BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Informasi Obat - Bab II Kartika Lidiasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Pelayanan Informasi Obat

  Pelayanan farmasi yang baik ialah sifat pelayanan farmasi yang berinteraksi langsung dalam proses penggunaan obat dengan penerapan ilmu pengetahuan dan fungsi dalam perawatan penderita. Pergeseran orientasi pelayanan farmasi di negara maju bukan saja untuk mengembangkan kehidupan profesi farmasi tetapi terutama ialah untuk melindungi penderita terhadap masalah yang disebabkan obat, dan keadaan ini merupakan tahap ketiga dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi (Siregar, 1994).

  2.2 Informasi Obat

  Untuk mendukung pelayanan farmasi yang baik diperlukan perangkat sistem obat yang baik. Sistem informasi obat dan pengobatan adalah kumpulan informasi obat maupun pengobatan yang dapat diandalkan. Ketepatan dan komponen pokok yang diperlukan dalam pengembangan suatu sistem pelayanan informasi obat dan pengobatan menurut Santoso dan kawan – kawan (1997) menyangkut hal – hal berikut: 1.

  Sumber informasi obat dan pengobatan yang terorganisir secara sistematis,

  2. Pelaku pelayanan informasi obat yang terlatih dan termotivasi yang bertugas untuk mengelola sumber informasi dan memberikan informasi secara reaktif, aktif maupun proaktif, 3. Organisasi dalam pelayanan informasi yang menyangkut mekanisme dan tata kerja pelayanan informasi dalam unit pelayanan yang bersangkutan,

  4. Lokasi dimana pelayanan informasi ditempatkan sehingga pihak yang memerlukan dapat menghubungi dengan mudah,

5. Target penggunaan informasi diidentifikasikan dengan mudah.

  3

2.3 Sistem Informasi Obat

  Untuk mendukung pelayanan farmasi yang baik diperlukan perangkat sistem obat yang baik. Sistem informasi obat dan pengobatan adalah kumpulan informasi obat maupun pengobatan yang dapat diandalkan. Ketepatan dan komponen pokok yang diperlukan dalam pengembangan suatu sistem pelayanan informasi obat dan pengobatan menurut Santoso dan kawan – kawan (1997) menyangkut hal – hal berikut: 1.

  Sumber informasi obat dan pengobatan yang terorganisir secara sistematis,

  2. Pelaku pelayanan informasi obat yang terlatih dan termotivasi yang bertugas untuk mengelola sumber informasi dan memberikan informasi secara reaktif, aktif maupun proaktif, 3. Organisasi dalam pelayanan informasi yang menyangkut mekanisme dan tata kerja pelayanan informasi dalam unit pelayanan yang bersangkutan,

  4. Lokasi dimana pelayanan informasi ditempatkan sehingga pihak yang memerlukan dapat menghubungi dengan mudah,

5. Target penggunaan informasi diidentifikasikan dengan mudah.

  Pelayanan informasi obat juga sangat diperlukan oleh farmasi klinik. Dalam kegiatan Pharmaceutical care dimana seorang farmasi mengidentifikasi masalah – masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik yang bersifat potensial maupun aktual, diperlukan informasi yang objektif, akurat, up to date dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah – masalah tersebut. Disisi lain, waktu yang terbatas karena banyaknya beban kerja dan minimnya sarana sumber informasi di tempat kerjanya menyebabkan farmasi kesulitan mendapatakan informasi tersebut. Oleh karena itu pelayanan informasi obat berfungsi untuk memberikan dukungan informasi yang dibutuhkan oleh farmasis untuk memberikan rekomendasi yang tepat dalam perawatan pasien. Pelaku pelayanan informasi obat yang terlatih dan termotivasi yang bertugas untuk mengelola sumber informasi dan memberikan informasi secara reaktif, aktif maupun proaktif.

  Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pengembangan informasi obat harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

  1. Informasi obat dan pengobatan harus didasarkan pada standar yang telah disepakati dan menjamin katepatan, objektivitas dan informasi

2. Informasi yang relevan harus tersedia pada saat dibutuhkan (available) 3.

  Terjangkau 4. Luwes, dapat diberikan dalam berbagai bentuk dan cara 5. Relevan dengan kebutuhan pengguna sesuai dengan situasi lingkungan

2.4 Peran Pelayanan Informasi Obat dalam Penggunaan Obat yang Rasional

  Banyak faktor yang menyebabkan obat digunakan secara tidak rasional. Faktor – faktor tersebut adalah :

  1. Sistem Kesehatan Tidak tersedianya obat – obat yang diperlukan, sebaliknya obat – obat yang tersedia adalah obat – obat yang sebenarnya tidak diperlukan.

  Hal ini menurunkan kepuasan dokter dan pasien terhadap sistem. Dalam keadaan seperti ini dimana pasien memerlukan perawatan dan dokter merasa wajib memberikan apa yang tersedia maka si dokter akan memberikan obat yang ada meskipun tidak tepat untuk digunakan oleh pasiennya (Anonim, 2000).

  2. Dokter Penyebabnya dapat bersifat internal dan ekternal. Penyebab internal meliputi pelatihan yang tidak memadai, tidak adanya pendidikan berkelanjutan sehingga pengetahuaanya out of date, memberikan obat secara tidak rasional, kurangnya informasi yang obyektif dan kecenderungan untuk mengambil kesimpulan umum terhadap efektifitas Dokter dan efek samping obat dengan hanya berdasarkan pengalaman praktek terbatas. Sedangkan yang bersifat eksternal meliputi banyaknya jumlah pasien yang ditangani, tekanan untuk menuliskan resep obat tertentu dari pasien dan perusahaan obat ( Azwar, 1996).

3. Farmasis

  Penyebabnya dapat dikarenakan oleh kurangnya pelatihan, terbatasnya bahan dan alat, banyaknya beban kerja sehingga kualitas penyimpanan obat rendah ( Setyorini & Subroto, 1991).

4. Pasien ( Masyarakat)

  Kepatuhan pasien terhadap aturan pengobatan dipengaruhi banyak faktor, antara lain : sosial budaya dan interaksi dengan tenaga kesehatan ( dokter, perawat, farmasis). Pengaruh tiap faktor tersebut diatas mungkin berbeda – beda antara satu kasus dengan kasus lain, sehingga sebelum melakukan interventasi untuk memperbaiki perlu diindentifikasikan apa faktor penyebab yang utama. Secara garis besar interventasi dapat bersifat

  educational, managerial dan regulatori. Pelayanan informasi dapat

  berperan dalam intervensi yang bersifat educational melalui (buletin, pedoman terapi, dan lain – lain) (Trisna, 1999).

2.5 Sumber – Sumber Informasi Obat

  Dilihat dari sifat dan sumbernya, informasi obat dapat dibedakan menjadi dua, yakni informasi non komersial dan informasi komersial, dengan berbagai bentuk.

1. Informasi non – komersial a.

  Textbook dan handbook Merupakan sumber informasi utama apabila diperlukan informasi yang mendalam. Banyak sekali buku – buku yang tersedia, namun yang penting adalah memiliki buku yang tepat sesuai kebutuhan. Dalam hal ini dapat dipilih dua kelompok buku, yakni :

  1) Buku tentang obat, buku ini mengupas sifat – sifat farmakologi, faramkokinetik dan efek samping.

  2) Buku tentang pengobatan/terapeutik, yang informasinya berangkat dari masalah klinik (penyakit).

  Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah seberapa sering buku tersebut direvisi, makin baik sebagai bahan informasi muthakhir. Bila waktu yang tersedia untuk membaca terbatas maka gunakan handbook (Azwar, 1994).

  b.

  Buku referensi Buku referensi dapat dijadikan pegangan. Yang paling utama adalah buku – buku pedoman yang telah disepakati, misalnya pedoman pengobatan, pedoman penggunaan antibiotika, dan sebagainya, baik yang berskala lokal (misalnya rumah sakit) maupun nasional.

  c.

  Buletin obat dan pengobatan Buletin biasanya bersifat periodik dan promosi terhadap pemakaian obat dan pengobatan secara rasional. Umumnya disediakan secara cuma – cuma oleh bahan yang berkecimpung di kegiatan tersebut dan sangat dihargai keberadaannya karena objektivitasnya informasi tersebut. Beberapa contoh yang diakui misalnya

  

beaustralian prescir (Australia), Drug Information Newsletter

(Singapore), Lembaran Obat dan Pengobatan (Indonesia).

  d.

  Majalah kedokteran Dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni majalah kedokteran umum (misalnya Lancent, British Medical Journal) dan khusus untuk bidang spesialisasi tertentu ( Tubercle, American Journal of Repiratory Disease), umunya memuat artikel – artikel dalam bidang terapeutik dan informasi klinik. Majalah khusus umumnya juga memuat informasi klinik, memuat informasi lebih rinci untuk penyakit

  • – penyakit tertentu. Hati – hati membaca majalah, karena seringkali terdapat kontroversi antara satu penelitian dengan penelitian lain, yang seringkali justru membingungkan untuk diterapkan.

  e.

  Bentuk verbal dan bentuk – bentuk lain Selain dengan cara membaca yang notabene cukup menyita waktu, tenaga maupun biaya, informasi dapat diperoleh dari sejawat lain, pusat pelayanan informasi, atau dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan. Salah satu contoh misalnya di pusat – pusat pelayanan kesehatan yang besar, misalnya di rumah sakit, banyak dibentuk komisi terapeutik yang berfungsi untuk membantu para praktisi medik dalam menjalankan tugas pelayanan.

  Komposisi terdiri dari berbagai ahli klinik dan farmasis. Secara bertahap, komisi ini bertemu untuk membicarakan hal – hal baru dalam terapeutik, atau kalau perlu merevisi kesepakatan – kesepakatan pedoman pengobatan sebelumnya ( Yuniastuti, 2003).

2. Informasi komersial

  Informasi yang bersifat komersial jelas datang dari industri farmasi, dan tersebar sangat luas di seluruh dunia. Bentuk informasi sangat beragam, mulai dalam tulisan, verbal maupun dalam disket atau pita video. Inforamsinya sangat jelas dan mudah dicerna namun juga dapat bias. Segi positif terlalu ditekankan, sedangkan segi negatifnya seringkali dilupakan atau disinggung secara ringan. Hal ini dapat dimengerti, karena tujuanya memang untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan komersial ini juga melibatkan antara lain penyelengara – penyelenggara simposium, seminar atau penulisan artikel di majalah, dengan sponsor industri farmasi. Informasi ini tetap bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perkembangan berlangsung, namun harus hati – hati dalam menelaah kualitas informasinya. Kesulitan yang sering dihadapi adalah dalam mengecek kebenarannya, karena informasi ini sangat cepat berkembang dan beredar, jauh lebih cepat dari majalah dan buku – buku acuan atau standar ( Yuniastuti, 2003).

  a.

  Iklan / advertising di majalah kedokteran Tidak dapat dipungkiri, bahwa iklan obat menyediakan informasi obat yang paling cepat dapat mencapai praktisi medik.

  Sayangnya, sangat banyak iklan yang mengabaikan komponen – komponen informasi sperti yang digariskan oleh WHO (1998), secara ringkas pedoman WHO tersebut menggariskan bahwa harus ada 4

  (empat) komponen utama informasi dalam setiap iklan yaitu a) informasi tentang nama generik obat, sifat farmakologik dan farmakokinetik, b) informasi tentang indikasi dan bukti manfaat klinik, c) informasi tentang sediaan, aturan pakai dan cara pemberian obat, d) informasi tentang keamanan, meliputi efek samping maupun peringatan, pembatasan/kontraindikasi. Dengan selalu mempertimbangkan ada tidaknya 4 (empat) komponen diatas, ditambah penelaahan secara kritis terhadap pesan umum yang ditonjolkan dalam iklan, praktisi medik dapat dengan mudah melakukan penilaian secara objektif, dan memanfaatkan informasi tersebut ( Cristina, 2003).

  b.

  Lembaran informasi produk Lembaran informasi produk umumnya disertakan dalam kemasan obat, atau dicetak dalam bungkusnya, ditunjukan untuk pemakai obat. Sebenarnya jenis informasi relatif paling banyak dipercaya, karena saat ini merupakan satu – satunya jenis informasi dari industri farmasi yang penyiapannya dikontrol oleh Departemen Kesehatan RI. Bentuknya sederhana dan mencakup semua komponen informasi tentang obat yang digunakan, tanpa ditambah pesan – pesan komersial. Sayangnya justru jenis informasi ini seringkali tidak sampai ke tangan pasien.

  Informasi yang harus dicakup dalam lembaran informasi produk meliputi a) INN atau nama generik senyawa aktif, b) informasi farmakologik ( efek farmakologik, mekanisme kerja dan sifat farmakokinetik), c) informasi klinik meliputi indikasi, regimen dosis, kontraindikasi, peringatan, efek samping, interaksi obat dan over dosis, d) informasi farmasetik misalnya bentuk sediaan, zat pengisi, kondisi penyimpanan, dan masa kadaluwarsa, kelompok obat (narkotik/obat keras/obat bebas/obat luar), nama pabrik dan sebagainya (WHO, 1992). c.

  Bentuk bentuk lain Sangat banyak bentuk – bentuk informasi lain yang seringkali sulit dibedakan apakah dari industri farmasi atau bukan, misalnya simposium, seminar, majalah kedokteran, atau buku terbitan resmi hasil penelitian uji klinik suatu obat. Untuk menelaah jenis – jenis informasi seperti ini,diperlukan penguasaan berbagai masalah, misalnya untuk menilai apakah data hasil pengujian manfaat suatu obat terhadap indikasi tertentu dapat dipercaya, diperlukan pengetahuan tentang metodologi buku yang seharusnya digunakan.

  Buku – buku seperti IIMS, ISO dan sejenisnya juga cukup membantu praktisi medik untuk mencari kandungan bahan aktif suatu sediaan, harga, dsb. Tetapi jangan digunakan untuk mencari indikasi, efek samping, dan lain – lain, karena biasanya informasi tentang hal ini sangat terbatas ( Azizah, 2003).

2.6 Puskesmas 1.

  Pengertian Suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanaya dalm bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes, 1996 : 3).

2. Wilayah Puskesmas

  Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pemberian wilayah kerja Puskesmas ditetapkan oleh Bupati, dengan saran teknis dari kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan/Kodya yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesahatan Propinsi (Depkes RI, 1991).

  3. Pelayanan kesehatan menyeluruh Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas ialah Pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan, a) kuratif (pengobatan), b) preventif ( upaya pencegahan), c) promotif (peningkatan kesehatan), d) rehabilitatif ( pemulihan kesehatan) ( Depkes RI, 1991).

  4. Pelayanan kesehatan Integrasi ( terpadu) Sebelum ada Puskesmas, pelayanan kesehatan didalam satu kecamatan terdiri dari pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha

  

higiene sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain

  sebagainya. Usaha – usaha tersebut masing – masing bekerja sendiri dan langsung melapor kepada Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II ( Depkes RI, 1991).

  5. Kegiatan Pokok Puskesmas Kegiatan pokok Puskesmas meliputi 1) KIA, 2) keluarga berencana, 3) usaha peningkatan gizi 4) kesehatan lingkungan, 5) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, 6) pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan, 7) penyuluhan kesehatan masyarakat, 8) kesehatan sekolah, 9) kesehatan olahraga, 10) perawatan kesehatan masyrakat, 11) kesehatan kerja, 12) kesehatan gigi dan mulut, 13) kesehatan jiwa, 14) kesehatan mata, 15) kesehatan usia lanjut.

  Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Dengan kata lain kegiatan Puskesmas ditunjukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat desa ( Depkes RI, 1991).

  6. Fungsi Puskesmas Fungsi Puskesmas adalah 1) sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, 2) membina peran serta masyarakat di wilayah karenanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk membina hidup sehat, 3) memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya ( Depkes RI, 1991).

  7. Profil Puskesmas Rembang Puskesmas Rembang termasuk wilayah Kecamatan Rembang, kabupaten Purbalingga. Kecamatan Rembang termasuk wilayah

  Kabupaten Purbalingga bagian timur, tepatnya pada posisi : 2 40’ – 2 45’ Bujur Timur, dan 7 15’ – 7 20’ Lintang Selatan dengan ketinggian 100 meter sampai dengan 500 meter di atas permukaan air laut (DPAL) dan memiliki Rata-rata curah hujan berkisar antara 2500 mm – 3000 mm per tahun dengan kelembaban relatif berkisar antara 70% s.d 90 % sedangkan temperatur antara 22 C s.d 30

  C. Batas wilayah kecamatan Rembang adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Pemalang Sebelah Timur : Kecamatan Banjarnegara Sebelah Barat : Kecamatan Pengadegan Sebelah Selatan : Kecamatan Karangmoncol

  Luas wilayah Kecamatan Rembang adalah 9.159,36 Ha. atau sekitar 11,78 persen dari luas wilayah Kabupaten Purbalingga (77.764,122 Ha ) dan terdiri atas 12 Kelurahan antara lain : a.

  Kelurahan Wlahar b.

  Kelurahan Bantarbarang c. Kelurahan Karangbawang d.

  Kelurahan Gunungwuled e. Kelurahan Losari f. Kelurahan Bodaskarangjati g.

  Kelurahan Wanogarawetan h.

  Kelurahan Wanogarakulon i. Kelurahan Makam j. Kelurahan Sumampir k.

  Kelurahan Tanalum l. Kelurahan Panusupan

  Puskesmas Rembang dikepalai oleh seorang dokter. Puskesmas Rembang merupakan Puskesmas rawat jalan dan rawat inap yang melayani pasien 24 jam. Kegiatan pelayanan untuk rawat jalan dilakukan pada pagi hari mulai jam 08.00-13.00 WIB. Motto Puskesmas rembang yaitu Puskesmas CERIA (Cekatan Empati Ramah Inovatif Akurat). Adapun visi dan misi Puskesmas Rembang adalah sebagai berikut: Visi : Pelayanan kesehatan prima menuju masyarakat sehat dan mandiri Misi : Meningkatkan pelayanan kesehatan, mendorong peran serta masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, meningkatkan kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan.

  Dengan visi dan misi tersebut diharapkan Puskesmas Rembang menjadi ujung tombak dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga dapat terciptanya lingkungan yang kondusif untuk terwujudnya keadaan yang sehat dan sejahtera.

  Puskesmas Rembang mempunyai 12 Kelurahan, dengan 10 PKD (Poliklinik Kesehatan Desa) dan 1 puskesmas induk di Desa Losari serta 3 Pustu (Puskesmas Pembantu di Gunung Wuled, Bantarbarang dan di Makam). Puskesmas Rembang melayani pasien Umum, Pasien ASKES, Pasien Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), dan Pasien JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) strata II dan strata III, namun dalam hal ini tidak membedakan dalam pelayanan obatnya.

  Sedangkan unit pelayanan yang terdapat di Puskesmas Rembang terdiri dari: a.

  BP Umum b.

  BP Gigi c.

  KIA / KB d.

  Imunisasi e. Gizi f. Laboratorium.

  g.

  Kamar obat h.

  IGD (Instalasi Gawat Darurat) i. Rawat Inap

  2.7 Balai Pengobatan

  Balai Pengobatan (BP) adalah tempat pelayanan kesehatan mayarakat yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Balai Pengobatan ( BP ) merupakan usaha tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan memberikan pelayanan medis dasar rawat jalan. Balai Pengobatan (BP) yang merupakan pelayanan medis dasar yaitu pelayanan medis terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maksimal oleh dokter umum.

  2.8 Pelayanan di Balai Pengobatan (BP)

  Hal-hal pelayanan di Balai Pengobatan (BP) meliputi : 1.

  Penyediaan obat-obatan di tempat pelayanan seperti obat-obatan, suntikan, obat-obatan untuk keadaan gawat darurat, obat atau bahan kontrasepsi seperti vaksin.

  2. Penyediaan obat-obatan harus dengan izin Kepala Kantor Wilayah Departemen Provinsi.

  3. Obat-obatan yang dimaksud agar berpedoman pada Daftar Esensial nasional (DOEN) yang berlaku. Komponen jasa di Balai Pengobatan meliputi (BP) : 1.

  Jasa Konsultasi.

  2. Biaya obat-obatan dan suntikan.

  3. Jasa tindakan medis

4. Jasa penunjang medis 5.

  Komponen lain untuk menunjang pelayanan kesehatan .

2.9 Jenis-jenis Pelayanan di Balai Pengobatan (BP)

  Jenis-jenis pelayanan yang biasa diberikan di Balai Pengobatan adalah:

  1. Pemeriksaan Umum

  2. Promotif : Penyuluhan kesehatan perorangan/kelompok ditempat pelayanan. Penyuluhandi masyarkat sesuai dengan petunjuk dari Puskesmas.

  3. Preventif : - Imunisasi dasar - Imunisasi ulangan.

  4. Kuratif : Pengobatan umum secara rawat jalan, P3K dan menstabilkan pasien gawat darurat serta segera merujuknya.

  5. Membantu Puskesmas mengenai keadaan wabah atau kejadian luar biasa.

  6. Menyelenggarakan rujukan.

  7. Apabila ditangani dokter, maka selain keterangan di atas dapat dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan fungsi Balai Pengobatan (BP).

  8. Pencatatan medik dan pelaporan berkala. ( Wijono, 2004) Balai pengobatan yang terdapat di Kecamatan Rembang yaitu 1.

  Balai pengobatan “ Satya Husada ” dr Haryono. SKm No. Izin : 445/985/04 2. Balai Pengobatan “ Bina Sehat “ dr Rudi Sulistiyo

  SIP : 04/DV/1989 3. Balai Pengobatan dr Subagyo

  SIP : 102 / DINKES 505 / DV / 94 4. Balai Pengobatan dr Rundito

  SIP : 133 / DINKES 505 / DV / VIII / 02

5. Balai Pengobatan dr. Dayita Aprituti

  SIP : 040 / DKK / PBG / SIP / DV / VII / 08 STR: 34.21.100.1.08.191921 6. Balai Pengobatan Yulianto, S.Km

  SIP : 115 / DINKES 401 / DV / 99

2.10 Tingkat Kepuasan Konsumen

  Menurut Barata (2003, 45-46) pihak yang paling mampu mengungkapkan kepuasan atas produk, baik barang atau jasa, hanyalah para pelanggan sendiri, karena merekalah yang mengkonsumsinya dalam menentukan standar kepuasan.

  Pihak puskesmas pembentuk jasa hanya akan mampu memperkirakan, mereka-reka dan mencoba mengarahkan produk barang atau jasanya kearah kepuasan konsumen berdasarkan tanggapan konsumen dimasa lalu yang didapat dari penelitian.

  Pelaksanaan penelitian kepuasan pelanggan biasanya ditunjukan untuk meneliti tingkat kepuasan pelanggan, antara lain:

  1. Mengukur kepuasan pelanggan atas kemudahan didapatnya barang atau jasa (menyangkut kelancaran distribusi atau penyebaran)

  2. Mengukur kepuasan pelanggan melalui kualitas barang atau jasa.

  3. Mengukur kepuasan melalaui nilai barang atau jasa.

  4. Mengukur kepuasan berdasarkan keyakinan pelanggan atas produk atau jasa yang digunakan dibandingkan dengan produk atau jasa lainya.