lit.7, hal 33

5. Kecepatan mutlak radial uap keluar sudu gerak baris pertama (C1u)

1 1 1 C cosα

Cu = (m/det)……….Lit.7, hal 76

6. Kecepatan mutlak radial uap keluar sudu gerak baris kedua (C2u)

2 2 2 C cosα

C u = (m/det)……….Lit.7, hal 76

7. Sudut relatif masuk sudu gerak baris pertama (β1)

1 1 1 1

sin sin

w

C α

β = ………...Lit.7, hal 34

8. Sudut relatif uap sudu keluar sudu gerak pertama (β2)

) 5 3 (

1

2 =β − °− °

β ………...Lit.7, hal 34

9. Kecepatan relatif uap keluar sudu gerak pertama (w2)

1 2 .w

w =ψ (m/det)……….Lit.7, hal 34

10.Kecepatan mutlak uap keluar sudu gerak pertama (C2)

2 2

2 2 2

2 w U 2.U.w .cosβ

C = + − (m/det)……….Lit.7, hal 34

11.Kecepatan mutlak uap masuk sudu gerak kedua (C1,)

2 1' .C


(25)

2.7 Kerugian Energi pada Turbin Uap

Kerugian energi pada turbin adalah pertambahan energi kalor yang dibutuhkan untuk melakukan kerja mekanis pada praktek aktual dibandingkan dengan nilai teoritis yang proses ekspansinya terjadi benar-benar sesuai dengan proses adiabatik. Pada suatu tingkat turbin, jumlah penurunan kalor yang benar-benar dikonversi menjadi kerja mekanis pada poros turbin adalah lebih kecil daripada nilai-nilai yang dihitung untuk tingkat turbin yang ideal. Semua kerugian yang timbul pada turbin aktual dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu :

2.7.1 Kerugian-kerugian dalam (Internal losses)

1. Kerugian kalor pada katub pengatur

Aliran uap melalui katup-katup penutup dan pengatur disertai oleh kerugian energi akibat proses pencekikan (throtling), kerugian ini yang disebut dengan kerugian katup pengatur. Jika tekan uap masuk adalah Po maka akan terjadi penurunan tekanan

menjadi tekan awal masuk turbin Po’. Penurunan tekan awal (∆P) diperkirakan sebesar

( 3 − 5 ) % dari Po [ Menurut Lit.7 hal. 59 ].

Dimana ∆P = Po – Po’ , pada perencanaan ini diambil kerugian pada katup

pengatur sebesar 5% dari tekan masuk turbin atau dapat di tuliskan :

∆P = 5%Po ………...Lit.7 hal 60


(26)

∆H = Ho –Ho’ ………. Lit.7 hal 59

dimana:

Ho = nilai penurunan kalor total turbin

Ho’= nilai penurunan kalor setelah mengalami proses penurunan tekanan akibat

pengaturan melalui katup pengatur dan katup penutup yang ditetapkaqn sebesar 3 – 5% dari Po. jadi tujuan perencanaan kerugian tekanan yaitu

sebesar ∆P = 5%Po.

Adapun gambar 2.6. menunjukkan proses ekspansi uap melalui mekanisme pengatur beserta kerugian-kerugian yang lainnya yang diakibatkan pencekikan

(throttling).

Disebabkan oleh proses pencekikkan yang terjadi pada katub pengatur , penurunan kalor yang tersedia pada turbin akan berkurang dari Ho menjadi Ho’ dengan kata lain ada kehilangan energi yang tersedia sebesar H = Ho - Ho’.Besarnya kerugian tekanan akibat perncekikan dengan katub pengatur terbuka lebar dapat diandaikan sebesar 5 % dari tekanan uap segar Po [ Lit. 7 hal 59 ].


(27)

Gambar 2.6. Proses ekspansi uap dalam turbin beserta kerugian-kerugian akibat Pencekikan.

2. Kerugian kalor pada nozel (hn)

Kerugian energi dalam nozel adalah dalam bentuk kerugian energi kinetis dimanan besarnya adalah : Kerugian energi pada nosel disebabkan oleh adanya gesekan uap pada dinding nozel , turbulensi, dan lain-lain. Kerugian energi pada nosel ini dicakup oleh koefisien kecepan nozel ( ) yang sangat tergantung pada tinggi nozel.

Kerugian energi kalor pada nozel dalam bentuk kalor :

kg kj C

C

hn t /

2001

2 1 1 2

= ………...Lit.7 hal 25

dimana :

hn = besarnya kerugian pada nozel

Cit = kecepatan uap masuk nozel teoritis

ϕ = koefisien kecepatan pada dinding nozel (0,93 s/d 0,98) C1 = kecepatan aktual uap keluar dari nozel


(28)

Untuk tujuan perancangan, nilai-nilai koefisien kecepatan nozel dapat diambil dari grafik yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.7. Grafik untuk Menentukan Koefisien ϕ sebagai fungsi tinggi nozel (sumber : Lit.7, hal 61)

3. Kerugian kalor pada sudu gerak

Kerugian pada sudu gerak dipengarui beberapa faktor yaitu : •kerugian akibat tolakan pada ujung belakang sudu.

•Kerugian akibat tubrukan.

•Kerugian akibat kebocoran uap melalui ruang melingkar. •Kerugian akibat gesekan.

•Kerugian akibat pembelokan semburan pada sudu.

Semua kerugian diatas disimpulkan sebagai koefisien kecepatan sudu gerak (ϕ). Akibat koefisien ini maka kecepatan relatif uap keluar dari sudu W2 lebih kecil dari

kecepatan relatif uap masuk sudu W1.


(29)

2001

2 1 2 1

' w w

hb= − (kJ/kg)……….Lit.7, hal 85

Kerugian pada sudu gerak baris kedua

2001 '2

2 2 ' 1 " w w hb

= (kJ/kg)……….Lit.7, hal 86

dimana :

w1 = kecepatan relatif uap masuk sudu gerak I

w2 = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak I

w’1 = kecepatan relatif uap masuk sudu gerak II

w’2 = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak II

Untuk keperluan rancangan maka faktor ψ dapat diambil dari grafik berikut dibawah ini:

Gambar 2.8. koefisien kecepatan untuk sudu gerak turbin impuls untuk berbagai panjang dan profil sudu

(Sumber : Lit.7, hal 62)

4. Kerugian kalor akibat kecepatan keluar

Uap meninggalkan sisi keluar sudu gerak dengan kecepatan mutlak C2, sehingga

kerugian energi kinetik akibat kecepatan uap keluar C2 untuk tiap 1 kg uap dapat

ditentukan sama dengan C22/2001 kj/kg .


(30)

2001

2 2 C

hc = (kJ/kg)……….Lit.7, hal 63

5. Kerugian Kalor Pada Sudu Pengarah

2001

2 1 2

2 C

C hgb

= (kJ/kg)………..Lit.7, hal 64

6. Kerugian kalor akibat gesekan cakram

Kerugian gesekan terjadi diantara cakram turbin yang berputar dengan uap yang menyelubunginya. Cakram yang berputar itu menarik pertikel-pertikel yang ada didekat permukaannya dan memberi gaya searah dengan putaran. Sejumlah kerja mekanis digunakan untuk mengatasi pengaruh gesekan daqn pemberian kecepatan ini. Kerja yang digunakan untuk melawan gesekan dan percepatan-percepatan partikel uap ini pun akan di konversikan menjadi kalor, jadi akan mnemperbesar kalor kandungan uap.

Kerugian akibat gesekan cakram dan ventilasi dalam satu kalor dapat ditentukan dari persamaan berikut:

G Ng hgca ca

427 102

= (kJ/kg)………..Lit.7, hal 64

dimana :

G = massa aliran uap melalui tingkatan turbin (kg/s) Ngca = daya gesek dari ventilasi cakram ( kW )

Adapun penentu daya gesek dari ventilasi cakram ini sering dilakuakn dengan memakai rumus berikut :

( )

kW l

n d

Ngca=β⋅10−10⋅ 4⋅ 3⋅ ⋅γ …………Lit.7 hal 64

dimana :


(31)

d = diameter cakra yang diukur pada tinggi rata-rata sudu A(m) n = putaran poros turbin (rpm)

l = tinggi sudu (m)

= Massa jenis uap dimana cakram tersebut berputar (kg/m3) = 1/ν , dimana ν = volume spesifik uap pada kondisi tersebut (m3/kg)

7. Kerugian Ruang Bebas pada Turbin Impuls

Ada perbedaan tekanan di antara kedua sisi cakram nosel yang dipasang pada stator turbin, sebagai akibat ekspansi uap di dalam nosel. Diafragma yang mempunyai sudu sudu gerak adalah dalam keadaan berputar,

sementara cakram-cakram adalah dalam keadaan diam sehingga selalu ada ruang bebas yang sempit antara cakram-cakram putar dan diafragma.

Tekanan sebelum melewati diafragma adalah p1 dan tekanan sesudah cakram

yang mempunyai sudu-sudu gerak adalah p2. Oleh sebab itu, seluruh penurunan tekanan

yang terjadi pada perapat labirin dari p1 hingga ke p2 didistribusikan diantara ruang-ruang

A, B, C, D, E, dan F. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan adanya kebocoran melalui celah ini, yang besarnya :

h kebocoran = G Gkebocoran

( i0 - i2) (kJ/kg)………..Lit.7, hal 64

Dimana G kebocoran ditentukan berdasarkan tekanan kritis, yaitu :

pkr =

5 , 1 85 ,

0 1

+ ⋅

z p


(32)

Gambar 2.9. Celah kebocoran Uap tingkat tekanan pada turbin impuls

(sumber : Lit.1, hal 62)

Bila tekanan kritis lebih rendah dari p2, maka kecepatan uap di dalam labirin

adalah lebih rendah daripada kecepatan kritis dan massa alir kebocoran ditentukan dengan persamaan :

Gkebocoran = 100 fs

1 1

2 2 2

1 )

(

υ zp

p p

g(kg/det)………..Lit.7, hal 67

sebaliknya, bila tekanan kritis lebih tinggi dari p2 , maka kecepatan uap adalah lebih

tinggi dari kecepatan kritisnya dan massa alir kebocoran dihitung :

Gkebocoran = 100 fs

1 1

5 ,

1 v

p z

g

×

+ ………..Lit.7, hal 6

8. Kerugian Akibat Kebasahan Uap

Dalam hal turbin kondensasi, beberapa tingkat yang terakhir biasanya beroperasi pada kondisi kondisi uap basah yang menyebabkan terbentuknya tetesan air. Tetesan air ini oleh pengaruh gaya sentrifugal akan terlempar ke arah keliling. Pada saat bersamaan tetesan air ini menerima gaya percepatan dari partikel-partikel uap searah dengan aliran,


(33)

jadi sebagian energi kinetik uap hilang dalam mempercepat tetesan air ini. Kerugian akibat kebasahan uap dapat ditentukan dengan persamaan :

hkebasahan = ( 1-x) h ………Lit.7, hal 69

Dimana :

x = fraksi kekeringan rata-rata uap di dalam tingkat turbin yaitu sebelum nosel (sudu pengarah) dan sesudah sudu gerak tingkat tersebut.

hi = penurunan kalor yang dimanfaatkan pada tingkat turbin dengan

memperhitungkan semua kerugian kecuali akibat kebasahan uap

9. Kerugian Pemipaan Buang

Kerugian pemipaan buang terjadi karena kecepatan aliran pada pipa buang besar (100-120) m/s yang biasanya terjadi pada turbin kondensasi. Besarnya kerugian tekanan dalam pemipaan buang turbin-turbin kondensasi dapat ditentukan, yaitu :

k s

k p

c p

p 2

2

2 2

100

    =

− λ ……….Lit.7, hal 70

Dimana :

2

p = tekanan uap sesudah sudu (bar)

k

p2 = tekanan uap di dalam pemipaan buang (bar) λ = koefisien yang nilainya dari 0,07-0,1

s

c = kecepatan uap pada pemipaan buang (m/s).

2.7.2 Kerugian kerugian Luar

Kerugian Mekanis

Kerugian mekanis disebabkan oleh energi yang digunakan untuk mengatasi tahanan yang diberikan oleh bantalan luncur dan dorong termasuk bantalan luncur


(34)

generator atau mesin yang dihubungkan dengan poros turbin. Untuk tujuan perancangan, kerugian mekanis, generator dan turbin [Menurut lit. 2, hal. 88] dapat ditentukan dengan mempergunakan grafik efisiensi mekanis turbin.

2.8 Efisiensi dalam Turbin Uap

1. Efisiensi relatif sudu

Hubungan antara kerja satu kilogram uap Lu pada keliling cakram yang

mempunyai sudu-sudu gerak terhadap kerja teoritis yang dapat dilakukannya adalah :

u u u u i i L A L L − = = 0 0 .

η ...Lit.7, hal 71

2. Efisiensi internal

Hubungan antara kerja yang bermanfaat yang dilakukan oleh sudu dengan 1 kg uap pada tingkat atau di dalam turbin terhadap kerja teoritis yang tersedia adalah :

0 1 0 2 0 0 0 H H i i i i L L i t i i = −− = =

η ……...Lit.7, hal 71

3. Efisiensi termal

Hubungan antara penurunan kalor adiabatik teoritis di dalam turbin dan kalor yang tersedia dari ketel adalah :

q i i i q i H t t − − = − = 0 1 0 0 0


(35)

4. Efisiensi relatif efektif

Hubungan antara efisiensi mekanis dengan efisiensi internal turbin adalah :

i m re η .η0

η = ...Lit.7, hal 71

Besarnya efisiensi mekanis ditentukan dari gambar diatas sedangkan efisiensi efektif relatif dapat ditentukan berdasarkan grafik [lit. 2, hal. 88]

Daya dalam turbin dapat dituliskan sebagai berikut : • Daya dalam turbin

102 . .

427 0 i

i

H G

N = (kW) ...Lit.7, hal 71 • Daya efektif yang dihasilkan pada turbin adalah :

i m

ef N

N. ...Lit.7, hal 72 Daya efektif turbin dapat juga diperoleh dari hubungan anatara daya yang dibangkitkan pada terminal generator Ne dan effisiensi generator g, yaitu :

efektif e g

N N

=

η ...Lit.7, hal

2.9 Perhitungan Fraksi Massa pada Tiap Ekstraksi

Dari gambar 2.1 sebelumnya telah diketahui, bahwa untuk siklus PLTU ini dirancang empat buah tingkatan ekstraksi dari turbin uap, sehingga fraksi massa pada tiap ekstraksi dapat ditentukan.

Berikut ini ditentukan fraksi massa dari ekstraksi pertama hingga ekstraksi keempat sebagai berikut:


(36)

(

)

4 1 η α ⋅ − − = I s I eks III fw IV fw i i i i

…...Lit.7, hal 137

2. Fraksi massa pada ekstraksi kedua

( )

α2

(

)

II fw II Eks II fw I s II fw III fw i i i i i i − − −     = 1 3 2 1 α η

α ...Lit.7, hal 137

3 Fraksi massa pada ekstraksi ketiga

( )

α3

(

)

(

)

(

)

2

2 1 3 1 η α α α ⋅ − − ⋅ − − = III s III Eks I fw II fw i i i i

...Lit.7, hal 137

4. Fraksi massa pada eksraksi keempat (α4)

α4=

(

)

(

) (

)

(

)

1

1 3 2 1 1 η η α α α ⋅ − ⋅ − − − ⋅ − − IV s IV eks IV s III s kond I fw i i i i i i

...Lit.7, hal 137

Dimana : η1, η23 dan η4 adalah efisiensi pemanas air pengisian boiler yang diakibatkan oleh kehilangan kalor ke medium di sekitarnya.

2.10 Perhitungan Jumlah Uap yang Mengalir Melalui Turbin dan Ekstraksi

Jumlah uap yang mengalir melalui turbin uap dapat ditentukan sebagai berikut

( ) (

1 1

) (

1

) (

1

)

]

[ 860 4 3 2 1 3 2 1 2 1 1 0 V i IV i III i II i I i N h h h h h P D

α

α

α

α

α

α

α

α

α

α

+ − − + − − − + − − − −

+ ⋅

= .

(Sumber Lit.7, hal 137)

Dimana :

G0 = jumlah uap yang mengalir melalui turbin uap (Kg/s)


(37)

V i IV i III i II i I

i h h h h

h , , , = penurunan kalor yang dimanfaatkan pada turbin antara titik-titik ekstraksi (kJ/kg).

Kemudian jumlah uap yang dicerat dari setiap titik ekstraksi dapat ditentukan sebagai berikut :

1. GeksI1G0 = jumlah uap yang dicerat dari titik ekstraksi yang pertama

2. G 2 G0

II

eks =α ⋅ = jumlah uap yang dicerat dari titik ekstraksi yang kedua

3. GeksIII3G0 = jumlah uap yang dicerat dari titik ekstraksi yang ketiga 4. GeksIV4G0 = jumlah uap yang dicerat dari titik ekstraksi yang keempat

Sehingga jumlah uap yang mengalir melalui turbin antara berbagai titik ekstraksi, menjadi :

1. G = jumlah uap yang mengalir melalui ruang pertama sampai ke titik ekstraksi 0

yang pertama

2. I

eks G G

G1 = 0 − = jumlah uap yang mengalir antara titik ekstraksi yang

pertama dan kedua

3. G2 =G0GeksIGeksII = jumlah uap yang mengalir sesudah titik ekstraksi kedua. 4. G3 =G0GeksIGeksIIGeksIII = jumlah uap yang mengalir antara titik ekstraksi

yang ketiga dan keempat

5. G4 =G0GeksIGeksIIGeksIIIGeksIV = jumlah uap yang mengalir sesudah titik ekstraksi yang keempat.


(38)

BAB 3

PENENTUAN SPESIFIKASI TURBIN UAP

3.1. Pemilihan jenis Turbin Uap

Dalam Bab II sebelumnya telah dijelaskan tinjauan termodinamika turbin uap dalam instalasi PLTU, jenis-jenis turbin uap dan pertimbangan kerugian-kerugian yang akan terjadi dalam siklus yang akan mempengaruhi efisiensi dalam turbin uap tersebut. Turbin uap yang akan dirancang akan digunakan sebagai penggerak generator listrik


(39)

dengan daya 80 MW, dengan putaran 3000 rpm. Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan setiap jenis turbin serta pertimbangan pada daya dan putaran yang akan dihasilkan, maka dalam perancangan ini dipilih jenis turbin impuls nekatingkat dengan derajat reaksi. Adapun alasan pemilihan jenis turbin ini adalah karena pada turbin ini hampir semua tekanan uap yang masuk pada sudu sebelumnya dapat dimanfaatkan lagi pada sudu tingkat selanjutnya agar selanjutnya aliran uap dapat dirubah menjadi energi mekanis pada turbin.

Turbin impuls nekatingkat dengan derajat reaksi banyak dipakai di bidang industri sebagai penggerak mula untuk generator listrik kapasitas besar. Hal ini disebabkan kemampuannya menghasilkan daya yang lebih besar dibandingkan dengan turbin tingkat tunggal, sesuai untuk kondisi tekanan uap yang tinggi, dorongan aksial serta diameter tingkat akhir yang besar dan yang biasanya terjadi pada turbin impuls murni dapat diatasi dengan derajat reaksi. Distribusi penurunan kalor pada sejumlah tingkat tekanan akan memungkinkan mendapatkan kecepatan uap yang lebih rendah yang cenderung untuk menaikkan efisiensi turbin uap.

Dalam perancangan ini, turbin impuls nekatingkat dengan derajat reaksi mempunyai empat tingkatan ekstraksi uap yang akan diumpankan pada air umpan pengisian ketel.

Dengan membuat analisa perhitungan penurunan kalor dan fraksi massa serta laju aliran massa untuk tiap ekstraksi, akan dapat ditentukan daya akhir yang akan dihasilkan jenis turbin impuls nekatingkat yang sesuai untuk dipakai untuk instalasi PLTU.

3.2 Perhitungan Daya Turbin Uap

Dalam suatu proses pembebanan listrik bolak-balik ada 2 unsur yang terpakai dalam proses konversi daya, yaitu :


(40)

1. Daya keluaran atau daya nyata (V.I cos ϕ) yang diukur dengan MW. Dikatakan daya nyata, karena besaran inilah yang dipakai dalam proses konversi daya.

2. Daya reaktif (V.I sin ϕ) yang diukur dengan MVAR. Besaran ini adalah suatu daya yang sebenarnya tidak mempengaruhi suatu proses konversi daya, tetapi adalah suatu kebutuhan yang harus dilayani.

Dari penjelasan diatas, maka daya yang harus disuplai oleh turbin uap ke generator harus dapat memenuhi kebutuhan daya nyata dan daya reaktif. Diagram pada gambar di bawah ini menggambarkan daya yang bekerja pada generator listrik.

Daya Reaktif (MVAR)

Daya Semu (MVA)

Daya Nyata (MW)

ϕ

Gambar 3.1 Diagram daya yang harus disuplai turbin uap ke generator

Dari gambar 3.1 diatas, dapat disimpulkan bahwa daya yang dibutuhkan oleh generator adalah daya semu (MVA) dan daya nominal generator adalah daya nyata (MW), maka :

P = PG . cos ϕ

Dimana :

P = daya nominal generator listrik = 80 MW PG = daya yang dibutuhkan generator listrik (MW)


(41)

cos ϕ = faktor daya yang besarnya 0,6 – 0,9. Namun berdasarkan harga yang umum dipakai di lapangan , maka diambil cos ϕ = 0,9. Dengan demikian dari persamaan 3-1 diatas :

90 , 0

80

cos =

=

ϕ

P PG

889 , 88 =

G

P MW

Sehingga daya netto yang harus disuplai turbin uap ke generator listrik (PN)

adalah :

G m

G N

P P

η η ⋅

=

Dimana :

m

η = efisiensi transmisi = 1 ( karena Turbin disambungkan langsung dengan generator tanpa menggunakan roda gigi reduksi ) [ Lit 7, hal 73 ]

G

η = efisiensi generator yang ditentukan dari gambar = 0,98 maka :

98 , 0 1

889 , 88

⋅ =

N

P

PN =90,703 MW

3.3 Perhitungan Penurunan Kalor untuk Jenis Turbin Nekatingkat

Untuk membangkitkan energi listrik pada generator, dibutuhkan sejumlah uap pada kondisi tertentu untuk memutar turbin, kemudian turbin akan memutar poros generator listrik. Dalam perancangan ini, ditentukan kondisi-kondisi uap sebagai berikut :

1. Tekanan uap masuk turbin (po) = 80 bar


(42)

3. Tekanan uap keluar turbin (p2k) = 0,1 bar

4. Turbin uap dirancang mempunyai empat tingkatan ekstraksi.

Pada bagian 2.6 sebelumnya telah dibahas beberapa kerugian yang terjadi pada turbin uap, sehingga pada bagian ini akan dapat ditentukan besarnya penurunan kalor yang terjadi pada tiap ekstraksi. Kerugian pada katup pengatur diambil sebesar 5% [Lit 7, hal 59] dari tekanan uap panas lanjut, sehingga tekanan di depan nosel tingkat pertama akan menjadi :

(

1 0,05

)

80 76

'

0 = − ⋅ =

p bar

Kerugian pada pemipaan buang yang dapat ditentukan dari persamaan pada bab 2, dimana sesuai dengan kondisi lapangan maka diambil nilai koefisien λ sebesar 0,092 dan c sebesar 110 m/s, maka : s

1 , 0 100 110 092 , 0 1 , 0 2

2  ×

     = − p 11113 , 0 01113 , 0 1 , 0

2 = + =

p bar

Penurunan kalor teoritis yang terjadi pada turbin dengan mengabaikan kerugian pada katup pengatur dan pemipaan buang akan menjadi :

44 , 1264 268 , 2135 7 , 3399 ,

0th = − =

H kJ/kg

Penurunan kalor pada turbin dengan memperhitungkan baik katup pengatur maupun pemipaan buang akan menjadi :

87 , 1251 83 , 2147 7 , 3399 '

0 = − =


(43)

Dari gambar 2.9 dan 2.7 nilai efisiensi ηre, dan ηm diperoleh masing-masing sebesar 0,86 dan 0,995 sehingga nilai efisiensi dalam turbin, yaitu :

8643 , 0 995 , 0 86 , 0 = = oi η

Sehingga penurunan kalor yang dimanfaatkan di turbin menjadi :

855 , 1092 8643 , 0 44 , 1264 0 ,

0 × = × =

= th i

i H

H η kJ/kg

Proses penurunan kalor ini dapat digambarkan dalam diagram Mollier, yaitu :

Ho,th Hi Ho’ Ho Ao Ao,th po po' p1 p2 p2k I eks p II eks p III eks p IV eks p I eks i II eks i III eks i IV eks i 2 i 1 i I o h II o h III o h IV o h V o h

Gambar 3.2 Proses penurunan kalor pada turbin uap

Untuk tekanan 0,1 bar didapat temperatur air jenuh ts = 45,84 oC. Dalam hal ini

diambil temperatur air jenuh keluaran kondensor tkond = 45 oC. Guna

menyederhanakan perhitungan, dibuat bahwa air pengisian ketel dipanaskan dalam derajat yang sama pada semua pemanas air pengisian ketel, sehingga pada masing-masingnya kenaikan temperatur air pengisian ketel (∆t) menjadi


(44)

z t t

t = HPHkond

∆ 2

Dimana :

2

HPH

t = temperatur uap keluaran HPH2 = 185 oC

kond

t = temperatur air jenuh keluaran kondensor = 45 oC

z = jumlah ekstraksi turbin uap = 4 tingkatan Maka :

35 4

45 185

= − =

t oC

Sehingga dapat ditentukan temperatur air pengisian ketel setelah keluar dari pemanas, yaitu :

1. tLPH1 =45+35=80

o

C 2. tLPH2 =80+35=115

o

C 3. tHPH1 =115+35=150 oC 4. tHPH2 =150+35=185 oC.

Kemudian temperatur jenuh uap pemanas pada pemanas air pengisian ketel diperoleh dengan persamaan [Menurut lit. 7, hal. 137] :

t t

tLPHnHPHn = LHPn,HPHn

' ,

Dimana :

t

δ = perbedaan temperatur antara temperatur uap pemanas air pengisian ketel dan temperatur air pengisian ketel pada sisi keluar dari pemanas


(45)

air ketel, yang biasanya diambil 5-7 oC. Dalam hal ini, perbedaan temperatur diambil 5 oC.

Maka :

1. tLPH' 1 =80+5=85

o

C 2. tLPH' 2 =115+5=120 oC 3. tHPH' 1 =150+5=155 oC 4. tHPH' 2 =185+5=190

o

C.

Dari interpolasi pada tabel saturated water diperoleh tekanan uap jenuh untuk masing-masing temperatur, yaitu :

1. peksIV =0,5783 bar

2. peksIII =1,9853 bar 3. peksII =5,431 bar 4. peksI =12,544 bar.

Dengan interpolasi pada tabel saturated water juga dapat diperoleh kandungan kalor air jenuh untuk masing-masing tekanan, yaitu :

1. hIVf =354,239 kJ/kg

2. hIIIf =503,659 kJ/kg 3. hIIf =662,383 kJ/kg


(46)

Dari diagram Mollier (i-s) diperoleh temperatur keluar ekstraksi turbin atau kebasahan untuk masing-masing tekanan ekstraksi uap, yaitu :

1. teksIV =90C

2. teksIII =130

o

C 3. teksII =200 oC 4. teksI =285

o

C.

Dengan menggunakan diagram Mollier (i-s) juga dapat diperoleh kalor total uap keluar ektraksi turbin, yaitu :

1. ieksIV =2524,64 kJ/kg 2. ieksIII =2687,93 kJ/kg 3. ieksII =2859,58 kJ/kg 4. ieksI =3010,31 kJ/kg.

Dari interpolasi pada tabel compressed liquid water diperoleh kalor sensibel air pengisian ketel, yaitu :

1. iIVfw =788,992 kJ/kg

2. iIIIfw =637,129 kJ/kg 3. iIIfw =481,994 kJ/kg 4. iIfw =335,456 kJ/kg 5. ikond =188,866 kJ/kg


(47)

Seluruh data hasil perhitungan diatas yang dibutuhkan untuk perancangan awal pada turbin dengan empat tingkatan ekstraksi dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Data hasil perancangan turbin empat tingkatan ekstraksi

No

. Parameter

Sebelum

turbin Eks. I Eks. II Eks. III Eks. IV Kondensor

1 Tekanan uap

(bar) 80 12,544 5,431 1,9853 0,5783 0,1

2

Temperatur atau kebasahan uap (oC )

500 285 200 130 90 45

3 Kandungan kalor

uap (kJ/kg) 3399,7 3010,31 2859,58 2687,93 2524,64 2306,9268

4 Temperatur jenuh

uap pemanas (oC) 296,728 190 155 120 85 -

5 Kandungan kalor

air jenuh (kJ/kg) 1325,52 807,506 662,383 503,659 354,239 199,424

6

Temperatur air pengisian ketel

(oC)

-

185 150 115 80 45

7.

Kalor sensibel air pengisian ketel (kJ/kg)

- 788,992 637,129 481,994 335,456 188,866

8 Penurunan kalor

(kJ/kg) - 393,56 146,54 175,85 159,09 213,53


(48)

Dari bagian 2.8 dan 2.9 sebelumnya dengan mengambil nilai η1, η2, η3, dan η4 sama dengan 0,98 akan dapat ditentukan fraksi massa dari ekstraksi yang pertama hingga ekstraksi keempat sebagai berikut :

1. Fraksi massa pada ekstraksi pertama (α1)

(

)

0,068796

98 , 0 506 , 807 31 , 3010 129 , 637 992 , 788 1 = ⋅ − − = α

2. Fraksi massa pada ekstraksi kedua

( )

α2

(

)

059977 , 0 994 , 481 58 , 2859 994 , 481 506 , 807 068796 , 0 994 , 481 129 , 637 98 , 0 1 2 2 = − − −       = α α

3. Fraksi massa pada ekstraksi ketiga

( )

α3

(

) (

)

(

)

058494 , 0 98 , 0 659 , 503 64 , 2524 456 , 335 994 , 481 059977 , 0 068796 , 0 1 3 3 = ⋅ − ⋅ − − − = α α

4. Fraksi massa pada ekstraksi keempat

( )

α4

(

) (

)

(

)

(

)

055119 , 0 98 , 0 239 , 354 64 , 2524 98 , 0 239 , 354 659 , 503 058494 , 0 866 , 188 456 , 335 059977 , 0 068796 , 0 1 4 4 = ⋅ − − − ⋅ − ⋅ − − = α α

5. Jumlah total uap panas lanjut yang memasuki turbin (G0)

(

) (

) (

) (

)

[

460,6 0,931204 148 0,871227 181,231 0,812733 170,769 0,757614 211,737

]

1868 , 4 516 , 97 860 0 ⋅ + ⋅ + ⋅ + ⋅ + ⋅ ⋅ = G 8399 , 332 0 =


(49)

Sehingga jumlah fraksi massa uap tiap ekstraksi dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini Tabel 3.2 Fraksi massa tiap ekstraksi

No. Istilah Eks. I Eks. II Eks. III Eks. IV

1 α 0,068796 0,059977 0,058494 0,055119

2 Geks (kg/s) 6,361 5,545 5,4081 5,0961

Sedangkan jumlah uap yang mengalir melalui turbin antara berbagai titik ekstraksi dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3 Jumlah uap yang mengalir antara berbagai titik ekstraksi

No.

Jumlah uap yang mengalir

Sampai ke Eks. I

Sampai ke Eks. II

Sampai ke Eks. III

Sampai ke Eks. IV

Sampai ke Kondensor

1 Geks (kg/s) 92,456 86,095 80,5498 75,1417 70,046

3.5 Pengujian Kembali Laju Aliran Massa yang Diperoleh

Dari bagian 3.2 telah didapat bahwa daya yang harus disuplai turbin uap ke generator listrik (PN) adalah sebesar 90,703 MW sedangkan dari bagian 3.3 juga telah

didapat penurunan kalor yang dimanfaatkan di turbin sebesar Hi =1092,855kJ/kg. Sehingga dengan adanya ekstraksi yang pada perancangan ini dibuat ada empat tingkatan ekstraksi, dengan laju aliran uap yang masuk turbin adalah 92,456 kg/s . Maka laju aliran uap yang melewati tiap ekstraksi adalah :


(50)

1. G0 =92,456 kg/s 2. G1 =86,095 kg/s 3. G2 =80,5498 kg/s 4. G3 =75,1417 kg/s 5. G4 =70,046 kg/s

Apabila hasil diatas diuji ulang, maka daya yang dihasilkan turbin adalah : 1. Dari masuk turbin hingga ekstraksi pertama

56 , 393 456 , 92 0

0 = × = ×

I i h G N 98 , 36386 0 =

N kW

2. Dari ekstraksi pertama hingga ekstraksi kedua

54 , 146 095 , 86 1

1 = × = ×

II i h G N 19 , 12616 1 =

N kW

3. Dari ektraksi kedua hingga ekstraksi ketiga

85 , 175 5498 , 80 2

2 = × = ×

III i h G N

N2 =14598,12 kW

4. Dari ekstraksi ketiga hingga ekstraksi keempat

09 , 159 1417 , 75 3

3 = × = ×

IV i h G N 92 , 11954 3 =

N kW

5. Dari ekstraksi keempat hingga ke kondensor

53 , 213 046 , 70 4

4 = × = ×

V i h G N 69 , 14956 4 =


(51)

Sehingga daya total yang dibangkitkan adalah 90512,9 kW atau 90,5129 MW. Dengan membandingkan hasil ini dengan daya yang akan disuplai turbin uap sebesar 90,703 MW maka didapat adanya persentasi kesalahan perhitungan sebesar 0,2 %, dimana persentasi kesalahan ini sudah sangat kecil, sehingga laju aliran massa yang diperoleh tersebut sudah tepat.

BAB 4

PERHITUNGAN KALOR TURBIN UAP

4.1 Turbin Tingkat Pengaturan

Dalam perancangan ini, akan dibuat tingkat pengaturan (impuls) terdiri dari dua baris sudu (dua tingkat kecepatan) dimana pemakaian tingkat pengaturan ini akan


(52)

memungkinkan untuk memanfaatkan penurunan kalor yang besar pada nosel dan oleh sebab itu membantu dalam mendapatkan temperatur dan tekanan yang lebih rendah pada tingkat-tingkat reaksi. Untuk ini diambil penurunan kalor sebesar 55 kkal/kg atau 230,274 kJ/kg [Menurut lit. 7, hal. 118], maka tekanan uap pada tingkat pengaturan ruang sorong uap menjadi sebesar 27 bar dan dengan mengambil nilai (u/cad)opt sebesar 0,236,

sehingga kecepatan mutlak uap keluar nosel : cad = 91,5 h = 91,5 55 = 678,582 m/s o

dan kecepatan keliling sudu : u = (u/cad) x cad

= 0,236 x 678,582 m/s = 160,145 m/s,

diameter rata - rata sudu pada tingkat pertama menjadi :

d1 =

n u 60

×

π × = 3000 145 , 160 60

× ×

π = 1,01911 m = 1019,11 mm

Tingkat tekanan ini dibuat dengan derajat reaksi, dimana derajat reaksi ( ) yang dimanfaatkan pada sudu-sudu gerak dan sudu pengarah [Menurut lit. 7, hal. 141] adalah :

1. untuk sudu gerak baris pertama = 4%

2. untuk sudu pengarah = 5%

3. untuk sudu gerak baris kedua = 4%

Kecepatan mutlak uap keluar nosel menjadi : c1 = 91,5×ϕ (1−ρ1)×h0


(53)

Dari gambar 2.4 untuk tinggi nosel 15 mm diperoleh ϕ =0,95, maka : c1 = 91,5×0,95 (1−0,04)×55

c1 = 631,628 m/s

Kecepatan teoritis uap keluar nosel adalah :

c1t =

95 , 0

628 , 631

1 =

ϕ

c

= 664,872 m/s

Dengan mengambil sudut masuk uap 1 sebesar 170 [Menurut lit. 7, hal. 81]

diperoleh kecepatan pada pelek (rim) :

c1u = c1×cosα1 =631,628×cos17o

= 604,007 m/s

dan kecepatan relatif uap terhadap sudu ( 1) :

1 = 1 1

2 2

1 +u −2⋅cu⋅cosα c

= 631,6282 +160,1452 −2⋅631,628⋅160,145⋅cos17o =480,773 m/s,

sudut kecepatan relatif menjadi :

sin 1 = o

c

17 sin 773 , 480

628 , 631 sin 1

1

1 × α =


(54)

Gambar 4.1 Variasi kecepatan uap pada tingkat pengaturan sudu gerak baris I

Dengan menetapkan sudut relatif uap keluar ( 2) lebih kecil 30 dari sudut

kecepatan relatif uap masuk ( β1), maka : 2 = 22,5890 - 30 = 19,5890,

sehingga dari gambar 2.5 diperoleh ψ =0,86.

Kecepatan relatif teoritis uap pada sisi keluar sudu gerak I :

2t = 91,5 0,04 55

8378 773 , 480 5 , 91 8378

2 0

1 2

1 + ⋅ = + ⋅

h

ρ ω = 499,403 m/s

Kecepatan relatif uap pada sisi keluar sudu gerak I dengan memperhitungkan kerugian :

2 = x 2t =0,86 x 499,403 = 429,487 m/s

dari gambar 4.1 diperoleh kecepatan mutlak uap keluar sudu gerak I :

c2 = 2 2

2 2

2 2 ω cosβ


(55)

= 429,4872 +160,1452 −2⋅429,487⋅160,145⋅cos19,589o =283,747 m/s, dengan sudut keluar :

sin 2 = o

c 283,747sin19,589 487

, 429 sin 2 2

2 × β =

ω ;

2 = 30,4960

maka kecepatan pada pelek (rim) adalah :

c2u = c2x cos 2 = 283,747 x cos 30,496o = 244,464 m/s

Sehingga kerugian kalor pada nosel adalah :

hn = 21,5389

2001 628 , 631 872 , 664 2001 2 2 2 1 2

1 −c = − =

ct

kJ/kg

dan kerugian kalor pada sudu gerak I adalah :

hb' = 32,4553

2001 487 , 429 403 , 499 2001 2 2 2 2 2

2 −ω = − =

ω t

kJ/kg

Kecepatan mutlak uap masuk sudu gerak II :

c1' = 91,5 gb 0

2 2 8378 h c gb⋅ +ρ

Dimana ψgb diambil sebesar 0,95, maka :

c = 1' 0,05 55 305,6

8378 747 , 283 95 , 0 5 , 91 2 = ⋅ +

⋅ m/s

Kecepatan teoritis uap pada sisi keluar dari sudu pengarah menjadi :

95 , 0 6 , 305 ' 1 '

1 = =

gb t

c c

ψ

= 321,685 m/s

Dengan mengambil sudut mutlak uap masuk sudu gerak II (α1') sebesar 30 o


(56)

' 1u

c = c1' ×cosα1' =305,6×cos30o = 264,626 m/s

dan kecepatan relatif uap pada sisi masuk sudu gerak II :

1' = 1'

' 1 2

2 '

1 +u −2⋅cu⋅cosα c

= 305,62 +160,1452 −2⋅305,6⋅160,145⋅cos30o =185,151 m/s Sudut kecepatan relatif uap masuk ke sudu gerak II :

sin 1' = o

c 30 sin 151 , 185 6 , 305 sin 1'

' 1 '

1 × α =

ω ;

' 1

β = 55,6240

Dengan mengambil sudut mutlak uap keluar sudu gerak II (β2') sebesar 35 o

, maka dari gambar 2.5 diperoleh ψ =0,9.

Kecepatan relatif teoritis uap keluar sudu gerak II :

2't = 91,5 0,04 55 185,088

8378 151 , 185 5 , 91 8378 2 0 2 2 '

1 + ⋅ = + ⋅ =

h

ρ ω

m/s

Kecepatan relatif uap pada sisi keluar sudu gerak II dengan memperhitungkan kerugian : 579 , 166 088 , 185 9 , 0 ' 2 '

2 =ψ ×ω t = × =

ω m/s

dan kecepatan mutlak uap keluar sudu gerak II :

c2 ' = 2'

' 2 2

2 '

2 2 ω cosβ

ω +u − ⋅ ⋅u

= 166,5792 +160,1452 −2⋅166,579⋅160,145⋅cos35o =98,478 m/s

Dengan nilai-nilai kecepatan dan besar sudut yang sudah diketahui, maka dapat digambarkan segitiga kecepatan untuk tingkat pengaturan ini, yaitu :


(57)

1

c

1

ω c1'

' 1

ω c2' '

2

ω c2 ω2

u

u

u

u

1 mm = 8 m/s

Gambar 4.2 Segitiga kecepatan tingkat pengaturan

Dari gambar 4.2 diatas didapat sudut keluar uap sudu gerak II

( )

' 2

α sebesar 104o dan kecepatan pada pelek (rim) menjadi :

c2 ‘u = c2 ‘ x cos 2 ‘ = 98,478 x cos 104o = -23,691 m/s

Sehingga kerugian kalor pada sudu pengarah adalah :

hgb = 5,0421

2001 6 , 305 685 , 321 2001 2 2 2 ' 1 2 '

1 −c = − =

ct

kJ/kg

dan kerugian kalor pada sudu gerak baris II adalah :

hb’’ = 3,2528

2001 579 , 166 088 , 185 2001 2 2 2 ' 2 2 '

2 −ω = − =

ω t

kJ/kg

serta kerugian akibat kecepatan keluar uap dari sudu gerak baris II :

he = 4,8464

2001 478 , 98 2001 2 2 '

2 = =

c

kJ/kg


(58)

2 (21 2 ) ad u u u c c c u⋅Σ −

⋅ =

η

= 2

582 , 678 ) 691 , 23 464 , 244 626 , 264 007 , 604 ( 145 , 160

2× × + + −

= 0,70886

Untuk memeriksa ketepatan perhitungan kerugian kerugian kalor yang diperoleh diatas hasilnya dibandingkan dengan hasil hasil yang diperoleh untuk nilai u/c1 yang

optimum : ' 0 e '' b gb ' b n ' 0 u h ) h h h h h (

h − + + + +

= η

0,7085

274 , 230 ) 8464 , 4 2528 , 3 0421 , 5 4553 , 32 5389 , 21 ( 274 , 230 = + + + + − = ,

kesalahan perhitungan 100% 0,05079%

70886 , 0 7085 , 0 70886 , 0 = ×

, karena masih dibawah

2%, maka perhitungan diatas sudah tepat.

Gambar 4.3 Diagram i-s untuk tingkat pengaturan ( Lit. 7 hal. 82 )


(59)

Dari perhitungan sebelumnya untuk tinggi nosel 15 mm, akan dapat ditentukan derajat pemasukan parsial sebagai berikut :

7778 , 0 17 sin 628 , 631 015 , 0 02003 , 1 0747 , 0 456 , 92 sin 1 1 1 1 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = = o dlc v G π α π ε

sehingga dari persamaan 2-6 dapat ditentukan kerugian daya akibat gesekan cakram dan pengadukan, yaitu :

u a

ge

u d

N =λ⋅ ⋅ ⋅ 6 ⋅ρ 3 2 , 10 07 , 1       × × ⋅ = 0747 , 0 1 10 145 , 160 01911 , 1 07 , 1 1 6 3 2

= 61,1277 kW

dan kerugian kalor yang terjadi dari persamaan 2-8 adalah :

6612 , 0 456 , 92 427 1868 , 4 1277 , 61 102 427 102 , , = ⋅ ⋅ ⋅ = ⋅ ⋅ = G N

hgea gea kJ/kg

Uap dari perapat labirin ujung depan dibuang ke ruang sorong uap ekstraksi yang kedua dengan tekanan peksII = 5,431 bar, sedangkan tekanan sesudah nosel tingkat

pengaturan sebesar p = 27,5 bar. Tekanan kritis pada perapat-perapat labirin persis 1'

sebelum ruangan dari mana uap dibuang adalah :

pkr = 2,5279

5 , 1 84 5 , 27 85 , 0 5 , 1 85 ,

0 1'

= + × = + × z p bar

Dimana z adalah jumlah ruang perapat labirin yang diambil sebanyak 84 buah. Sehingga besarnya kebocoran uap melalui perapat-perapat labirin dihitung dari persamaan 2-11, yaitu :


(60)

1 ' 1 2 2 ' 1 ) ( 100 v p z p p g f G II eks s kebocoran ⋅ ⋅ − ⋅ × × =

0,7131

081556 , 0 5 , 27 84 ) 431 , 5 5 , 27 ( 81 , 9 10 94286 , 0 100 2 2 3 = ⋅ ⋅⋅ − × ⋅ ×

= − kg/s

Dimana dalam hal ini diambil diameter poros (d) sebesar 500 mm, lebar celah antara poros dengan paking labirin ( s ) sebesar 0,6 mm, sehingga luas melingkar untuk aliran uap (fs) adalah :

fs = x d x s = x 0,5 x 0,6 x 10-3 = 0,94286 x 10-3 m2

Kalor total uap sebelum nosel tingkat kedua adalah : i0’ = i0 – (h0 - ∑h kerugian)

= 3399,7 – (230,274 – 67,7965) = 3237,2225 kJ/kg

Dimana :

∑h kerugian = hn hb hgb hb he hge,a

'' ' + + + + +

= 21,5389 + 32,4553 + 5,0421 + 3,2528 + 4,8464 + 0,6612 = 67,7965 kJ/kg

Sehingga kondisi uap sebelum nosel tingkat kedua ditentukan oleh tekanan 27 bar dan ฀elative฀re 370 0C.

4.2Perhitungan Kalor dari Tingkat Pengaturan sampai Ekstraksi I

Penurunan kalor teoritis dari tekanan 27 bar dan ฀elative฀re 370 0C ke tekanan sampai ekstraksi pertama adalah :


(61)

Dengan membuat penurunan kalor yang sama pada setiap tingkat ( penurunan kalor rata-rata ), diperoleh :

h0 rata –rata = 81,64

2 28 , 163

= kJ/kg

Tekanan uap sesudah tiap-tiap tingkat, dari diagram Mollier (i-s) adalah p2II =18 bar setelah tingkat yang kedua, p2III =11 bar setelah tingkat yang ketiga, p2IV =6,8 bar setelah tingkat keempat dan peksI =12,544 bar setelah tingkat yang ketiga. Pada tingkat kedua turbin untuk memperkecil kerugian pemasukan, akan dibuat terjadi 5% reaksi pada setiap baris sudu, untuk tingkat kedua dipilih perbandingan kecepatan u/cad = 0,41,

sehingga kecepatan mutlak uap keluar nosel tingkat kedua :

15 , 429 9977 , 21 5 , 91 5

,

91 × 0 = × =

= h

cad m/s

Kecepatan keliling pada sudu adalah : u = (u/cad) x cad = 0,41 x 429,15

= 175,79 m/s

Diameter rata-rata sudu pada tingkat kedua menjadi :

3000 95 , 175 60 60

× × = ⋅ × =

π

π n

u

d

= 1,11969 m = 1119,69 mm

Penurunan kalor pada nosel tingkat kedua :

h01 = (1- ) x h0 = (1 – 0,05) x 92,1096 = 87,5041 kJ/kg,

dan pada sudu gerak sebesar :


(62)

sehingga tekanan uap setelah nosel adalah p1I =26 bar. Perbandingan tekanan

=

o I

p

p /1 26/27 = 0,9629 > vkr, yang berarti kecepatan uap adalah lebih tinggi daripada kecepatan kritis.

Kecepatan ฀elati uap adalah :

c1 =91,5×ϕ× h0 =91,5×0,96× 21.9977 =396,441 m/s Dimana ϕ =0,96 diambil dari gambar 2.4,

maka kecepatan teoritis uap :

959 , 412 96

, 0

441 , 396

1t = =

c m/s

Sudut masuk uap ( 1) diambil sebesar 14,9o sehingga bila = 1 tinggi nosel yang

akan diperoleh berada dalam jangka yang diizinkan, sehingga kecepatan pada pelek (rim) adalah :

c1u = c1x cos 1 = 396,441 x cos 14,9o = 383,1 m/s

dan kecepatan ฀elative uap terhadap sudu gerak :

1 = 1 1

2 2

1 +u −2⋅cu⋅cosα

c

= 383,12 +173,7122 −2⋅383,1⋅173,712⋅cos14,9o =232,902 m/s,

besar sudut kecepatan ฀elative ini adalah :

sin 1 = o

c

9 , 14 sin 902 , 232

1 , 383 sin 1

1

1 × α =

ω 1 = 25,9570


(63)

sudut keluar ฀elative uap ( 2) menjadi sebesar 22,957o ( 2 = 1 – 30) sehingga dari

gambar 2.5 diperoleh = 0,862.

Kecepatan ฀elative uap meninggalkan sudu gerak tingkat kedua diperoleh melalui persamaan berikut ini :

2 = 0,05 21,9977

8378 902 , 232 862 , 0 5 , 91 8378

5 , 91

2 2

1 + ⋅ = × + ⋅

× ρ ho

ω

ψ

= 216,672 m/s

maka kecepatan ฀elative uap teoritis menjadi : 359 , 251 862

, 0

672 , 216

2

2 = ψ = =

ω

ω t m/s

Selanjutnya kecepatan uap meninggalkan sudu gerak tingkat yang kedua adalah :

c2 = 2 2

2 2

2 2 ω cosβ

ω +u − ⋅ ⋅u

= 216,6722 +173,7122 −2⋅216,672⋅173,712⋅cos22,957o =88,387 m/s

Dengan nilai-nilai kecepatan dan besar sudut yang sudah diketahui, maka dapat digambarkan segitiga kecepatan untuk tingkat kedua ini, yaitu :

1

c ω1

2

c ω2

u

u


(64)

Gambar 4.4 Segitiga kecepatan tingkat kedua

Dari gambar 4.4 diatas didapat sudut keluar uap sudu gerak tingkat kedua

( )

α2

sebesar 73o dan kecepatan pada pelek (rim) menjadi :

c2u = c2 x cos 2 = 88,387 x cos 73o = 25,785 m/s

Sehingga kerugian kalor pada nosel adalah :

hn = 6,6815

2001 441 , 396 959 , 412 2001 2 2 2 1 2

1 −c = − =

ct

kJ/kg

dan kerugian kalor pada sudu gerak tingkat kedua adalah :

hb = 8,1132

2001 672 , 216 359 , 251 2001 2 2 2 2 2

2 −ω = − =

ω t

kJ/kg

serta kerugian akibat kecepatan keluar uap dari sudu gerak tingkat kedua adalah :

he = 3,9041

2001 387 , 88 2001 2 2

2 = =

c

kJ/kg

Efisiensi pada keliling cakram dihitung sebagai berikut :

2 2 1 ) ( 2 ad u u u c c c u⋅Σ −

⋅ = η

= 2

687 , 423 ) 785 , 25 1 , 383 ( 712 , 173

2× × +

= 0,79135

Untuk memeriksa ketepatan perhitungan kerugian kerugian kalor yang diperoleh diatas hasilnya dibandingkan dengan hasil hasil yang diperoleh untuk nilai u/cad yang

optimum :

0

0 ( )

h

h h h

h n b e

u + + − = η


(65)

0,7917 77 , 89 ) 9041 , 3 1132 , 8 6815 , 6 ( 77 , 89 = + + − = ,

kesalahan perhitungan 100% 0,04426%

7917 , 0 79135 , 0 7917 , 0 = ×

, karena masih dibawah

2%, maka perhitungan diatas sudah tepat.

Untuk tingkat kedua ini ε =1, maka dari persamaan 2-6 dapat ditentukan daya yang hilang akibat gesekan dan pengadukan, sebagai berikut :

      × × ⋅ = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = 0982 , 0 1 10 712 , 173 10544 , 1 07 , 1 1 10 07 , 1 6 3 2 6 3 2

,a u

ge

u d

N λ ρ

8219 , 69

= kW

dan besarnya kerugian kalor, adalah :

7553 , 0 456 , 92 427 1868 , 4 4984 , 19 102 427 102 , = × ⋅ ⋅ = ⋅ ⋅ = G N

hgea gea kJ/kg

Kalor total uap sesudah sudu-sudu dengan memperhitungkan kerugian adalah :

(

6,6815 8,1132 3,9041 0,7553

)

1096 , 92 40 , 3169 '

2 = − + + + +

i kJ/kg

= 3096,7445 kJ/kg

Kebocoran uap melalui perapat labirin :

1 1 2 2 1 ) ( 100 v p z p p g f G I s kebocoran ⋅ ⋅ − ⋅ × × =

1,2909

098164 , 0 27 8 ) 18 27 ( 81 , 9 10 94286 , 0 100 2 2 3 = ⋅ ⋅ ⋅ − × ⋅ ×

= − kg/s


(66)

9818 , 0 316 , 70 456 , 92 2909 , 1 )

(02 = × =

×

= i i

G G

h kebocoran

kebocoran kJ/kg

Penjumlahan seluruh kerugian kalor pada tingkat kedua ini menjadi : ∑h kerugian = 6,6815 + 8,1132 + 3,9041 + 0,7553 + 0,9818

= 20,4632 kJ/kg

maka penurunan kalor yang bermanfaat pada tingkat kedua ini adalah : hi = h0 - ∑h kerugian = 92,10 – 20,4632 = 71,6368 kJ/kg

dan efisiensi tingkat menjadi :

0,777815 77,7815

10 , 92 6368 , 71 0 = = = = h hi tk oi

η %

sehingga daya yang dibangkitkan oleh tingkat kedua ini adalah :

42 , 6622 102 1868 , 4 6368 , 71 456 , 92 427 102

427 0 =

      × = × × = i i h G

N kW

Untuk tingkat ketiga, diperoleh tekanan uap sebelum nosel sebesar 18 bar dan temperatur uap adalah 322 oC, sehingga kalor total uap sebelum nosel adalah :

II i pr e II o pr e III

o h i h h

i + = + −

6368 , 71 40 , 3169 9041 ,

3 = −

+ III o i 86 , 3093 = III o

i kJ/kg

Pada tingkat ketiga turbin ini juga, untuk memperkecil kerugian pemasukan akan dibuat terjadi 5% reaksi padi sudu pengarah, untuk tingkat ketiga dipilih perbandingan kecepatan u/cad = 0,42, sehingga kecepatan mutlak uap keluar nosel tingkat ketiga :

34 , 436 74 , 22 5 , 91 5 ,

91 × 0 = × =

= h


(67)

dan kecepatan keliling pada sudu adalah : u = (u/cad) x cad = 0,42 x 436,34

= 183,26 m/s

Serta diameter rata-rata sudu pada tingkat ketiga menjadi :

3000 26 , 183 60 60

× × = ⋅ ×

= π π

n u

d

= 1,16728 m = 1167,28 mm

Dari diagram i-s diperoleh bahwa uap sewaktu mengembang dari tingkat ke-9 sampai tingkat ke-10 akan menjadi basah, jadi kerugian akibat kebasahan harus

diperhitungkan. Untuk tingkat ke-9, kerugian kalor akibat kebasahan :

0,30654

20,436 0,985)

(1 h ) 2

x x (1

h 1 2 i

kebasahan ⋅ = − ⋅ =

+ −

= kJ/kg

Dimana : x1 : fraksi kekeringan uap sebelum nozel ( sudu pengarah ) = 0,99 x2 : fraksi kekeringan uap sesudah sudu gerak tingkat 10 = 0,98

hi: penurunan kalor yang dimanfaatkan pada tingkat turbin dengan

memperhitungkan semua kerugian pada tingkat 10, = hn+hb+he+hge,a+hkebocoran = 20,436

Seluruh tingkat yang berikutnya didesain sama dengan cara yang sebelumnya dan hasilnya ditampilkan pada tabel 4.1 berikut ini :


(68)

Tabel 4.1 Kondisi uap pada setiap tingkat Turbin Uap Nekatingkat

No. Parameter Satuan

Tingkat ke- Tingkat

Pengaturan Tingkat Impuls Neka I II 2 3 4 5 6 1 G0 kg/s 92.456 92.456 92.456 86.095 86.095 81.153

2 P0 bar 76 27.6 18 11 6.8 3.8

3 t0 atau x oC 496 370 322 270 220 170

4 i0 kJ/kg 3399.70 3169.40 3077.30 2981.00 2888.90 2805.20

5 i0+hepr kJ/kg 3399.70 3169.4000 3098.311 3023.972 2951.327 2877.227

6 i1t kJ/kg 3169.400 3077.3000 3003.1109 2931.8719 2859.2269 2780.9269 7 ho kJ/kg 230.274 92.1 95.2 92.10 92.1 96.3

8 % 4 4 5 5 5 6 6

9 ho1 kJ/kg 221.063 87.4950 90.4400 87.4950 86.5740 90.5220

10 ho2 kJ/kg 9.211 9.211 4.605 4.7600 4.6050 5.5260 5.7780

11 hepr kJ/kg 0 0 4.0054 4.0622 3.8589 3.8596

12 ho1+hepr kJ/kg 221.063 87.495 94.4454 91.5572 90.4329 94.3816

13 c1t/ c1t' m/s 664.872 321.685 418.284 425.266 418.284 416.077 425.458

14 - 0.95 0.95 0.96 0.96 0.96 0.965 0.97 15 c1/ c1' m/s 631.628 305.600 401.553 408.255 401.553 401.514 412.695

16 ho+hepr kJ/kg 230.274 92.10 99.2054 96.1622 95.9589 100.1596 17 cad m/s 678.582 429.151 436.313 429.151 429.151 438.827 18 u/cad - 0.236 0.41 0.418 0.43 0.435 0.428 19 u/c1 - 0.254 0.438 0.447 0.460 0.465 0.455

20 U m/s 160.145 175.952 182.379 184.535 186.681 187.818 21 D mm 1019.11 1119.69 1160.59 1174.31 1187.97 1195.20 22 1/ 1' derajat 17.0 30.0 14.9 14.9 14.9 14.9 17.0

23 w1/w1' m/s 480.773 185.151 235.905 236.709 228.219 226.270 239.476


(1)

2. Tinggi Sisi Masuk :

- Tingkat pengaturan : - Tingkat ke-5 : 55,18 mm Tingkat I : 17,00 mm - Tingkat ke-6 : 71,68 mm Tingkat II : 22,18 mm - Tingkat ke-7 : 88,03 mm - Tingkat ke-2 : 27,25 mm - Tingkat ke-8 : 104,03 mm - Tingkat ke-3 : 34,87 mm - Tingkat ke-9 : 122,37 mm - Tingkat ke-4 : 43,34 mm - Tingkat ke-10 : 168,46 mm

3. Tinggi Sisi Keluar :

- Tingkat pengaturan : - Tingkat ke-5 : 59,93 mm Tingkat I : 19,33 mm - Tingkat ke-6 : 78,86 mm Tingkat II : 25,21 mm - Tingkat ke-7 : 94,42 mm - Tingkat ke-2 : 32,87 mm - Tingkat ke-8 : 110,72 mm - Tingkat ke-3 : 40,68 mm - Tingkat ke-9 : 128,83 mm - Tingkat ke-4 : 47,63 mm - Tingkat ke-10 : 172,51 mm

4.

Adapun lebar dari pada sudu gerak mulai tingkat pengaturan sampai tingkat terakhir adalah 40 mm.


(2)

4. Cakra

Adapun dimensi dari cakra yang diperoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut :

- Tingkat pengaturan : - Tingkat ke-5 : 59,398 cm

1. jari-jari luar Cakra

Tingkat I : 50,955 cm - Tingkat ke-6 : 59,760 cm Tingkat II : 50,955 cm - Tingkat ke-7 : 64,723 cm - Tingkat ke-2 : 55,272 cm - Tingkat ke-8 : 65,813 cm - Tingkat ke-3 : 58,029 cm - Tingkat ke-9 : 67,322 cm - Tingkat ke-4 : 58,715 cm - Tingkat ke-10 : 68,601 cm

5. Bantalan

a. Diameter dalam = 280 mm

b. Panjang = 30 cm

6. Pelumasan

a. Jenis minyak pelumas = TZOUT (GOST 32-53)

b. Temperatur minyak sisi masuk = 40 oC c. Temperatur minyak sisi keluar = 52 oC


(3)

6.2. Saran

Adapun saran yang penulis sampaikan dalam perancangan Turbin uap adalah :

Dalam perancangan turbin uap sebaiknya dilakukan pengambilan data survey yang lengkap, terutama data mengenai spesifikasi dari turbin dan dimensi bagian-bagian utama dari turbin tersebut. Hal tersebut bertujuan agar kita dapat menggunakan data survey tersebut sebagai perbandingan dengan hasil yang telah kita rancang, sehingga kita dapat mengetahui dimana letak kekurangan dari perancangan yang kita buat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, Wiranto, Penggerak Mula Turbin, Penerbit ITB, Bandung, 1997.

2. Cengel, A., Yunus, Boles, A., Michael, Thermodynamics An engineering

Approach, Third Edition, WCB/ McGraw-Hill, United States of America, 1989.

3. Dietzel, Fritz, Turbin, Pompa dan Kompresor, Terjemahan Dakso Sriyono, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.

4. El-Wakil, M.M, Instalasi Pembangkit Daya, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985. 5. Gere, Timoshenko, Mekanika Bahan, terjemahan Hans. J. Wospakrik, Penerbit

Erlangga, 1996.

6. Kulshrestha, S, K, Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas,

Terjemahan Budiardjo, I Made Kartika D., Budiarso, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1989.

7. Shlyakhin, P, Turbin Uap (Steam Turbines) Teori dan Rancangan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1990.

8. Sularso, Kiyokatsu Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994.

9. Ir. Syamsir A. Muin, Pesawat-pesawat konversi energi II, Citra niaga rajawali pers, Jakarta, 1993


(5)

(6)