SEPTIANA IKA BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi Matematis Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses

  penyampaian pesan dimana individu atau beberapa orang atau kelompok menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain (Sanjaya, 2012 : 79). Menurut Mahmudi (2009), bahwa komunikasi matematika mencakup komunikasi tertulis maupun lisan atau verbal. Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar,tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa.

  Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematika. Komunikasi lisan dapat terjadi melalui interaksi antar siswa misalnya dalam pembelajaran dengan setting diskusi kelompok.

  Proses komunikasi akan terjadi apabila terjadi interaksi dalam pembelajaran. Proses komunikasi yang terjalin dengan baik dapat membantu siswa membangun pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya menjadi lebih mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk berpikir mengenai matematika dan mengkomunikasikannya kepada orang/siswa lain, secara lisan maupun tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide matematika itu lebih terstrukur dan

  

5 meyakinkan, sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami, khususnya oleh diri mereka sendiri. Dengan demikian, proses komunikasi akan bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan pemahamannya mengenai konsep-konsep matematika. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah suatu proses penyampaian pesan baik secara lisan maupun tertulis untuk membuat ide- ide matematika itu lebih terstrukur dan meyakinkan, sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami.

  Sumarmo ( dalam Husna et all. , 2012 : 85), untuk mengukur kemampuan komunikasi ada beberapa indikator, antara lain: menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika, menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik atau bentuk aljabar, menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca presentasi matematika tertulis danmenyusun pertanyaan yang relevan, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. Sedangkan menurut NCTM (2000) indikator komunikasi matematis dapat dilihat dari: kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematisbaik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya, kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi sebagai berikut : 1) Mengekspresikan ide-ide matematika secara tertulis. 2) Memberikan penjelasan ide, konsep atau simbol matematika dengan bahasa sendiri dalam bentuk penulisan secara matematika.

  3) Menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi atau persoalan menggunakan metode tertulis, grafik atau gambar.

B. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  Model pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah adalah model pembelajaran problem based learning (PBL). Menurut Shoimin (2014 : 129) Model pembelajaran ini bisa melatih siswa untuk menumbuh kembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Agar siswa memiliki kemampuan berpikir yang tinggi, kondisi siswa harus selalu berada pada suasana yang kondusif, terbuka, negosiasi, dan demokratis. Duch (dalam Shoimin, 2014 : 130) Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pengajaran yang mempunyai ciri khas yaitu dengan memberikan permasalahan yang nyata kepada siswa, agar siswa lebih berpikir kritis dan terampil saat menyelesaikan masalah. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PBL adalah pembelajaran yang melatih siswa untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari agar siswa lebih aktif, kritis dan terampil dalam memecahkan suatu masalah.

  1) Menurut Barrow, Min Liu (dalam Shoimin, 2014 : 130) karakteristik dari PBL, yaitu:

  a. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri tidak bergantung kepada guru.

  b. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang diberikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupannya nanti.

  c. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasayaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri sumbernya melalui buku, internet atau yang lainnya.

  d. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas supaya siswa bisa memahami apa yang dipelajari.

  e. Teachers act as facilitators Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan siswa lebih aktif saat pembelajaran. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.

  2) Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran PBL Shoimin (2014 : 131) langkah-langkah pembelajaran PBL adalah sebagai berikut : a. Fase 1: Orientasi siswa pada masalah

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  b. Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

  c. Fase 3: Membimbing pengalaman individual/kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. d. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam memecahkan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

  e. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

  Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

Tabel 2.1 Langkah-langkah Problem Based Learning Kegiatan Uraian Kegiatan

  Penda-

  1. Guru memberi salam dan mengajak siswa berdoa, dilanjutkan huluan menanyakan kabar dan mengecek kehadiran siswa;

  2. Apersepsi, Guru mengecek kemampuan prasyarat siswa dengan tanya jawab

  3. Siswa menyimak tujuan belajar dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai dalam pertemuan.

  4. Guru memotivasi siswa dengan cara memberikan contoh peristiwa sehari-hari yang berhubungan dengan relasi dan fungsi.

  5. Siswa menyimak informasi tentang cara belajar yang akan ditempuh. Menggunakan model PBL, siswa akan dibentuk kelompok. Kemudian siswa mengerjakan LKS yang diberikan guru kemudian mempresentasikan.

  Kegiatan Uraian Kegiatan

  Inti Fase 1 ( Orientasi siswa kepada masalah) a. Guru menjelaskan materi relasi dan fungsi.

  b. Siswa mengamati dan mencermati contoh permasalahan sehari- hari yang berhubungan dengan relasi dan fungsi.

  Fase 2 ( mengorganisasikan siswa untuk belajar )

  a. Guru membagi siswa dalam kelompok kecil dengan anggota 4 - 5 orang tiap kelompok.

  b. Tiap kelompok diberikan LKS untuk didiskusikan.

  Fase 3 (membimbing penyelidikan individu dan kelompok )

  a. Siswa mengerjakan LKS

  b. Guru mengamati siswa saat mengerjakan LKS

  c. Siswa bertanya pada guru jika mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS .

  Fase 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya )

  a. Siswa menalar dan mencoba menyimpulkan informasi yang telah diperoleh melalui LKS dalam rangka memahami relasi dan fungsi.

  b. Guru menunjuk perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

  Fase 5 ( menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah)

  a. Siswa mengkomunikasikan hasil diskusi dengan bahasa sendiri megenai penyajian fungsi.

  Kegiatan Uraian Kegiatan b. Guru memberi penegasan terhadap jawaban siswa.

  Penutup

  a. Melakukan refleksi, siswa dan guru bersama- sama membuat kesimpulan mengenai relasi dan fungsi.

  b. Siswa mencermati informasi bahan pekerjaan rumah (PR)

  c. Siswa mencermati informasi garis besar isi kegiatan pada pertemuan berikutnya.

  d. Salam penutup 3) Kelebihan pembelajaran PBL

  Menurut Shoimin (2014 : 132) kelebihan pembelajaran PBL adalah sebagai berikut : a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari b. Siswa harus meningkatkan aktivitas belajarnya agar bisa mengembangkan pengetahuannya secara mandiri.

  c. Materi yang diajarkan berfokus pada suatu masalah sehingga materi yang tidak berkaitan dengan masalah yang dihadapi tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal dan menyimpan informasi yang dipelajari.

  d. Melakukan aktivitas ilmiah pada siswa dengan cara diberikan tugas kelompok. e. Siswa sudah terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan yang didapat melalui perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

  f. Siswa sudah bisa menilai kemampuan belajarnya sendiri.

  g. Siswa mampu mengkomunikasikan hasil tugasnya saat presentasi didepan kelas pada waktu kegiatan diskusi kelompok.

  h. Kesulitan belajar yang dialami siswa secara individu dapat teratasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

C. Materi Standar Kompetensi : 1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi dan persamaan garis lurus.

  Kompetensi Dasar :

1.3 Memahami relasi dan fungsi

  1.4 Menentukan nilai fungsi

  1.5 Membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius

   Indikator :

  1.3.1 Menjelaskan dengan kata-kata dan menyatakan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan relasi dan fungsi

  1.3.2 Menyatakan suatu fungsi dengan notasi

  1.4.1 Menghitung nilai fungsi

  1.4.2 Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui

  1.5.1 Menyusun tabel pasangan nilai peubah dengan nilai fungsi

  1.5.2 Menggambar grafik fungsi pada koordinat Cartesius

D. Kerangka Pikir

  Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di SMP N 1 Sumbang dan observasi terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, menunjukkan bahwa komunikasi matematis siswa kelas VIII E masih rendah. Hal tersebut diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran siswa kelas VIII E belum bisa mengekspresikan ide-ide matematika secara tertulis, memberikan penjelasan ide, konsep atau simbol matematika dengan bahasa sendiri dalam bentuk penulisan secara matematika, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi atau persoalan menggunakan metode tertulis, grafik atau gambar. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, maka diperlukan suatu pembelajaran yang dapat membuat siswa untuk lebih aktif dan kritis saat pembelajaran. Karena kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran matematika.

  Proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahamannya terhadap ide ‐ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Dengan kemampuan komunikasi matematis siswa bisa menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu alternatif dalam menunjang kemampuan komunikasi matematis matematika adalah menggunakan model atau pendekatan pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu tindakan yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII E adalah dengan menggunakan pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

  Problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang

  menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model pembelajaran Problem Based Learning diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa yaitu pada fase pertama yaitu guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Guru memberikan gambaran pentingnya memahami materi dalam kehidupan sehari-hari. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih supaya lebih terlihat aktif dalam pembelajaran dan memberikan suatu permasalahan terbuka agar siswa dapat berpikir secara luas, mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan maupun tertulis sehingga dapat mengembangkan pengetahuan siswa. Fase kedua yaitu guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang terkait dengan materi yang diajarkan sehingga siswa harus mampu menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika untuk menyajikan ide dan menghubungkan ide-ide matematika sesuai dengan kondisi masalahnya.

  Fase ketiga yaitu guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan materi yang diajarkan, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah. Hal ini dapat membuat siswa untuk mengekspresikan ide-ide matematis dan mendemonstrasikannya secara visual. Fase keempat yaitu Guru membantu siswa dalam merencanakan serta meyiapkan karya yang sesuai dengan tugas yang diberikan dan membantu siswa menyelesaikan masalah dalam tugas kelompok. Fase ini dapat membuat siswa menyatakan atau mengekpresikan situasi, gambar, diagram maupun grafik ke dalam bahasa, simbol ataupun ide matematikanya serta dapat mempresentasikannya ke teman sekelas. Fase kelima yaitu guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi dari materi yang telah mereka pelajari agar terpantau sejauh mana mereka memahami materi tersebut. Fase ini siswa dituntut untuk mengevaluasi apakah siswa sudah mampu mengekspresikan ide-ide matematika, membuat model matematika, dan menyatakan situasi ke dalam bahasa matematika dan pada tahap ini guru bersama-sama dengan siswa mengambil kesimpulan apa saja yang diperoleh.

E. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah melalui pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII E SMP N 1 Sumbang.