BAB II LANDASAN TEORI - KAJIAN TINDAK TUTUR KOMUNIKASI PENJUAL DAN PEMBELI SEPATU SANDAL DI PASAR BANJARNEGARA (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK) - repository perpustakaan

BAB II LANDASAN TEORI

    A.

   Penelitian Sejenis yang Relevan

  Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, penulis meninjau dua buah hasil penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Mahwar Setyo Budi (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Ragam Bahasa Komunikasi Jual Beli Sandang di Pasar Kota Banjarnegara (Kajian Sosiolingustik)” tujuan penelitiannya mendeskripsikan ciri-ciri ragam bahasa dan wujud register dalam komunikasi jual beli sandang di Pasar Kota Banjarnegara, landasan teori dalam penelitiannyamenggunakan pengertian sosiolinguistik, ragam bahasa, jenis ragam bahasa, wacana jual beli, masyarakat bahasa. Analisis yang dilakukan adalah analisis ragam bahasa komunikasi jual beli Sandang di Pasar Kota Banjarnegara. Data yang dijadikan penelitian adalah tuturan lisan yang digunakan untuk berkomunikasi oleh penjual dan pembeli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli sandang di Pasar Kota Banjarnegara. Sumber data dalam penelitian adalah penjual dan pembeli yang melakukan dialog dalam jual beli sandang di Pasar Kota Banjarnegara pada Juni 2008.

  Metode penelitian yang dilakukan adalah teknik sadap sebagai teknik dasar, dan teknik SLBC (Simak Bebas Libat Cakap), teknik rekam, dan teknik catat sebagai teknik lanjutan data kemudian dianalisis berdasarkan teori interaksi, prinsip-prinsip komponen tutur, dan register. Dalam penelitian tersebut ditemukan tuturan penjual dan pembeli, ciri-ciri ragam bahasa jual beli sandang berdasarkan: (1) pola interaksi penjual dan pembeli, (2) pola tuturan penjual dan pembeli, dan (3) bentuk tuturan penjual dan pembeli.

  Rina Widyastuti (2007) dengan laporan penelitian yang berjudul “Tindak Tutur Perawat dengan Pasien Di Rumah Sakit Umum Hidayah Purwokerto (Kajian Pragmatik)”. Mendeskripsikan bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi pada tuturan perawat dengan pasien. Landasan teori dalam penelitian, Widyastuti menggunakan kajian pragmatik, hakikat bahasa, fungsi bahasa, ragam bahasa, bentuk- bentuk tindak tutur. Analisis yang dilakukan adalah kajian pragmatik dalam komunikasi perawat dan pasien di Rumah Sakit Umum Hidayah Purwokerto. Data yang dijadikan penelitian berupa tuturan lisan yang digunakan perawat dan pasien di rumah sakit Hidayah Purwokerto yangterdiri dari 15 orang perawat dan 15 orang pasien, penelitian ini dilakukan Maret 2007. Metode penelitian yang dilakukan adalah teknik sadap sebagai teknik dasar, dan teknik SLBC (Simak Bebas Libat Cakap), teknik rekam, dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Analisis data menggunakan kontekstual penyajian hasil analisis data menggunakan penyajian informal, yaitu perumusan dengan menggunakan kata-kata terminologi yang teknik sifatnya. Hasil penelitian ini adalah bentuk tindak tutur lokusi yang meliputi pertanyaan, perintah dan pernyataan. Bentuk tindak tutur ilokusi yang terdiri atas empat bentuk: ilokusi

  

konstatif, ilokusi direktif, ilokusi komisif, ilokusi acknowledgements . Bentuk tindak

  tutur perlokusi yang meliputi: perlokusi frighten, perlokusi get h to do, perlokusi persuade, perlokusi attract attention.

  Dari penelitian yang dilakukan Budi memiliki perbedaan dengan penelitian ini, yaitu pada landasan teori, Budi menggunakan teori sosiolinguistik, sedangkan penelitian sekarangini menggunakan kajian pragmatik. Pada penelitian Widyastuti terdapat persamaan landasan teori yaitu menggunakan teori pragmatik, namun acuan ilokusi yang digunakan Widyastuti adalah pendapat Ibrahim yaitu (1) ilokusikontatif, (2) ilokusi direktif, (3) ilokusi komisif, (4) ilokusi acknowledgment, sedangkan peneliti mengacu kepada pendapat Searle (dalam Rohmadi, 2004: 32) membagi 5bentuk ilokusi berdasarkan fungsinya yaitu:ilokusi representatif, direktif, ekspresif,

  

komisif, deklaratif sumber data penelitian juga berbeda. Setiap perbedaan pada sumber

  data penelitian melahirkan hasil analisis yang berbeda pula. Berdasarkan pertimbangan adanya persamaan dan perbedaan analisis maka peneliti bermaksud menganalisis jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi dalam komunikasi penjual dan pembeli sandal sepatu di Pasar Banjarnegara.

B. KAJIAN PUSTAKA 1. Bahasa a. Pengertian Bahasa

  Setiap manusia dalam kehidupan selalu berkomunikasi dan berinteraksi sebagai bentuk dari aktivitas sosial.Salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi baik antar individu maupun kelompok adalah bahasa.Bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 2004: 2).

  Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya (Widjono, 2007: 14). Menurut Kridalaksana, (2008: 24) bahasa adalah sistem lambang yang arbitrer dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Kata arbitrer dapat diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka (Chaer, 2007: 45).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang (vokal) yang bersifat arbitrer, berfungsi sebagai alat komunikasi manusia dalam suatu masyarakat, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata.

b. Fungsi Bahasa

  Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi.Halliday (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2010:15) membagi fungsi bahasa menjadi dua hal yang berorientasi pada (1) penutur dan (2) pendengar.

  Dilihat dari sudut penuturnya, bahasa berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya, penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi tersebut pada waktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar dapat menduga apakah penutur sedang sedih, marah, atau bahagia.

  Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini bahasa tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan keinginan pembicara.

  Dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar, bahasa berfungsi fatik

  

atau interpersonal yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat, atau solidaritas social. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan suasana, atau menanyakan keadaan keluarga.

  Dilihat dari segi topik ujaran, bahasa berfungsi referensial. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya.

  Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau

  

metalinguistik yaitu bahasa digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Dilihat

  dari segi amanat, bahasa berfungsi imaginatif. Fungsi imaginatif ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita pendek, lelucon) yang digunakan untuk kesenangan penutur, maupun pendengarnya.

  Keraf dalam bukunya yang berjudul Komposisi (2001:3-4) membagi fungsi bahasa menjadi empat macam. Keempat fungsi bahasa itu adalah (1) alat untuk manyatakan ekspresi diri, (2) alat komunikasi, (3) alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (4) alat untuk mengadakan kontrol sosial. Secara lebih mendalam, keempat fungsi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:

1) Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri

  Ekspresi diri berarti bahasa digunakan untuk menyatakan secara terbukasegala sesuatu yang tersirat oleh pikiran dan perasaan manusia. Unsur bahasa yang mendorong manusia mengekspresikan dirinya dengan bahasa adalah (a) agar menarik perhatian orang lain terhadap kita, yaitu bahasa digunakan sebagai alat untuk mencari perhatian orang lain (pasif) terhadap hal-hal yang sedang dirasakan; (b) keinginan manusia untuk membebaskan diri dari semua tekanan emosi, bahasa digunakan oleh manusia sebagai media untuk membebaskan diri dari persoalan –persoalan dan tekanan hidup yang dialaminya.

  2) Alat Komunikasi

  Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan kita ketahui kepada orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek-moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sejaman dengan kita. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama manusia.

  3) Alat Mengadakan Integrasi dan Adaptasi Sosial

  Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatankemasyarakatan dengan menghindari bentrokan-bentrokan. Hal itu memungkinkan pembauran (integrasi) yang sempurna bagi setiap individu dengan masyarakatnya. Melalui bahasa seorang pendatang baru dalam sebuah masyarakat harus menyesuaikan diri dengan masyarakat dilingkungan tersebut. Untuk itu ia memerlukan bahasa yaitu bahasa masyarakat tersebut. Apabila pendatang baru sudah dapat menyesuaikan diri maka ia dapat dengan mudah membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata karma masyarakat tersebut.

  4) Alat Mengadakan Kontrol Sosial

  Kontrol sosial merupakan usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak- tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu tingkah laku yangtak dapat diobservasi). Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. Proses-proses sosialisasi itu dapat diwujudkan dengan cara-cara berikut: (a) memperoleh keahlian bicara, dan dalam masyarakat yang lebih maju, memperoleh keahlian membaca dan menulis; (b) bahasa merupakan saluran yang utama dimana kepercayaan dan sikap masyarakat diberikan kepada anak-anak yang telah tumbuh; (c) bahasa melukiskan dan menjelaskan peranan yang dilakukan oleh si anak untuk mengidentifikasikan dirinya supaya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan; (d) bahasa menanamkan rasa keterlibatan (sense of belonging atau esprit de corps) pada si anak tentang masyarakat bahasanya.

  Dapat disimpulkan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyatakan ekspresi diri, menjalin hubungan kerja, mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, mengadakan kontrol sosial.

  Berkaitan dengan peristiwa jual beli, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi sekaligus interaksi antara penjual dan pembeli. Oleh karenanya fungsi bahasa sangat ditentukan oleh tujuan atau pesan yang ingin disampaikan oleh penutur kepada lawan tuturnya. Misalnya ketika ada pembeli yang baru pernah datang dan belum sama sekali dikenal oleh penjual, penjual biasanya cenderung akan berusaha menjalin hubungan baik dan menjaga sopan santunnya dengan harapan supaya suatu saat nanti pembeli tersebut akan membeli lagi ditempatnya.

  c. Komunikasi

  Webster (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2010:17) menyebutkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum.

  Menurut Chaer dan Leonie Agustina (2010:17) dalam setiap komunikasi harus ada komponen pokok, yaitu: 1) Partisipan yaitu pihak yang berkomunikasi, pengiriman dan penerima informasi yang dikomunikasikan. Pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tentunya ada dua orang atau dua kelompok orang, yaitu pertama yang mengirim (sender) informasi dan kedua yang menerima (receiver) informasi. 2) Informasi yang dikomunikasikan tentunya berupa suatu ide, gagasan, keterangan, atau pesan. 3) Alat yang digunakan dalam komunikasi. Alat yang digunakan dapat berupa simbol atau lambang seperti bahasa.

  d. Jenis Komunikasi

  Chaer dan Leonie Agustina (2010:20) membagi jenis komunikasi menjadi dua macam: komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal

  1) Komunikasi Verbal

  Komunikasi verbal atau komunikasi bahasa adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ini tentunya harus berupa kode yang sama-sama dipahami oleh pihak penutur dan pihak lawan tutur.

  2) Komunikasi Nonverbal

  Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan alat, seperti bunyi peluit, cahaya (lampu, api) isyarat bendera (semaphore) dan termasuk alat komunikasi dalam masyarakat hewan.

e. Ragam Bahasa Jual Beli

  Menurut Chaer dan Leonie Agustina (2010:62) variasi bahasa dapat dilihat dari berbagai segi yaitu: (1) segi penutur, (2) segi pemakaian, (3) segi keformalan, (4) segi sarana.Dalam penelitian ini dibatasi pada segi pemakaian dan segi keformalan.

  Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya ini menyangkut penggunaan bahasa untuk keperluan atau bidang tertentu, misalnya: bidang jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan (Chaer dan Leonie Agustina, 2010: 68 ). Komunikasi penjual dan pembelidari ragamnya merupakan bagian dari variasi bahasa dari segi pemakaianyaitu bidang perdagangan.

  Variasi dari segi keformalan berdasarkan tingkat keformalannya. Martin Joss(1967) membagi variasi bahasa atas lima macam ragam yaitu beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultif), ragam santai (casual), ragam akrab

  

(intimed ). Dalam transaksi jual beli termasuk ragam santai atau ragam kasual karena

  bahasa digunakan dalam situasi tidak resmi yaitu situasi jual beli di Pasar Banjarnegara. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, wujudnya termasuk ragam nonformal.

  Trudgill (dalam Suharsono, 2004:12-13) mengemukakan bentuk tuturan yang digunakan dalam transaksi jual beli berupa resricted code (kode yang terbatas) atau bentuk tuturan ringkas yang dalam pemakaian bahasanya pendek, ringkas dan tidak lengkap. Munculnya bentuk resricted code dimungkinkan oleh faktor situasi penutur yang bersifat nonformal, sifatnya hubungan antara pedagang dan pembeli yang tidak berjarak, sarana penyampaian yang berupa lisan sehingga dapat dibantu oleh upaya nonverbal , seperti ekpresi muka, gerakan- gerakan anggota tubuh (menunjuk).

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam tuturan jual beli terdapat proses komunikasi yaitu menyampaikan dan menerima informasi baik nonverbal maupun verbal dalam bidang perdagangan. Bahasa yang digunakan pendek, ringkas dan tidak lengkap.

b. Pengertian Perdagangan

  Perdagangan adalah semua tindakan yang tujuannya menyampaikan barang untuk tujuan hidup sehari-hari, prosesnya berlangsung dari produsen kepada konsumen. Orang yang pekerjaannya memperjualbelikan barang atas prakarsa dan resiko dinamakan pedagang.

  Perdagangan dibedakan atas perdagangan besar dan perdagangan kecil. Dalam perdagangan besar jual beli berlangsung secara besar-besaran. Dalam perdagangan besar, barang tidak dijual langsung kepada konsumen atau pengguna, sedangkan dalam perdagangan kecil, jual beli berlangsung secara kecil-kecilan dan barang dijual langsung kepada konsumen.

1) Jenis Pedagang

  Jenis-jenis pedagang ini lazim dibedakan berdasarkan pada cara menawarkan barang dagangannya masing-masing. Ada pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang dari pintu ke pintu (door to door), pedangang kios, pedangang kaki lima, grosir (pedagang besar), pedagang supermarket dan sebagainya.

  (a) Pedagang Kaki Lima

  Pedagang kaki lima adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menggelarnya di trotoar atau di tepi jalan yang ramai. Untuk menggelar dagangannya, mereka menggunakan tikar, terpal atau semacam balai-balai. Barang- barang yang mereka tawarkan umumnya berupa sepatu, pakaian, makanan, buah- buahan dan lain – lain. (b)

  Pedagang Grosir Pedagang grosir adalah pedagang yang dalam menawarkan barang tidak langsung berhadapan dengan calon pembeli. Pedagang grosir tidak langsung menawarkan barang kepada calon pembeli sebagaimana pedagang eceran, melainkan calon pembeli yang mendatangi pedagang grosir.  

2) Barang Dagangan

  Berdasarkan barang dagangannya, Pasar Banjarnegara menyediakan beraneka ragam barang kebutuhan sehari hari diantaranya: (a)

  Makanan dan Minuman: makanan dan minuman yang diawetkan dikemas dalam kemasan yang praktis dan higienis dalam bentuk dimasak atau langsung dimakan pada saat itu juga. (b)

  Hasil Pertanian dan Peternakan: hasil pertanian meliputi sayur mayur, buah- buahan, beras, palawija, sedangkan hasil peternakan meliputi ikan, daging, susu dan telur

  (c) Bahan Pakaian: bahan pakaian yang berfungsi untuk menutupi tubuh bahan pakaian dijual dalam bentuk pakaian jadi dan kain

  (d) Sepatu Sandal: sepatu sandal juga merupakan kebutuhan primer yang setiap orang membutuhkannya. Sepatu sandal sebagaialas kaki melindungi dari kotoran dan panas.Tua muda, besar kecil, baik masyarakat desa kota semua membutuhkannya.

  (e) Barang Kelontong: barang kelontong adalah barang keperluan sehari-hari contohnya: sabun, sikat gigi, piring, sendok dan perkakas rumah tangga lainnya.

  (http://id.shvoong.com/business-management/entrepreneurship/1990161-pengertian- pembeli/  

  Dari lima jenis barang dagangan tersebut, peneliti membatasi pada dagangan sepatu sandal.

2. Pragmatik a. Pengertian Pragmatik

  Pragmatik adalah kajian tentang hubungan-hubungan diantara bahasa dan konteks yang merupakan dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa (Rustono, 1999: 2)

  Yule (2006:5) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Yule juga berpendapat manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai contoh: permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

  Kedua pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Wijana (1996:2) bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan bahasa digunakan dalam komunikasi.

  Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji tentang hubungan bahasa secara eksternal (bahasa dan konteks).

b. Aspek-aspek Pragmatik

  Leech (1993: 19-20) mengemukakan aspek-aspek pragmatik meliputi penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai tindakan atau kegiatan, tuturan sebagai produk tindak verbal. 1)

  Penutur dan Lawan Tutur (Penyapa dan Pesapa): konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek-aspek tersebut adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

  2) Konteks Tuturan: konteks di sini meliputi semua latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur, serta yang menunjang interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan suatu ucapan tersebut.

  3) Tujuan Tuturan: setiap tuturan atau ucapan tentu mengandung maksud atau tujuan tertentu pula. Kedua belah pihak yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.

  4) Tuturan sebagai Tindakan atau Kegiatan: dalam pragmatik ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan yaitu kegiatan tindak ujar. Pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu.

  5) Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal: dalam pragmatik tuturan mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya pada tindak verbalnya itu sendiri.

  Jadi yang dikaji oleh pragmatik bukan hanya tindak ilokusi, tetapi juga makna atau kekuatan ilokusinya. Pertimbangan aspek-aspek situasi tutur seperti di atas dapat menjelaskan keterkaitan antara konteks tuturan dengan maksud yang ingin dikomunikasikan.

c. Tindak Tutur 1. Pengertian Tindak Tutur

  Menurut Chaer dan Leonie (2004:49) tindak tutur adalah peristiwa tutur pada peristiwa sosial yang menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan gejala sosial maka tindak tutur merupakan gejala sosial individual bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi.

2. Jenis Tindak Tutur 1) Menurut Searle

  Searle (dalam Wijana, 1996:17) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi(locutionary act), tindak ilokusi(ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).

1) Lokusi (Locutionary Act)

  Tindak tutur lokusi mengacu pada aktivitas bertutur tindakan tertentu. Dalam tindak lokusi penutur mengatakan sesuatu. Gaya bahasa si penutur langsung dihubungkan dengan sesuatu yang diutamakan dalam isi ujarannya. Dengan demikian, yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi ujaran yang diungkapkan oleh penutur.

  Berdasarkan kategori gramatikal, jenis lokusi ini dibedakan menjadi 3 bentuk: yaitu bentuk pernyataan(deklaratif), pertanyaan (interogatif), perintah (imperatif).

  (a) Bentuk Pernyataan (Deklaratif): bentuk ini sering disebut bentuk kalimat berita atau kalimat deklaratif. Kalimat berita menurut fungsinya dalam hubungan situasi pada umumnya berfungsi memberitahu sesuatu kepada oranglain sehingga tanggapan yang diharapkan hanyalah berupa perhatian (Rohmadi,2004:41).

  Ciri-ciri bentuk pernyataan: (1) berupa pola intonasi berita, (2) tak ada kata-kata tanya, ajakan, persilahan, dan larangan (Ramlan, 1987: 32). (b)

  Bentuk Pertanyaan(Interogatif): bentuk pertanyaan pada umumnya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Pola intonasi tanya adalah nain dan diakhiri tanda tanya. Bentuk ini sering disebut dengan interogatif. Kalimat tanya biasanya juga sering diikuti dengan kata tanya apa, bagaimana, kapan, dimana, siapa, mengapa, berapa dan sebagainya sesuai dengan tujuan yang ingin ditanyakan (Rohmadi, 2004: 42). Ciri-ciri bentuk pertanyaan: (1) intonasi yang digunakan adalah intonasi tanya, (2) kalimat yang memerlukan jawaban ya atau tidak, (3) sering mempergunakan kata tanya (Ramlan, 1987: 33-34). (c)

  Bentuk Perintah(Imperatif): bentuk perintah berfungsi untuk memerintah lawan bicaranya. Artinya penutur mengharap tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara ( Rohmadi, 2004:43). Ciri-ciri bentuk perintah: (1) intonasi keras (terutama perintah atau larangan), (2) dapat menggunakan partikel pengeras- lah (Ramlan, 1987: 45).

2) Ilokusi (Ilocutionary Act)

  Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya ujar. Tindak tutur ilokusi dapat diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang berfungsi untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu (Wijana, 1996: 18). Searle (dalam Rohmadi,2004: 32) membagi 5 bentuk ilokusi berdasarkan fungsinya yaitu: (a)

  Representatif: tindak tutur ini digunakan untuk memberitahu penutur mengenai sesuatu. Ilokusi dalam bentuk ini cenderung netral yaitu termasuk kategori kerjasama. Tindak tutur ini mencakup: menyatakan, melaporkan, menunjukkan dan menyebutkan.

  (b) Direktif: tindak tutur ini digunakan untuk membuat penutur melakukan sesuatu.

  Tindak tutur ini dilakukan oleh penutur dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu. Tindak tutur ini mencakup menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.

  (c) Ekspresif: tindak tutur yang berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Tindak tutur ini mempunyai fungsi untuk mengekspresikan sikap psikologis sang pembicara untuk menyatakan keadaan, misal: mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengeluh, memuji.

  (d) Komisif: tindak tutur ini digunakan untuk menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu. Tindak tutur ini dilakukan untuk sesuatu pada waktu yang akan datang. Misal: berjanji, bersumpah atau mengancam.

  (e) Deklaratif: tindak tutur yang digunakan untuk menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan. Tindak tutur ini dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status) yang baru. Misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan.

3) Perlokusi (Perlocutionary Act).

  Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur (Austin dalam Rustono, 1999:37). Tindak perlokusi ini hanya bisa dipahami melalui situasi dan konteks berlangsungnya percakapan sehingga makna yang terkandung dalam suatu tindak perlokusi sangat ditentukan oleh penafsiran dari mitra tutur.

  Menurut Leech (1993: 323) menyebutkan macam-macam tindak tutur perlokusi yaitu: (1) brigh to learn that (membuat petuturtahu bahwa), (2) persuade (membujuk),(3) deceive (menipu), (4) encourge (mendorong), (5) irritate

  (menjengkelkan), (6) frigten (menakuti), (7) amause (menyenangkan), (8) get h to do (membuat petutur melakukan sesuatu), (9) inpsire (mengilhami), (10) impress (mengesankan), (11) distract (mengalihkan perhatian), (12) get h to think about (membuat petutur berfikir tentang), (13) relieve tension (melegakan), (14) embarrass (mempermalukan), (15) attract attention (menarik perhatian), (16) bore (menjemukan).

b) Menurut Wijana

  Wijana (1996:30) menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tidak langsung, tindak tutur literal dan tidak literal.

  Dalam penelitian ini, peneliti membatasi teori pada jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung.

  1) Tindak Tutur Langsung

  Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (declaratif), kalimat tanya(interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvesional kalimat berita (declaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu

  

(informatif ), kalimat tanya(interogatif) untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat

perintah untuk menanyakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan.

  2) Tindak Tutur Tidak Langsung

  Tindak tutur tidak langsung adalah jika tuturan deklaratif digunakan untuk bertanya atau memerintah atau tuturan yang bermodus lain yang digunakan secara konvesional tuturan tersebut merupakan tindak tutur tidak langsung.