PAPARAN TIKUS DI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR KASUS LEPTOSPIROSIS (Studi di Desa Kembangarum RT.04 RW.07 dan Desa Sumberejo RT.01-02 RW.02 Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak) - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang
ARTIKEL ILMIAH
PAPARAN TIKUS DI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR
KASUS LEPTOSPIROSIS
(Studi di Desa Kembangarum RT.04 RW.07 dan Desa Sumberejo
RT.01-02 RW.02 Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak)
Oleh :
OKKY LISTYANA INDRASWARI
A2A216028
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Artikel Ilmiah
Paparan Tikus Di Lingkungan Pemukiman Sekitar Kasus Leptospirosis
(Studi Di Desa Kembangarum RT.04 RW.07 dan Sumberejo RT.01-02
RW.02 Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak)
Disusun Oleh : Okky Listyana Indraswari A2A216028
Telah disetujui
Penguji
Dr. Sayono, S.K.M., M.Kes (Epid) NIK. 28.6.1026.077 Tanggal......................................
Pembimbing I Pembimbing II
Didik Sumanto, S.K.M., M.Kes (Epid) Ulfa Nurullita, S.K.M., M.Kes NIK 28.6.1026.053 NIK 28.6.1026.078 Tanggal .................................. Tanggal ..................................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Semarang
Mifbakhuddin, S.K.M., M.Kes NIK 28.6.1026.025 Tanggal..................................
ABSTRAK PAPARAN TIKUS DI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR KASUS
LEPTOSPIROSIS (Studi di Desa Kembangarum RT.04 RW.07 dan Desa Sumberejo RT.01-02 RW.02 Kecamatan Mranggen, Demak) Okky Listyana Indraswari, Didik Sumanto, Ulfa Nurullita.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang.
ABSTRAK
Latar belakang : Leptospirosis ditularkan oleh tikus Rattus norvegicus dan Rattus
tanezumi. Keberadaan tikus di lingkungan pemukiman dipengaruhi oleh faktor fisik,
biologi dan perilaku. Penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
kepadatan tikus dan spesies tikus yang ditemukan di sekitar kasus leptospirosis.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Metode :
penelitian cross sectional ini memiliki sampel sebanyak 75 rumah yang diambil dari 25
rumah disekitar 3 kasus leptospirosis diperoleh secara cluster sampling. Pengambilan
data dilakukan dengan wawancara dan observasi lapangan. Hasil : tikus yang tertangkap
dalam survey sebanyak 15 ekor. Rerata kepadatan tikus yaitu 6,67%. Variasi spesies yang
ditemukan yaitu Rattus tanezumi (40%), Rattus exulans (26%), Rattus norvegicus (20%),
Bandicota indica (7%), Bandicota bengalensis (7%). Ketersediaan sumber pakan
(17,3%), selokan tersumbat (20%), kondisi fisik selokan berbahan semen (8%) dan
berbahan tanah (12%), keberadaan sampah di dalam rumah keadaan terbuka (18,7%),
frekuensi trapping <1 minggu (5,3%) dan >1 minggu (14,7%), predator tikus (4%), feses
tikus (12%), tumpukan barang bekas (12%). Simpulan : ada potensi penularan
leptospirosis dari seluruh sampel yang ada karena ditemukan 9 rumah dari 75 rumah yang
diteliti terdapat tikus Rattus norvegicus dan Rattus tanezumi.
Kata kunci : tikus, leptospirosis, sumber pakan, selokan, kondisi fisik selokan,
keberadaan sampah, trapping, predator tikus, feses tikus, tumpukan barang bekas.ABSTRACT
Background : Leptospirosis is transmitted by Rattus norvegicus and Rattus tanezumi
mice. The presence of mice in a residential environments influenced by physical,
biological and behavioral factors. This research is to find out the factors that influence the
density of rats and rat species found around leptospirosis cases. This research is an
analytical research with cross sectional approach. Method : This cross sectional study
had a sample of 75 houses taken from 25 houses around 3 cases of leptospirosis obtained
by cluster sampling. Data retrieval is done by interviews and field observations.
Results : 15 rats caught in the survey. The mean rat density is (6,67%). Species found
were Rattus tanezumi (40%), Rattus exulans (26%), Rattus norvegicus (20%), Bandicota
indica (7%), Bandicota bengalensis (7%). Availability of food sources (17.3%), clogged
sewers (20%), physical condition of cement-based sewers (8%) and soil-based material
(12%), the presence of open waste in the house ( 18.7%), frequency of trapping < 1 week
(5.3%) and > 1 week (14.7%), rat predators (4%), rat feces (12%), piles of used goods
(12%). Conclusion : there is a potential for leptospirosis transmission from all available
samples because 9 houses found from 75 houses studied were Rattus norvegicus and
Rattus tanezumi rats.
Keywords: rat, leptospirosis, feed source, ditch, ditch physical condition, presence of
trash, trapping, rat predators, rat feces, piles of used goods.PENDAHULUAN
1 Tikus merupakan mamalia dari ordo Rodentia dan suku Muridae. Tikus 2,3,4
mengganggu kehidupan manusia dan sebagai vektor penyakit pada manusia. Penyakit yang ditularkan oleh tikus yaitu leptospirosis yang disebabkan oleh
5,6,7
bakteri leptospira sp. Tikus yang berpotensi menjadi vektor dalam penularan bakteri leptospira sp adalah tikus got (Rattus norvegicus) dan tikus rumah (Rattus
8 tanezumi ).
Kasus leptospirosis telah dilaporkan di berbagai wilayah di Indonesia.
Pada tahun 2014 dengan 519 kasus, 61 meninggal, CFR 11,75%. Pada tahun 2015 terjadi penurunan kasus menjadi 336 kasus, CFR 17,76%. Provinsi Jawa Tengah penyumbang terbanyak kasus leptospirosis yang tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Demak, Purworejo, Pati, Cilacap, Klaten, Wonogiri, Jepara, Banyumas, Magelang, Sukoharjo, dan Boyolali. Kabupaten Demak merupakan wilayah endemis kejadian leptospirosis dengan 30 kasus pada tahun 2014, 12
9,10 kasus pada tahun 2015, 11 kasus dan 5 kematian pada tahun 2016.
Keberadaan tikus di lingkungan rumah dipengaruhi oleh keberadaan
11,12
tikus didalam dan sekitar rumah, kondisi selokan buruk, keberadaan sampah di
13,14
dalam rumah, jarak pengumpulan sampah dengan rumah <500 meter. Jarak
15
rumah dengan saluran terbuka. Karakteristik rumah yang menunjukkan keberadaan tikus yaitu sifat dinding, kondisi dinding, kondisi lantai, kondisi jendela, kabel dalam rumah yang tidak beraturan, celah dinding dan atap,
16 tumpukan barang dalam rumah.
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak merupakan salah satu wilayah endemis leptospirosis. Kecamatan Mranggen terdiri dari 3 Puskesmas yaitu Puskesmas Mranggen I, II, dan III. Puskesmas Mranggen I pada tahun 2017 terdapat 1 kasus leptospirosis sedangkan tahun 2018 terdapat 2 kasus
17 leptospirosis .
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk survei analitik dengan pendekatan cross Populasi pada penelitian ini adalah 25 rumah disekitar kasus sectional.
leptospirosis di Desa Kembangarum RT.04 RW.07 dan Desa Sumberejo
RT.01-02 RW.02 Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Kasus leptospirosis yang tercatat di Desa Kembangarum yaitu 1 kasus dan Desa Sumberejo yaitu 2 kasus. Sampel penelitian diambil secara kuota sampling. Sampel penelitian diperoleh sebanyak 75 sampel.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian di Desa Kembangarum dan Sumberejo, Kecamatan Mranggen berdasarkan tabel 1 rumah yang diperiksa terdapat tikus yaitu sebanyak 15 ekor (20%).
Berdasarkan tabel 2 kepadatan tikus di Desa Kembangarum 6,67%, Sumberejo RT.01 RW.02 yaitu sebanyak 5,33% dan Sumberejo RT.02 RW.02 yaitu sebanyak 8,00%, Trap Succes di Desa Kembangarum yaitu sebanyak 2,22%, di Desa Sumberejo RT.01 RW.02 sebanyak 1,78% dan Desa Sumberejo RT.02 RW.02 sebanyak 2,67%.
Berdasarkan tabel 3 jenis spesies tikus yang tertangkap di Desa Kembangarum dan Sumberejo yaitu Rattus tanezumi 40%, Rattus exulans 26%, Rattus norvegicus 20%, Bandicota indica 7%, Bandicota bengalensis 7%.
Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, tidak terdapat hubungan antara ketersediaan sumber pakan (p=0,12), kondisi fisik selokan (p=0.56), frekuensi trapping (p=1), keberadaan feses (p=0,10), tumpukan barang bekas (p=0,54) dengan keberadaan tikus. Terdapat hubungan antara kondisi selokan (p=0,031), keberadaan sampah (p=0,003), keberadaan predator (p=0,015) dengan keberadaan tikus.
Tabel 1. Rumah yang diperiksa Keberadaan Tikus f % Ada
15 20,0 Tidak Ada 60 80,0 Total 75 100,0
Tabel 2. Kepadatan Tikus, Trap Success, di Desa Kembangarum dan Sumberejo Desa Kepadatan Tikus (%) Trap Succes (%) Kembangarum RT.04 RW.07 6,67 2,22
Sumberejo RT.01 RW.02 5,33 1,78 Sumberejo RT.02 RW.02 8,00 2,67 Total 6,67 2,22
Tabel 3. Jenis Spesies Jenis Spesies Tikus f %
Rattus tanezumi
6
40 Rattus exulans
4
26 Rattus norvegicus
3
20 Bandicota indica
1
7 Bandicota bengalensis
1
7 Total 15 100
Tabel 4. Tabel Silang Hubungan Ketersediaan Sumber Pakan, Kondisi Selokan, Kondisi
Fisik Selokan, Keberadaan Sampah, Frekuensi Trapping, Keberadaan Predator,
Keberadaan Feses, Tumpukan Barang Bekas dengan Keberadaan Tikus.
Keberadaan Tikus P Variabel Penelitian Ada Tidak Ada n % n %
Ketersediaan Sumber Pakan Ada 13 17,3 38 50,7 0,123 Tidak Ada
2 2,7 22 29,3 Kondisi Selokan Tersumbat 15 20,0 44 58,7 0,031 Tidak Tersumbat 0,00
16 21,3 Kondisi Fisik Selokan Semen 6 8,00 29 38,7 0,563 Tanah
9 12,0 31 41,3 Keberadaan Sampah Tidak Ada di dalam rumah 1 1,30 19 25,3 0,003 Ada dalam Keadaan Terbuka 0,00 14 18,7 Ada dalam Keadaan Tertutup
14 18,7 27 36,0 Frekuensi Trapping < 1 minggu 4 5,30 18 24,0 1,00 >1 minggu
11 14,7 42 56,0 Keberadaan Predator Ada 3 4,00 33 44,0 0,015 Tidak
12 16,0 27 36,0 Keberadaan Feses Ada 9 12,0 22 29,3 0,10 Tidak Ada
6 8,0 38 50,7 Tumpukan Barang Bekas Ada 9 12,0 41 54,7 0,54 Tidak Ada
6 8,00 19 25,3
B. Pembahasan
Observasi yang dilakukan pada 75 rumah (25 rumah di Desa Kembangarum RT.04 RW.07, 25 rumah di Desa Sumberejo RT.01 RW.02 dan 25 rumah di Desa Sumberejo RT.02 RW.02) sehingga mendapatkan angka kepadatan tikus di Desa Kembangarum dan Sumberejo sebesar 6,67%. Data tersebut menunjukan bahwa indeks kepadatan tikus di daerah tersebut masih tinggi (> 5%).
Jenis spesies tikus yang terperangkap adalah Rattus tanezumi (40%), Rattus
exulans (26%), Rattus norvegicus (20%), Bandicota indica (7%), Bandicota
bengalensis (7%). Banyaknya jenis spesies tikus Rattus tanezumi dan Rattus
norvegicus yang terperangkap di desa Kembangarum dan Sumberejo akan
berpotensi sebagai reservoir penular penyakit leptospirosis ke manusia karena
8
tikus tersebut membawa serovar yang berbahaya bagi manusia. Habitat asli
Rattus tanezumi adalah di rumah karena tikus tersebut merupakan tikus domestik
yang aktifitas hidupnya seperti mencari makan, berlindung, bersarang dan berkembangbiak di dalam rumah, sedangkan habitat tikus Rattus norvegicus
18 umumnya dijumpai di saluran air/got pada pemukiman.
Rumah yang terdapat sumber pakan ditemukan tikus sebanyak 17,3% dan yang tidak tersedianya sumber pakan yaitu sebanyak 2,7%. Keberadaan pakan tidak mempengaruhi keberadaan tikus dikarenakan kebiasaan pola makan dan limbah rumah tangga pada daerah tersebut. Tikus menyukai berbagai jenis sumber
19
pakan antara lain biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan. Perbedaan jenis pakan di perkotaan (keju, roti), sub-urban (tempe, ikan asin, kelapa bakar), pedesaan
20,21
(jagung), rumah sakit (bakso). Sumber makanan yang tersedia di Desa Kembangarum dan Desa Sumberejo meliputi adanya tumpukan gabah di gudang. Apabila persediaan makanan bagi tikus di perkebunan habis, tikus akan berpindah tempat ke permukiman yang ada persediaan makanan dan tumpukan sampah
22 dengan didukung sanitasi yang kurang baik.
Kondisi selokan yang tersumbat ditemukan tikus sebanyak 20%. Kondisi selokan yang tersumbat dimanfaatkan untuk jalan tikus, sehingga jika terjadi genangan air dikarenakan selokan tersumbat, air yang mengandung kencing ataupun feses tikus sangat potensial untuk terjadinya penularan infeksi yang disebabkan dari bakteri leptospira sp ke manusia. menunjukkan adanya hubungan
23,24
dengan kejadian leptospirosis. Kondisi selokan yang ditemukan di Desa Kembangarum dan Sumberejo yaitu berbahan semen dan tanah. Selokan berbahan semen ditemukan keberadaan tikus sebanyak 8% dan selokan dengan bahan tanah ditemukan tikus sebanyak 12%. Selokan merupakan tempat hidup tikus
25 dikarenakan kondisinya yang lembab, sehingga tikus dapat berkeliaran.
Rumah yang tidak ada sampah di dalam rumah ditemukan tikus sebanyak 1,3% dan rumah yang ada sampah dalam keadaan terbuka ditemukan tikus sebanyak 18,7%. Rumah yang terdapat sampah dalam keadaan terbuka lenbih banyak ditemukan tikus. Tumpukan sampah dalam keadaan yang terbuka akan mengundang tikus masuk ke dalam rumah untuk mencari pakan, sehingga memungkinkan adanya kontak antara manusia dengan urin, dan feses tikus yang
13,14 mengandung bakteri leptospira sp.
Frekuensi trapping yang dilakukan dalam kurun waktu <1 minggu ditemukan tikus sebanyak 4 (5,3%) dan warga yang melakukan trapping dalam kurun waktu >1 minggu ditemukan tikus sebanyak 14,7%. Kegiatan trapping yang dilakukan > 1 minggu lebih berisiko terdapat tikus. Populasi tikus di masing- masing desa masih sangat tinggi. Apalagi mengingat tikus yang terperangkap di masing-masing desa terdapat tikus Rattus tanezumi dan Rattus norvegicus sebagai
8 reservoir penyakit leptospirosis.
Keberadaan predator atau pemangsa dapat menekan keberadaan tikus. Pada rumah yang terdapat predator ditemukan tikus sebanyak 4%, sedangkan rumah yang tidak terdapat predator ditemukan tikus sebanyak 16%. Predator tikus di masing-masing desa yaitu kucing. Predator merupakan upaya pengendalian
26 secara biologis terhadap keberadaan tikus.
Pada rumah yang terdapat feses tikus ditemukan tikus sebanyak 12% dan rumah yang tidak terdapat feses ditemukan tikus sebanyak 8%. Keberadaan feses menunjukkan jalur tersebut jalur yang sudah dilalui tikus.
Rumah yang terdapat tumpukan barang bekas ditemukan tikus sebanyak 12% dan rumah yang tidak ada tumpukan barang bekas ditemukan tikus sebanyak 8%. Rumah yang masih terdapat tumpukan barang yang tidak digunakan dan tidak
2 diperhatikan kondisinya dapat menarik tikus untuk bersarang di dalamnya.
Tumpukan barang bekas yang ditemukan di sekitar rumah seperti tumpukan kardus dan kayu.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kepadatan tikus di Desa Kembangarum dan Desa Sumberejo masih tinggi yaitu sebesar 6,67 melebih dari indeks kepadatan tikus (> 5%), jenis spesies tikus yang ditemukan antara lain Rattus tanezumi (40%), Rattus exulans (26%), Rattus
norvegicus (20%), Bandicota indica (7%), Bandicota bengalensis (7%). Tidak
terdapat hubungan antara ketersediaan sumber pakan, kondisi fisik selokan, frekuensi trapping, keberadaan feses dan tumpukan barang bekas dengan keberadaan tikus, terdapat hubungan antara kondisi selokan, keberadaan sampah, keberadaan predator dengan keberadaan tikus. Faktor yang mempengaruhi keberadaan tikus di wilayah pedesaan endemis leptospirosis antara lain keberadaan selokan yang buruk, keberadaan predator, ketersediaan pakan, dan
27 pekerjaan berisiko. Faktor yang lebih dominan yaitu keberadaan predator.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Lebih menjaga kebersihan rumah, membersihkan selokan agar tidak tersumbat, membuang sampah atau sisa makanan yang ada di dalam rumah ketempat sampah dengan keadaan tempat sampah yang tertutup.
b. Perlu melakukan program rutin pemasangan perangkap tikus terutama di lokasi sekitar rumah yang berisiko terdapat tikus untuk mengurangi angka kepadatan tikus.
2. Bagi Instansi Terkait Bagi fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan sekitar diharapkan dapat memberikan sosialisasi terhadap masyarakat tentang bahaya tikus dan penyakit yang dibawa oleh tikus serta melakukan upaya pengendalian kepadatan tikus dengan melakukan kegiatan pemasangan perangkap tikus secara rutin.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian sejenis diharapkan dapat meneliti mengenai faktor yang belum diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muliawan JU. Buku Pintar Binatang. Jogjakarta: Harmoni; 2011.2. Soejoedi H. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan karantina.
Jurnal Kesehatan Lingkungan . 2005;2(1):53-66.
journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-06.pdf.
3. Santoso L. Rodentologi Kesehatan Masyarakat.; 2015.
4. Kusmiyati, Noor SM, Supar. Leptospirosis Pada Hewan Dan Manusia Di Indonesia. Balai Penelitian Veteriner Wartazoa. 2005;15(4):218.
5. CDC. Rodents
6. Nurisa I, Ristiyanto. Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus Dan Mencit) Di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2004;4(3):308-319.
7. WHO. Leptospirosis. WHO. 2012. s/en/.
8. CDC. Leptospirosis. CDC
9. Rusmini. Bahaya Leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus) & Cara
Pencegahannya . (Pertama, ed.). Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2011.
10. Galloway RL, Stoddard RA, Schafer IJ. Infectious Diseases Related to Travel. CDC. 2015. to-travel/leptospirosis.
11. WHO. Leptospirosis Burden Epidemiology Reference Group (LERG).
seases/lerg/en/index2.html .
12. Costa F, Hagan JE, Calcagno J, Kane M, Torgerson P, Martinez-silveira MS. Global Morbidity and Mortality of Leptospirosis: A Systematic Review. PLOS Neglected Tropical Diseases. 2015.
13. WHO. Leptospirosis. 2014.
14. WHO. Leptospirosis Situation In The WHO South-East Asia Region. 2014. Diseases_Surveillance_and_response_SEA-CD-216.pdf.
15. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2014 . Jakarta: Kemeskes RI; 2014.
16. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2015 . Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
17. Puskesmas Mrangeen I. Profil Puskesmas Mranggen I Demak Tahun 2017 .; 2017.
18. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan Tahun 2016 .; 2016. obile/index.html#p=76.
19. Dinas Kesehatan Kabupaten Demak. Profil Kesehatan Kabupaten Demak .(2015).
20. Yuliadi B, Muhidin, Indriyani S. Tikus Jawa; Teknik Survei Di Bidang
Kesehatan . Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2016.
21. Dedi, Sarbino, Hendarti I. Uji Preferensi Beberapa Jenis Bahan Untuk Dijadikan Umpan Tikus Sawah. 2013.
22. Dinas Kesehatan Kabupaten Demak. Profil Kesehatan Kabupaten Demak .(2016).
23. Farida DH, Yuliadi B, Muhidin S, et al. Distribusi Dan Faktor Resiko Lingkungan Penularan Leptospirosis Di kabupaten Demak, Jawa Tengah.
2006:4-17.
24. Setadi B, Setiawan A, Effendi D, Hadinegoro SRS. Leptospirosis. Sari Pediatri . 2001;3(3):163-167.
25. Amin LZ. Leptospirosis. CDK-243. 2016;43(8):576.
26. M Picardeau. Diagnosis and Epidemiology of Leptospirosis. Med Mal Infect . 2013;43(1):1-9.
27. Raharjo J, Hadisaputro S. Faktor Risiko Host pada Kejadian Leptospirosis di Kabupaten Demak Risk Factors Host of Leptospirosis in Demak District.
2015:105-110.