BAKHTIAR NOOR ABIDIN BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ulkus Diabetikum 1. Definisi Ulkus Diabetik (diabetic ulcers) Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik

  penyakit diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat (Frykberb, 2002). Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga klien sering tidak merasakan adanya luka, luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Waspadji, 2009). Ulkus kaki pada klien diabetes mellitus yang telah berlanjut menjadi pembusukan memiliki kemungkinan besar untuk diamputasi (situmorang, 2009).

2. Klasifikasi Ulkus diabetik Luka diabetes biasa disebut ulkus diabetikum atau luka neuropati.

  Luka diabetes adalah infeksi, ulkus atau kerusakan jaringan yang lebih dalam yang terkait dengan gangguan neurologis dan vaskuler pada tungkai (WHO, 2001). Kondisi ini merupakan komplikasi umum yang terjadi pada klien yang menderita diabetes mellitus. Dua hal yang dapat menyebakan luka diabetes yaitu adanya neuropati dan penyakit vaskuler (Robert, 2000).

  

13 Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative (arteriosklorosis) atau gangguan metabolik (diabetes melitus). (Maryunani,2013).

  Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah, keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat.

3. Etiologi

  Menurut Suriadi (2007) dalam Purbianto (2007); Robert (2000) penyebab dari luka diabetes antara lain: a. Diabetik neuropati

  Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes mellitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensori, motorik dan otonom. Neuropati perifer pada penyakit diabetes meliitus dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes,

  

kontraktur tendon achilles) dan bersama dengan adanya neuropati

  memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusakanya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot (Cahyono, 2007).

  b.

   Pheripheral vascular diseases

  Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya arteriosklerosis dan ateoklerosis. Pada arteriosklerosis terjadi penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada aterosklerosis terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri berupa; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium. Faktor yang mengkontribusi antara lain perokok, diabetes, hyperlipidemia dan hipertensi.

  c. Trauma Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki. d. Infeksi Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes mellitus, infeksi biasanya terdiri dari polimikroba. Hiperglikemia merusak respon immunologi, hal ini menyebabkan leukosit gagal melawan patogen yang masuk, selain itu iskemia menyebabkan penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotik juga efektif sampai pada luka.

4. Patofisiologi

  Dalam robert (2000); Soeparman (2004) neuropati sensori perifer dan trauma merupakan penyebab utama terjadinya ulkus. Neuropati lain yang dapat menyebabkan ulkus adalah neuropati motorik dan otonom. Neuropati adalah sindroma yang menyatakan beberapa gangguan pada saraf. Pada pasien dengan diabetes beberapa kemungkinan kondisi dapat menyebabkan neuropati:

  a. pada kondisi hiperglikemia aldose reduktase mengubah glukosa menjadi sorbitol, sorbitol banyak terakumulasi pada endotel yang dapat mengganggu suplai darah pada saraf sehingga axon menjadi atropi dan memperlambat konduksi impuls saraf.

  b. pengendapan advanced glycosylation edn-product (AGE-P) menyebabkan penurunan aktifitas myelin (demielinasi). Neuropati sensori menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas terhadap tekanan atau trauma, neuropati motorik menyebabkan terjadinya kelainan bentuk pada sendi dan tulang. Neuropati menyebabkan menurunnya fungsi kelenjar keringat pada perifer yang menyebabkan kulit menjadi kering dan terbentuknya fisura. Penyakit vaskuler yang terdiri dari makroangiopati dan mikroangiopati menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah pada organ. Adanya neuropati, penyakit vaskuler dan trauma menyebabkan terjadinya ulkus pada ekstremitas.

  Selain neuropati penyakit peripheral vascular desease (penyakit vascular perifer) juga menjadi penyebab terjadinya ulkus. Penyakit vascular perifer terjadi dari dua, yaitu:

  a. mikroangiopati yang merupakan kondisi dimana terjadi penebalan membran basalis kapiler dan peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan edema neuropati.

  b. makroangiopati, yaitu terjadinya ateriosklerosis yang menyebabkan penurunan aliran darah (iskemia). Trauma dan kerusakan respon terhadap proses infeksi menjadi penyebab terjadinya luka diabetes selain neuropati dan penyakit vaskuler perifer.

5. Penilaian ulkus kaki diabetik

  Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus berkepanjangan, maka perlu mengetahui akar penyebabnya. Untuk mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang akan bermanfaat didalam perencanan pengobatan, perlu dilakukan penilaian-penilaian ulkus meliputi : (Van Baal, 2004 ; Khanolkar dkk., 2008). a. Penilaian neuropati Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi vibrasi dengan garpu tala 128 Hz.

  b. Penilaian struktur Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan tulang di plantar pedis : claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux rigidus, charcot foot.

  c. Penilaian vaskuler Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan otot, pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila ditemukan tanda infeksi, kaki teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah ankle < 50 mmHg (Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg, tekanan darah jari < 30mmHg.

  d. Penilaian ulkus Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat,teliti dan sistematis.

  Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial atau dalam, apakah mengenai tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus secara akurat.

6. Klasifikasi dan derajat ulkus kaki diabetik

  

Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini

  seperti, klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification system (UT), dan PEDIS ( Perfusion, Extent / size, Depth / tissue loss, Infection, Sensation ). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan pengobatan. Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut : bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus (Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik). Termasuk dalam infeksi berat seperti gas gangren, selulitis asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk., 2008). Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2001). Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi. Grade I Ulkus superfisial terlokalisir. Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses.

  Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.

  Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren seluruh kaki.

B. Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa L.) 1. Jintan hitam

   Nama atau sebutan untuk jinten hitam berbeda-beda di setiap

  tempat. Di negara-negara Barat disebut dengan black caraway, black seed dan coriander seeds. Di negara-negara Arab, tanaman ini dikenal dengan nama habbatussauda (biji hitam). Dalam bahasa Hindi dikenal dengan nama kalounji. Di Indonesia dan Malaysia diberi nama jinten hitam.

  2. Unsur farmakologi jinten hitam (Nigella sativa L.) Nigella sativa mengandung unsur aktif secara farmakologi yaitu thymoquinone, ditymoquinone, thymohydroquinone dan thymol yang

  berguna untuk memberantas berbagai penyakit pada kondisi akut dan kronis, zat aktif seperti thymoquinone yang dikandung oleh Nigella sativa mempunyai efek anti-inflamasi dan menghambat edema serta berfungsi sebagai antioksidan dan pertahanan imunitas (Gilani, Jabeen & Khan, 2004). Penelitian Yildiz, et al (2008) menyimpulkan bahwa Nigella sativa dapat menghambat kerusakan sel pada hati tikus. Nigella sativa juga mengobati dan menyembuhkan luka pada kulit tikus (Zinadah, 2009).

  3. Khasiat dan Kegunaan Berdasarkan beberapa kajian ilmiah hasil penelitian yang telah

  dilakukan oleh para ilmuwan dan pengalaman masyarakat yang menggunakan, jintan hitam dapat menyembuhkan luka pada kulit, jerawat, flek, neurodermitis, eksim. Jinten hitam mengandung minyak eter yang dapat membantu pencernaan dan mengurangi masalah usus, terbukti menyembuhkan 70% alergi, termasuk didalamnya alergi debu dan asma, Nigella sativa memiliki khasiat antitumor dan antikanker tanpa efek samping seperti yang terjadi pada kemoterapi dan penyinaran.

  Memperkuat sistem kekebalan tubuh, memperlambat penuaan sel, mampu menekan racun dalam tubuh (detoksifikasi), menyembuhkan radang persendian dan rematik.(Hassan et al, 2004; Padhye et al, 2008).

  C. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

  senyawa aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditentukan. (DepKes RI,2000).

  D. Ekstraksi

  Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Prinsip kerja ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar, senyawa semi polar dalam pelarut semi polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya menengah (diklor

  

metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau

  etanol) (Harborne,1987). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan ekstraksi sinambung. Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan dalam minyak atsiri, alkaloid, flavanoid, dan lain-lain.

1. Tahapan ekstraksi (DepKes RI, 2000) a.

   Pembuatan simplisia

  Proses awal pembuatan awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien, namun semakin halus serbuk, maka semakin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

  b.

   Cairan pelarut

  Cairan pelarut dalam proses ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau senyawa aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut: selektivitas, kemudahan bekerja, keamanan, ekonomis, ramah lingkungan, dan proses dengan cairan tersebut.

  c.

   Separasi dan pemurnian

  Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.

  d.

   Pemekatan dan penguapan

  Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental atau pekat.

  e.

   Rendemen

  Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dari simplisia.

2. Metode ekstraksi (DepKes RI, 2000)

  Ekstraksi dengan menggunakan pelarut

  a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi keseimbangan.

  b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

  E. Fraksinasi

  Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain.

  Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke pelarut non polar (DKRI, 2000).

  F. Konsentrasi Fraksi

Pada pembuatan stok konsentrasi pada setiap fraksi menggunakan

  teknik pengenceran, pengencer yang digunakan adalah DMSO 10% karena hasil dari ekstraksi terbesar pada jintan hitam adalah berwujud minyak,pengenceran bertujuan untuk menghasilkan beberapa konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk kadar Hambat maksimum dari fraksi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ulkus DM. dalam penelitian ini dibuat konsentrasi sebanyak 3 konsentrasi yaitu 100%, 50%, dan 10%.

  G. Kontrol positif dan negatif

Kontrol adalah suatu kelompok yang berperan untuk membuat

  perlakukan dengan tujuan untuk membuktikan bahwa eksperimen yang digunakan dalam penelitian sudah tepat dan dapat menghasilkan perubahan pada variabel tertentu, pada uji aktivitas mikroba dan bakteri umumnya pada kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik, pada penelitian ini antibiotik yang digunakan sebagai kontrol positif adalah Klorampenikol 3%, sedangkan kontrol negatif menggunakan DMSO 10% bertujuan untuk memberi dampak netral atau tidak memiliki efek pada bakteri,\

H. Konsep Bakteri 1. Definisi

  Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik bersel tunggal berukuran 0,5-10 µm dan memiliki berbagai macam bentuk, yaitu bola, batang, spiral, dan elips (Eliot, et al., 2011). Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel, berdasarkan komponen penyusun dinding sel bakteri digolongkan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif.

2. Klasifikasi Bakteri

  Pemahaman dari beberapa kelompok organisme, diperlukan klasifikasi. Tes biokimia, pewarnaan gram, merupakan kriteria yang efektif untuk klasifikasi. Hasil pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga dapat membagi bakteri menjadi 2 kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.

a. Bakteri Gram-negatif

  (1) Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (Enterobacteriacea).Bakteri gram negatif berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan binatang.

  Enterobacteriaceae meliputi Escherichia, Shigella, Salmonella,

  Beberapa organisme Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus). seperti Escherichia coli merupakan flora normal dan dapat menyebabkan penyakit, sedangkan yang lain seperti salmonella dan

  shigella merupakan patogen yang umum bagi manusia.

  (2) Pseudomonas, Acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain.

  

Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik,

  mengakibatkan infeksi pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh dan merupakan patogen nosokomial yang penting .

  (3) Vibrio Campylobacter, Helicobacter, dan Bakteri lain yang berhubungan. Mikroorganisme ini merupakan spesies berbentuk batang Gram-negatif yang tersebar luas di alam. Vibrio ditemukan didaerah perairan dan permukaan air. Aeromonas banyak ditemukan di air segar dan terkadang pada hewan berdarah dingin. (4) Haemophilus, Bordetella, dan Brucella Gram negatif Hemophilis influenza tipe b merupakan patogen bagi manusia yang penting.

  (5) Yersinia, Franscisella dan Pasteurella.

  Berbentuk batang pendek Gram-negatif yang pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase positif, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif (Jawetz,2004).

b. Bakteri Gram-positif

  (1) Bakteri gram positif pembentuk spora : Spesies Bacillus dan

  

Clostridium . Kedua spesies ini terdapat dimana-mana, membentuk

spora, sehingga dapat hidup di lingkungan selama bertahun-tahun.

  Spesies Basillus bersifat aerob, sedangkan Clostridium bersifat anaerob obligat.

  (2) Bakteri Gram-positif Tidak Membentuk Spora: Spesies Corynebacterium, Listeria, Propionibacterium, Actinomycetes .

  Beberapa anggota genus Corynebacterium dan kelompok

  

Propionibacterium merupakan flora normal pada kulit dan selaput

lendir manusia.

  (3) Staphylococcus

  Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang tidak teratur seperti anggur. Beberapa spesies merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir, yang lain menyebabkan supurasi dan bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler. Tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saprophyticus .

  (4) Streptococcus Merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat yang mempunyai pasangan atau rantai pada pertumbuhannya. Beberapa streptococcus merupakan flora normal manusia tetapi lainnya bisa bersifat patogen pada manusia. Ada 20 spesies diantaranya ; Streptococcus pyogenes,

  Streptococcus agalactiae, dan jenis Enterococcus (Jawetz,2004).

  c. Bakteri pada ulkus diabetik Masuknya bakteri menjadi awal terjadinya ulkus dan kadar glukosa yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk perkembangan bakteri, bakteri yang terdapat pada ulkus diabetik merupakan bakteri aerob dan anaerob. Anggriawan (2014) melaporkan terdapat bakteri aerob dan anaerob dalam kultur pus penderita diabetes, yaitu Enterobacter sp. (10,71%), staphyloccocus aureus (17,85%),

  salmonella sp.(82,15%) dan pseudomonas sp (17,86%).

I. Isolasi bakteri

  Pada penelitian ini sampel bakteri menggunakan bakteri isolat dari kembang biakan bakteri yang diambil dari ulkus diabetikum. Isolasi bakteri berfungsi untuk mengembang biakkan bakteri dengan cara kultur sehingga diperoleh isolat atau biakkan murni.kultur yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan cara goresan (streake plate method). Cara ini dilakukan dengan cara menggoreskan bahan yang mengandung bakteri dengan menggunakan jarum ose pada media agar yang sesuai, setelah itu di inkubasi dan akan tumbuh koloni bakteri.

  J. Antibakteri

  Antibakteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan bakteri terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit, virus, atau jamur. Antibakteri harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat harus bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Berdasarkan toksisitas selektif, antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan (bakteriostatik) dan antibakteri yang bersifat membunuh bakteri (bakterisid). Sementara itu, berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok (Setiabudy, 2011).

  1. Menghambat Metabolisme Sel Bakteri Antibakteri yang masuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Asam folat dibutuhkan bakteri untuk kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini bakteri patogen harus dapat mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA). Apabila antibakteri menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya kehidupan bakteri akan terganggu.

  2. Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri, terdiri atas polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Antibakteri akan menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka.

  3. Menganggu Keutuhan Membran Sel Bakteri Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antibakteri kemoterapeutik, umpamanya antiseptik surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium- kuartener dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen dalam sel bakteri.

  4. Menghambat Sintesis Protein Sel Bakteri Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

  Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan cara terikatnya salah satu komponen ribosom dengan antibakteri.

  Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel bakteri.

  5. Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel Bakteri Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan golongan kuinolon. Antibakteri akan berikatan dengan enzim RNA- polimerase sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut.

  K. Metode pengujian Antibakteri

  Aktivitas antibakteri suatu sampel dapat dideteksi dengan mengamati respon pertumbuhan berbagai jenis bakteri yang berkontak dengan sampel tersebut. Hal ini memungkinkan dilakukan suatu uji aktivitas antibakteri yang terdapat dalam sampel tersebut. (Volk & Wheeler, 1993; Berghe & Vlietinck, 1991).

  1. Difusi (Disk diffusion)

  Metode difusi merupakan metode yang sederhana dalam pengujian aktivitas antibakteri. Pada metode ini pencadang (reservoir) yang mengandung sampel uji ditempatkan pada permukaan medium yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening sekitar pencadang diukur. Prinsip metode difusi yaitu pengukuran luas daerah hambatan pertumbuhan bakteri karena berdifusinya sampel dari titik awal pemberian ke daerah difusi.

  2. Metoda dilusi

  Metode dilusi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan metode pengujian aktivitas antibakteri lainnya. Sampel uji dicampur dengan medium cair yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Prinsip metode ini adalah sampel diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu masing-masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media. Setelah inkubasi, diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan dari masing-masing konsentrasi sampel yang dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi sampel terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan, disebut dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) atau Mininum Inhibitory Concentration (MIC).

  L. Kerangka Teori

  Kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  

Fraksinasi ekstrak biji jintan hitam (Nigella

Sativa) untuk didapatkan pelarut yang terbaik

dalam menghambat bakteri ulkus DM

Pembuatan konsentrasi 10%, 50%, dan 100%

  

Uji in vitro pada masing-masing fraksi dengan

konsentrasinya pada bakteri ulkus DM

reaksi yang ditimbulkan dari fraksi ekstrak jintan hitam terhadap bakteri

  

Pertumbuhan

bakteri terhambat

Didapatkan zona hambat, diukur

diameternya untuk membandingkan

masing-masing fraksi

  Bagan 3. 1 kerangka teori Sumber : (Volk & Wheeler, 1993; Berghe & Vlietinck, 1991).

  M. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagan 3. 2 Kerangka Konsep

  Ekstraksi bertingkat dengan jenis Pelarut dari non polar hingga polar

  Fraksi n- Heksana

  Fraksi Etil Asetat

  Fraksi Metanol

  Bakteri Ulkus DM

  Bakteri Ulkus DM

  Bakteri Ulkus DM

  Pengaruh Senyawa Antibakteri

  Pengukuran Zona Hambat pada setiap fraksi Ditemukan fraksi dengan zona hambat tertinggi

  N. Hipotesis

  1. Terdapat daya hambat pada masing-masing fraksi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap bakteri ulkus diabetikum.

  2. Terdapat perbedaan yang signifikan zona hambat pada masing-masing fraksi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa).