Penghayatan spiritulaitas perkawinan Katolik oleh keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St. Yohanes Paulus Paroki St. antonius Kotabaru Yogyakarta dalam mewujudkan keluarga Katolik yang beriman - USD Repository

  

PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK

OLEH KELUARGA-KELUARGA KATOLIK

DI LINGKUNGAN ST. YOHANES PAULUS

PAROKI ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA

DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK YANG BERIMAN

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

  

Oleh :

Tiovilla Kleden

NIM : 011124034

PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN

  

KEKHUSUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  PESEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan kepada: Keluarga di Kalimantan-Barat dan

  Keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta

HALAMAN MOTTO

  “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak termuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaiman layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 26 Maret 2007 Tiovilla Kleden

  ABSTRAK

  Judul skripsi adalah “PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK UNTUK KELUARGA-KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO YOHANES PAULUS PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA DALAM MENGHAYATI DAN MEWUJUDKAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK”. Judul ini dipilih bertitik tolak dari situasi keluarga Katolik yang sedang menghadapi berbagai tantangan hidup yang berdampak pada munculnya persoalan-persoalan rumah tangga. Sebab dari satu sisi yang utama, keluarga-keluarga dipanggil untuk menegakkan Kerajaan Allah juga dalam keluarga, dari sisi lain keluarga-keluarga dihadapkan pada tantangan (tawaran, godaan dan cobaan) masuk dalam kerajaan duniawi.

  Pembimbing dan pedoman hidup keluarga Katolik adalah anugerah Roh Kudus yang dicurahkan ke dalam hati suami-istri dalam sakramen perkawinan. Oleh karena itu dalam persekutuan yang erat antara Roh Kudus dan GerejaNya suami-istri dipanggil untuk mengamalkan dan mewujudkan pengabdiaannya sebagai suami-istri dalam iman, harapan dan cinta kasih.

  Spiritualitas keluarga akan tetap menjadi suatu teori apabila tidak dihayati dan diwujudnyatakan dalam hidup setiap keluarga. Namun demikian perlu disadari bahwa untuk mewujudkan spiritualitas keluarga, setiap keluarga perlu secara terus menerus menghayati dan mewujudkan nilai-nilai spiritualitas perkawinan mereka dengan penuh kesabaran dan penuh keuletan dalam hidup konkret.

  Untuk memjawab permasalahan tersebut penulis menguraikan skripsi ini menjadi lima bab. Bab I berupa pendahuluan yang akan menguraikan pokok latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, kajian pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II memaparkan penghayatan spiritualitas perkawinan katolik. Selanjutnya bab III membahas gambaran keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, Yogyakarta di dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan. Berkaitan dengan topik tersebut akan dijelaskan tentang gambaran umum lingkungan St.Yohanes Paulus dan penelitian sederhana keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus Kotabaru Yogyakarta dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan Katolik Bab IV akan membahas katekese keluarga sebagai jalan untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas perkawinan Katolik. Bab V kesimpulan dan saran keseluruhan isi karya tulis berdasarkan pengolahan dan pemikiran yang menyeluruh.

  

ABSTRACT

  The title of the thesis is “THE CHATOLIC MARRIAGE

  

SPIRITUALITY COMPREHENSION BY CATHOLIC FAMILIES IS

SAINT YOHANES PAULUS PARISH NEIGHBORHOOD SAINT

ANTONIUS KOTABARU – YOGYAKARTA IN REALIZING FAMILIES

CATHOLIC THE BELIFE.” This title has been chosen toward the situation of

  Catholic families who have faced a lot of life challenge and gave impacts to the family problems. Because of the first main part, the Catholic families has been faced toward the life offer, temptation, and teasing in the profane kingdom.

  The guidance and basic life of Catholic families are the blessing of the holy spirit that is blessed inside husband and wife’s heart in the marriage sacrament. Moreover, in the federation which has connected the power of the holy spirit and God’s churches, the couples are called to practice and realize the serving activities as husband and wife in faith, hopes, and affection.

  The family spirituality will become only a theory if it can’t be comprehended and realized in the every family life. But, there must be understood that for realizing family spirituality, every family must comprehend and realize their marriage spiritually value every time with a great passion and afford in the daily life.

  To answer the problems, the author has published the thesis into 5 chapters. Chapter I is the Introduction which will explain the back ground of the study, methodology of the problem, the objectives of the study, writing methods, and writing systematic. In Chapter II, the writer will explain the Catholic marriage spiritually comprehension for Catholic families in Saint Yohanes Paulus Parish neighborhood – Saint Antonius Kotabaru Yogyakarta. Furthermore, in Chapter III the writer will discuss the picture of Catholic families in Saint Yohanes Paulus Parish neighborhood– Saint Antonius Kotabaru Yogyakarta in comprehending and realizing marriage spirituality. In Chapter IV, the writer will discuss family catechism as the way out to increase the Catholic marriage spirituality comprehension. In chapter V, the writer will show the conclusion and the suggestion. All the thesis materials have been written based on the idea and the writer’s effort.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan yang memberi dan memelihara kehidupan kepada semua orang, karena atas anugerah dan bimbingannyalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, setelah melewati perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Namun dalam situasi seperti itulah penulis pada akhirnya sungguh dapat merasakan karya Roh Tuhan dalam hidup penulis.

  Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan program studi ilmu pendidikan kekhususan pendidikan agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Skripsi ini ingin membantu para keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus, Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta, agar semakin mampu mengahayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinannya dalam menghadapi tantangan jaman yang terus merongrong kehidupan setiap manusia tak terkecuali keluarga.

  Dengan segala usaha dan kemampuan, serta dukungan dari semua pihak yang berupa petunjuk, nasehat, saran, dan bimbingan serta kesadaran akan bimbingan Allah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis dengan rasa bahagia menghaturkan terima kasih yang mendalam kepada: 1.

  Drs. F.X. Heryatno W.W. SJ. M.Ed selaku dosen pembimbing utama dan sebagai dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dan yang telah banyak memberi semangat kepada penulis.

  2. Yoseph Kristianto, SFK selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji II.

  3. YH. Bintang Nusantara, SFK yang telah bersedia meluangkan waktu sebagai dosen penguji III.

  4. M. K Sudarmo selaku ketua lingkungan St.Yohanes Paulus, Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian sederhana kepada para keluarga-keluarga Katolik.

  5. Mas Wondo selaku sekretaris lingkungan St.Yohanes Paulus, yang telah memberikan data tentang situasi umum lingkungan St.Yohanes Paulus dan data keluarga-keluarga Katolik sehingga terselesainya skripsi ini.

  6. Para keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus yang tak bisa penulis sebutkan namanya masing-masing, yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

  7. Bapak dan ibu yang ada di Kal-Bar yang telah mendukung dan menyemangati penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini.

  8. Teman-temanku yang telah memberikan dukungan bagi terselesainya skripsi ini.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan kritik dan saran yang membantu dan membangun. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mereka yang memiliki perhatian pada karya pastoral Gereja pada umumnya dan katekese keluarga pada khususnya.

  Yogyakarta, 26 Maret 2007 Penulis Tiovilla Kleden

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii ABSTRACT..................................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI.................................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiv

  BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Permasalahan ............................................................................. 4 C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 5 D. Kajian Pustaka............................................................................................ 5 E. Metode Penulisan....................................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 6 BAB II PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK.. 8 A. Pengertian Spiritualitas dan Spiritualitas Perkawinan Katolik .................. 9 1. Pengertian Spiritualitas ........................................................................ 9 2. Spiritualitas Perkawinan Katolik ......................................................... 11 B. Gambaran Keluarga Katolik yang Menghayati Spiritualitas Perkawinan . 17 C. Makna Spiritualitas Perkawinan Katolik untuk Keluarga-Keluarga Katolik 19 1. Fides (makna kesetiaan)....................................................................... 20 2. Bonum prolis (makna prokreatif)......................................................... 21

  BAB III GAMBARAN KELUARGA-KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES PAULUS PAROKI ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA DI DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK YANG BERIMAN .

  25 A. Gambaran Umum Lingkungan St.Yohanes Paulus.................................... 27 B.

  Penelitian Sederhana Keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus dalam Mewujudkan Keluarga Katolik Yang Beriman ................... 30 1.

  Pengantar Penelitian............................................................................. 30 2. Laporan Hasil Penelitian...................................................................... 36 3. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 38 4. Rangkuman .......................................................................................... 43

  BAB

  IV KATEKESE KELUARGA SEBAGAI JALAN UNTUK MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK MELALUI METODE SCP ................ 46 A.

  Pengertian Katekese Keluarga ................................................................... 48 1.

  Pengertian Katekese Keluarga ............................................................. 48 2. Tujuan Katekese Keluarga ................................................................... 49 3. Isi Katekese .......................................................................................... 49 B. Kekhasan Katekese Keluarga..................................................................... 51 C. Metode Katekese........................................................................................ 52 D.

  Model Shared Christian Praxis ................................................................. 53 1.

  Shared .................................................................................................. 54 2. Christian............................................................................................... 55 3. Praxis ................................................................................................... 56 E. Langkah-langkah Shared Christian Praxis................................................ 57 F. Usulan Tema Katekese Keluarga............................................................... 61 1.

  Alasan Pemilihan Tema ....................................................................... 63 2. Gambaran Pelaksanaan Katekese......................................................... 64 3. Matriks Katekese.................................................................................. 65

  BAB V PENUTUP........................................................................................... 76 A. Kesimpulan ................................................................................................ 76 B. Saran........................................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80 LAMPIRAN..................................................................................................... 83 1. Panduan pertanyaan wawancara .......................................................... (1) 2. Identitas responden .............................................................................. (2) 3. Waktu pelaksanaan wawancara............................................................ (3) 4. Hasil wawancara dengan responden .................................................... (4) 5. Surat ijin penelitian .............................................................................. (5) 6. Dokumen Familiaris Consortio ........................................................... (6) 7. Cerita “Pengalaman Ibu Masri” ........................................................... (7)

DAFTAR SINGKATAN A.

   Daftar Singkatan Kitab Suci

  Dalam skripsi ini singkatan Kitab Suci mengikuti daftar singkatan dari Direktorat Jendral Bimas Katolik Departeman Agama Republik Indonesia, Ed, Kitab suci Perjanjian Baru: Dengan Pengantar dan Cacatan Singkat, (Ende:Arnoldus 1995/1996.

  B. Daftar Singkatan Dokumen Resmi Gereja

  CT : Catechesi Tradendae , Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang Katekese Masa Kini, tanggal 16 Oktober 1979. DCG : Directorium Catechisticum Generale , Konggresi Suci Para Klerus tentang Pedoman Umum Katekese, tanggal 11 April 1971. FC : Familiaris Concortio, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modren, tanggal 22 November 1981. GS : Gaudium et Spes, Kontitusi Pastoral Dokumen Konsili Vatikan II tantang Gereja Dalam Dunia Modern. KHK : Kitab Hukum Kanonik LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Dokumen Konsili Vatikan II tentang Gereja

  C. Daftar Singkatan Umum

  CT : Catechesi Tradendae DCG : Directorium Catechisticum Generale Ef : Efesus GS : Gaudium et Spes Kan : Kanon Kej : Kejadian Luk : Lukas Mat : Matius

  Mark : Markus PKKI : Pekan Komunikasi Kateketik Indonesia SCP : Shared Christian Praxis St : Santo Yoh : Yohanes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman tidak akan pernah berhenti, permasalahan

  keluargapun tidak akan pernah habis. Setiap perubahan jaman membawa akibat positif dan negatif bagi masyarakat tidak terkecuali keluarga. Perubahan- perubahan yang meliputi hampir seluruh segi kehidupan itu berlangsung sangat cepat dan menimbulkan ketegangan bagi manusia dan dalam keluarga sebagai masyarakat kecil. Pertanyaan sekarang adalah: bagaimana keluarga dapat berdiri teguh mempertahankan keutuhan dan perannya dalam jaman yang terus berkembang, karena kehidupan keluarga dari generasi ke generasi akan ikut berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan jaman.

  Jika keluarga berdiri kokoh dengan identitasnya dan menjalankan peranannya sesuai dengan ajaran gereja, maka perubahan apapun yang dialami tidak akan menjadi batu sandungan keluarga Katolik tersebut. Dengan bergulirnya perubahan zaman keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes Paulus juga menghadapi berbagai tantangan hidup yang berdampak pada munculnya persoalan-persoalan rumah tangga. Sebab dari satu sisi yang utama, keluarga-keluarga dipanggil untuk menegakkan Kerajaan Allah juga dalam keluarga, dari sisi lain keluarga-keluarga dihadapkan pada tantangan tawaran, godaan dan cobaan masuk dalam kerajaan duniawi.

  Kualitas keluarga sangat dituntut untuk menghadapi berbagai tuntutan jaman, karena apapun ancaman atau akibat perkembangan jaman bagi keluarga adalah tanggung jawab dan tugas keluarga untuk mempersiapkan pribadi-pribadi yang merupakan anggota masyarakat dan anggota gereja. Oleh sebab itu tanggung jawab keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati spiritualitas perkawinan masih sangat perlu dikembangkan secara terus menerus dan berkesinambungan, agar cinta kasih antar suami-istri, antar orang tua dan anak, antar sanak saudara, membuat keluarga menjadi komunitas cinta yang semakin dalam dan kuat.

  Setiap pribadi yang ada atau dipercayakan kepada keluarga patut dihargai dan dihormati karena melalui keluarga Allah melaksanakan pengembangan umat- Nya. Keluarga mempunyai tanggung jawab untuk mencintai dan mendidik anak- anak yang dipercayakan kepada mereka. Sebagai generasi baru anak-anak perlu didampingi baik moral maupun spiritual sehingga mereka menjadi anggota masyarakat dan Gereja yang lebih baik dan lebih siap dalam menghadapi tantangan jaman.

  Melihat kenyataan ini Gereja tidak bisa menutup mata terhadap keadaan yang terjadi didalam keluarga Katolik yang merupakan Gereja kecil. Gereja mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan menolong kelangsungan hidup keluarga Katolik terutama menyadari peranannya bagi Gereja dan dunia dengan berbagai usaha.

  Dengan demikian diharapkan para suami-istri dalam menanggapi panggilan Allah untuk menjadi keluarga Katolik, yang sering kali digambarkan sebagai Kudus yang menggerakkan para suami-istri untuk selalu hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang dapat mengaktualisasikan seluruh hidupnya sehingga bertumpu pada Allah, dan bila para suami-istri hidup di dalam Allah berarti para suami-istri harus membangun hidup yang harmonis dan erat dengan Allah sehingga para suami-istri akan dikuatkan oleh Roh Kudus di dalam mengembangkan hidupnya.

  Kehadiran Allah dalam keluarga merupakan aspek yang hendak dituju melalui spiritualitas keluarga. Namun perlu diingat bahwa menyadari dan mewujudkan kehadiran Allah dalam keluarga bukanlah suatu hal yang mudah. Dari diri mereka dituntut sikap percaya, pengampunan, keberanian, ketekunan dan kesabaran untuk mewujudkan sakramen perkawinan di tengah kompleksitas kehidupan mereka. Agar hubungan suami-istri sungguh-sungguh menghadirkan apa yang di simbolkan itu, dibutuhkan spiritualitas perkawinan. Adapun spiritualitas perkawinan yaitu iman, harapan dan kasih Ilahi, yang mendorong dan memperkuat mereka yang kawin agar mereka mampu mewujudkan sakramen perkawinan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa spiritualitas merupakan sikap dasar yang menjiwai keluarga Katolik dalam menghayati dan mewujudkan panggilan hidup mereka. Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk mempelajari dan lebih mendalami tentang penghayatan spiritualitas perkawinan ini untuk membantu para suami-istri dalam mengingkatkan kembali akan janji perkawinan dan memberikan motivasi/dorongan kepada keluarga-keluarga Katolik yang mempelajarinya karena hal ini sangat penting tetapi sering kali kurang disadari oleh keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus. Hal ini penulis tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Penghayatan Spiritualitas Perkawinan Katolik Oleh Keluarga-Keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru Yogyakarta dalam Mewujudkan Keluarga Katolik Yang Beriman”. Alasan penulis memilih judul ini yaitu: Perkawinan adalah sakramen. Yang terpenting disini adalah bagaimana para suami-istri merealisasikan janji perkawinan mereka dalam sakramen dengan kehidupan sehari-hari secara konkret dengan dasar iman yang tulus. Kasih Kristus yang menjadi dasar hidup suami-istri dalam sakramen perkawinan mereka. Maka dari itu, kasih Kristus disalurkan kepada suami-istri melalui mereka sendiri yaitu mereka sendirilah yang menjadi tanda atau sakramen satu bagi yang lain. Dengan demikian diharapkan para suami-istri akan berusaha untuk mampu mewujudkan kasih Kristus dalam perkawinan mereka. Kristus adalah dasar hidup yang paling kuat untuk hidup perkawinan mereka.

B. Rumusan Permasalahan

  Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang spiritualitas perkawinan? 2.

  Bagaimana keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus memahami spiritualitas perkawinan?

  3. Apa saja permasalahan yang mereka hadapi dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinannya?

  4. Apakah melalui usaha katekese dapat menemukan pemecahan dari setiap persoalaan yang mereka hadapi dalam menghayati spiritualitas perkawinan?

C. Tujuan Penulisan

  Dengan memperhatikan latar belakang dan permasalahan yang telah di sajikan di atas, maka tujuan penulisan proposal ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan Gereja Katolik tentang spiritualitas perkawinan.

  2. Untuk mendalami hakekat dan makna spiritualitas perkawinan Katolik.

  3. Untuk menemukan usaha yang telah keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati spiritualitas perkawinan.

  4. Melalui katekese keluarga-keluarga Katolik mampu mewujudkan spiritualitas perkawinan.

  5. Guna memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

  Sumbangan pemikiran ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Membantu para keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St.Yohanes

  Katolik yang dialami perlu disikapi dengan baik sehingga dapat dihayati dan ditekuni dengan lebih bersemangat dalam mewujudkan keluarga Katolik melalui spiritualitas keluarga.

  2. Memberikan gambaran bagi keluarga kristiani agar dapat mengembangkan diri dengan setia dan tekun dalam menanggapi panggilan hidup sebagai suami-istri.

3. Bagi penulis manfaat yang dapat dipetik adalah penulis semakin diperkaya (pengetahuan dan wawasan) tentang spiritualitas perkawinan Katolik.

  E. Metode Penulisan

  Dalam penulisan skripsi ini menggunakan dua metode pendekatan yaitu melalui wawancara dengan 10 (sepuluh) responden di lingkungan St. Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, serta studi kepustakaan yang saya peroleh sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman yang dapat membantu demi tercapainya penulisan skiripsi ini.

  F. Sistematika Penulisan

  Skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang akan diuraikan sebagai berikut: bab I, berupa pendahuluan yang akan menguraikan pokok latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, kajian pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

  Bab II memaparkan penghayatan spiritualitas perkawinan katolik yang perkawinan Katolik, gambaran keluarga Katolik yang menghayati spiritualitas perkawinan dan maknanya untuk keluarga-keluarga Katolik.

  Selanjutnya bab III membahas gambaran keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St.Yohanes Paulus Paroki St.Antonius Kotabaru, Yogyakarta di dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan. Berkaitan dengan topik tersebut akan dijelaskan tentang gambaran umum lingkungan St.Yohanes Paulus dan penelitian sederhana keluarga-keluarga Katolik dalam menghayati dan mewujudkan spiritualitas perkawinan Katolik, yang terbagi dalam tiga bagian yaitu pengantar penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

  Bab IV akan membahas katekese keluarga sebagai jalan untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas perkawinan Katolik. Berkaitan dengan topik tersebut bagian pertama akan menjelaskan tentang pengertian katekese keluarga, tujuan dan isi katekese keluarga. Pada bagian kedua akan memaparkan tentang kekhasan katekese keluarga. Bagian ketiga akan menjelaskan metode katekese keluarga. Pada bagian keempat akan menguraikan model Shared

  

Christian Praxis, berkaitan dengan topik tersebut bagian keempat akan dibagi

  menjadi empat sub bagian yaitu Shared, Christian, Praxis dan langkah-langkah

  

Shared Christian Praxis. Bagian kelima akan memaparkan tentang usulan tema

  katekese keluarga. Dalam bagian kelima ini akan dibagi menjadi empat sub bagian yaitu alasan pemilihan tema, gambaran pelaksanaan katekese dan matriks program katekese keluarga. Akan disertakan juga contah persiapan katekese keluarga.

  

BAB II

PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN KATOLIK Pada bab II ini akan dibahas tentang permasalahan keluarga dan perubahan jaman

yang membawa akibat postif dan negatif bagi keluarga-keluarga Katolik di jaman

sekarang ini. Di sini keluarga dituntut untuk menghadapi berbagai akibat dari perubahan

jaman, yang membawa keluarga pada situasi yang sulit. Artinya dalam menghadapi

tantangan jaman, para suami-istri diharapkan sungguh-sungguh menghayati spiritualitas

dan hakikat perkawinan mereka. Untuk itu, penulis secara khusus membicarakan dan

memaparkan secara panjang lebar dalam bab II tentang penghayatan spiritualitas

perkawinan Katolik yang pada bab I hanya dibicarakan secara singkat.

  Dalam bab II ini penulis membagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama penulis akan

memaparkan secara singkat pengertian spiritualitas yang akan dilanjutkan dengan

spiritualitas perkawinan Katolik, yang terbagi dalam tiga sub bagian yaitu: perkawinan

sebagai sumber dari misteri kasih Allah, unitas, dan tak-terputuskan (Indissolubility).

  

Bagian kedua akan menggambarkan keluarga Katolik yang menghayati spiritualitas

perkawinan. Dan bagian ketiga akan menjelaskan makna spiritualitas perkawinan Katolik

bagi keluarga-keluarga Katolik, yang terdiri dari tiga sub bagian yaitu: Fides (makna

kesetiaan), Bonum prolis (makna prokreatif) dan Sacramentum (makna kesatuan erat

karena “sakramentalis” perkawinan sebagai simbol hubungan cinta kasih sempurna

antara Kristus dan GerejaNya). Pengahayatan spiritualitas perkawinan Katolik

merupakan tema yang akan penulis bicarakan dalam bab II ini. Yang terpenting dalam

  

misteri dari kasih Allah, karena dalam kenyataannya timbul krisis dalam perkawinan

yang disebabkan suami maupun istri sering tidak lagi menyakini perkawinan sebagai

peristiwa yang luhur dan suci.

  Tuhan itu setia di dalam cinta kasih dan mencintai masing-masing manusia secara

pribadi, maka di dalam perkawinanpun Tuhan menuntut kesetiaan itu. Oleh karenanya

perkawinan kristiani itu haruslah monogam, tidak terceraikan untuk seumur hidup.

  Dengan demikian, melalui bab II ini suami-istri diharapkan terbantu untuk

menyelamatkan krisis perkawinan menuju kehidupan keluarga yang penuh kedamaian,

cinta kasih, kesetiaan dan kebahagiaan melalui perwujudan makna spiritualitas

perkawinan.

A. Pengertian Spiritualitas dan Spiritualitas Perkawinan Katolik 1. Pengertian Spiritualitas

  Istilah spiritualitas agak kabur dalam pemahaman, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu bagaimana istilah tersebut dipahami, dan apa spiritualitas perkawinan Katolik untuk keluarga Katolik.

  Sejak tahun 70an, berkat kebangkitan kerohanian Gereja yang diseponsori oleh Konsili Vatikan II, pembicaraan tentang hidup dalam roh (Roma 8:4.9) atau spiritualitas makin mendapat tempat yang sentral di kalangan jemaat beriman. Meskipun sudah secara meluas dipakai, sesungguhnya kata spiritualitas belum tegas/utuh. Kata tersebut sudah berkembang secara subur baik di lingkungan lembaga pendidikan maupun di dalam hidup beriman. Karena realitas hidup jemaat bersifat kompleks maka juga ada berbagai pendapat tentang arti spiritualitas.

  Telah banyak tokoh atau pengarang spiritualitas secara berbeda-beda di antaranya yaitu: a.

  Heryatno (2006:71-72) menyatakan bahwa makna atau arti kata spiritualitas dapat ditemukan di dalam konteks hidup jemaat beriman. Artinya spiritualitas mencakup hidup doa, penghayatan iman secara mendalam, seluruh pengalaman hidup, dan juga mencakup dimensi sosial politiknya.

  b.

  J. Darminta (2005: menegaskan bahwa spiritualitas merupakan inti iman yang menyatukan seluruh daya dan unsur kehidupan.

  c.

  A. Heuken (2002:11) menyatakan bahwa spiritualitas adalah istilah yang agak baru yang menandakan ‘kerohanian’ atau hidup ‘rohani’. Kata ini menekankan segi kebersamaan, bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua, yaitu ‘kesalehan’, yang menandakan hubungan orang perorangan dengan Allah. Berdasarkan pemahaman para tokoh yang telah pengertian dan makna spiritualitas di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa spiritualitas berhubungan erat dengan tindakan konkret seseorang yang berusaha memperkembangkan hidupnya dan hal itu dikaitkan dengan relasinya dengan Tuhan, sesama dan lingkungannya.

  Spiritualitas berkaitan erat dengan segi interioritas seseorang, dengan kedalaman hidup (jiwa), yang membentuk sikap, menentukan cara seseorang mempertimbangkan

  

nilai-nilai yang dipegang, diwujudkan serta dikembangkan. Dengan demikian

spiritualitas dapat disebut cara mengamalkan seluruh kehidupan sebagai seorang

beriman yang berusaha merancang dan menjalankan hidup ini seperti Tuhan

menghendakinya.

2. Spiritualitas Perkawinan Katolik

  

Pembimbing dan pedoman hidup keluarga kristiani adalah anugerah Roh

Kudus yang dicurahkan ke dalam hati suami-istri dalam sakramen perkawinan. Oleh

karena itu dalam persekutuan yang erat antara Roh Kudus dan GerejaNya suami-istri

dipanggil untuk mengamalkan dan mewujudkan pengabdiannya sebagai suami-istri

dalam iman, harapan dan cinta kasih.

  a.

  Perkawinan sumber dari misteri kasih Allah.

  Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan Allah sendiri

adalah kasih. Karena itu panggilan untuk mengasihi merupakan panggilan khas

manusia. Manusia mirip dengan Allah sejauh ia menjadi manusia yang mencintai dan

mengasihi.

  Dari relasi manusia dan Tuhan itulah bersumber ikatan yang tak terputuskan

antara roh yang mengekspresikan diri dalam tubuh. Tubuh dihidupi oleh roh yang tak

dapat mati. Karena itu, tubuh pria dan wanita bukanlah sekedar tubuh, melainkan

memiliki karekter teologis (Heuken, 2002 : 17-19).

  Dari kedua ikatan itu, yakni ikatan manusia dengan Allah dan kesatuan tubuh

  

dan institusi. Dalam ikatan ketiga ini seluruh pribadi manusia dituntut secara total

untuk mewujudkan dan membuahkan kesetiaan. Hanya dengan demikian kesetiaan

dapat berkembang, memberi harapan di masa depan, dan memungkinkan anak-anak

fruit of love, untuk menaruh kepercayaan kepada manusia dan masa depannya dalam

situasi-situasi sulit sekalipun. Maka tanggung jawab ini menjamin juga masa depan

masyarakat yang lebih baik.

  Perkawinan adalah sebuah perjanjian timbal balik antara seorang pria dan

seorang wanita. Pertama-tama perjanjian ini digerakkan oleh cinta kasih. Karena

cinta dan demi cinta Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sekaligus

Allah memanggil mereka untuk saling mencintai. Sebagaimana Allah adalah cinta

dan hidup di dalam persekutuan cinta kasih tritunggal demikian juga Allah menaruh

dalam hati laki-laki dan perempuan daya dan panggilan untuk mencintai dan

membentuk persaudaraan, kesatuan dan persekutuan hidup.

  Allah sendirilah yang mendirikan perkawinan itu dan menganugerahinya

dengan rahmat dan tujuan, maka secara kodratinya perkawinan itu suci (GS 48).

  

Dengan demikian Tuhan sendirilah yang menjadi jaminan stabilitas persekutuan

cinta kasih itu.

  Cinta kasih suami-istri merupakan dasar dari perkawinan. Ikatan pribadi

yang mau diusahakan dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan

penyerahan diri secara total. Salah satu ungkapan penyerahan diri itu adalah dengan

persetubuhan yang berdasarkan cinta kasih.

  Cinta kasih yang diikat dalam suatu perkawinan hendaknya dikembangkan

  

dinyatakan dalam janji perkawinan semakin nyata. Cinta kasih suami-istri bersifat

total, menyeluruh serta melibatkan seluruh pribadi dan hidup manusia. Hal ini

meliputi seluruh aspek, misalnya persaan hati, akal budi dan kehendak

(Budyapranata 1981:13-32).

  Dengan demikian cinta kasih yang total dan menyeluruh ini menggabungkan

yang manusiawi dan ilahi, serta mendorong suami-istri untuk saling memberi diri

dengan bebas. Ini diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari melalui perkataan

dan perbuatan. Cinta kasih yang seperti ini meresapi seluruh kehidupan suami-istri

dan mendorong mereka untuk saling menyerahkan diri dengan bebas dan

bertanggung jawab. Misalnya, cinta kasih penyerahan diri ini terwujud dalam

persetujuan yang bebas dan bertanggung jawab .

  b.

  Unitas Dalam Gereja Katolik, sifat hakiki perkawinan adalah unitas, artinya kesatuan dan monogam, sebagai berikut: 1)

  Unity Perkawinan mempertemukan dan mempersatukan dua pribadi yang berbeda. Kesatuan ini tidak menghilangkan leprinadian tiap pihak tetapi saling melengkapi antara pria dan wanita yang telah sepakat dengan rela untuk bersama-sama melaksanakan seluruh rencana hidup mereka dalam hidup berkeluarga.

  Membangun suatu rumah tangga berarti mengembangkan hubungan

cinta kasih antara para anggota keluarga, baik antara suami-istri, antara orang

tua anak mapun sesama anggota keluarga lainnya. Dengan demikian, keluarga

Katolik dipanggil untuk melaksanakan tugas pokok ajaran Kristus yakni

“Kasih” dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kesatuan mereka dituntut untuk

menerima satu sama lain apa adanya, saling berbagi dan saling melengkapi

serta saling mendukung baik dalam untung dan malang karena ketaatan

kepada kehendak Allah yang kudus “apa yang telah dipersatulam oleh Allah,

janganlah diceraikan oleh manusia” (Mat 19;16). Dalam perkawinan suami-

istri mempersatukan diri dengan bebas bahkan dikukuhkan oleh kehendak

Allah melalui sakramen.

  Kitab Kejadian 2:24 menyatakan “Sebab itu seorang laki-laki akan

meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga

keduanya menjadi satu daging”. Berdasarkan Kej 2:24 ini, cinta kasih suami-

istri bersifat penuh atau utuh karena meliputi seluruh pribadi, jiwa dan raga.

  

Oleh akrena itu, seorang laki-laki akan meninggalkan kedua orang tuanya

untuk bersatu dengan istrinya. Hanya kepada seorang istri saja seorang suami

memberikan seluruh hidupnya termasuk tubuhnya seperti terungkap dalam

hubungan seksual. Demikian juga seorang istri memberikan seluruh diri

termasuk tubuhnya.

  2) Monogam Perkawinan monogam adalah perkawinan yang antara seorang pria dan seorang wanita yang ingin mempersatukan diri dan hidupnya. Dalam hal ini tidak dibenarkan adanya poligami atau poliandri, yaitu bahwa seorang pria atau seorang wanita mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan.

  Pesekutuan suami-istri membutuhkan kesetiaan yang utuh dan dinamis. Setia berarti rela dan berani memberikan diri kepada seorang pribadi yang menuntut ketunggalan, yaitu hanya seorang pria dan seorang wanita yang mengambil bagian dalam hidupnya.

  Dengan demikian diharapkan para suami-istri saling mengasihi dengan kasih yang utuh dan setia. Sebab bila kasih mereka tidak utuh dan tidak setia, perkawinan mereka tidak layak menjadi lambang dari hubungan antara Allah dengan GerejaNya, yang juga bersifat utuh dan setia (GS 48-49). Karena itu

perkawinan bersifat monogam baik secara hukum maupun secara moral.

  c.

  Tak-terputuskan (Indissolubility) Yang dimaksud dengan tak terceraikan atau indissolubilitas adalah

perkawinan antara pria dan wanita yang telah dilangsungkan secara sah dengan

mengungkapkan kesepakatan nikah secara bebas, penuh, dan sungguh-sungguh

menurut tuntutan hukum (kan.1101) mempunyai akibat tetap dan tidak bisa

diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian (Rubiatmoko,

  

2002: 12). Sifat tak terceraikan atau indissolubilitas perkawinan ini dibedakan

menjadi dua yaitu: 1) Indissolubilitas absoluta

  Indissolubilitas absoluta, yaitu ikatan perkawinan tidak bisa diputuskan oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian, misalnya perkawinan antara dua orang dibaptis, baik Katolik maupun Kristen (sakramen) yang sudah disempurnakan dengan persetubuhan (ratum et consummatum). Kanon 1141 menerangkan bahwa perkawinan ratum dan disempurnakan dengan persetubuhan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun juga dan atas alasan apapun, selain oleh kematian. Injil Markus 10:9 juga menyatakan “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”, karena perkawinan tersebut melambangkan secara penuh dan sempurna hubungan kasih antara Kristus dengan GerejaNya dan tidak pernah meninggalkan GerejaNya, demikian juga antara suami-istri yang telah dibaptis tidak dapat saling memisahkan diri (Ef. 5:22-32).

  2) Indissolubilitas relativ Indissolubilitas relativ, berarti bahwa ikatan perkawinan tersebut memang tidak bisa diputuskan atas dasar consensus dan kehendak suami-istri, namun bisa diputuskan oleh kuasa gerejani yang berwenang atas alasan yang berat. Tujuan perkawinan ini baru dapat terjadi setelah terpenuhinya untuk perkawinan ratum et non consummatum. Perkawinan ini artinya perkawinan yang tidak dapat disempurnakan dengan persetubuhan antara orang-orang yang telah dibaptis. Untuk perkawinan non sakramen ketentuan- ketentuan hukumnya diatur oleh kanon 1142-1149.

  B. Gambaran Keluarga Katolik yang Menghayati Spiritualitas Perkawinan Bagi kita perkawinan merupakan “ikatan cinta mesra dan hidup bersama yang

diadakan oleh Sang Pencipta dan dilindungi oleh hukum-hukumNya” (Gaudium et spes,

  

48 ). Kasih suami-istri bersumber pada cinta Ilahi, dan seharusnya diwujudkan menurut

pola persatuan Kristus dengan GerejaNya. Perkawinan suami-istri didukung dan

disucikan oleh Kristus Sang Penyelamat dan Gereja mempelaiNya.

  Kristus tetap menyertai suami-istri supaya mereka tetap saling mengasihi dan

saling menyerahkan diri, dan setia untuk selamanya, seperti Kristus telah mengorbankan

diri demi GerejaNya. Mereka harus dibimbing sungguh-sungguh menuju Allah. Mereka

perlu dibantu dan diteguhkan untuk mengamalkan panggilan luhur sebagai ayah dan ibu.

  

Demikian suami-istri dikuatkan dan seolah-olah ditahbiskan dengan sakramen khusus

untuk menunaikan tugas mereka yang luhur. Berkat daya sakramen inilah mereka

melaksanakan kewajiban dalam hidup berkeluarga. Semangat Kristus harus meresapi

seluruh hidup mereka dengan iman, harapan, dan cinta kasih. Begitulah mereka saling

menyempurnakan dan menyucikan (Gaudium et spes, 48).

  Kita semakin sadar bahwa perkawinan itu persekutuan cinta kasih antara pria dan

wanita, yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya

  

menyempurnakan dan bantu-membantu. Hanya dalam suasana hormat-menghormati,

saling menerima, saling memberi baik dalam dalam keadaan suka dan duka inilah,

persekutuan cinta kasih itu dapat berkembang sehingga tercapai kesatuan hati yang

dicita-citakan. Suasana ini pun merupakan dasar paling serasi untuk menerima buah-

buah kesatuan itu, yakni keturunan.

  Tuhan bermaksud menyelamatkan manusia melalui sesamanya. Secara sangat

konkrit ini berlangsung dalam perkawinan dan kehidupan keluarga Katolik. Suami-istri

ditahbiskan untuk mengamalkan cinta kasih dan melanjutkan karya penyelamatan Kristus

dalam keluarga mereka. Demikianlah rumah tangga menjadi sel hidup Gereja (ecclesiola:

Gereja kecil).

  Daya tarik dan pengaruh cita-cita Katolik janganlah diabaikan dalam menghadapi

kungkungan adat dan materialisme modern, yang keduanya sangat kuat. Kenyataan

sebagaimana adanya sering masih jauh dari cita-cita itu.

  Inilah kenyataan lain yang lebih mendalam, persekutuan hidup dan cinta mereka

yang menunju pada persekutuan hidup yang lebih luhur, yaitu bahwa hubungan suami-

istri merupakan tanda dari hidup Kristus yang diserahkanNya demi keselamatan kita dan

hidup kita yang harus kita serahkan kepadaNya. Saling serah diri antara suami-istri

melambangkan kenyataan, bahwa Kristus mengorbankan diri untuk kita dan kita harus

bersedia menjadi milikNya. Sakramen perkawinan menandakan, betapa nyatanya cinta

kasih Allah, yang menyayangi manusia sehingga menyerahkan putraNya.

  Dengan demikian bagi suami-istri yang mau membangun “Gereja kecil” yakni

rumah tangga, tidak pernah sumber cinta kasih Ilahi itu akan kering. Itulah warta gembira

  

mereka pun akan menyampaikan warta gembira itu secara nyata bagi sesama, yaitu

bahwa kita semua tetap dicintai Allah (Gaudium et spes, 17a.)

C. Makna Spiritualitas Perkawinan Katolik untuk Keluarga-Keluarga Katolik

  Menurut Agustinus perkawinan kristiani mempunyai tiga makna yang luhur

yaitu: fides (makna kesetiaan), bonum prolis (makna prokreatif), dan sacramentum

(makna kesatuan erat karena “sakramentalis” perkawinan sebagai symbol hubungan cinta