PROBLEMATIKA PUTUSAN PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD (STUDI KOMPARATIF PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NO. 138/Pdt.G/2006/PA. SALDAN NO. 0356/Pdt.G/2011/PA. SAL) - Test Repository

  

PROBLEMATIKA PUTUSAN PERCERAIAN

KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD

(STUDI KOMPARATIF PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA

NO. 138/Pdt.G/2006/PA. SALDAN NO. 0356/Pdt.G/2011/PA. SAL)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

  

Oleh

  

IRMA SURYANI

21210001

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

  Setia pada proses. Sesulit apapun sebuah proses selama berusaha dan jalani ikhlas semua pasti tercapai.

  PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Untuk orang tuaku yang selalu mendoakan dengan tulus ikhlas dan senantiasa memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil

  Terima kasih untuk para dosen atas ilmu dan bimbingan yang diberikan kepada saya semoga ilmu berguna dan bermanfaat. Amiin.

  Sahabat-sahabat perjuanganku AS angkatan 2010, semoga sukses selalu.

  Dan anakku Abhinaya yang selalu menjadi semangat hidupku.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur alhamdulillah, senatiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hambaNYA, sehingga sampai saat ini kita masih mendapatkan ketetapan iman dan Islam. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada beliau Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa kita ikuti sunnah-sunnahnya dan semoga kita selalu mendapatkan syafaatnya di dunia dan di akhirat.

  Dalam penjelasan skripsi ini tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam ide, kritik, saran maupun dalam bentuk lainnya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga 2. Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si selaku Ketua Program Studi Ahwal Al- Syakhshiyyah.

  3. Moh. Khusen, M.Ag., M.A selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu tenaga dan fikiran guna memberikan bimbingan serta arahan dengan penuh kesabaran dan akademis.

  4. Drs. H. Umar Muchlis selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga.

  5. Drs. Muhdi Kholil, S.H., M.M selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama Salatiga sekaligus Hakim Pembimbing.

  6. Segenap Dosen Jurusan Syari‟ah 7.

  Segenap staf Pengadilan Agama Salatiga 8. Kedua orang tua yang saya sayangi dan hormati, yang selalu mendoakan.

  9. Teman Angkatan 2008, 2010 terima kasih atas kritik, saran dan masukan yang diberikan.

  10. Pihak-pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral dan material sehingga selesainya proses belajar di STAIN Salatiga Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi, maupun analisisnya, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

  Salatiga, 14 Februari 2015

  Irma Suryani

  NIM. 21210001

  

ABSTRAK

  Suryani, Irma. 2015. Problematika Putusan Perceraian Karena Salah Satu Pihak

  Murtad (Studi Komparatif Putusan Pengadilan Agama Salatiga Putusan No. 138/Pdt. G/2006/PA. SAL dan Putusan No. 0356/Pdt. G/2011/PA. SAL).

  Skripsi. Jurusan Syari‟ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agma Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Moh. Khusen, M.Ag., M.A

  Kata Kunci: perceraian dan murtad

  Penelitian Problematika Putusan Perceraian Karena Murtad adalah studi komparatif putusan antara dua putusan dengan tema yang sama tetapi memiliki perbedaan pada putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui alasan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga. Pertanyaan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah Hakim Pengadilan Agama Salatiga menangani perkara perceraian karena salah satu pihak murtad? (2) Mengapa terjadi perbedaan putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang perkara perceraian karena salah satu pihak murtad antara putusan No. 138/Pdt. G/2006/PA.SAL dan putusan No. 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL? (3) Bagaimanakah implikasi dari putusan perceraian yang berbeda antara putusan No. 138/Pdt. G/2006/PA.SAL dan putusan No. 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL?

  Penulis untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam penelitian didasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum Islam yaitu Al-Qu r‟an dan Hadits serta fenomena yang terjadi di lapangan. Pendekatan yuridis adalah pendekatan dengan didasarkan pada tata aturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yurisprudensi. Penelitian yurisprudensi termasuk dalam jenis penelitian kajian pustaka. Penelitian dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga. Sumber data yang didapat dari data primer maupun sekunder. Data primer didapat dari dokumen dan informan. Data sekunder didapat dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data dalam penelitian.

  Hasil dari penelitian yang didapat yaitu tentang cara Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menangani perkara adalah Hakim memeriksa dan mempelajari petitum atau alasan-alasan perceraian yang diajukan dalam gugatan tersebut, identifikasi alasan dalam perceraian dalam gugatan, menerapkan asas personalitas keislaman kemudian mencari fakta pembuktian yang menjadi alasan utama. Hasil penelitian yang selanjutnya adalah sebab terjadi perbedaan putusan dapat ditinjau dari alasan utama perceraian masing-masing putusan. Putusan fasakh pada No. 138/Pdt.

  G/2006/PA.SAL alasan utama perceraian adalah murtad sebagai satu-satunya alasan sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Putusan Thalaq Ba‟in pada No. 0356/Pdt. G/2011/PA. SAL alasan utama perceraian adalah murtad bukan satu-satunya alasan dalam perceraian dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga ang menjadi alasan utama. Pertengkaran sudah terjadi sebelum adanya salah satu pihak murtad. Hasil penelitian berikutnya adalah implikasi dari perbedaan kedua putusan tersebut terletak pada akibat hukum dari masing-masing putusan. Perbedaan akibat hukum dari putusan tersebut ditinjau dari lima aspek, yaitu aspek jumlah bilangan talak, rujuk, harta bersama, ikrar talak dan nafkah istri.

  

DAFTAR ISI

  JUDUL .......................................................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................................. v ABSTRAK ................................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix

  BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5 D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 6 E. Penegasan Istilah ............................................................................ 6 F. Telaah Pustaka ................................................................................ 6 G. Metode Penelitian ......................................................................... 10 H. Sistematika Penulisan .................................................................... 16 BAB II PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF FIQH DAN PERUNDANG-UNDANGAN ............................................................ 17 A. Perceraian Menurut Fiqh ............................................................... 17

  1. Pengertian Perceraian ......................................................... 18

  2. Dasar Hukum Perceraian .................................................... 15

  3. Bentuk-Bentuk Perceraian .................................................. 22

  4. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian .................................... 30

  5. Akibat Perceraian ................................................................ 33

  B. Perceraian Menurut Perundang-Undangan..................................... 35

  1. Pengertian Perceraian .......................................................... 35

  2. Sebab dan Alassan Perceraian ............................................. 36

  3. Tata Cara Perceraian .......................................................... 38 4. Akibat Perceraian ....................................................................

  C. Fasakh ............................................................................................. 42

  1. Fasakh Menurut Fiqh .......................................................... 42

  2. Fasakh dalam Perundang-Undangan ................................... 47

  3. Fasakh Sebagai Alasan Perceraian ...................................... 52

  D. Murtad Sebagai Alasan Perceraian ............................................... 53

  1. Pengertian Murtad ............................................................... 53

  2. Hukum Murtad .................................................................... 56

  3. Murtad Sebagai Alasan Perceraian ..................................... 58

  BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA SALATIGA DAN DUA PUTUSAN PERCERAIAN KARENA MURTAD ......... 60 A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga .............................. 60

  1. Profil Lembaga Pengadilan Agama Salatiga....................... 60

  2. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga.................................... 66

  B. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga ............... 75

  C. Putusan Kasus Gugatan Perceraian Karena Murtad ....................... 79

  1. Putusan No. 138/Pdt. G/2006/PA. SAL .............................. 79

  2. Putusan No. 0356/Pdt. G/2011/PA. SAL ............................ 86

  3. Pertimbangan Hakim ........................................................... 93

  BAB IV ANALISA KASUS CERAI GUGAT KARENA MURTAD ............. 97 A. Penanganan Kasus Gugat Cerai Karena Murtad ........................... 97

  1. Teknis Administrasi Secara Umum .................................... 97

  2. Dasar Hukum Materiil....................................................... 100 B. Perbedaan Putusan No. 138/Pdt. G/2006 dan Putusan No. 0356/Pdt. G/2011 ........................................................................................... 103

  C. Implikasi Putusan Perceraian Karena Murtad ............................. 105

  BAB V PENUTUP ................................................................................................ 109 A. Kesimpulan .................................................................... 109 B. Saran ............................................................................................ 110 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 112 LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................................... 113

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian pada prinsipnya tidak dikehendaki dalam Islam. Perkawinan

  merupakan ikatan yang kuat, diharapkan dalam perkawinan dapat terwujud keluarga yang bahagia dan kekal sesuai ajaran Islam. Meskipun demikian Islam juga tidak menutup diri terhadap perceraian yang terjadi antara suami istri dengan berbagai alasan serta dengan melalui bentuk perceraian yang ada. Mengacu tetap pada satu prinsip yaitu kaidah fiqh menghindari timbulnyakeburukan harus didahulukan daripada menarik kebaikan, sehingga perceraian adalah merupakan pintu darurat dari ikatan perkawinan, yaitu yang berbunyi:

  ادِ دِاا دَ دَ لْااأادِ لْ دَ اًدَ دَ مٌ ادَ قَّ رُ ادِ دَضا دَ دَ لْاأ رُ دَ

  Islam memahami dan menyadari tentang hal perceraian. Islam membuka kemungkinan perceraian dengan jalan talak maupun jalan fasakh demi menjunjung tinggi kebebasan dan kemerdekaan manusia (Latif, 1985:29)

  Suatu perkawinan dapat putus karena tiga hal sesuai dengan pasal 113 KHI, “karena kematian, perceraian dan atas putusan Pengadilan”. Dalam pasal 114 KHI disebutkanbahwa

  , “putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”. Dalam UU nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun

  1 989 Pasal 2 disebutkan, “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini

  ”. UU No. 50 tahun 2009 ayat 1 sampai ayat 6 dijelaskan bahwa amar putusan dalam cerai talak hanya menetapkan memberi ijin pemohon untuk menjatuhkan talak terhadap termohon, mengakibatkan bahwa putusnya perkawinan karena cerai talak dihitung sejak diucapkannya ikrar talak, baik saat dihadiri oleh termohon atau tidak.

  Pemohon yang riddah dalam hal ikrar talak berkaitan dengan syari‟at Islam, sudah tidak memiliki hak dalam mengucapkan ikrar talak. Hukum putusnya perkawinan antara suami dan istri mengacu pada putusan majelis Hakim, tanpa adanya ikrar talak disebabkan karena peralihan agama tersebut.

  Dalam hasil rakernas (rapat kerja nasional) MARI (Mahkamah Agung Republik Indonesia) tahun 2005 bagian c Bidang Uldilag (urusan lingkungan Peradilan Agama) angka 3 huruf (a) yang di nyatakan bahwa, “Pengadilan Agama berwenang mengadili seseorang (pihak) yangsudah murtad, karena yang menjadi ukuran untuk menentukan berwenang atau tidaknya Pengadilan Agama adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan, dan bukan berdasarkan agama yang dianut pada saat s engketa terjadi” (IKAHI, hal 134).

  Kajian yang menarik dalam perkara yang diteliti adalah suami sebagai pemohon pengajuan cerai talak berada dalam keadaan riddah (keluar dari agama Islam) di mana pada awal pernikahan adalah seorang

  mu‟allaf namun ketika pernikahan berlangsung suami kembali pada agama semula yaitu katolik.

  Ditinjau dari hukum Islam jelas di sini hukum perkawinan tersebut menjadi fasakh. Fasakh berarti merusakkan atau membatalkan hubungan perkawinan yang telah berlangsung yang disebabkan ada hal-hal yang membatalkan akad nikah atau karena suatu hal yang baru dialami sesudah akad nikah dan perkawinan berlangsung (Basyir, 1999:85). Fasakh karena terjadinya hal yang baru dialami sesudah akad nikah dan perkawinan berlangsung, yaitu salah satunya suami istri beragama Islam kemudian suami murtad. Apabila telah diusahakan agar kembali Islam, tetapi suami tetap mempertahankan murtad, hubungan perkawinan diputuskan sebab terdapat penghalang perkawinan yaitu larangan menikah antara perempuan muslimah dengan laki-laki nonmuslim (Basyir, 1999:86)

  Observasi pendahuluan yang dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga ditemukan dua putusan tentang kasus perceraian karena salah satu pihak murtad.

  Putusan pertama adalah No. 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL denganamar putusan yaitu menjatuhkan talak satu ba‟in sughro tergugat kepada penggugat.Pertimbangan dan dasar hukum Hakimdalam menentukan putusan adalah pertama dalil gugatan perceraian diajukan karena faktor tidak harmonis dan sering terjadi perselisihan karena salah satu pihak murtad seperti yang diatur dalam pasal 174 HIR dan pasal 116 huruf H KHI. Kedua, mediasi telah dilakukan tetapi hasilnya gagal sesuai dengan ketentuan Pasal 130 HIR dan PERMA No. 1 tahun 2008. Ketiga, mengetengahkan pendapat ahli yangtermuat dalam kitab Fiqh As-Sunnah bab Ath-Thalaq:

  ا اا لْتدَتدَبلْحدَ ا لْندِ دَفادِ دَرّضاأأذدَهدِاا دَهدِ لْودَزادَنلُْدَبدَوا دَهدَنلُْدَبادَقلَْدِرلْ ّتاأا لْتدَب دَطدَواةدَ لْوقَّساأا لْتدَعقَّ اأأدَذدِأ ا اةًةدَندِا دَباةًةدَ لْ دَطا دَهدِ لْودَزا لْندِ اًدِا دَ لْاأا دَهدَ قَّ دَطادِ لْىرُهلْ دَ لْاأاًدَ دَعاةً دَ دِاأدَواةً قَّردَ لْىدَادَوادَ دَرّضاأ

  Artinya : jika seorang istri menggugat suami agar diceraikan dari suami,

  karena ada alasan (madharat) maka jika alasan (madharat) itu terbukti walau hanya satu kali, menurut pendapat yang masyhur, Hakim dapat menceraikan istri dari suaminya dengan jatuh talak bain sughro (Sabiq, 1980: 237).

  Putusan kedua adalah putusan No. 138/Pdt. G/2006/PA.SAL dengan bunyi amar putusan yaitu memfasakhkan perkawinan Penggugat dan Tergugat. Dasar hukum dan pertimbangan Hakim adalah pertama, permohonan Pemohon terbukti dan beralasan secara hukum sesuai dengan ketentuan pasal 39 UU No. 1 tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan jo pasal 116 huruf (f dan h) KHI, pasal 2 KHI dan oleh karenanya hubungan perkawinan Penggugat dan Tergugat harus difasakhkan karena murtad. Kemudian Majelis Hakim mengetengahkan lebih dahulupendapat pakar Hukum IslamImam al-Haramayn al-Juwayni dalam kitab Hidayah al-Matlab fi Dirayah al-

  Mazhab sebagai berikut: ا ارُ لْ دَ لْاأادَ دِطرُفا دَ رُ رُ دَادَألْودَأادِن دَ لْودَساأاقَّ دَ لْ أأدَذدِأا

  “Jika kedua suami istri atau salah satunya murtad (keluar dari agama Islam) maka nikahnya difasakhkan” (al-Juwayni, 2007:119)

  Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas maka penulis akan melakukan kajian secara komparatif tentang problematika putusan perceraian yang disebabkan oleh salah satu pihak murtad.

B. Rumusan Masalah

  Dari tema dan latar belakang masalah di atas, dapat diperinci rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah Hakim Pengadilan Agama Salatiga menangani perkara perceraian karena salah satu pihak murtad?

2. Mengapa terjadi perbedaan putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang perkara perceraian karena salah satu pihak murtad antara putusan No. 138/Pdt.

  G/2006/PA.SAL dan putusanNo. 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL? 3. Bagaimanakah implikasi dari putusan perceraian yang berbeda antara putusanNo. 138/Pdt. G/2006/PA.SAL dan putusanNo. 0356/Pdt.

  G/2011/PA.SAL?

C. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prosedur Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menangani perkara perceraian karena salah satu pihak murtad.

2. Untuk mengetahui perbedaan putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang perkara perceraian karena salah satu pihak murtad antara putusanNo. 138/Pdt.

  G/2006/PA.SAL dan putusan No.0356/Pdt. G/2011/PA SAL.

  3. Untuk mengetahui implikasi dari putusan perceraian yang berbeda antara putusan No.138/Pdt. G/2006/PA.SAL dan putusan No. 0356/Pdt. G/2011/PA SAL.

  D. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Sebagai kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penanganan perkara cerai karena salah satu pihak murtad yaitu dapat dijadikan model prototipe dalam penyelesaian perkara perceraian.

  2. Sebagai wacana dan pengetahuan yang dapat dijadikan bahan analisis komparatif antara putusan-putusan di Pengadilan khususnya dalam penanganan perkara cerai karena salah satu pihak murtad.

  E. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul, maka perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian, antara lain sebagai berikut:

  1. Cerai, secara bahasa bermakna melepas, mengurai atau meninggalkan; melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna, 2009:19). Tentang istilah perceraian yang dimaksud dalam penelitian ini adalahcerai talak yaitu pengajuan cerai dari pihak suami (beragama Islam) terhadap istri dengan mengucap ikrar di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131KHI. Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh istri dalam petitumnya berisi permohonan agar diputus perkawinan antara penggugat dan tergugat.

  2. Murtadadalah keluar dari agama Islam; peralihan agama selain Islam; sama halnya dengan murtad keluar dari Islam (Yasyin, 1995:159).Murtad berarti juga kembali ke jalan asal. Di sini yang dikehendaki adalah kembalinya orang Islam yang berakal sehat dan dewasa kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa paksaan orang lain, baik laki-laki maupun perempuan (Sabiq, 1986:168). Istilah murtad dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan salah satu alasan penyebab perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama.

4. Telaah Pustaka

  Penelitian tentang perceraian karena perpindahan agama oleh salah satu pasangan sesungguhnya bukan yang pertama. Sejauh penelusuran penulis, telah ada beberapa penelitian dengan tema yang sama yang dilakukan oleh peneliti lain. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nastangin, yang berjudul Perceraian Karena

Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0356/pdt.

  G/2011/PA. SAL) tahun 2012 di Pengadilan Agama Salatiga. Penelitian ini berisi tentang tujuan penelitian, metode penelitian dan hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, melalui dua fokus penelitian yaitu pertama tentang bagaimana pertimbangan dan dasar hukum Hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad. Kedua, apa akibat hukum dari perceraian karena salah satu pihak murtad. Metode penelitian yang digunakan adalah yurisprudensi dengan pendekatan normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa pertimbangan hakim yaitu keluarga Penggugat dan tergugat tidak harmonis karena tergugat telah keluar dari agama Islam dan sebelumnya mediasi telah dilakukan tetapi hasilnya gagal. Kemudian yang menjadi dasar hukum yaitu pasal 116 KHI hruf (h) dan ijtihad dengan berpedoman pada kitabFiqh As-Sunnah bab Ath-Thalak. Akibat hukum sama dengan akibat hukum perceraian secara umum, yaitu menjadikannya putus tali perkawinan, masih berlaku iddah, suami masi berkewajiban menanggung hadhanah dan memberi nafkah sampai dewasa (usia 21 tahun).

  Penelitian yang kedua dilakukan oleh Mir‟atul Hidayah, berjudul Fasakh

  

Suatu Perkawinan karena Murtad(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No.

438/Pdt. G/2003/PA. Sal dan No. 138/Pdt. G/2006/PA. Sal) tahun 2007 . Penelitian ini menjelaskan tentang tujuan dari penelitian, metode yang digunakan dan hasil dari penelitian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui konsep fasakhnya perkawinan karena murtad menurut fiqh dan perUndang-undangan di Indonesia. Kedua, untuk mengetahui alasan atau dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga pada kasus gugat cerai oleh masyarakat non muslim dengan putusan fasakh. Ketiga, unutk mengetahui akibat hukum karena putusan fasakh. Metode yang digunakan adalah penelitian kasus (case study) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam tetapi memiliki sifat penelitian kasus yang lebih mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah pertama, konsep fasakh perkawinan menurut fiqh didasarkan pada Kitab Al-Muhadzdzab Juz II halaman 54. Fasakhnya suatu perkawinan karena murtad tidak memerlukan keputusan Hakim, yaitu fasakh atau batal seketika itu juga, sedangkan dalam KHI pasal 116 (h) bahwa, “putusnya perkawinan dapat terjadi karena peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan di dalam rumah tangga. Kedua, alasan Hakim Pengadilan Agama Salatiga menerima suatu perkara perceraian non muslim bukanlah orangnya melainkan status perkawinannya. Dasar hukum dan pertimbangan Hakim adalah didasarkan pada pasal 116 (h), pasal 3 KHI, pasal 1 UU No. 1 tahun 1974,

  pasal 19 (f),dan PP No. 9 tahun 1975. Ketiga, akibat hukum karena putusan fasakh maka kembali ke akibat hukum thalaq yang tercantum dalam pasal 149 KHI.

G. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini didasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum Islam yaitu Al- Qur‟an dan Hadits serta fenomena yang terjadi di lapangan. Pendekatan yuridis adalah pendekatan dengan didasarkan pada tata aturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yurisprudensi. Penelitian yurisprudensi termasuk dalam jenis penelitian kajian pustaka. Penelitian yurisprudensi adalah penelitianyang mengkaji tentang putusan- putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap. Tidak semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut sudah melalui proses eksaminasi dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi.

2. Sumber Data a.

  Data Primer

  Data primer adalah data utama yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut berupa kata-kata, tindakan, selebihnya sumber data tertulis seperti dokumen (Moleong. 2008:157). Macam-macam data primer sebagai berikut:

  1) Dokumen

  Dokumen artinya barang-barang tertulis seperti buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2010:201). Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2008:217). Dokumen dalam penelitian yang dipakai adalah dua putusan tersebut Dalam penelitian ini setiap tahun tertulis data-data di Pengadilan Agama Salatiga yang berkaitan dengan penelitian seperti : buku register perkara perceraian, berita acara perceraian dan putusan perceraian.

  Dokumen utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah putusan perceraian yang di mana putusan tersebut merupakan putusan Pengadilan Agama sebagai Tingkat I dan suadh incrah karena setelah putusan, tidak ada lagi upaya banding.

  2) Informanatau Responden

  Informan atau respondenadalah orangyang bisa memberikan informasi dan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat dalam bentuk tulisan (Arikunto, 2010:188), yaitu berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket (Arikunto, 2010:172).

  Informan dalam penelitian ini adalah Ketua majelis hakim yang mengadili perkara di Pengadilan Agama Salatiga dan Wakil Penitera Pengadilan Agama Salatiga.

  b.

  Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data dalam penelitian. Sumber data sekunder dapat berupa buku atau majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi (Moleong, 2008:159).

3. Prosedur Pengumpulan Data

  a. Observasi Observasiadalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian.Observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesinoer, rekaman gambar, rekaman suara (Arikunto, 2010:199). Obyek yang diteliti adalah lokasi penelitian yaitu Pengadilan Agama Salatiga dan khususnya pada ketua Pengadilan Agama Salatiga. Observasi dilakukan dengan ikut serta dalam sidang perceraian.

  b. Dokumentasi Dokumentasi adalah mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variable yang berupa buku-buku, majalah,peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian (Arikunto, 2010:201), benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol (Arikunto, 2010: 202).

  Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengambilan data tentang perceraian oleh majelis hakim di Pengadilan Agama Salatiga dengan perkara cerai salah satu murtad yaitusalinan putusan No. 138/Pdt. G/2006/PA. SAL dan No. 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL.Bukti otentik yang dipakai penggugat dan tergugat adalah akta nikah.

  c.

  Wawancara (Interview) Wawancara (interview) adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2008:186)untuk memperoleh informasi dari terwawancara atau interviewee (Arikunto, 2002:132). Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama, Ketua majelis hakim, Wakil Panitera Pengadilan Agama Salatiga.

4. Analisis Data

  Analisis data adalah suatu cara yang dipakai untul menganalisa (data

  analysis) dan mengolah data yang sudah terkumpul, sehingga dapat diambil

  suatu kesimpulan yang kongkrit tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas (Arikunto. 2010:278).

  Metode analisis data yang digunakan adalah metode komparatif. Metode komparatif disebut juga penelitian komparasi yaitu menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dan membandingkan persamaan atau perbedaan tersebut terhadap pandangan orang, group atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa ataupun ide-ide (Arikunto, 2010:310).

  Dalam penelitian ini yang dikomparatifkan adalahputusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.

  Sebagai bahan analisis data adalah UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan; KHI; PP No. 9 tahun 1975; UU No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No. 50 tahun 2009 jo Pasal 14 s.d 36 PP No. 9 tahun 1975.

5. Tahap-Tahap Penelitian

  Setelah peneliti menentukan tema dan judul yang akan diteliti, kemudian peneliti melakukan tahapan observasi pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga yaitu memperoleh salinan putusan perkara. Selanjutnya bertanya pada panitera tentang perkara perceraian khususnya perkara cerai talak bagi suami yang riddahdi Pengadilan Agama Salatiga secara praktek. Tahapan berikutnya adalah melakukan wawancara dengan Ketua majelis hakim perkara tersebut.

H. Sistematika Penulisan

  Secara sistematis penulisan penelitian ini adalah akan disusun sebagai berikut: BABPertamaberisi pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

  BAB Keduaberisiteori perceraian meliputi: Perceraian menurut fiqh yang diantaranya membahas tentang pengertian, dasar hukum, bentuk-bentuk perceraian, sebab-sebab terjadinya perceraian, serta akibat perceraian. Kemudian perceraian menurut perundang-undangan baik menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, PP No. 9 tahun 1975, dan KHI yang diantaranya membahas tentang pengertian, sebab dan alasan perceraian, tata cara perceraian serta akibat perceraian.

  Selanjutnya fasakh ditinjau dari fiqh dan perundang-undangan yang diantaranya membahas pengertian fasakh, sebab-sebab terjadinya fasakh, bentuk-bentuk fasakh, perbedaan fasak dengan talak, akibat fasakh dan fasakh sebagai alasan perceraian. Dan yang terakhir murtad sebagai alasan fasakh yang diantaranya membahas pengertian murtad, hukum murtad, murtad sebagai alasan perceraian.

  BAB Ketigaberisi hasil penelitian dan pembahasan meliputi: gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga, administrasi berperkara di PA Salatiga, putusan kasusgugatan perceraian karena salah satu pihak murtad di PA Salatiga.

  BAB Keempatanalisis databerisi analisis data yaitu penanganan kasus gugat cerai karena murtad, perbedaan putusan No. 138/Pdt.G/2006/PA. SAL dan putusan No. 0356/Pdt. G/2011/PA. SAL, implikasi putusan perceraian karena murtad.

  BAB Kelimapenutup berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II TEORI PERCERAIAN A Perceraian menurut Fiqh

  1. Pengertian Perceraian Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai, atau meninggalkan, melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna, 2009:19).Menurut Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitab Al-

  Fiqh „ala al-

Madzahib Al- )talaq menurut istilah adalah:

Arba‟ah ة ب لاأا أذ اأاً عاه اأ

  )

  ا اظٍ الْىرُ لْ دَ ظٍ لْ دَ دِبادِهةً دَااارُن دَ لْ رُ الْو ادَا دَ نِّناأارُةدَاأدَزدِأ Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan lafaz khusus

  ” (Al-Jaziri, 1972:861) Menghilangkan akad perkawinan maksudnya mengangkat akad perkawinan sehingga istri sudah tidak halal lagi bagi suami, seperti talak yang sudah tiga kali. Mengurangi pelepasan ikatan perkawinan maksudnya berkurangnya hak talak yang berakibat berkurangnya pelepasan istri, yaitu dalam talak raj‟i dapat mengurangi pelepasan istri (Supriatna, 2009:20). Perceraian adalah kata-kata Indonesia yang umum dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya hubungan nikah (Harjono, 1987:234). Oleh karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum Islam senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak mempermudah perceraian. Moral Islam menghendaki untuk menjadikan perkawinan sesuatu yang berusia kekal dan abadi untuk selama hidup. Hanya kematian sajalah hendaknya satu-satunya sebab yang menjadi alasan bagi berpisahnya laki-laki dan wanita yang sudah menjadi satu kesatuan sebagai suami istri. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perceraian atau talak merupakan berakhirnya hubungan suami istri dengan kata-kata tertentu yang bermakna memutuskan tali perkawinan serta mempunyai akibat bagi suami istri tersebut.

  2. Dasar Hukum Perceraian Tentang hukum perceraian ini para ahli fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan hukum perceraian. Pendapat yang paling benar di antara semua itu adalah yang menyatakan bahwa perceraian itu

  “terlarang”, kecuali karena alasan yang benar. Mereka yang berpendapat seperti ini adalah golongan Hanafi dan Hambali. Alasannya yaitu:

  ا : اظٍاا دَ لْ دِ اظٍاأقَّودَذاقَّ رُ ارُا دَندَ دَا ادَمدَ دَضدَوادِهلُْدَ دَعااللهاًدَ دَصادِاللهارُللْىرُضادَ ادَل دَق Rasulullah saw. bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan bercerai.” (Maksudnya: suka kawin dan cerai).

  Ini disebabkan bercerai itu kufur terhadap nikmat Allah. Sedangkan kawin adalah salah satu nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi tidak halal bercerai, kecuali karena darurat. Darurat yang membolehkan cerai yaitu bila suami meragukan kebersihan tingkah laku istri, atau sudah tidak memiliki cinta dengan suami. Tetapi jika tidak ada alasan apapun berarti kufur terhadap nikmat Allah dan jahat kepada istri, maka karena itu dibenci dan terlarang.

  Golongan Hambali menjelaskan secara terperinci tentang hukum talak dalam Islam adalah wajib, haram, mubah dan sunnah (Thalib, 1993:99): a. Talak wajib

  Hukumnya talak wajib ada dua macam yaitu pertama talak yang dijatuhkan oleh hakam (penengah) karena perpecahan antara suami istri sudah sedemikian rupa dan menurut hakam talaklah jalan keluar yang paling baik sebagai upaya penyelesaian perselisihan antara suami istri (Sabiq, 1980:9).

  Kedua, talak wajib dijatuhkan oleh hakimketika suami bersumpah illa‟ dan telah berlalu empat bulan tetapi suami tidak mau kembali kepada istrinya dengan membayar kafarah sumpah lebih dahulu dan istri akan mendapatkan madharat (Supriatna, 2009:24). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah: 226-227

  



  ا

  

  

226. kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat

bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

227. dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka

Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

  b. Talak sunnat Talak sunnat yaitu dikarenakan istri mengabaikan kewajiban kepada

  Allah, seperti shalat dan sebagainya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajibannya atau istri kurang rasa malunya. Dalam hal keadaan seperti ini suami tidak salah untuk bertindak keras kepada istrinya, agar ia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya untuk bercerai. Sesuai dengan firman Allah SWT yang terdapat dalam Q.S An-Nisa:19

  





  ا

  

  

19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai

wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena

hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan

kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan

bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai

mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu.

Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

  Hukumnya sunnat yaitu jika suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkah), atau perempuan tidak menjaga kehoramatan diri (Rasjid, 1986:402).

  c. Haram Yaitu jika dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan,sedangkan istri dalam keadaan suci atau keadaan haid tetapi pada masa suci tersebut istri sudah digauli (Saleh, 2008:320). Diharamkan karena merugikan bagi suami dan istri, dan tidak adanya kemashlatan yang mau dicapai dengan perbuatan talak itu. Jadi talaknya haram, seperti haramnya merusakkan harta benda (Sabiq, 1990:10). Sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagai berikut:

  ا ادَ اأادَردِاا دَلاادَوادَ ادَردَاادَلاا ادَمقَّ دَضادَوادِهلُْدَ دَعارُااأاًدَ دَصادِااأارُلالْىرُضادَ ادَلا دَق

Rasulullah saw bersabda: “Tidak (boleh) berbuat membahayakan dan tidak

(boleh) membalas dengan bahaya.”

  d. Makruh Yaitu hukum asal dari talak (Rasjid, 1986:403). Jika suami menjatuhkan talak kepada istri yang salehah dan berakhlak yang baik, karena hal yang demikian dapat mengakibatkan istri dan anak terlantar serta akan menimbulkan kemadharatan. Atas dasar alasan ini yang menjadikan hukum talak menjadi makruh. Dalam riwayat lain dikatakan talak serupa ini dibenci

  ا ارُاادَ دَ لْاأادِااأاًقَّااأادِلا دَ دَ لْاا رُضدَ لْبادَأادَمدَ دَضادَوادِهلُْدَ دَعاارُااأاًدَ دَصاااأارُلىرُضدَ ادَل دَقا

  Nabi saw bersabda: “perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

  3. Bentuk-Bentuk Perceraian Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami istri atau yang disebut dengan perceraian. Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada 4 kemungkinan sebagai berikut: a.

  Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian ini dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. Walaupun dengan kematian, hubungan suami istri tidak dimungkinkan disambung lagi, namun bagi istri yamg suaminya telah meninggal tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-laki lain sebelum masa iddahnya telah habis.

  b.

  Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talaq ). Talaq adalah perbuatan yang halal tapi

  )ا ا اأ paling dibenci oleh Allah swt, hukum talaq lebih terperinci sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Sebagaimana yang tercantum dalam ayat Al-

  Qur‟an Q.S Al-Baqarah:231

  







  ا