PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD

  

PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK

MURTAD

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR

0356/pdt.G/2011/PA.SAL)

S K R I P S I

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

NASTANGIN

  

NIM : 21108016

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

  

SALATIGA

  

PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK

MURTAD

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR

0356/pdt.G/2011/PA.SAL)

S K R I P S I

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

NASTANGIN

  

NIM : 21108016

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

  

SALATIGA Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara: Nama : Nastangin NIM : 21108016 Jurusan : Syari’ah Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah Judul : PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK

  MURTAD (STUDI PUTUSAN DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR 0356 /PDT.G /2011 / PA .SAL) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

  Salatiga, 29 juli 2012 Pembimbing

  Evi Ariyani MH NIP. 197311172000032002

  

KEMENTRIAN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) SALATIGA

  Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:akademik@stainsalatiga.ac.id

SKRIPSI

PERCERAIAN KERENA SALAH SATU PIHAK MURTAD

  

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR

0356/pdt.G/2011/PA.SAL)

DISUSUN OLEH

NASTANGIN

  

NIM: 21108016

  Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal 31 Agustus 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1

  Hukum Islam Susunan Panitia Penguji

  Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM Penguji I : Lutfiana Zahriyani, MH Penguji II : Ilya Muchsin, MSI Penguji III : Evi Ariyani, MH

  Salatiga, 11 September 2012 Ketua STAIN Salatiga Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nastangin NIM : 21108016 Jurusan : Syari’ah Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan yang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 29 Juli 2012 Yang menyatakan, Nastangin

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

  Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.

  PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Bapak dan ibu tercinta, yang selalu mendoakan dengan tulus ikhlas dan senantiasa memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil. Terimakasih yang tiada habis kepada mereka berdua. Para dosen, terimakasih atas ilmu yang telah bapak dan ibu berikan kepada saya, semoga menjadi ilmu yang berfanfaat. Amin

  Adik-adikku tercinta dan sepupu-sepupuku, belajar yang sungguh-sungguh dan gapailah cita-citamu setinggi mungkin.

  Om Budi dan Mas fahrodin. Terimakasih atas motifasi, masukan dan sarannya.

  Sahabat-sahabat AS angkatan 2008, semoga sukses selalu. Teman-teman kontrakan, carilah ilmu dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya jangan merasa puas.

  Teman spesialku yang selalu setia menemani, memberi motifasi dan selalu mendoakanku. Puji syukur alhamdulilah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hambaNya, sehingga sampai saat ini kita masih mendapatkan ketetapan iman dan islam.

  Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada beliau Nabi agung Muhammad Saw yang senantias kita ikuti sunah-sunahnya dan semoga kita selalu mendapatkan syafaatnya di dunia dan di akhirat. Amin.

  Dalam penjelasan skripsi ini tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam ide, kritik, saran maupun dalam bentuk lainnya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada:

  1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. Selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga

  2. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga

  3. Ketua Pengadilan Agama Salatiga

  4. Bapak Ilya Muchsin SHI. MSI. selaku kepala program studi AS

  5. Ibu Evi Ariyani MH, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya guna memberikan bimbingan serta arahan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

  6. Bapak Noerhadi MH selaku hakim pembimbing

  7. Segenap dosen jurusan syari’ah

  8. Segenap staf Pengadilan Agama Salatiga

  9. Kedua orang tuaku yang saya sayangi dan cintai, yang selalu mendoakan saya, mendukung serta memberi bantuan baik materiil maupun non materiil.

  10. Untuk Someone yang selalu dihatiku, terimaksih atas semua yang telah kamu berikan kepadaku, memberikan semangat dan selalu mendoakanku.

  12. Om budi, Bpk Suyitno, Bpk Mujiono, Mas fahrodin, yang selalu mendoakan,memberi dukungan dan masukan dalam hidup.

  13. Teman-teman kontrakan, Mas Abu, Mas Ghozali, Abi, ipul, Muzun, Sinang kamu semua adalah sahabat yang terbaik.

  14. Keluarga besar Formatas jangan sampai putus ditengah jalan, semangat dan maju terus.

  15. Sahabat-sahabat PMII Kota Salatiga, Ustadzun, Arif Maslah dan Anas dan tidak bisa saya sebutkan semuanya yang telah memberi pelajaran banyak tengtang bagaimana berorganisasi dan hal-hal yang lain.

  16. SEMA 2010-2011 yang memberi pengetahuan bagaimana caranya mengurus sebuah tatanan suatu negara dikampus. Semoga sukses terus

  17. Teman-teman KKN Cebongan, dulu sampai sekarang kita adalah keluarga.

  Kenangan kita tidak akan pernahku lupakan samapi tua nanti.

  18. Teman-teman seperjuangan AS angkatan 2008

  19. Teman-teman futsal sapu angin

  20. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral dan material hingga selesainya proses belajar.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi inibermanfaat bagi kita semua. Amin

  Salatiga, 29 Juli2012 Penulis

  

ABSTRAK

  Nastangin. 2012. Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan di

  Pengadilan Agama Salatiga), Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

  Pembimbing: Evi Ariyani MH

  Kata Kunci: perceraian dan murtad

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui alasan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga. Pertanyaan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah (1) apa pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad? (2) apa akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad?

  Penulis dalam penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif. Penelitian pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini yang akan di cari perihal tentang perkara perceraian karena salah satu pihak murtad. Jenis penelitian ini secara spesifik lebih bersifat yurisprudensi, metode ini di maksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang objek yang diteliti dalam hal ini untuk menggambarkan proses penyelesaian perceraian karena salah satu pihak murtad.

  Dari penelitian ini dihasilkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad yaitu keluarga penggugat dan tergugat tidak harmonis karena tergugat keluar dari agama Islam dan sebelumnya mediasi telah dilakukan akan tetapi hasilnya gagal kemudian dasar hukum hakim dalam memutus perkara cerai gugat karena salah satu pihak murtad ialah pasal 116 KHI pada huruf h dan mengambil pendapat ahli yang dijadikan pendapat sendiri yang termuat dalam kitab At-Thalak hal 39. Bahwa akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad ini akibat hukumnya sama dengan akibat hukum perceraian secara umum, yakni menjadikannya putus tali perkawinan, masih berlaku masa iddah bagi bekas istri, suami masih diberi tanggungan kewajiban yang harus dipenuhi setelah terjadinya perceraian diantaranya: masih menanggung hadhanah, memberi nafkah kepada anak sampai dewasa (usia 21 tahun).

  DAFTAR ISI SAMPUL ......................................................................................................... i LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii JUDUL ............................................................................................................ iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ vi MOTTO PERSEMBAHAN .............................................................................. vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ...................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 10 D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 10 E. Metode Penelitian ................................................................... 11 F. Tinjauan Pustaka .................................................................... 16 G. Penegasan Istilah .................................................................... .. 18 H. Sistematika Penulisan ............................................................. 19

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkawinan ........................................................................... 21

  1. Pengertian Perkawinan .................................................. 21

  2. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan ................................. 24

  3. Dasar Hukum Nikah ...................................................... 26

  4. Tujuan dan Hikmah Nikah ............................................. 29

  B. Perceraian Menurut Hukum Islam ........................................ 34

  1. Pengertian Perceraian ....................................................... 34

  2. Hukum Perceraian ............................................................ 36

  3. Rukun dan Syarat Perceraian ........................................... 38

  4. Bentuk-Bentuk Perceraian ................................................ 40

  5. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian ................................. 44

  6. Akibat Perceraian ............................................................. 47

  C. Perceraian Menurut Perundang-undangan di Indonesia ............................................................................ . 48

  1. Pengertian Perceraian ...................................................... 48

  2. Tata cara perceraian ......................................................... 48

  3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian ................................ 50

  4. Akibat Perceraian ............................................................. 51

  D. Murtad Sebagai Alasan Perceraian ......................................... 52

  1. Pengertian Murtad ........................................................... 52

  2. Hukum Murtad ................................................................ 55

  BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Salatiga ........ 58

  1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Salatiga .............. 58

  2. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga......................... 61

  3. Administrasi Berperkara di pengadilan

  4. Visi dan Misi ................................................................... 67

  5. Struktur Organisasi .......................................................... 68

  B. Prosedur dan Proses Penyelesaian Cerai Gugat di Pengadilan Agama Salatiga ............................................... 69 C. Putusan Hakim dalam Perkara Perceraian karena Salah Satu

  Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/ PA.SAL...................................................... 73

  D. Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim dalam Kasus Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/ PA.SAL ........................... 74

  E. Akibat Hukum Putusan Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/ PA.SAL ..................................................... 76

  BAB IV ANALISA DATA A.

Analisis Hasil Putusan Hakim Terhadap Perkara

Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad ........................... 79 B. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Putusan Hakim Terhadap Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad ........... 82 C. Analisis Akibat Hukum terhadap Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad ............................................. 86

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 89 B. Saran ....................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 94

  SALINAN PUTUSAN NOTA PEMBIMBING SURAT IZIN PENELITIAN LEMBAR KONSULTASI PEMBIMBING LAPORAN SKK SURAT BUKTI PENELITIAN DARI PENGADILAN AGAMA SALATIGA DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang

  sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami isteri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik. Karena itu, maka dikatakan bahwa ikatan antara suami isteri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Dan tidak ada sesuatu dalil yang lebih jelas menunjukkan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu, lain daripada Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami isteri dengan “mitsaqun-ghalidhun” (perjanjian yang kokoh) (Sabiq, 1980: 7).

  Jika ikatan antara suami istri sedemikian kokoh dan kuat, maka tidak sepatutnya dirusakkan dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekannya dibenci oleh Islam, karena dianggap merusak kebaikan dan menghilangkan kemasalahatan antara suami istri (Wasman dkk, 2011: 84).

  Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna (Rasyid,1986:374). Pengertian perkawinan yang lainnya, diantaranya menurut undang-undang perkawinan

  (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

  Dari pengertian perkawinan menurut undang-undang perkawinan Nomor. 1 Tahun 1994 diatas, jelas bahwa tujuan pekawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang bahagia dalam kehidupan yang bahagia, itulah cita-cita dan idaman semua manusia baik laki-laki dan perempuan di dunia. Namun kebahagian itu tidak bisa ditebak, kadang datang dan pergi begitu saja tidak bisa diketahui oleh manusia.

  Di dalam Agama Islam juga ditegaskan lagi dalam kompilasi hukum Islam Pasal 44 yang berbunyi sebagai berikut: “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”.

  Sebenarnya suami istri itu mempunyai kewajiban untuk selalu memelihara hubungan perkawinan dengan baik. Dalam pada itu bahwa pergaulan suami istri adalah pergaulan yang yang paling rapat dan erat. Waktu untuk ketemu tidak dibatasi dengan waktu dan jam. Siang dan malam keduanya berkumpul dan bergaul di dalam rumah atau di luar rumah. Mereka hidup serumah, sesumur, sedapur, sebilik, dan sepebaringan. Tentu saja pergaulan yang seerat dan serapat itu membutuhkan kasih sayang, persesuaian pendapat, serasa dan sekemauan, dan berlapang dada (Supriatna

  Tetapi dari sisi yang lain, suami istri itu tidak seayah dan seibu, belum tentu juga sesuku dan sekampung. Perbedaan karakter dan pandangan hidup mungkin saja terdapat pada suami istri. Tidak sekedar perbedaan, mungkin saja pertentangan yang prinsipil. Selain itu jiwa manusia bisa berubah.

  Perbedaan pandangan hidup dan perubahan hati bisa menimbulkan krisis merubah rasa cinta dan kasih sayang menjadi benci. Tidak selamnya keimanan dan lapang dada dapat mempertahankan hubungan suami istri bila timbul pertentangan yang sangat memuncak. Permasalahannya, kalau suami istri yang berbeda prinsip hidupnya dan pertentangannya sudah memuncak, telah merubah rasa cinta menjadi benci, persesuaian menjadi pertikaian, yang tidak memungkinkan lagi untuk berpadu menjadi satu, apakah tidak terlalu aniaya kalau keduanya dipaksa harus tetap bersatu (Supriatna dkk, 2009: 3).

  Hal ini akan semakin bertambah parah, jika salah satu di antara mereka menjadi murtad, secara otomatis disadari maupun tidak perjalanan hidup rumah tangga tersebut tidak akan lagi terasa harmonis seperti dulu lagi di saat rasa cinta dan kasih sayang masih terjaga dalam hati mereka berdua.

  Karena di antara mereka berdua mempunyai keyakinan yang berbeda yang tentunya tidak bisa di satukan visi dan misi dari masing-masing keyakinan tersebut, sehingga tidak bisa tercipta tujuan perkawinan sebagaimana yang terdapat pada bab II KHI, yaitu: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yan sakinah, mawadah, dan rahmah”. Jadi di dalam

  Dengan melihat hal tersebut, bahwa perceraian itu walaupun diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaanya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir (darurat) yang ditempuh oleh suami istri, yaitu apabila terjadi persengketaan antara keduanya dan telah diusahakan jalan perdamaian sebelumnya, tetapi tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga tersebut (Wasman dkk, 2011: 84).

  Perceraian dalam istilah Fiqh disebut “talaq atau furqah”, adapun arti dari pada talaq adalah membuka ikatan, membatalkan perjanjian sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu dipakai oleh para ahli Fiqh sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara suami istri. Istilah talaq dalam Fiqh mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri. Sedangkam talaq dalam arti yang khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami istri itu ada yang disebabkan karena talaq, maka untuk selanjutnya istilah talaq di sini dimaksudkan sebagai talaq dalam arti khusus (Wasman dkk, 2011: 83).

  Dalam Islam bercerai pada dasarnya “terlarang” atau tidak bercerai merupakan kufur nikmat, karena perkawinan adalah suatu nikmat, sedangkan kufur terhadap nikmat Allah hukumnya haram, sehingga bercerai hukumnya adalah haram kecuali darurat. Madzhab Hambali lebih lanjut menjelaskannya secara terperinci mengenai hukum bercerai. Menurut mereka bercerai itu hukumnya yaitu: wajib, haram, dan sunnah (Wasman dkk, 2011: 85).

  Syariat Islam adalah syariat yang riil dan idiil. Riil artinya mengakui realitas kehidupan dan idill artinya mempunyai prinsip dan cita-cita yang mulia untuk kemaslahatan hidup manusia sepanjang masa. Syariat Islam tidak menjadikan realitas semata sebagai asas hukum dan tidak menafikan realitas demi untuk mempertahankan cita-cita mulia. Syariat Islam berusaha merealisir cita-cita mulia dan mengobati realita yang dijiwai oleh kemudahan dan mewujudkan kemaslahatan. Oleh karena itu sekalipun syariat Islam menghendaki agar akad nikah itu untuk selama hayat dikandung badan, akan tetapi kalau dalam realitanya antara suami istri itu sudah tidak mungkin untuk disatukan lagi, Islam memperbolehkan keduanya bercerai. Apabila hubungan pernikahan tetap dipertahankan, memaksa suami istri untuk tetap bersatu, justru kemadharatan yang terjadi. Sekalipun sedemikian, bahwa perceraian hanya sebagai pintu darurat yang baru dibuka apabila keadaan memang sangat mendesak dan berbagai upaya untuk mempertahankan ikatan perkawinan sudah ditempuh tetapi tidak berhasil. Dengan demikian,

  Nabi Muhammad SAW bersabda:

  :

ﹶﻟﻰ ﺍ ﹸﻝ ﺎﹶﻠﺤﹾﻟَ ﺍ ﺾﻐﺑﹶﺍ ﻢﹼﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲ ﺍ ﻰﹼﻠﺻ ِﷲ ﺍ ﹸﻝ ﻮﺳﺭ ﹶﻝ ﹶﺎﻗ ﹶﻝ ﹶﺎﻗ ﺮﻤﻋ ﹺﻦﺑﹾﺍ ﹺﻦﻋ

.( ) .

  ﻪ ﺟ ﺎﻣ ﻦﺑ ﺍ ﻭ ﺩ ﻭ ﺍ ﺩ ﻮﺑﺃ ﻩﻭ ﺭ ﻕَ ﻼﱠﻄﻟ ﺍ ُﷲ ﺍ “Dari ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Telah bersabda, sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak”

  Dari sabda Rasulullah SAW tersebut, jelas bahwa perceraian itu hukumnya adalah makruh.

  Al-Qur’an menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami istri yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang dapat berujung dalam perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga tersebut bermula dari tidak berjalannya aturan yang ditetapkan Allah bagi kehidupan suami istri dalam bentuk hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi kedua belah pihak. Al-Qur’an menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan mengahadapi kemelut tersebut agar perceraian tidak sampai terjadi. Dengan demikian Al-Qur’an mengantisipasi kemungkinan terjadinya perceraian dan menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin dihindarkan (Supriatna dkk, 2009: 5).

  Dalam undang-undang perkawinan Nomor. 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi baik atas tindakan sewenang-wenang terutama dari pihak suami dan akan banyak terjadinya perceraian liar, juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran Lembaga Pengadilan (Wasman dkk, 2011: 156).

  Sehubungan dengan adanya ketentuan-ketentuan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga bagi masyarakat yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam tidak menentukan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan, namun ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan bagi kedua belah pihak maka sudah sepantasnya apabila orang Islam wajib mengikuti ketentuan tersebut, sebagaimana dijelaskan di dalam kaidah Fiqh dan didalam Al-Qur’an bahwa mentaati Pemerintah/Ulil Amri dianggap seperti taat kepada Rasul dan taat kepada Allah SWT (Wasman dkk, 2011: 156).

  Disamping melihat atas ketentuan-ketentuan perceraian di atas, perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya walaupun perceraian dalam perkawinan itu tidak dilarang, namun orang tidak boleh begitu saja memutuskan hubungan perkawinan tanpa alasan yang kuat. Untuk mewujudkan tujuan dari pada perkawinan yaitu untuk selama-lamanya, oleh karenanya UUP No.1/1974 mempersulit terjadinya perceraian (Wasman dkk, 2011: 158).

  Berkaitan dengan berbagai hal yang disebutkan di atas, yang akan karena murtad dari Pengadilan Agama Salatiga Nomor.0356/pdt.G/2011/PA.SAL.

  Dalam perkara ini yang menjadi fokus utama adalah mengenai gugatan istri yang muslimah terhadap suami yang murtad, kemudian putusan yang dijatuhkan oleh hakim Pengadialan Agama mengenai perkara cerai gugat tersebut.

  Istri yang hendak memutuskan hubungan perkawinan, pasal 14 sampai dengan 18 peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu ( Ramulyo, 1996: 131).

  Dalam hal ini Pengadilan Agama berfungsi sebagai tempat untuk menerima, memeriksa, menyidangkan dan memberi putusan atas perkara tersebut. Namun kadang Hakim dari Pengadilan memiliki pertimbangan tersendiri dalam memberikan putusan pada perkara tersebut, tanpa harus sama persis sesuai dengan peraturan yang ada, karena hakim memang mempunyai wewenang seperti itu.

  Perceraian yang dilakukan di muka sidang Pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman Islam tentang perceraian. Sebab sebelum ada keputusan, terlebih dahulu diadakan penelitian tentang apakah alasan- alasannya cukup kuat untuk terjadinya perceraian antara suami isrti, kecuali mempersulit dan memperketat alasan-alasan perceraian, maka perceraian yang dilakukan di depan sidang Pengadilan dapat juga memperkecil jumlah perceraian. Di sisi lain, perceraian yang dilakukan dimuka sidang Pengadilan sering dirasakan ada beberapa kendalanya, terutama dalam dua hal: pembongkaran rahasia rumah tangga di muka orang banyak dan kelambatan proses yang sering kali dirasakan sebagai memperpanjang suasana perselisihan (Wasman dkk, 2011: 153).

  Melihat dari kasus di atas, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut lagi tentang pengajuan gugat cerai istri kepada suaminya yang sudah murtad ke Pengadilan Agama. Kemudian mengenai kasus tersebut istri (Islam) yang mengajukan gugat cerai atas suaminya dakarenakan suaminya telah murtad, sebagaimana dalam putusan Nomor.

  0356/pdt/.G/2011/PA.SAL. atas gugatan dari “SP” terhadap suaminya yang telah murtad berinisial “PB” dan pada akhirnya akan dibahas mengenai putusan dari Pengadilan Agama atas pengajuan dari gugat cerai tersebut karena suami murtad. Untuk itu penulis mengambil judul : “PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD”(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor. 0356/pdt/.G/2011/PA.SAL).

B. Rumusan Masalah

  Dari tema diatas, penulis memperinci permasalahan-permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan pada penulisan ini. Diantara permasalahannya adalah sebagai berikut:

  1. Apa pertimbangan dan dasar hukum hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutuskan perceraian karena salah satu pihak murtad?

  2. Bagaimana akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad? C.

Tujuan Penelitian

  Adapun hal-hal yang menjadi tujuan pokok dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pertimbangan dan dasar hukum hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad.

  2. Untuk mengetahui akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad.

D. Kegunaan Penelitian

  Dari penulisan ini tentunya penulis berharap agar tulisan ini mempunyai kegunaan atau kemanfaatan, di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir

  2. Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan hukum perdata di lingkungan Peradilan Agama yang menyangkut dalam bidang perkawinan khususnya perkara perceraian.

  3. Untuk menambah khasanah pengetahuan tentang pentingnya keutuhan, keharmonisan dalam berkeluarga.

E. Metode Penelitian

  1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

  a. Metode Pendekatan Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif. Penelitian pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini yang akan di cari perihal tentang perkara perceraian karena salah satu pihak murtad.

  Jenis penelitian ini secara spesifik lebih bersifat yurisprudensi, metode ini di maksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang objek yang diteliti dalam hal ini untuk menggambarkan proses penyelesaian perceraian karena salah satu pihak murtad. b. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga yang beralamat di jl.Lingkar Selatan Dukuh Jagalan Rt. 14. Rw 05

  Cebongan Salatiga. Telp (0298) 322853 Fax (0298) 325243.

  c. Sumber Data 1) Data Primer

  Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber- sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut (Amirin,1990:132). Macam-macam data primer sebagai berikut: a) Informan

  Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian b) Dokumen Adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moloeng,

  2002: 161). Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moloeng, 2002: 113). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis berupa data-data yang ada di Pengadilan Agama Salatiga berkaitan dengan penelitian seperti : buku register perkara perceraian, berita acara perceraian dan putusan perceraian. 2) Data Sekunder

  Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yag bukan asli memuat informasi atau data tersebut (Amirin,1990: 132). Sebagai data sekunder dari penilitian ini adalah sebagai berikut: a) Undang-undang yang mengatur tentang perceraian

  b) Buku-buku yang terkait dengan penulisan penelitian ini

  c) Arsip-arsip yang mendukung

  2. Prosedur Pengumpulan Data

  a. Wawancara (interview) Wawancara ( interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara

  Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan ketua Pengadilan Agama Salatiga yaitu Bapak Noerhadi MH untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.

  b. Observasi Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item- item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi ( Arikunto, 2006: 229).

  Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai reaksi tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki (Arikunto,2006:229).

  Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian. Metode ini penulis gunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi

  Obyek yang diteliti adalah lokasi penelitian yaitu Pengadilan Agama Salatiga dan khususnya pada ketua Pengadilan Agama Salatiga.

  c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

  Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan beberapa data tentang perceraian suatu perkawinan oleh majlis hakim di Pengadilan Agama Salatiga dengan alasan karena salah satu pihak murtad yakni dalam putusan Nomor.

  0356/Pdt.G/2011/PA.SAL.

  3. Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian ( Moleong, 2011:288).

  4. Pengecekan Keabsahan Temuan Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan suatu data.

  Keabsahan suatu data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber, menurut patton berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2002: 178).

  5. Tahap-Tahap Penelitian Setelah peneliti menentukan tema yag akan diteliti maka penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga dengan bertanya kepada panitera tentang perkara perceraian, sidang kasus tentang perceraaian di Pengadilan Agama Salatiga secara praktek.

F. Tinjauan Pustaka

  Perceraian (Studi Kasus Tentang Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2011) belum pernah diangkat menjadi skripsi. Meskipun demikian peneliti menemukan skripsi yang memiliki tema sama yang dijadikan alasan perceraian yaitu:

  1. Siti Nakiyah, Kekerasan Terhadap Istri dalam Rumah Tangga sebagai Alasan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun 1999-2001), dengan fokus penelitian bagaimana bentuk kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Agama Salatiga tahun 1999-2001 dan bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam penyelesaian proses perkara perceraian dengan alasan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya yaitu: bentuk kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dapat berbentuk fisik dan psikis, motifnya dikarenakan masalah ekonomi, nilai budaya dan pemahaman agama yang kurang dan sikap hakim sangat bijaksana dan memberi keadilan kepada kedua belah pihak. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

  2. Mutabi’in, Perceraian Akibat Salah Satu Pihak Pergi Keluar Negeri (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ambarawa tahun 2002), dengan fokus penelitian bagaimana perceraian menurut pandangan islam, bagaimana penanganan kasus perceraian di Pengadilan Agama Ambarawa dengan alasan pergi keluar negeri dan bagaimana analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Ambarawa. Hasil penelitian ini yaitu perceraian menurut hukum Islam halal, akan tetapi merupakan perbuatan yang dibenci Allah, hakim sangat bijaksana dalam menangani dan memutus perkara tersebut mulai dari tahap pemeriksaan, persidangan, perdamaian sampai dengan putusan hakim dan anlisa putusan ini sudah tepat dari tahapan pemanggilan, sempurna. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

  3. Mustagfiroh, Cacat Biologis sebagai Salah Satu Alasan Peceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2001), dengan fokus penelitian bagaimana pengaruh cacat boilogis yang diderita salah satu pihak baik suami maupun istri dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, bagaiaman jenis cacat biologis yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian menurut hukum Islam dan bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam menyelesaikan proses perkara perceraian dengan alasan cacat badan. Hasil penelitian ini yaitu cacat biologis dalam suatu pernikahan dapat mengakibatkan ketegangan suami istri dalam rumah tangga sehingga dapat menimbulkan ketidakrukunan, dalam Islam cacat biologi bagi istri dapat menyebabkan dibolehkannya suami beristri lebih dari seorang, sikap hakim kemungkinan besar gugatannya tidak dikabulkan jika gugatannya kurang kuat. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

  Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran kata-kata dalam judul, antara penulis dan pembaca, maka penulis perlu menjelaskan istilah yang terdapat

  1. Perceraian Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai, atau meninggalkan; melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna, 2009: 19).

  Secara istilah, ada beberapa rumusan yang dikemukakan para ulama, antara lain: Menurut as-sayyid sabiq (2009:19) “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.

  Menurut Abdur Rahman al-Jaziri “Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi ikatan pelepasannya dengan menggunakan lafadz khusus” (Supriatna dkk, 2009: 19-20).

  2. Murtad Riddah atau murtad ialah kembali ke jalan asal. Di sini yang dikehendaki dengan murtad ialah kembalinya orang Islam yang berakal dan dewasa ke kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa paksaan orang lain, baik laki-laki maupun perempuan (Sabiq, 1984: 168).

  Bab I, dalam bab ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencakup akan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

  Bab II, dalam bab ini penulis mengemukakan dasar teori yang meliputi: Perkawinan, Konsep perceraian dalam hukum Islam, konsep perceraian menurut Perundang-undanganan di Indonesia, dan murtad sebagai alasan perceraian.

  BAB III, dalam bab ini berisikan penjelasan mengenai gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga, prosedur dan proses penyelesaian perkara cerai gugat di pengadilan Agama Salatiga, hasil putusan hakim terhadap perceraian karena salah satu pihak murtad di Pengadilan Agama Salatiga, pertimbangan dan dasar putusan hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad di Pengadilan Agama Salatiga, akibat hukum putusan perceraian karena salah satu pihak murtad di Pengadilan Agama Salatiga.

  BAB IV, dalam bab ini merupakan bagian inti dari penelitian skripsi yang berisikan pembahasan tentang analisis hasil putusan hakim terhadap perceraian karena salah satu pihak murtad, analisis pertimbangan dan dasar putusan hakim terhadap perceraian karena salah satu pihak murtad Pengadilan Agama Salatiga, analisis akibat hukum terhadap perceraian karena salah satu pihak murtad.

  BAB V, berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan, diteruskan dengan saran-saran dan diakhiri dengan penutup.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkawinan

  1. Pengertian Perkawinan Ta’rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.

  Perkawinan adalah merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka mereka harus kawin. Selain itu perkawinan juga merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani (Sosroatmojo, 1975 :33).

  Firman Allah SWT:

  ﺍﻮﹸﻟﺪﻌﺗ ﻻﹶﺃ ﻢﺘﹾﻔﺧ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﻉﺎﺑﺭﻭ ﹶﺙﻼﹸﺛﻭ ﻰﻨﹾﺜﻣ ِﺀﺎﺴّﹺﻨﻟﺍ ﻦﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﺏﺎﹶﻃ ﺎﻣ ﺍﻮﺤﻜﻧﺎﹶﻓ .

  ﺓﺪﺣﺍﻮﹶﻓ

  Artinya: Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu

  senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. (QS An-Nisa:3).

  Perkawinan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua

  Firman Allah SWT: .

  ﹶﻥﻭﺮّﹶﻛﹶﺬﺗ ﻢﹸﻜّﹶﻠﻌﹶﻟ ﹺﻦﻴﺟﻭﺯ ﺎﻨﹾﻘﹶﻠﺧ ٍﺀﻲﺷ ّﹺﻞﹸﻛ ﻦﻣﻭ “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”. (Adz-Dzariat: 49).

  Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagi jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

  Allah berfirman dalam QS An-Nisa ayat:1 yang berbunyi:

  

ﺎﻬﺟﻭﺯ ﺎﻬﻨﻣ ﻖﹶﻠﺧﻭ ﺓﺪﺣﺍﻭ ﹴﺲﹾﻔﻧ ﻦﻣ ﻢﹸﻜﹶﻘﹶﻠﺧ ﻱﺬّﹶﻟﺍ ﻢﹸﻜّﺑﺭ ﺍﻮﹸﻘّﺗﺍ ﺱﺎّﻨﻟﺍ ﺎﻬّﻳﹶﺃ ﺎﻳ

ّﹶﻥﹺﺇ ﻡﺎﺣﺭ ﻷﺍﻭ ﻪﹺﺑ ﹶﻥﻮﹸﻟَﺀﺎﺴﺗ ﻱﺬّﹶﻟﺍ ﻪّﹶﻠﻟﺍ ﺍﻮﹸﻘّﺗﺍﻭ ًﺀﺎﺴﹺﻧﻭ ﺍﲑﺜﹶﻛ ﻻﺎﺟﹺﺭ ﺎﻤﻬﻨﻣ ّﹶﺚﺑﻭ

.

  ﺎﺒﻴﻗﺭ ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻪّﹶﻠﻟﺍ “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang

telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah

menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada

Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta

satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya

Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

  Berdasarkan ayat di atas bahwa Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti mahluk lainnya, yang bebas hidup mengikuti dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah adakan hukum sesuai martabatnya. Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhomat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab kabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha meridhai, dan dihadiri dengan para saksi yang menyaksikan kalau pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. Peraturan perkawinan seperti inilah yang diridhai Allah dan diabadikan Islam untuk selamanya.