UPAYA MENINGKATKAN SEMANGAT KEBANGSAAN DAN PRESTASI BELAJAR PKN MELALUI MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE(VCT)DENGAN PERMAINAN ACAK HURUF DI KELAS V SD NEGERI AJIBARANG KULON - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Karakter Sikap Semangat Kebangsaan a. Semangat Kebangsaan Salah Satu Wujud Pendidikan Karakter Bangsa Semangat kebangsaan merupakan salah satu nilai yang terdapat

  dalam 18 karakter Bangsa. Karakter bangsa dikembangkan dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang didalamnya terkandung pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral dan pendidikan watak.

  Samani dan Hariyanto (2012: 52) menyatakan bahwa: Nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional tersebut adalah: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.

  Semangat kebangsaan menjadi salah satu bagian dari nilai-nilai karakter bangsa yang perlu untuk dikembangkan dalam proses pendidikan karakter. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam lingkungan. Salahudin dan Alkrienciehie (2013: 44) menjelaskan bahwa

  “karakter adalah cara berpikir dan berperilaku

  10 yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

  ” Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan, memiliki cara pandang luas, dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Suyadi (2013: 6) menguatkan bahwa

  “karakter identik dengan kepribadian, atau dalam islam disebut akhlak.

  “ Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk secara alamiah dari hasil internalisasi berbagai kebijakan, yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak dalam seluruh aktivitas kehidupan baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan.

  Samani dan Hariyanto (2012: 43) menyatakan bahwa “pendidikan karakter adalah hal positif yang dilakukan guru berpengaruh kepada karakter peserta didik yang diajarinya. Daryanto dan Darmiatun (2013: 73) mengemukakan bahwa

  “pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga siswa mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.

  ” Berdasarkan pendapat di atas, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik, perasaan yang baik dan perilaku yang baik. Pendidikan karakter diharapkan mampu menjadikan siswa secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi, serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan akhlak serta watak siswa melalui ajaran agama. Mengembangkan semangat kebangsaan akan membentuk watak setiap siswa menjadi pribadi yang selalu memiliki semangat dalam belajar, sehingga senantiasa mempelajari hal-hal yang baru untuk memperdalam ilmu pengetahuannya. Keberhasilan pendidikan karakter suatu bangsa dapat diketahui melalui semangat kebangsaan yang dimiliki siswa.

b. Pengertian Semangat Kebangsaan

  Semangat kebangsaan merupakan salah satu nilai karakter dari 18 nilai karakter bangsa Indonesia. Bangsa (Nation) adalah sekumpulan manusia yang sama bahasanya, sama adat istiadatnya, senasib, sepenanggungan dan secita-cita. Sapriya, Rahmat dan Dadang (2008: 129) juga mengemukakan bahwa “konsep kebangsaan menunjukkan ciri-ciri yang menandai golongan bangsa (Nation) atau kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.

  ” Daryanto dan Darmiatun (2013: 138) menjelaskan bahwa

  “semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

  ” Suyadi (2013: 9) juga mendefinisikan bahwa “semangat kebangsaan atau nasionalisme yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

  ” Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, semangat kebangsaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap individu maupun kelompok dalam melindungi dan menjaga bangsanya dan mementingkan kepentingan bangsanya diatas kepentingan sendiri maupun kelompok. Semangat kebangsaan mampu melatih siswa untuk semangat dalam belajar sehingga mampu menjadi penerus bangsa yang berpendidikan serta berkarakter baik. Semangat kebangsaan secara praktis dapat dimulai dari hal kecil yang ada di lingkungan sekitar seperti menjaga lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat. Implementasi semangat kebangsaan di dalam lingkungan sekitar sangat membantu dalam melindungi siswa dari pengaruh yang negatif seperti pergaulan bebas dan tindak kriminal.

  Salah satu bentuk yang mencerminkan sikap semangat kebangsaan adalah sikap menghargai keputusan bersama atau musyawarah. Hakim (2016: 2) mengemukakan bahwa semangat kebangsaan (nasionalisme) ditampung dalamsila ke 3, yaitu “Persatuan Indonesia” . Pramutoko (2012: 2) mengemukakan bahwa nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila menjadi landasan berpijak, berfikir dan bertindak yaitu:

  1. Kedaulatan rakyat;

  2. Republik

  3. Negara berdasar atas hukum

  4. Pemerintahan yang konstitusional

  5. Sistem perwakilan

  6. Prinsip musyawarah

  7. Prinsip ketuhanan Prinsip Musyawarah atau keputusan bersama mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.

  Servistabukit (2012: 3) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan musyawarah untuk mencapai mufakat kita harus berpedoman pada prinsip- prinsip dan aturan musyawarah, antara lain:

  a. Musyawarah dilandasi dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur.

  b. Musyawarah dilandasi semangat kekeluargaan dan gotong- royong..

  c. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Sikap semangat kebangsaan perlu ditanamkan sejak dini pada siswa yaitu pada masa keemasan di sekolah dasar. Usia sekolah dasar merupakan masa bermain secara konkrit sehingga dalam menerapkan semangat kebangsaan dapat dilatih melalui kegiatan pramuka, diskusi, PMR, dan pelatihan dalam mempersiapkan upacara hari senin serta hari-hari besar.

c. Indikator Sikap Semangat Kebangsaan

  Semangat kebangsaan sebagai wujud karakter bangsa dapat dilihat dari beberapa indikator semangat kebangsaan. Berikut ini adalah indikator sikap semangat kebangsaan yang tertulis dalam Kemdiknas.

Tabel 2.1 Indikator Sikap Semangat Kebangsaan Kemdiknas NILAI Indikator Sekolah Indikator Kelas

  Semangat Kebangsaan

  Melakukan upacara rutin sekolah Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial

  Melakukan upacara hari-hari besar nasional Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah

  Mendiskusikan hari-hari besar nasional

  Mengikuti lomba pada hari besar nasional (Kemdiknas, 2010: 28)

  Indikator-indikator yang akan dikembangkan dalam pembuatan butir-butir pernyataan pada skala sikap semangat kebangsaan, sebagai tolak ukur keberhasilan dalam penelitian yaitu menggunakan indikator pada tabel di atas yang dikemukakan oleh Kemdiknas.

  Indikator-indikator di atas juga dikaitkan dengan materi memahami keputusan bersama atau musyawarah, khususnya yang indikator kelas bahwa memahami keputusan bersama atau musyawarah dapat diajarkan dengan cara siswa bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, dan status sosial. Perbedaan tersebutlah yang nantinya akan membuat siswa saling menghargai dalam melakukan sebuah keputusan bersama.

d. Bentuk-Bentuk Semangat Kebangsaan

  Hakim (2016: 3) mengemukakan ada enam bentuk semangat kebangsaan, antara lain: 1) Nasionalisme Kewarganegaraan

  Nasionalisme Kewarganegaraan merupakan bentuk nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat, atau perwakilan politik. 2) Nasionalisme Etnis

  Nasionalisme Etnis adalah sejenis semangat kebangsaan dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. 3) Nasionalisme Romantik/Organik/Identitas

  Nasionalisme Romantik/Organik/Identitas dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semula jadi (organik) hasil dari bangsa atau ras, menurut semangat romantisme. 4) Nasionalisme Budaya

  Nasionalisme Budaya merupakan bentuk nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya.

  5) Nasionalisme Kenegaraan Nasionalisme Kenegaraan merupakan variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan.

  6) Nasionalisme Agama Nasionalisme Agama merupakan bentuk nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.

  Berdasarkan bentuk-bentuk semangat kebangsaan di atas, bentuk-bentuk penyertaan aktif rakyat dapat berupa pemberian suara dalam pemilihan umum. Pramutoko (2012: 3) juga mengemukakan bahwa partisipasi aktif rakyat dapat berupa pemberian suara dalam pemilu. Masyarakat turut serta memberikan atau ikut serta dalam memberi dukungan suara kepada calon atau partai politik. Partisipasi lainya adalah dalam bentuk kontak dan hubungan langsung dengan pejabat pemerintah. Partisipasi dengan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik dan partisipasi dengan melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintahan.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa salah satu bentuk semangat kebangsaan yaitu menyelenggarakan keputusan bersama/ musyawarah dalam masyarakat atau kenegaraan untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa dengan jalan berpartisipasi aktif dalam pemerintahan.

2. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

  Prestasi merupakan suatu penghargaan yang didapatkan oleh seseorang setelah melakukan suatu kegiatan yang bermakna. Prestasi yang berupa hasil usaha seseorang diraih berdasarkan dukungan dari dalam diri sendiri dan lingkungan. Arifin (2013: 12) mengungkapkan bahwa

  “kata „prestasi‟ berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi „prestasi‟ yang berarti

  „hasil usaha‟.” Djamarah (2008: 13) mengemukakan bahwa

  “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

  ” Belajar dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan memiliki perilaku baik melalui pengalaman hidup yang telah dilalui, sehingga siswa selalu berubah ke arah yang lebih baik.

  Manusia dikatakan belajar ketika melakukan usaha untuk mengubah manusia menjadi pribadi yang lebih baik. Slameto (2010: 2) mendefinisikan belajar sebagai

  “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  ” Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar di atas, dapat diketahui bahwa belajar adalah usaha sadar yang menyebabkan seseorang mengalami perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik sebagai hasil dari latihan, kebiasaan, pengalaman atau interaksi dengan lingkungannya.

  Winkel (Hamdani, 2011: 138) mengemukakan bahwa „prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

  ‟ Gunarso (Hamdani, 2011: 138) juga mengemukakan bahwa „prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

  ‟ Berdasarkan pendapat mengenai prestasi belajar yang telah diuraikan maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar siswa setelah melaksanakan usaha-usaha belajar dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang ditentukan melalui adanya pengukuran dan penilaian.

  Fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan perlu atau tidaknya perbaikan kualitas proses pembelajaran dan memberikan informasi mengenai kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan melalui kegiatan proses pembelajaran.

b. Prinsip-Prinsip Belajar

  Slameto (2010: 27- 28) mengemukakan bahwa “prinsip- prinsip belajar yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa secara individual.

  ” Seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010: 27-28) bahwa prinsip- prinsip belajar dapat disimpulkan sebagai berikut, diantaranya:

  1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

  a) Siswa diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

  b) Belajar harus menimbulkan penguatan dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

  c) Belajar perlu lingkungan yang menantang, dapat mengembangkan kemampuan, bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

  d) Belajar perlu ada interaksi antara siswa dengan lingkungannya.

  2) Sesuai hakikat belajar

  a) Belajar itu proses berkelanjutan, maka perlu melewati tahap demi tahap menurut perkembangannya.

  b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan penemuan.

  c) Belajar adalah proses hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respons yang diharapkan. 3) Sesuai materi/ bahan yang harus dipelajari

  a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

  b) Belajar harus mengembangkan kemampuan tertentu sesuai denga tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4) Syarat keberhasilan belajar

  a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

  b) Proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Prestasi belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang memperngaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern).

  Slameto (2010: 54) mengemukakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada dua yaitu faktor internal dan faktor internal.” Faktor internal dan faktor eksternal seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010: 54) dapat disimpulkan sebagai berikut: Faktor internal dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh; (2) faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan; (3) faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).

  Faktor kedua adalah faktor eksternal yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. (1) Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan; (2) faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah; (3) faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

  Berdasarkan pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang telah diuraikan, dapat dipahami bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal). Kedua faktor tersebut akan saling mendukung dan saling terkait untuk mempengaruhi pencapaian prestasi belajar yang maksimal.

3. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) a. Hakikat Model Pembelajaran VCT

  Model pembelajaran sangatlah bervariatif namun tidak semuanya dapat digunakan dalam setiap mata pelajaran.

  1) Pengertian VCT Sanjaya (2010: 283) mengemukakan bahwa

  “teknik mengklarifikasi nilai atau VCT adalah teknik pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

  ” Suyadi (2013: 200) mengemukakan bahwa “teknik VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu peserta didik menerima dan menentukan sistem nilai yang dianggapnya baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik.

  ” Djahiri (1985: 40) juga mengemukakan bahwa “VCT merupakan teknik pengungkapan nilai/ sikap/ moral serta merupakan strategi belajar mengajar yang terdiri dari sejumlah pilihan metode.

  ” Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa VCT ialah model pembelajaran dengan membuat siswa mencari nilai menurut hakikat kebenaran yang sesuai dengan hati nurani masing- masing siswa. Maka dari itu, diharapkan siswa akan lebih mudah memahami pembelajaran PKn dan dibantu juga dengan penggunaan model pembelajaran VCT.

  Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Djahiri (1985: 40) yang menyatakan bahwa “strategi ini sengaja digali sejak tahun

  1976/1977 karena sadar bahwa membina sikap/ nilai/ moral memerlukan upaya khusus dan agak berbeda dengan pembinaan pengetahuan/ kognitif.

  ” 2) Tujuan VCT

  Sanjaya (2010: 284) mengemukakan bahwa VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran, model VCT bertujuan: a) Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya.

  c) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa;

  d) Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

  Berdasarkan beberapa tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari model pembelajaran VCT ialah agar dapat meningkatkan kesadaran peserta didik mengenai nilai-nilai sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dengan cara membentuk kepekaan dengan cara yang rasional sehingga siswa dapat mengambil keputusan terhadap persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran VCT daftar penilaian diri sendiri dapat membuat siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajari terutama pada pembelajaran PKn materi memahami keputusan bersama.

  b.

  

Model Pembelajaran VCT Daftar/ Matriks Penilaian Diri Sendiri

  Djahiri (1985: 61-81) mengemukakan ada 7 model pembelajaran VCT. VCT mempunyai beberapa model diantaranya: 1) Model VCT Metode Percontohan 2) Model VCT Analisis Nilai 3) Model VCT dengan menggunakan Daftar/ Matriks 4) Model VCT dengan Kartu Keyakinan 5) Model VCT dengan Teknik Wawancara 6) Model VCT dengan Teknik Yurisprudensi 7) Model VCT dengan Teknik Inkuiri dengan pertanyaan acak

  Peneliti memilih model VCT dengan menggunakan Daftar/ Matriks, dengan mempertimbangkan materi yang akan diajarkan dianggap sesuai dengan model ini. Model VCT dengan menggunakan Daftar / Matriks ini juga dapat digunakan untuk menilai orang lain dan diri sendiri. VCT jenis ini juga dapat mengajak siswa introspeksi diri sehingga cocok sekali diterapkan dalam pembelajaran yang bertujuan meningkatkan sikap semangat kebangsaan dalam materi memahami keputusan bersama. Model ini diharapkan dapat membuat siswa untuk introspeksi diri tentang sikap siswa terhadap sikap semangat kebangsaan siswa dalam memahami keputusan bersama.

  Djahiri (1985: 65) juga mengatakan bahwa model VCT dengan daftar/ matriks dinamakan demikian karena instrumen utamanya ialah daftar/ matriks. Jenis VCT semacam ini meliputi:

  1) Daftar/ matriks Baik Buruk 2) Daftar/ matriks Tingkat Urutan 3) Daftar/ matriks Skala Prioritas 4) Daftar/ matriks Gejala Kontinum (yang terus menerus) 5) Daftar/ matriks Penilaian Diri Sendiri 6) Daftar/ matriks Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri

  Kita Seperti dikemukakan oleh Djahiri (1985: 66) bahwa langkah- langkah proses belajar mengajar atau KBM dari VCT jenis ini secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1) Fase Persiapan Instrumen yang akan digunakan sudah kita siapkan berikut butir-butir yang akan di VCT-kan (minimal butir contoh apabila butir-butir inipun akan digali bersama siswa sebaliknya). Sebagaimana berulang kali peneliti nyatakan, butir-butir ini berupa hal/ keadaan/ perbuatan sehari-hari yang merupakan gubahan atau penerapan butir materi pelajaran atau target nilai yang akan kita ajarkan. 2) Fase PBM atau KBM: (diawali dengan penjelasan seperlunya) a) Daftar/ stimulus disampaikan baik secara individual maupun klasikal dengan ditulis di papan tulis.

  b) Pengisian butir-butir yang bertautan dengan tema/ topik tersebut (bila digali bersama siswa).

  c) Pengisian jawaban oleh siswa secara individual dan disusul oleh pengisian jawaban kelompok (dimana siswa belajar menilai pendapat orang lain dan pendapatnya sendiri!) d) Penyampaian hasil kerja sub 2 dan 3 oleh guru direkam/ ditulis di papan tulis (belum ada penilaian/ komentar).

  e) Mencari klarifikasi, argumentasi jawaban baik individual, kelompok maupun klasikal (peran guru untuk memperjelas dan memanipulasi sangat tinggi/ penting).

  f) Pengambilan kesimpulan (bersama) dan pengarahan guru (mengembalikan butir-butir ke dalam materi/ konsep). 3) Tindak Lanjutan:

  a) Remedi/ perbaikan bagi yang kurang, pengayaan bagi yang sudah baik.

  b) Latihan/ pemantapan Penerapan model pembelajaran VCT harus menyesuaikan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung di dalam kelas yang akan dilakukan penelitian.

  Peneliti akan menggunakan model VCT daftar/ matriks penilaian diri sendiri dalam penelitian ini. Model VCT daftar / matriks penilaian diri sendiri ini, daftar/ matriksnya berupa gejala kontinum. Gejala kontinum adalah gejala yang bersifat kesinambungan. Misalnya: tidak/ belum pernah, pernah, kadang kala, sering, selalu. Contoh lain yaitu: tidak tahu, kurang tahu, tahu sedikit, yakin dst. VCT dengan gejala kontinum mirip skala sikap/ nilai hanya angka digantikan kata-kata tadi.

  Djahiri (1985: 67) mengemukakan bahwa terdapat beberapa catatan untuk guru dalam model VCT daftar/ matriks penilaian diri sendiri antara lain:

  1) VCT jenis ini bisa dibaurkan hal positif dengan hal negatif. 2) Pemrosesannya nanti seperti skala sikap. 3) Kolom keterangan hendaknya termuat per item dan bila tidak benar siswa mengungkapkannya pada saat klarifikasi. 4) Untuk membina kejujuran yang lebih baik, ada baiknya tidak diminta menuliskan nama atau suruh masing-masing menuliskan nomor urut absensinya saja atau cara lain yang rahasia. Ingat anda bukan ingin melihat isi sikap si A, si B, melainkan ingin membinanya secara keseluruhan. Instrumen ini ampuh untuk proses internalisasi nilai tetapi kurang dapat dipercaya untuk evaluasi (bentuk VCT apapun bisa digunakan instrumen evaluasi). 5) VCT jenis ini karena ingin mengajak siswa introspeksi sebaiknya butir-butir sudah dirancang guru. 6) Pada saat klarifikasi tidak perlu ditanyakan posisi per siswa.

  Catatan- catatan di atas digunakan oleh peneliti dan guru sebagai acuan pengisian daftar/ matriks VCT penilaian diri sendiri dalam proses pembelajaran

  VCT. Catatan-catatan tersebut diaplikasikan langsung oleh guru dalam pembelajaran, khususnya pada proses pengisian daftar/ matriks diri sendiri oleh siswa.

4. Permainan Acak Huruf a. Tujuan Permainan Acak Huruf

  Nisak (2013: 78) menyebutkan bahwa “beragam tujuan permainan ini adalah sebagai berikut:

  1) Melatih para siswa agar lebih tanggap dan cepat. 2) Melatih kekompakkan semua siswa. 3) Memudahkan para siswa dalam memahami materi pelajaran.

  ” Berdasarkan tujuan di atas, peneliti merancang pembelajaran yang sebaik-baiknya agar tujuan tersebut dapat tercapai. Selain tujuan yang telah disebutkan di atas, permainan ini juga dapat meningkatkan kreativitas siswa karena ketika siswa melakukan permainan tersebut, siswa dituntut daya kreativitasnya dalam mengurutkan huruf- huruf menjadi sebuah kata/ kalimat yang benar. Permainan ini juga dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran, karena siswa akan lebih cepat menghafal/ menyerap materi pelajaran.

b. Durasi Permainan

  Nisak (2013: 78) menyebutkan bahwa “durasi permainan acak huruf dilakukan selama 45 menit.

  ” Durasi permainan ini dikolaborasikan dengan model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran.

  Peneliti mengkolaborasikan permainan acak huruf ini dengan model pembelajaran VCT. Durasi pembelajaran dalam setiap pertemuan adalah 70 menit. Durasi 70 menit itu sudah termasuk penggabungan antara permainan acak huruf dengan model pembelajaran VCT dalam pembelajaran.

  c. Sifat Permainan

  Nisak (2013: 78-79) menyebutkan bahwa “beberapa sifat permainan ini, yakni:

  1) Kelompok, dan 2) Setiap kelompok mempunyai anggota 2-4 siswa.

  ” Kelompok- kelompok dalam kelas penelitian terdiri dari 6 kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3/4 siswa. Jumlah siswa di kelas V adalah 23 siswa, jadi ada 5 kelompok yang terdiri dari 4 siswa dan 1 kelompok terdiri dari 3 siswa.

  d. Bahan yang Harus Dipersiapkan

  Nisak (2013: 79) menyebutkan bahwa beragam bahan yang dipersiapkan, yaitu: 1) kertas karton, 2) gunting, 3) penggaris, 4) spidol, 5) pulpen, dan 6) daftar pertanyaan. Bahan-bahan di atas yang peneliti siapkan untuk membuat kartu huruf yang nantinya digunakan dalam proses pembelajaran.

  Kertas karton digunakan untuk membuat kartu huruf dengan cara dipotong persegi dengan ukuran 5x5 cm. Daftar pertanyaan yang dibuat terdiri dari 5-10 pertanyaan yang dimasukkan dalam amplop bersama dengan kartu huruf.

e. Langkah-langkah Permainan/ Aturan Permainan Acak Huruf

  Seperti yang dikemukakan oleh Nisak (2013: 79-80) bahwa beberapa aturan permainan ini dapat diinstruksikan sebagai berikut: 1) Buatlah potongan-potongan huruf dari kata atau istilah yang merupakan jawaban dari pertanyaan (terbuat dari kertas karton), kemudian masukkan potongan tersebut ke dalam sebuah amplop beserta 5-10 daftar pertanyaan. Pertanyaan yang dibuat yaitu tentang materi memahami keputusan bersama. Jawaban yang terdiri dari potongan-potongan huruf juga terkait dengan materi tersebut tepatnya jawaban dari pertanyaan yang telah dibuat oleh peneliti. 2) Bagilah para siswa menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok beranggotakan 2-4 siswa.

  Kelompok dalam penelitian ini terdiri dari 6 kelompok. 3) Berikan 1 amplop yang berisi 5-10 pertanyaan beserta jawabannya kepada masing-masing kelompok.

  4) Jawaban tersebut berupa potongan-potongan huruf, yang apabila disusun sesuai dengan jawaban atas pertanyaan itu. 5) Berilah waktu selama 45 menit kepada para siswa untuk menyusun huruf-huruf tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. 6) Diskusikan pertanyaan beserta jawabannya sehingga diketahui jawaban yang benar ataupun keliru. 7) Berilah komentar yang segar sehingga permainan tampak hidup dan menggembirakan.

  Nisak (2013: 79-80 ) mengemukakan bahwa “dalam permainan ini, usahakan untuk membuat daftar pertanyaan yang membutuhkan jawaban sehingga para siswa tidak lelah berpikir. Alangkah lebih baik jika membuat pertanyaan yang membutuhkan jawaban iya atau tidak.

  ” Berdasarkan pendapat di atas, peneliti tidak membuat pertanyaan yang membutuhkan jawaban iya atau tidak, karena menurut peneliti, hal tersebut terlalu mudah dan membutuhkan waktu yang relative singkat. Akhirnya peneliti membuat daftar pertanyaan sebanyak 5 butir yang dimasukkan salam amplop bersama kartu huruf yang apabila disusun akan terbentuk jawaban yang pas, sehingga siswa tidak perlu bersusah payah untuk mencari huruf yang kurang karena semua jawaban yang benar dapat tersusun dari kartu huruf yang tersedia.

5. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

  Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran wajib yang harus diajarkan di tingkat sekolah. Susanto (2015: 225) mengemukakan bahwa pelajaran yang digunakan

  “PKn adalah mata sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia.

  ” Zamroni (Susanto, 2015: 227) mengemukakan bahwa

  „PKn adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.

  ‟ Berdasarkan pendapat di atas, PKn adalah pendidikan demokrasi untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan. Jadi, PKn adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, kecakapan, keterampilan serta kesadaran tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, serta ikut berperan dalam percaturan global.

  b. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

  Pembelajaran PKn di SD merupakan proses belajar yang membantu siswa dalam membentuk manusia yang berkarakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Susanto (2015: 227) mengemukakan bahwa pembelajaran PKn di sekolah dasar dimaksudkan sebagai:

  Suatu proses belajar mengajar dalam rangka membantu siswa agar dapat belajar dengan baik dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam pembentukan karakter bangsa yang diharapkan mengarah pada penciptaan suatu masyarakat yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan pada Pancasila, UUD, dan norma- norma yang berlaku di masyarakat yang diselenggarakan selama enam tahun.

  Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran PKn merupakan pembelajaran yang mengusung nilai-nilai dan pengalaman belajar dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela Negara.

  c. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

  Pendidikan PKn sebagai bidang studi yang diberikan pada jenjang pendidikan di lingkungan persekolahan, bukan hanya memberikan bekal pengetahuan saja, tetapi juga memberikan bekal nilai dan sikap serta keterampilan dalam kehidupan siswa di masyarakat, bangsa dan Negara dalam berbagai karakteristik.

  Tujuan utama pembelajaran PKn ialah untuk membentuk watak, sikap dan karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2015: 231) mengemukakan bahwa

  “tujuan pembelajaran PKn adalah untuk membentuk watak dan karakteristik warga Negara yang baik.

  ” Mulyasa (Susanto, 2015: 231) merumuskan tujuan pembelajaran PKn di sekolah, sebagai berikut:

  1) Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya. 2) Mampu berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan. 3) Bisa berkembang secara kritis dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran PKn adalah untuk menjadikan warga Negara yang baik, yaitu warga Negara yang tahu, mau, dan sadar akan hak dan kewajibannya, dan diharapkan kelak dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas, dan bersikap baik sehingga mampu mengikuti kemajuan teknologi modern.

6. Materi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

  Materi yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian yaitu tercantum pada kurikulum KTSP mata pelajaran PKn SD Kelas V Semester II. Berikut ini adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar disajikan pada tabel 2.1 yaitu:

Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PKn Kelas V Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  4. Menghargai keputusan bersama

  4.2 Memahami keputusan bersama Dari tabel di atas, materi difokuskan pada bentuk-bentuk/ cara pengambilan keputusan bersama, musyawarah mufakat, dan sikap yang tepat dalam keputusan bersama. Materi pokok ini meliputi:

  a. Bentuk-Bentuk/ Cara Pengambilan Keputusan bersama Seperti yang dikemukakan oleh Sudarsih dan Darmono (2008:

  95- 96) bahwa dalam mengambil keputusan bersama, ada beberapa hal yang harus dilakukan. terkadang apa yang akan diputuskan tidak diterima oleh anggota atau orang lain. Kita harus sadar bahwa perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan atau diperebutkan melainkan untuk dicari solusi pemecahannya. Untuk itu harus diambil suara terbanyak. Musyawarah mufakat juga tercantum dalam Pancasila, sila ke- 4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa ratan dan perwakilan.” Ada 3 bentuk keputusan bersama yang dilaksanakan dalam bermusyawarah. Bentuk bentuk keputusan bersama antara lain sebagai berikut: 1) Musyawarah Mufakat

  Musyawarah termasuk salah satu bentuk atau cara untuk mencapai keputusan bersama. Musyawarah adalah membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan.

  2) Pengambilan keputusan bersama (Voting) Pengambilan keputusan bersama melalui pemungutan suara merupakan alternatif terakhir ketika pengambilan keputusan melalui musyawarah tidak tercapai. Hasil keputusan melalui pemungutan suara juga harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Pengambilan keputusan bersama dengan cara pemungutan suara dapat kita jumpai dalam pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah, dan sebagainya. 3) Aklamasi

  Aklamasi adalah pernyataan setuju secara lisan dari seluruh anggota kelompok. Pernyataan setuju ini dilakukan untuk menghasilkan keputusan bersama.

  b. Melaksanakan Hasil Keputusan Bersama Seperti yang dikemukakan oleh Sudarsih dan Darmono (2008:

  105-107) bahwa Keputusan bersama dapat dicapai setelah masalah- masalah yang dimusyawarahkan dapat dicapai mufakat.

  1) Menerima Hasil Keputusan Bersama Dalam musyawarah semua pihak harus mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.

  Bila musyawarah telah mencapai mufakat, maka hasil pemufakatan menjadi keputusan bersama. Semua pihak harus menerima keputusan bersama dengan ikhlas, penuh tanggung jawab, dan lapang dada.

  2) Melaksanakan Hasil Keputusan Bersama Setelah semua pihak dapat menerima hasil keputusan bersama, langkah selanjutnya adalah melaksanakan keputusan tersebut. Semua pihak harus ikhlas dan penuh tanggung jawab melaksanakan keputusan bersama.

  3) Hambatan-Hambatan dalam Mematuhi Keputusan Bersama Seperti halnya usaha atau kegiatan lainnya, upaya mematuhi keputusan bersama pun memiliki hambatan atau kendala. Hambatan dalam upaya mematuhi keputusan bersama datang dari dalam dan luar.

  4) Akibat-Akibat Tidak Mematuhi Keputusan Bersama Setiap pengambilan dan pelaksanaan keputusan bersama selalu diwarnai oleh pihak yang setuju atau tidak setuju. Akibat- akibat apabila tidak mematuhi keputusan bersama yaitu: merasa bersalah, dikucilkan dari kelompok, tidak percaya orang lain, sanksi atau teguran dari kelompok lainnya, pemecatan dari keanggotaan kelompok tertentu, dan dipidana penjara atau harus mengganti kerugian, dan sebagainya.

7. Pembelajaran PKn Menggunakan Model VCT dengan Permainan Acak Huruf

  Penelitian ini memadukan antara model pembelajaran VCT dengan permainan acak huruf untuk meningkatkan sikap semangat kebangsaan dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan langkah-langkah pembelajaran PKn dengan model VCT dan permainan acak huruf yaitu sebagai berikut:

  a. Guru menyiapkan instrumen berupa daftar/ matriks VCT yang akan digunakan dalam pembelajaran.

  b. Guru menyampaikan stimulus berupa power point dan video tentang materi yang diajarkan pada setiap indikator.

  c. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 3

  • –4 siswa.

  d. Guru membagikan lembar kerja kelompok dan amplop yang berisi 5 pertanyaan dan kartu huruf yang disusun siswa untuk menjawab pertanyaan.

  e. Siswa berdiskusi menjawab pertanyaan dalam amplop dengan menyusun kartu huruf tersebut menjadi kata (jawaban).

  f. Guru dan siswa membahas jawaban dengan mencocokkan antara jawaban kelompok satu dengan yang lain.

  g. Pengisian jawaban bagan daftar/ matriks VCT oleh siswa secara individu disusul dengan pengisian jawaban kelompok.

  h. Penyampaian hasil pengisian jawaban siswa oleh guru dengan cara ditulis di papan tulis. i. Guru mengklarifikasi dan meminta argumentasi jawaban siswa (individu maupun klasikal) dengan menguatkan nilai-nilai semangat kebangsaan yang dapat diambil. j. Pengambilan kesimpulan bersama dan pengarahan guru (mengembalikan butir- butir ke dalam materi/ konsep).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

  Ada beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan terkait dengan model VCT diantaranya dalam European Journal of Educational and oleh Oliha & Audu (2015) yang berjudul

  Development Psychology

  “Effectiveness of Value Clarification and Self-Management Techniques in

  

Reducing Dropout Tendency among Secondary Schools Students in Edo State

  ” dengan jenis penelitian eksperimen. Penelitian ini memiliki persamaan dengan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sama-sama menerapkan model pembelajaran VCT. Perbedaannya adalah penelitian Oliha dan Audu merupakan penelitian eksperimen, sedangkan peneliti menggunakan PTK. Perbedaan yang lain yaitu pada sampel penelitian menggunakan siswa yang putus sekolah dari gender yang berbeda dan latar belakang ekonomi yang berbeda, sementara penelitian peneliti menggunakan siswa kelas V sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model VCT lebih dianjurkan untuk melatih pengetahuan dan sikap siswa dibandingkan dengan Self Management Technique. Penelitian dalam IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) oleh Rai (2014) yang berjudul

  “Comparative Effectiveness of Value Clarification and Role Playing Value Development Models for Selected Values for Primary School Students”. Penelitian ini memiliki persamaan

  dengan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sama-sama menerapkan model pembelajaran VCT dan sampelnya juga kelas V sekolah dasar. Perbedaannya adalah penelitian Dr. Roli Rai merupakan penelitian eksperimen, sedangkan peneliti menggunakan PTK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model VCT hampir sama efektifnya dengan model Role Playing untuk diterapkan pada siswa kelas V karena pembelajarannya juga mengajarkan nilai-nilai, sikap dan pendidikan moral. Nilai-nilai yang diteliti dalam penelitian ini adalah nilai keberanian, rasa iba, patriotisme, tepat waktu, dan ikhlas. Cara mencari perbandingan antara pembelajaran dengan kedua model tersebut yaitu dengan menghitung Mean, dan Simpangan Baku dari berbagai tanggapan yang diperoleh dari siswa.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran VCT efektif meningkatkan hasil belajar dan sikap siswa. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki perbedaan dengan penelitian relevan yang telah disampaikan, dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti, model VCT yang akan digunakan lebih dispesifikan ke VCT draft/ matriks. Hal ini bertujuan agar penelitian ini dapat meningkatkan prestasi serta semangat kebangsaan pada siswa kelas V SD Negeri Ajibarang Kulon.

C. Kerangka Pikir

  Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas V diperoleh penjelasan keadaan atau kondisi pada proses pembelajaran PKn yaitu masih kurangnya semangat kebangsaan siswa dan belum maksimalnya prestasi belajar yang diperoleh siswa pada mata pelajaran PKn. Berdasarkan penjelasan di atas, dibutuhkan suatu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu, dengan cara mengubah pembelajaran menggunakan model

  VCT dan permainan acak huruf. Penggunaan model pembelajaran dan permainan acak huruf diharapkan dapat meningkatkan semangat kebangsaan dan prestasi belajar siswa pada setiap siklus. Pencapaian keberhasilan pada pembelajaran dapat dihasilkan dua kemungkinan, yaitu pertama, ketercapaian keberhasilan dicapai pada siklus II, kedua, belum adanya ketercapaian pembelajaran pada siklus II sehingga perlu dilanjutkan ke siklus selanjutnya.

  Sesuai penjelasan di atas, maka diperoleh suatu kerangka pikir yang menjadi sebuah gambaran pada penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan dalam penelitian. Kerangka pikir penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR Belum menggunakan SIKLUS I Melalui model model pembelajaran yang pembelajaran

  VCT Guru menerapkan model inovatif. dengan permainan acak

  Rendahnya pembelajaran VCT dengan huruf dapat sikap semangat kebangsaan dan meningkatkan sikap permainan acak huruf. semangat kebangsaan prestasi belajar siswa pada dan prestasi belajar siswa mata pelajaran PKn. SIKLUS II pada mata pelajaran PKn di kelas V.

  Guru menerapkan model

  REFLEKSI

  pembelajaran VCT dengan permainan acak huruf.

  TERCAPAINYA BELUM KEBERHASILAN TERCAPAINYA SIKLUS ? PEMBELAJARAN KEBERHASILAN

  PEMBELAJARAN

Gambar 2.1 Kerangka Pikir D.

   Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Pembelajaran dengan menggunakan model VCT daftar/ matriks penilaian diri sendiri dengan Permainan Acak Huruf dapat meningkatkan semangat kebangsaan siswa di kelas V SD Negeri Ajibarang Kulon.

Dokumen yang terkait

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI I WONOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 4 46

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) PADA SISWA KELAS V A SD NEGERI WAY HALIM PERMAI

0 12 45

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI GEDUNG AGUNG KECAMATAN JATI AGUNG LAMPUNG SELATAN

0 5 44

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG HURUFMELALUI PERMAINAN KARTU HURUF DI TK NEGERI PEMBINA SUKARAME

0 15 50

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) PADA SISWA KELAS XII IPS.5 SMAN 1 KINALI Delfimar SMAN 1 Kinali

1 1 12

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW PADA KELAS V SD BAWAMAI ARTIKEL PENELITIAN

0 0 10

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 KEBUMEN

0 0 8

UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN PADA SISWA KELAS V SD N 1 KAYUMAS KECAMATAN JATINOM

0 0 8

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN SNOWBALL THROWING SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 2 KOKAP KULON PROGO

0 0 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIFE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA KELAS V SD NEGERI CIKIJING III KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

0 0 8