1.2 Rumusan Masalah - KAJIAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN SERUKAN (Osteochilus sp) YANG TERTANGKAP DI ALIRAN SUNGAI KECAMATAN PANTE CEUREUMEN - Repository utu

  1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Ikan Serukan (Osteochilus sp) merupakan salah satu komoditi perikanan

budidaya air tawar yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ikan Serukan

merupakan salah satu ikan air tawar yang dapat memijah sepanjang tahun. Rasa

telur ikan serukan yang lezat dan bernilai gizi tinggi menjadi daya tarik

masyarakat untuk menyukainya, sedangkan dagingnya kurang disukai karena tipis

dan berduri banyak (Susanto 2001).

  Makanan ikan serukan yaitu detritus dan jasad penempel peryphyton seperti ganggang (chlorophyceae, cyanophyceae), cyanobacteria, mikro baheterotrofik, dan detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Pada stadia larva dan benih, ikan serukan memakan fitoplankton dan zooplankton atau jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk kedalam kelas cyanophyceae dan chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan klorofil b dan protein (Syandri 2004; Choliket al. 2005), sedangkan ikan serukan dewasa memakan tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae, ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto 2001).

  Komunitas plankton dalam suatu perairan berperan dalam keberhasilan suatu budidaya secara tradisional dan semi intensif, karena hampir semua organisme perairan tergantung pada plankton sebagai makanannya, baik dalam suatu stadia pada seluruh siklus hidupnya maupun selama hidupnya. Jumlah populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakan yang ada.

  2

  Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut, yaitu jumlah dan kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut.(Effendi 1997).

  Ikan yang mampu menyesuaikan diri ditinjau dari segi makanan adalah jenis ikan yang mampu memanfaatkan makanan yang tersedia dan bersifat generalis dalam memanfaatkan makanan alami, sehingga ikan tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap fluktuasi kesediaan makanan alami (Adjie, S. 2009.).

  Kebiasaan makanan ikan serukan (Osteochilus sp) merupakan ikan pemakan fitoplankton dan detritus, sedangkan untuk lebih mengetahui kebiasaan makanan ikan serukan di Kabupaten Aceh Barat khusus nya Kecamatan Pante ceureumen dalam memanfaatkan pakan alami fitoplankton perlu dikaji. Dengan demikian dapat diketahui jenis-jenis plankton apa saja yang biasanya dimakan oleh ikan serukan di Kabupaten Aceh Barat.

1.2 Rumusan Masalah

  

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil

yaitu:

  Untuk mengkaji kebiasaan makanan ikan serukan maka perlu dilihat isi lambung ikan serukan yang terdapat dialiran sungai Kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh Barat khususnya untuk kebiasaan makanan alami ikan serukan.

I.3 TujuanPenelitian

  1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makanan yang dimakan oleh ikan serukan yang tertangkap dialiran sungai Kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh Barat .

  2. Untuk mengetahui persentase bobot satu jenis makanan

  3

  3. Untuk mengetahui Frekuensi Kemunculan makanan yang dimakan ikan serukan ( Frequency of Occurence = FO )

  4. Untuk mengetahui Indek Of Preponderence

1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini akan memiliki kontribusi sebagai sumber informasi untuk petani ikan di Kabupaten Aceh Barat untuk memelihara ikan serukan karena dapat memanfaatkan pakan alami.

  4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

  Ikan Serukan yang terletak pada gambar 1 merupakan ikan air tawar yang termasuk family cyprinidae. Saanin, H. 1968 klasifikasi ikan serukan adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces,Ordo : Ostariophysi, Sub-ordo : Cyprinoidea, Famili: Cyprinidae, Sub-famili : Cyprininae, Genus : Ostheochilus, Species : Ostheochilus hasselti cuvier and valenciennes, ( Ostheochilus sp ).

  

Gambar 1. Ikan Serukan (Ostheochilus sp)

  Ciri – cirri ikan serukan adalah badan memanjang dan pipih kesamping (compress) memiliki panjang baku 2,5 – 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat disembulkan dengan bibir berkerut, sungut ada dua pasang dan permukaan sirip punggung terletak di permukaan sirip dada. Menurut siripnya warna ikan serukan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan serukan yang berwarna coklat kehitaman dan coklat kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan dengan punggung merah (Saanin, H. 1968).

  Ikan serukan merupakan jenis ikan sungai atau perairan tawar yang bentuknya miripikan mas, tawes, dan karper, hanya perbedaannya lebih kecil,

  5

  mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba. Ukuran yang dipelihara di kolam biasanya hanya sekitar 25 cm dengan berat lebih kurang 150 gram. Diperairan bebas dapat mencapai 32 cm.

2.2 Reproduksi Ikan Serukan

  Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompok nya. Ikan memiliki reproduksi yang berbeda-beda tergantung pada jenis, tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukuran telur tersebut relatife kecil dan sintasannya rendah.Sebaliknya ikan yang memiliki telur yang sedikit mempunyai ukuran telur yang besar. Reproduksi ikan dikontrol oleh kelenjar pituitary yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisisdan gonad yang dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi reproduksi diantaranya yaitu temperatur, cahaya, dan cuaca. Ikan serukan betina dapat mulai dipijahkan dari umur satu hingga satu setengah tahun dengan berat badan sekitar 100 g. Ikan jantan sudah mulai dipijahkan sekitar umur delapan bulan. Induk betina dapat dipijahkan setiap tiga dan empat bulan sekali. Ikan jantan dan betina dapat dibedakan dengan cara memijit bagian perut kearah anus.

  Ikan jantan akan mengeluarkan cairan putih susu dari lubang genitalnya, sedangkan betina tidak. Induk betina yang sudah matang telur dapat dicirikan dengan perutnya yang relative membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang genital keluar cairan jernih kekuningan bila perut perlahan-lahan kearah anus.

  Induk yang dipijahkan diberok dahulu selama tiga sampai tujuh hari. Pemberokan jantan dan betina sebaiknya pada kolam yang terpisah (Sumantadinata 1983).

  6

2.3 Kebiasaan Makanan Ikan Serukan

  Makanan ikan serukan yaitu detritus dan jasad penempel peryphyton seperti ganggang (chlorophyceae, cyanophyceae), cyanobacteria, mikroba heterotrofik, dan detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Pada stadia larva dan benih, ikan serukan memakan fitoplankton dan zooplankton atau jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk kedalam kelas cyanophyceae dan chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan klorofil b dan protein, sedangkan ikan serukan dewasa memakan tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae, ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto 2001).

  Makanan alami biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang dipelihara. Secara ekologis pengelompokan makanan alami sebagai plankton, nekton,benthos, perifiton, epifiton dan neuston, di dalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan dan jaringan makanan (Mudjiman 1989).

  Ikan serukan (Osteochilus sp) merupakan ikan herbivore, yaitu memakan makanan yang berupa makanan nabati, antara lain yaitu alga filamen dan plankton lainnya. Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup. Tujuan mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh setiap jenis

  7

  dimakan, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam- macam makanan, stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit dan monophagic yaitu ikan yang makanannya terdiri dari atas satu macam makanan saja (Effendie, 1997).

  Kajian habiat kebiasaan makanan ikan ialah menentukan gizi alamiah ikan itu, sehingga dapat dilihat hubungan di antara organisme di perairan tersebut, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan. Sehingga makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan, sedangkan macam makanan satu jenis ikan biasanya bergantung kepada umur, tempat dan waktu. Kebiasaan makanan dapat berbeda dengan waktu lainnya walaupun pengambilan dilakukan pada tempat yang sama. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan suasana lingkungannya.

  2.4. Pencernaan Makanan Pada Ikan

  Pencernaan makanan pada ikan adalah suatu proses tentang pakan yang dicerna kemudian dihaluskan menjadi molekul-molekul atau butiran-butiran mikro (lemak) yang sesuai untuk diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal ke dalam aliran darah. Sistem pencernaan pada ikan menyangkut saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan (Mudjiman 1989).

  2.5. Kelangsungan Hidup

  Menurut Effendie (1997) kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai persentase jumlah ikan yang hidup dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan tertentu. Tingkat kelangsungan hidup ikan atau survivalrate (SR) akan menentukan jumlah produksi yang diperoleh. Pada ikan kelangsungan

  8

  lebih rentan terhadap parasit, penyakit dan penanganan yang kurang hati-hati sehingga memiliki kelangsungan hidup yang.

  Kelangsungan hidup erat kaitannya dengan padat penebaran. Peningkatan padat penebaran akan menurunkan nilai oksigen terlarut akibat tingginya kebutuhan oksigen karena proses metabolisme, pengelolaan makanan, aktivitas pergerakan dan prosesrespirasi. Ketersediaan oksigen merupakan salah satu penentu konsumsi pakan ikan (nafsu makan), karena oksigen merupakan salah satu unsur yang diperlukan untuk mengubah makanan menjadi energi. Saat nafsu makan berkurang, asupan pakan kedalam tubuh ikan pun berkurang sehingga energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan tidak terpenuhi. Hal ini bila berlangsung lama akan menyebabkan kematian (Effendi, 2004).

  Peningkatan padat penebaran juga mengakibatkan peningkatan kandungan amoniak dari buangan metabolik yang disekresikan ikandan sisa- sisa pakanyang tidak termakan. Konsentrasi amoniak yang tinggi berpengaruh terhadap kerusakan selaput insang ikan yang berfungsi untuk proses respirasi dan menghalangi air toksik masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga konsumsi oksigen terlarut menjadi rendah. Hal ini dapat merangsang pembentukan

  

methehemoglobin, sehingga mengakibatkan penurunan transportasi oksigen

  dalam darah yang dapat mengakibatkan stres dan kematian ikan. Energi yang tersedia didalam tubuh digunakan untuk penanggulangan stres yang ditimbulkan dan mengganggu proses peningkatan oksigen dalam darah yang pada akhirnya mengakibatkan kematian (Boyd 1990). Konsentrasi beracun amoniak terhadap ikan air tawar berkisaran antara 0,7-2,4 mg/L (Boyd 1990). Amoniak bersifat toksik pada chanel catfish dengan konsentrasi 0,5-0,2 mg/L sebagai NH-N.

2.6 Pertumbuhan

  Menurut Effendie(1979) pertumbuhan merupakan perubahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu. Selain itu Effendie (1979)menyatakan pula bahwa pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi.

  Pertumbuhan mutlak didefinisikan sebagai ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu,sedangkan pertumbuhan nisbi didefinisikan sebagai panjanga atau bobot yang dicapai dalam satu periode waktu tertentu yang dihubungkan dengan panjang atau bobot pada awal periode tersebut. yaitu, faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis serta faktor eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan.Faktor- faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu, komposisi kimia air,substrat dasar, temperatur air dan ketersedian pakan.

  2.7. Pakan Alami

  Menurut Goldman dan Horne (1983), pakan alami ikan adalah organisme hidup yang juga diproduksi bersama-sama dengan spesies yang dibiakkan, atau dipelihara secara terpisah dalam unit produksi yang spesifik atau dikumpulkan dari alam liar (misalnya penangkapan ikan). Contohnya adalah organisme akuatik tingkat rendah seperti fitoplankton dan zooplankton. Jenis-jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacam-macam,bergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benih ikan yang baru belajar mencari makan, pakan utamanya adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah besar ikannya berubah pula makanannya. Produksi ikan dan biomassa ikan ditentukan oleh kualitas dan produktivitas plankton dan bentos yang dimanfaatkan sebagai pakan,bukan ditentukan oleh biomassa total kedua jenis pakan tersebut.

  2.8. Plankton

  Plankton adalah organisme renik yang umumnya melayang dalam air, mempunyai kemampuan gerak yang sangat lemah dan distribusinya dipengaruhi oleh gerakan massa air Menurut Goldman dan Horne (1983) plankton terbagi dalam dua kelompok utama yaitu :

  1. Fitoplankton (plankton tumbuhan) merupakan organisme autotrof yaitu anorganik melalui proses fotosintesis (photoautotrof) dan sintesis kimia(chemoautotrof).

  2. Zooplankton (plankton hewani) merupakan organisme heterotrof yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya. Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah organisme yang selama hidupnya hidup sebagai plankton atau biasa disebut plankton sejati. Meroplankton adalah larva dari suatu organismeyang hidupnya dengan cara memanfaatkan organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya.

III. METODE PENELITIAN

  3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015. Pengambilan sampel ikan serukan (Osteochilus sp) dilakukan di perairan sungai Pante Ceuremen, yang berlokasi di stasiun I Gampong Itlet, stasiun II Gampong Keutambang dan stasiun III di Gampong Jambak. Analisis isi lambung dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar, Meulaboh,Kabupaten Aceh Barat.

  3.2 Alat dan Bahan

  3.2.1 Alat Tabel 1. Bahan dan alat yang digunakan untuk memeriksa kebiasaan makanan ikan (food habits) :

  

Nama Alat Kegunaan

  Kantong plastik Untuk membawa ikan yang telah ditangkap dari lokasi Timbangan Untuk menimbang berat ikan yang ditangkap Penggaris Untuk mengukur panjang ikan yang ditangkap Pisau dan pinset Untuk mengukur panjang ikan yang ditangkap Petri dish Untuk menyimpan usus ikan yang telah diambil Objek glass Untuk melihat objek pakan alami ke dalam mikroskop Pipet Untuk mengambil objek yang akan diperiksa Kamera digital Untuk kegiatan dokumentasi Microskop Untuk melihat isi lambung

  3.2.2.Bahan Tabel 2 : Bahan yang digunakan dalam penelitian

  No Nama Bahan Kegunaan

  1 Ikan Serukan Sebagai ikan uji(± 50gram) yang didapat Dari Pante ceureumen

  2 Tissu Untuk pembersih

  3.3 Metode Penelitian

  Penelitian dilaksanakan dengan metode survey dilakukan secara deskriptif, yaitu analisis yang menggunakan metode statistik untuk mengetahui pola sejumlah data penelitian.

  3.4 Pengamatan

  Untuk perlakuan pengamatan di laboratorium, panjang total ikan diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala, sampai ke ujung sirip ekor yang paling belakang dengan mistar ukur berskala 0,5 mm dan ditempeli nomor menggunakan kertas label. Sesudah itu, ikan dibedah dan diambil saluran pencernaannya (usus). Lalu usus dimasukkan kedalam botol rol yang telah diberi label dan larutan formalin 4% sebagai pengawet. Isi usus setiap ekor ikan contoh diencerkan dengan menggunakan aquades sebanyak 2 ml. Diaduk sampai isi usus tidak menggumpal/padat. Selanjutnya isi usus dimasukkan kedalam

  

Sedgwick Rafter Counting (SRC) dengan menggunakan pipet tetes sampai penuh

  dan tidak terjadi gelembung udara dibawah kaca penutup SRC cell. Selanjutnya SRC cell diamati dibawah mikroskop pada pembesaran 100/400 kali.

  3.5 Penentuan Stasiun Pengamatan

  Penentuan stasiun pengamatan ditentukan secara purposive sampling, yakni dibagi menjadi tiga stasiun yang mewakili perairan aliran sungai

  • Stasiun I Gampong itlet, aliran sungai Kecamatan Pantee Ceuremen.
  • Stasiun II Gampong Keutambang, aliran sungai Kecamatan Pantee Ceuremen.
  • Stasiun III Gampong Jambak, aliran sungai Kecamatan Pantee Ceuremen.

  Gambar 2. Peta Stasiun Penelitian Sumber:

  3.6 Prosedur Pengambilan Sampel

  Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali selama tiga bulan,, dengan rentang waktu 1 (satu) bulan sekali. Pengambilan ikan serukan (Osteochilus sp) yang diambil ususnya dilakukan berdasarkan hasil tangkapan yang dianggap mewakili ukuran ikan serukan yaitu ukuran sedang dari masing stasiun.

  3.7 Parameter Uji

a. Persentase bobot satu jenis makanan

  Perhitungan kontribusi berdasarkan berat atau W dilakukan dengan menghitung berat individu masing – masing jenis makanan dari semua sampel perut dan berat total yang didapatkan kemudian diubah dalam bentuk perbandingan (dalam persen) terhadap berat total semua jenis makanan (Effendi, 2004).

  Menurut Effendi, (2004), nilai kontribusi berdasarkan berat (W) didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

  wi Wi= X 100 % W

  Keterangan : Wi = Persentase Bobot Makanan wi = Berat satu macam makanan (g) W = Berat Makanan Total (g)

b. Frekuensi kemunculan (Frequency of Occurrence )

  Frekuensi kemunculan atau FO perhitungan yang dilakukan dengan cara mencatat jumlah perut yang berisi jenis makanan tertentu jumlah ini kemudian diubah dalam bentuk persentase dari jumlah total perut ikan yang dianalisis (Effendi, (2004).

  Menurut Effendi, (2004), nilai FO didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

  ∑ FOi FOi= x 100 % ∑ FO

  Keterangan : FOi = jenis makanan ikan i ∑FOi = Jumlah perut yang mengandung jenis makanan i ∑FO = Jumlah perut yang berisi makanan

  Menurut Muhammadi (2007), perbedaan frekuensi kemunculan (FO)

  1. Jika FO > 50 % maka jenis makanan tersebut dominan dan merupakan karakteristik dari makanan predator.

  2. Jika 50 % > FO > 10 % maka jenis makanan itu merupakan komponen makanan skunder dan hanya dimakan jika jenis makanan utama tidak tersedia.

  3. Jika FO ˂ 10 % maka jenis makanan itu dimakan secara tidak sengaja.

c. Indek Bagian Terbesar (Index of preponderance)

  Dalam menganalisis makanan utama suatu organisme dapat dilakukan dengan menggunakan metode Index of preponderance, metode ini merupakan bagian dari metode, frekuensi kejadian. Index of preponderance yang dikembangkan oleh Muhammadi (2007) dengan rumus :

  vi x oi) (

  IP= x 100 % (vi x oi)

  Keterangan :

  IP = Index of preponderance untuk satu jenis makanan tertentu Vi = Persentase bobot satu jenis makanan Oi = Persentase kehadiran satu jenis makanan

  Jika satu jenis makanan mempunyai nilai IP>40% berarti jenis makanan itu termasuk makanan utama, nilai Index of preponderance 4 sampai dengan 40 % berarti jenis makanan itu termasuk jenis perlengkapan, (Muhammadi (2007).

3.8 Analisis Data

  Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan dianalisis secara deskriptif melalui pengkajian hasil pengamatan dengan data penujang dari literatur yang berhubungan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi Lingkungan Perairan Penelitian

  Kondisi lingkungan di perairan Sungai Krueng Pantee Ceureumen yang di jadikan sebagai tempat penelitian, dengan pengambilan sampel di tiga titik stasiun, kondisi perairan di masing – masing stasiun dapat dikatakan masih bagus atau tidak tercemar, karena sungai ini aliran airnya deras, Di Aliran Sungai ini warna airnya tergantung cuaca, bila cuaca hujan airnya keruh berwarna kekuning-kuningan dan bila cuaca bagus airnya jernih. Subtrat yang terdapat di semua stasiun pada dasar parairan Sungai Krueng Pantee Ceureumen ialah berpasir dan berbatu, kedalaman perairan sungai tersebut mencapai ± 5 meter, adapun lebar sungainya adalah ± 50 meter.

IV.1.2 Jenis Makanan

  Berdasarkan hasil analisis terhadap 35 isi lambung ikan serukan (Osteochillus sp) menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan ikan serukan yaitu fitoplankton, yang dapat dilihat pada tabel 2.

  Tabel 2 Jenis makanan ikan serukan (Osteochillus sp)

  

Kelompok Jenis

  Fitoplankton Chlorophyceae Fitoplankton Gonatozygon kinahani Alga Pyxidicula sp

  (Sumber : Data primer 2015)

  Tabel diatas menunjukan bahwa makanan ikan serukan (Ostechillus sp) berupa lumut, sehinga dapat digolongkan kedalam ikan herbivora karena

  4.1.3 Presentase bobot satu jenis makanan

  Presentase bobot jenis ikan serukan diperoleh berdasarkan analisis isi lambung dapat dilihat pada tabel 3.

  Table 3 Presentase bobot satu jenis makanan

  Jumlah lambung Berat satu jenis % Proposi Jenis makanan yang mengandung makanan makanan jenis makanan i (Gram) Chlorophyceae

  15 3,7 45,68

  Gonatozygon kinahani

  14 2,9 35,80

  Pyxidicula sp

  6 15 18,52

  Total 35 8,1 100

  (Sumber : Data primer 2015) Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa presentase bobot tertinggi didominasi oleh lumut jenis Chlorophyceae dengan presentase 46% sebagai makanan jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan, lumut Gonatozygon

  

kinahani dengan presentase berat 36%.dan Alga Pyxidicula sp dengen prsentase

  19. Ikan serukan merupakan hasil tangkapan jala yang beroperasi di aliran sungai krueng Pantee ceureumen dimana lumut- lumut, merupakan makanan ikan serukan.

  4.1.4 Frekuensi Kemunculan (Frequency of Occurence = FO)

  Dari hasil penelitian terhadap 35 lambung ikan serukan didapatkan data frekuensi kemunculan (Frequency of Occurence = FO) jenis makanan yang dapat dilihat pada tabel 4.

  Tabel 4 Frekuensi kemunculan jenis

  Jumlah lambung yang Foi %

  makananXJenis

  mengandung jenis makanan makanan atau ∑Foi

  6

  17 Pyxidicula sp

  35 100 Total (Sumber : Data primer 2015)

  Dilihat dari tabel 5 frekuensi kemunculan yaitu pada jenis makanan fitoplankton yaitu lumut jenis Chlorophyceae dengan presentase frekuensi kemunculan 43 % maka jenis makanan tersebut dominan makanan utama,dengan demikian maka jenis makanan tersebut merupakan komponen makanan utama.

  Gabar frekuensi kemunculan jenis makanan dapat dilihat pada gambar 3 berikut:

  42.86

  45

  40

  40

  35

  30

  25

  20

  17.14

  15

  14

  15

  10

  6

  5 Chlorophyceae Gonatozygon kinahani Pyxidicula sp Jumlah lambung yang mengandung jenis makanan atau ∑Foi Foi %

  Gambar 3 Grafik frekuensi kemunculan jenis makanan Dari grafik diatas menunjukan bahwa makanan ikan serukan yaitu berupa

  Fitoplankton, maka ikan serukan ini tergolong kedalam ikan herbivora pemakan tumbuhan.

4.1.5 Index Of Preponderence

  Data index of peponderence pada penelitan ini ikan serukan dapa dilihat pada tabel 5 berikut : Tabel 5 Index of Preponderence

  Chlorophyceae

  15

  43 46 1958 52,81

  Gonatozygon kinahani

  14

  40 36 1432 38,63

  Pyxidicula sp

  6

  14 19 317 8,56

  Total 3707 100

  (Sumber : Data primer 2015)

  Nilai IP ikan serukan makanan lumut (Chlorophyceae) 53%, hal ini menunjukan bahwa lumut sebagai makanan utama, karena IP>40%, Nilai index

  

of preponderence 4 sampai dengan 40% berarti makanan itu termasuk makanan

utama.

4.2 Pembahasan

  Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ikan serukan (Osteochillus sp) yang tertangkap di Aliran Sungai Krueng Pantee Ceuremen, lambung rata-rata berisi makanan Lumut. Hal ini diduga karena ikan serukan yang tertangkap selama penelitian rata-rata berukuran kecil yaitu 9-20 cm, dikarenakan alat tangkat yang digunakan hanya jala dan populasi ikan serukan dialiran sungai kecamatan pante ceureumen sudah sangat berkurang. adapun cara menentukan jenis makanan dalam lambung ikan berdasarkan rumus presentase bobot jenis makanan, frekuensi kemunculan, indek of preponderance. Hasil pengamatan lapangan memperlihatkan ikan serukan memiliki panjang usus yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang tubuh. Menurut Situmorang, et al.

  (2013) bahwa ikan yang memiliki struktur anatomis panjang usus lebih panjang dibanding panjang tubuh adalah jenis ikan omnivora. Hasil perbandingan panjang usus dengan panjang tubuh ini lebih memperkuat bahwa ikan serukan merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora.

  Banyak peneliti menunjukan walaupun spesies dan ukurannya sama, tetapi demikian penilaian ikan terhadap kesukaan makanannya sangat relatf. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini ialah faktor penyebaran organisme makanan ikan, faktor ketersediaan makanan faktor pilihan dari ikan itu sendiri serta faktor – faktor yang lainnya (Effendi, 2002).

4.2.1 Presentase bobot satu jenis makanan

  Dalam menentukan presentase jenis makanan bahwa presentase bobot tertinggi didominasi oleh lumut (Chlorophyceae) dengan presentase 46% sebagai makanan jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan Lumut jenis (Gonatozygon kinahani) dengan presentase berat 36%. Dan Alga (Pyxidicula sp) dengan presentase berat 19%. Ikan serukan merupakan hasil tangkapan jala, yang beroperasi di aliran sungai krueng Pantee Ceureumen dimana lumut- lumut, dan alga merupakan makanan ikan serukan. Perhitungan kontribusi berdasarkan berat atau W dilakukan dengan menghitung berat individu masing – masing jenis makanan dari semua sampel perut dan berat total yang didapatkan kemudian diubah dalam bentuk perbandingan (dalam persen) terhadap berat total semua jenis makanan (Effendi, 2004).

4.2.2 Frekuensi Kemunculan

  Frekuensi kemunculan tertinggi yaitu pada jenis makanan lumut (Chlorophyceae) dengan kemunculan 15 kali dalam 35 lambung dengan presentase frekuensi kemunculan 43% maka jenis makanan tersebut dominan makanan utama, sedangkan Lumut (Gonatozygon kinahani) 14 kali kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan 40%, dan Alga (Pyxidicula sp) 6 kali kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan 17%, dengan demikian apabila jenis makanan tersebut dibawah FO<10 maka jenis makanan itu dimakan secara tidak sengaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammadi, (2007) perbedaan frekuensi kemunculan (FO) jenis makanan diamati berdasarkan ketentuan yaitu jika FO > 50 % maka jenis makanan tersebut dominan dan merupakan karakteristik dari makanan predator, jika 50 % > FO > 10 % maka jenis makanan itu merupakan komponen makanan sekunder dan hanya dimakan jika jenis makanan utama tidak tersedia dan jika FO ˂ 10 % maka jenis makanan itu dimakan secara tidak sengaja.

  Frekuensi kemunculan atau FO adalah perhitungan yang dilakukan dengan mencatat jumlah perut yang berisi makanan tertentu. Jumlah ini kemudian diubah kedalam bentuk presentase dari jumlah total perut yang di analisis (Muhammadi 2007).

4.2.3 Index Of Prepondernce (Indek bagian terbesar)

  Menurut hasil penelitian tentang kajian kebiasaan makanan ikan serukan di Aliran Sungai Krueng Pantee Ceureumen 35 ekor ikan serukan (Osteochillus

  

sp) menunjukkan Nilai IP ikan serukan untuk lumut (Chlorophyceae) 53%, hal

  ini menunjukan bahwa lumut Chlorophyceae sebagai makanan utama, karena

  IP>40%, untuk Lumut Gonatozygon kinahani 39%., hal ini menunjukan bahwa

  

Gonatozygon kinahani sebagai makanan pelengkap karena IP<40%, dan nilai IP

  untuk Alga (Pyxidicula sp) 9%, Menurut Muhammadi (2007), jika suatu jenis makanan mempunyai nilai IP>40% berarti jenis makanan itu termasuk makanan jika nilai IP<4%, maka jenis makanan tersebut merupakan makanan tambahan. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan serukan berarti menyukai lumut melainkan lumut tersebut pada habitat fishing ground. Seperti diketahui bahwa ikan tersebut mengkonsumsi pakan baik dari tumbuhan maupun hewan, yaitu tumbuhan sebesar 13-17%, serangga 6-8%, sedangkan sisanya tidak teridentifikasi. Lumut - lumutan banyak ditemukan, hal ini mengindikasikan bahwa ikan tersebut memanfaatkan jenis-jenis lumut yang menempel pada batuan dasar perairan yang merupakan habitat paling disukai oleh ikan Osteochillus. Hasil penelitian Haryono (2006) terhadap isi perut ikan menunjukkan bahwa pakannya terdiri dari serangga, moluska, buah-buahan, sisa tumbuhan, detritus, dan plankton; persentase paling banyak adalah buah-buahan (31,5%) dan moluska (26,8%). Ikan kerling (Tor tambroides) menyukai kepiting, moluska, dan buah beringin (Ficus sp.).

  Ditambah pula oleh (Effendi 2002), bahwa faktor – faktor yang menetukan suatu spesies memakan jenis makanan antara lain ketersediaan makanan tersebut dihabitat. Variasi dalam volume dan frekuensi makanan ikan ditunjukan dengan jumlah dan ukuran spesies mangsa dilokasi penelitian hal tersebut menunjukan bahwa keberadaan ikan sangat tergantung oleh keberadaan lumut diduga lumut sebagai makanan utama karena lumut merupakan jenis makanan yang dominan dialiran sungai tersebut. Untuk menganalisa jenis-jenis makanan yang dimakan oleh ikan serukan yaitu dengan menggunakan Index of

  

Preponderance atau indeks Bagian Terbesar yang dikemukakan oleh Effendi

(2002).

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan Adjie (2009) pada ikan genus yang sama dengan ikan Garing yaitu ikan Semah (Tor spp.) menunjukkan bahwa makanan utama ikan Semah berupa lumut dengan nilai IP sebesar 80%. Selanjutnya hasil penelitian Taufiqurohman, et al. (2007) pada ikan Nilem (Ostechillus hasselti) yang termasuk Cyprinidae memperlihatkan bahwa ikan Nilem memiliki makanan utama fitoplankton dengan nilai IP sebesar 76,63%.

  Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Tresna, et al. (2012) menyajikan kebiasaan makan beberapa ikan yang termasuk dalam Cyprinidae, yaitu ikan Genggehek (Mystacoleucus marginatus) memiliki makanan utama fitoplankton dengan nilai IP sebesar

  62,78% dan bagian tumbuhan dengan nilai IP sebesar 27,78%, makanan pelengkap berupa detritus dengan nilai IP sebesar 8,33% dan makanan tambahan berupa zooplankton dengan nilai IP sebesar 1,11%. Ikan Nilem memiliki makanan utama fitoplankton dengan nilai IP sebesar 79,00%, makanan pelengkap berupa bagian tumbuhan dengan nilai

  IP sebesar 12,78% dan makanan tambahan berupa zooplankton dan detritus dengan nilai IP < 4%. Ikan Paray (Rasbora aprotaenia) memiliki makanan utama fitoplankton dengan nilai IP sebesar 55,22%, makanan pelengkap berupa detritus dengan nilai IP sebesar 21,11%, zooplankton dengan nilai IP sebesar

  12,6% dan bagian tumbuhan dengan nilai IP sebesar 11,11%. Ikan Mas (Cyprinus carpio) memiliki makanan utama zooplankton dengan nilai IP sebesar 80,00%, makanan pelengkap berupa fitoplankton dengan IP sebesar 12,22% dan detritus dengan IP sebesar 7,78%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

  Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

  1. Jenis makanan yang terdapat dalam lambung ikan serukan antara lain : lumut (Chlorophyceae), Lumut jenis (Gonatozygon kinahani) Ikan Serukan

  (Osteochilus sp) Dan Alga (Pyxidicula sp). yang terdapat di Aliran Sungai

  Krueng Pantee ceureumen digolongkan ke dalam kelompok herbivore yaitu pemakan nabati.

  2. Presentase bobot satu jenis makanan, makanan yang tertinggi didominasi oleh lumut (Chlorophyceae) dengan presentase 46% sebagai makanan jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan Lumut jenis (Gonatozygon kinahani) dengan presentase berat 36%. Dan Alga (Pyxidicula sp) dengan presentase berat 19%.

  3. Frekuensi kemunculan tertinggi yaitu pada jenis makanan lumut (Chlorophyceae) dengan kemunculan 15 kali dalam 35 lambung dengan presentase frekuensi kemunculan 43% maka jenis makanan tersebut dominan makanan utama, sedangkan Lumut (Gonatozygon kinahani) 14 kali kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan 40%, dan Alga (Pyxidicula sp) 6 kali kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan 17%.

  4. Nilai IP ikan serukan untuk lumut (Chlorophyceae) 53%, hal ini menunjukan bahwa lumut Chlorophyceae sebagai makanan utama, karena

  IP>40%, untuk Lumut Gonatozygon kinahani 39%, hal ini menunjukan bahwa Gonatozygon kinahani sebagai makanan pelengkap karena IP<40%, dan nilai IP untuk Alga (Pyxidicula sp) 9%.

  5. Diduga ikan serukan merupakan jenis ikan herbivora/cenderung herbivora yaitu pemakan nabati.

5.2 Saran

  Diharapkan penelitian ini tidak berhenti sampai disini tetapi perlu pengkajian lebih lanjut terutama pada kajian kebiasaan makan ikan serukan, serta menggunakan variasi ukuran yang berbeda agar memperoleh perbandingan

DAFTAR PUSTAKA

  Adjie, S. 2009. Sebaran dan Kebiasaan Makan Beberapa Jenis Ikan di DAS Kapuas Kalimantan Barat. Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palaembang.

  Allen, G.R, 1985 Food and Agriculture Organization Spesies Catalogue.

  Snapper Of The World. Volume VI, Food And Agriculture Organization Of The United Nation. Rome. 189 p. Alabaster, J.S. and R. Lloyd. 1982. Water Quality Criteria for Freshwater Fish.

  FAO, Butterworth, London. Affandi R. Raharjo M. F. Sjafei, D. S.. dan Sulistiono, 2011. Iktiology. Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station Auburn University. Birmingham Publishing Co.

  Alabanma.482 hlm. Bambang 2009. Analisa Isi Saluran Pencernaan Ikan. Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

  Dolgov.A.V. 2005. Feeding and Food Comsumption by the Barents sea skate J.

  Of Nortwest Atlantic fish. SCI. 35(34):17-21 Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

  112 hlm. Edmondson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. Jhon Wiley & Son, Inc. New York.

  Effendi, 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Effendi,M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta

  Food and Agriculture Organization. 2011. FAO Fisheries &

  Aquaculture. FAO Corporate Document Respository

  Effendi, 2002. Makanan Adalah Bahan Atau Organisme Yang Dapat

  Dimanfaatkan Ikan Untuk Menunjang Kebutuhan Terhadap Informasi Tentang Makanan Dan Kebiasaan Makan Ikan. Penebar Swadaya.

  Jakarta. Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.

  Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Goldman, C. R and A.J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company. Tokyo. 464 hlm.

  Guiry, gelar M.D. & Guiry, G.M. 2015. AlgaeBase. Dunia-lebar publikasi elektronik, National University of Ireland, Galway. http:// www.algaebase.org; dicari di 22 September 2015. Haryono. 2003. Komunitas Ikan Suku Cyprinidae di Perairan Sekitar Bukit

  Batikap Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Jurnal

  lktiologi Indonesia,1(2), pp.79-84

  Haryono 2006 Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong-Bogor 16911

  Pulungan,et all. 2006. Penuntun Praktikum Biologi Perikanan Universutas Riau Pekanbaru.

  Kiat, 2004. The Kings of the Rivers Mahseer in Malayan and the Region.

  Selangor: Inter Sea Fishery. Kholik,, 2005. genus Tor, dan spesies Tor, Fishes of the Cyprinid genus Tor in the Nam Theun The Raffles Bulletin of Zoology.

  Lisa Simanjuntak, 2009. Analisa Isi Saluran Pencernaan Ikan. Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

  Lagler, K.F., J.E Bardach, R.H. Miller and D.R.M. Passino. 1977. Ichthiology.

  Second edition.John Wiley and Sons Inc., Toronto, Canada.545 p. Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second

  Edition. Prentice Hall, New Jersey Muhammadi. 2007. Perbedaan frekuensi kemunculan (FO) jenis makanan ikan.

  Penerbit Swadaya. Jakarta. Mujiman, A. 2000. Makanan Ikan. Cetakan ke-14. Jakarta: Penebar Swadaya. Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal. Needam, J.G. and P.R. Needam. 1963. A Guide to the Study of Freshwater Biology. Holden day Inc. San Fransisco. 108 p.

  Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. 313 hlm. Osman MS, Barva P, Rahman MTD, Sarker S,2012. Induced breeding of

  Labeorohita Using Synthetic Hormone Ovaprim in Banglades :An Approach Camparison of 3 Prescribed Amount.Research Communication.Sci dan Cult,78 (7-8) 338-342.

  Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third E. W.B. Saunders Company.

  Philadelphia. 474 hlm. Pescod, M.D. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries, Bangkok.

  Roberts, T. R. 1999. Fishes of The Cyprinid Kelas Tor In The Nam Theun Watershed (Mekong Basin) of Laos, With Description of A New Species. The Raffles Bulletin of Zoology. 47 (1): 225 – 236.

  Rahmah Y. 2006. Kebisaan Makanan dan Struktur Anatomi Ikan Kekakapan Laut Dalam (Aprion virescens, Aphareus rutilans, Pristimopoides

  multi- dens dan P. filamentosus) di Teluk Palabuhan Ratu, Samudera Hindia. [Skripsi]. Bogor: Institut Perta- nian Bogor. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Serukan. Bina Cipta, Jakarta. Santoso. 2001. Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta. Sumantadinata, K. 1983. Perkembangbiakan Ikan – Ikan Peliharaan Indonesia.

  Fakultas Perikanan, Bogor. Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang. 156 hlm.

  Schmittou, H. R. 1991. Cage culture: a Method of Fish Production in Indonesia FRDP. Central Research Institute Fisheries. Jakarta. Tresna, L. K., Y. Dhahiyat dan T.Herawati. 2012. Kebiaaan Makanan dna Luas Relung Ikan Di Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa Barat.

  Jurnal Perikanan dan Kelautan .3(3):168-173. Taofiqurohman. A, Nurruhwati. I, dan Hasan, D.Z. 2007. Laporan Penelitian

  Akhir. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (Food Habit) Ikan Nilem

  (Osteochilus Hasselti) Di Tarogong Kabupaten Garut. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung.

  Ward, H. B. and G.C. Whipple. 1959. Freshwater Biology. Ed. By W.T.

  Edmondson. John Wiley and Sons Inc. New York. Weber, M. and L.F. De Beaufort, 1929. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Volume VII. E.J. Brill Ltd. Leiden. 458 p.

  

LAMPIRAN GAMBAR

Chlorophyceae

  Gonatozygon kinahani Pyxidicula sp