SELAYANG PANDANG

SELAYANG PANDANG
PERINGATAN “ 130 TAHUN PERADILAN AGAMA DARI SERAMBI MASJID KE
SERAMBI DUNIA, MENUJU BADAN PERADILAN YANG AGUNG “

7 Program Prioritas Peradilan Agama
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Program Penyelesaian Perkara
Program Manajemen SDM
Program Pengelolaan Website
Program Pelayanan Publik dan Meja Informasi di Pengadilan
Program Implementasi SIADPA
Program ” Justice for All ” yang terdiri dari Perkara Prodeo, Sidang Keliling dan
Pos Bantuan Hukum ( Posbakum)
7. Pengawasan
Alamat


: Jalan Ahmad Yani No. 93 Brebes

Telp. ( 0283 ) 671442 Fax. ( 0283) 671442
Website

: www.pa-brebes.go.id

E-mail

: pengadilan.agama.brebes@gmail.com

I. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PENGADILAN AGAMA BREBES

a.

Pengadilan Agama Brebes dibentuk berdasarkan Statblad 1882 Nomor 152 tanggal 19
Januari 1882 tentang pembentukan Pengadilan Agama di jawa dan Madura dengan
nama Raad Agama.


b.

Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor
7 tahun 1989 tentang peradilan Agama;

c.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2004 tentang Pengalihan
Organisasi, Administrasi dan Finansial di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan
Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.

II. SEJARAH PEMBENTUKAN PENGADILAN AGAMA BREBES

1.

Masa sebelum penjajahan
Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Indonesia telah ada 2 (dua) macam
Peradilan

yaitu Peradilan Pradata dan Peradilan Padu Peradilan pradata mengurusi perkara-


perkara yang menjadi urusan Raja, sedangkan peradilan Padu mengurusi perkara-perkara yang
bukan urusan raja. Dua macam peradilan tersebut muncul akibat dari pengaruh peradaban
hindu yang masuk ke Indonesia, hal ini dapat ditelusuri lewat penggunaan “ Jaksa “ yang
berasal dari India, istilah ini pada waktu itu diberikan kepada Pejabat yang menjalankan
Pengadilan.
Dengan masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke tujuh masehi yang dibawa
langsung oleh saudagar-saudagar dari Mekah dan madinah, maka dalam praktek sehari-hari
masyarakat mulai melaksanakan ajaran dan aturan-aturan Agama Islam yang bersumber pada
kitab-kitab Fiqih dan hal ini membawa pengaruh kepada tata Hukum di Indonesia.
Dari catatan sejarah, Sultan Agunglah ( Raja Mataram ) yang pertama kali
mengadakan perubahan didalam tata Hukum dibawah pengaruh Islam. Perubahan ini pertamatama diwujudkan khusus dalam nama Pengadilan, yang semula bernama Pengadilan Pradata
diganti dengan Pengadilan Serambi. Begitu juga dengan tempat dan pelaksanaan Pengadilan,
semula Pengadilan Pradata diselenggarakan di sitinggil dan dilaksanakan oleh Raja, kemudian

dialihkan ke Serambi Masjid Agung dan dilaksanakan oleh para penghulu yang dibantu oleh
para Alim Ulama.
Pada perkembangan berikutnya ( pada masa akhir Pemerintahan Mataram )
muncullah tiga macam peradilan di daerah Priangan yaitu


Pengadilan

Dirgama dan

Pengadilan Cilaga.
Pengadilan Agama mengadili

perkara atas dasar Hukum Islam, Pengadilan Dirgama

mengadili perkara berdasarkan Hukum Jawa Kuno yang telah disesuaikan dengan adat
setempat, dan Pengadilan Cilaga adalah semacam Pengadilan Wasit khusus mengenai sengketa
perniagaan hal ini berlangsung sampai VOC masuk ke Indonesia.

2.

Masa Penjajahan Belanda
Sebagaimana dikemukan diatas, bahwa lembaga Peradilan Islam sebagai Lembaga
Hukum yang berdiri sendiri telah ada

dan telah mempunyai kedudukan yang ikut di


Masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan munculnya Kerajaan-kerajaan Islam di Wilayah
Nusantara yang melaksanakan Hukum Islam dan melembagakan sistem Peradilannya sebagai
bagian yang tidak

terpisahkan dengan keseluruhan sistim pemerintah di wilayah

kekuasaannya.
Pada masa pemerintah Hindia Belanda peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum Badan Peradilan Agama adalah Staatsblad 1882 Nomor :152 jo
Staatsblad 1937 Nomor : 116 dan 610 yaitu meliputi Pengadilan Agama di seluruh Jawa dan
Madura, sedangkan daerah luar jawa dan Madura untuk daerah sekitar Banjarmasin dan
Kalimantan adalah dengan nama kerapatan Qodi untuk tingkat pertama, dan kerapatan Qodi
besar untuk tingkat Banding, untuk daerah luar Jawa dan Madura lainnya dengan nama
Pengadilan Agama /Mahkamah Syari’ah untuk tingkat pertama dan Pengadilan Agama/
Mahkamah Syari’ah Propinsi untuk tingkat Banding.

3.

Masa Penjajahan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi
mengalami kesulitan, yaitu pada pertengahan bulan Maret 1942 Mahkamah Islam Tinggi harus
ditutup dan tidak diperbolehkan sidang, begitu juga kantornya disegel, akan tetapi tidak lama
kemudian yaitu tanggal 18 Mei 1942 Mahkamah Islam Tinggi boleh dbuka kembali dengan
nama “ Kaikyoo kootoo hooin “ sedang Pengadilan Agama bernama “ Sooryo Hooin “

4.

Masa Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, atas usul Menteri Agama yang disetujui oleh Menteri
Kehakiman, Pemerintah menyerahkan Mahkamah Islam Tinggi dari Kementerian Kehakiman
kepada Kementrian Agama melalui Penetapan Pemerintah Nomor : 5/SD tanggal 26 Maret
1946 Peraturan

sementara yang mengatur tentang Peradilan Agama tercantum dalam

Verorndering tangal 8 Nopember 1946 dari C.C.O.A.M.A.B.
untuk Jawa dan Madura ( Chief Commanding Officer Aliet Military Administration Civil
Affairs Branch). Sementara itu Peradilan Agama di kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
tetap tunduk pada peraturan lama (Staatsblad 1937 Nomor 610 ). Pada tahun 1948 keluarlah

Undang-undang Nomor 19 tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan Kehakiman dan
Kejaksaan. Dalam Undang-undang ini kewenangan Pengadilan Agama dimasukan dalam
peradilan umum secara Istimewa yang diatur dalam pasal 35 ayat ( 2), pasal 75 dan pasal 33.
Undang-undang ini bermaksud mengenai Peradilan

dan sekaligus mencabut serta

menyempurnakan isi Undang-undang Nomor 7 tahun 1947 tentang susunan dan Kekuasaan
Mahkamah Agung

dan Kejaksaan yang mulai berlaku tanggal 3 Maret 1947. Lahirnya

Undang-undang ini mendapat reaksi dari berbagai pihak dan dari Ulama. Sumatera seperti
Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan menolak kehadiran Undang-undang tersebut dan
mengusulkan agar mahkamah Syari’ah yang sudah ada tetap berjalan.
Pada tahun 1951 didalam lingkungan Peradilan diadakan perubahan penting dengan
diundangkannya Undang-undang Darurat Nomor : 1 tahun 1951. Undang-undang ini berisi
antara lain tentang kerapatan Peradilan Agama dan Peradilan Desa.
Dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 24 Undang-undang Dasar 1945, maka
tahun 1964 keluarlah Undang-undang Nomor 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan

pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diganti dan disempurnakan dengan Undangundang nomor : 14 tahun 1970, pasal 10 Undang-undang Nomor : 14 tahun 1970 menentukan
bahwa Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh empat lingkungan Peradilan yaitu :
a.

Peradilan Umum;

b.

Peradilan Agama

c.

Peradilan Militer

d.

Peradilan Tata Usaha Negara.
Dengan adanya jaminan Yuridis Undang-undang Nomor : 14 tahun 1970 tersebut

Peradilan Agama semakin kuat. Sehingga pada tahun 1972 berdasarkan keputusan Menteri


Agama Nomor : 34 tahun 1972 terbentuk 4 Kantor Peradilan Agama dan 6 Cabang kantor
Pengadilan Agama didalam daerah Propinsi Riau, jambi, dan Sumatera Utara.

5.

Masa berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Pada tanggal 2

Januari 1974 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan adapun peraturan pelaksanaannya diundangkan
melalui peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974, dalam pasal 68 ayat ( 1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini adalah :
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam; dan
b

Pengadilan Umum bagi lainnya;
Pada perkembangan berikutnya sehubungan dengan peranan Pengadilan agama


dalam periode 1974 sampai dengan 1989 ini adalah lahirnya peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 tentang perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan peraturan pemerintah
nomor 28 tahun 1977 wewenang Pengadilan Agama semakin luas dan mantap.

6.

Masa berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama
maka semakin mantap eksistensi Peradilan Agama, baik dalam kedudukannya sebagai
Peradilan yang bebas dan mandiri yakni dapat melaksanakan putusannya tanpa melalui fiat
ekseksekasi Pengadilan Negeri lagi.
Demikian pula dalam kewenangannya dan hukum Acaranya, semuanya telah ditentukan
dalama undang-undang.

7.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999
Diawali dengan lahirnya Undang-undang Nomor : 35 tahun 1999 tentang

perubahan Undang-undang Nomor : 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman menentukan :
1)

Badan –badan Peradilan secara organisatoris, Administrative, dan Financial berada
dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ini berarti kekuasaan Departemen Agama

terhadap Peradilan Agama dalam bidang-bidang tersebut, yang sudah berjalan sejak
Proklamasi akan beralih ke Mahkamah Agung.
2)

Pengalihan organisasi, administrasi, dan Financial dari lingkungan-lingkungan :
Peradilan Umum. Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara ke Mahkamah
Agung dan ketentuan Pengalihan untuk masing-masing lingkungan Peradilan diatur lebih
lanjut dengan Undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan Peradilan masingmasing serta dilaksanakan secara bertahap selambat-lambatnya 5 tahun. Sedangkan bagi
lingkungan Peradilan Agama waktunya tidak ditentukan.

3)

Ketentuan mengenai tatacara pengalihan secara bertahap tersebut ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Selama rentang waktu 5 tahun itu Mahkamah Agung membentuk Tim Kerja, untuk

mempersiapkan segala sesuatu termasuk perangkat peraturan Perundang-undangan dalam
rangka untuk penyatu atapan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.
Pada bulan Juni tahun 2004, Peradilan Agama resmi telah masuk dalam satu atap
Pembinaan Organisasi dan finansial pada Mahkamah Agung.
Pada Tahun 2006 dengan lahirnya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, Peradilan
Agama telah bertambah lagi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan Ekonomi Syariah.

Daftar Nama Ketua Pengadilan Agama Brebes
( Sejak berdiri sampai sekarang )
NAMA

NO

GOLONGAN
(TERAKHIR)

PENDIDIKAN
TERKHIR

TAHUN
MENDUDUKI
JABATAN

SR

1944 s/d 1949

SR

1949 s/d 1958

SR

1958 s/d 1962

SR

1962 s/d 1966

1.

KH. MOHAMMAD MA’RUF

2.

KH.ABDUL WAHID

3.

M.S.CHOZIM

4.

ZAWAWI

-

5.

KH. MUCHIDIN

6.

KH.ABU NASIR HASAN

7.

NUR SUHUD, BA.

8.

Drs. H. SYAMSUL FALAH, SH.

9.

Drs. H. KHOLIL HANAFI, SH.

SR

1966 s/d 1971

SR

1971 s/d 1979

Sarjana Muda

1979 s/d 1980

Sarjana

1980 s/d 1990

Sarjana

1990 s/d 1997

Sarjana

1997 s/d 2002

Sarjana

2002 s/d 2007

Pasca Sarjana

2007 s/d 2010

Pasca Sarjana

2010 s/d sekarang

IV/c
IV/d
IV/d
10 Drs. H. CHAERUDIN ZAENI, SH.
.
IV/d
11 Drs. H.M.DJAMHURI RAMADHAN, SH.
.
IV/d
12 Drs. H.M. MANSHUR, SH.MH.
.
IV/d
13 Drs. H. MASYKURIN HAMID, S.H M.SI

VISI DAN MISI

Yang diemban dalam Visi dan Misi Pengadilan Agama Brebes “Terwujudnya citra
dan wibawa serta kemandirian Pengadilan Agama dalam melaksanakan tugas pokok dan
kewenangan sebagai Peradilan Negara yang sejajar dengan peradilan lainnya bermartabat dan
dihormati demi tegaknya hukum keadilan yang mampu memberikan pelayanan secara
sederhana, cepat dan biaya ringan.
Untuk Mencapai Visi tersebut, maka ditetapkan Misi Pengadilan Agama Brebes
sebagai berikut :
1.

Menyelenggarakan pelayanan Yudisial dengan seksama dan sewajarnya serta
Mengayomi Masyarakat;

2.

Menyelenggarakan Pelayanan Non Yudisial yang bersih dan bebas dari praktek Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme ( KKN );

3.

Meningkatkan Pembinaan sumber daya manusia dan pengawasan terhadap jalannya
Peradilan.

4.

Mengembangkan penerapan Manajemen administrasi modern dalam Pengurusan
penanganan perkara, sarana prasarana, pengelolaan keuangan dan pengurusan
kepegawaian.

Bahwa untuk memenuhi dan melaksanakan Visi dan Misi sebagaimana tersebut
diatas diperlukan program kerja sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari Visi dan Misi
tersebut.

TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pengadilan Agama Brebes sebagai sebuah institusi Peradilan Tingkat Pertama
yang mempunyai peringkat Kelas IA dengan jumlah perkara yang rata-rata setiap bulannya
250 perkara., ditunjang oleh struktur organisasi profesionil finansial, sumber daya manusia (
SDM ) serta sarana dan Prasarana yang ada, adalah merupakan suatu nilai strategis untuk
melaksanakan tugas-tugas pokoknya yang telah diamanatkan oleh Undang-undang Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan Visi dan Misi Pengadilan Agama Brebes.
Dalam rangka untuk mewujudkan arah tersebut diperlukan rencana strategis
program kerja, yang akan menunjukan, bahwa kegiatan usaha yang akan dilaksanakan menjadi
terarah dan terprogram, dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan apa-apa yang
menjadi hambatan di tahun-tahun sebelumnya.
Pengadilan Agama Brebes tugas pokok dan fungsi adalah melaksanakan kekuasaan
kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai salah satu
Pengadilan Tingkat pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Disamping tugas dan kewenangan tersebut, pengadilan Agama Brebes mempunyai
fungsi :
1. Memberikan pelayanan teknis yudisial dalam perkara tingkat pertama;
2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara tingkat pertama
3. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum
Islam kepada Instansi Pemerintah apabila diminta;

4. Mengadakan

Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku

Hakim, Panitera/Sekretaris, Wakil Sekretaris, Wakil Panitera, Panitera
Pengganti, Jurusita, Jurusita Pengganti dan Pegawai
5. Mengadakan Pengawasan terhadap jalannya peradilan serta menjaga
agar diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
6. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur
dilingkungan Pengadilan Agama Brebes
7. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya dalam pembinaan hukum
agama seperti pelayanan riset/penelitian bagi para mahasiswa.
Penyuluhan hukum,

monitoring istbat kesaksian rukyat hilal dan

memberikan keterangan/nasehat mengenai perbedaan penentuan arah
kiblat dan waktu shalat.

KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA
Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang nomor 3 tahun 2006 dan kini telah diubah dan ditambah
dengan Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, kekuasaan dan
kewenangan Peradilan Agama adalah memeriksa,memutus dan menyelesaikan perkara
fitingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infak
h. Shadaqah
i. Ekonomi Syariah
Adapun yang dimaksud dengan ‘ Perkawinan “ adalah hal-hal yang diatur dalam
undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku dan dilakukan menurut syariah antara
lain :
1. Izin beristri lebih dari seorang
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal
orangtua, wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. Pembatalan Perkawinan;

7. Gugatan kelalaean atas kewajiban suami dan isteri
8. Pencegahan karena talak;
9. Gugatan Percerian
10. Penyelesaian harta bersama
11. Penguasaan anak-anak
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang
seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri;
14. Putusan mengenai sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan mengenai pencabutan kekuasaan orang tua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali
dicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun yang
ditinggal kedua orang tuanya
19. Pembenaran kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah
kekuasaannya;
20. Penetapan asal usl seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum
Islam
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan dan sejalan menurut ketentuan peraturan yang lain;
Yang dimaksud dengan “ waris “ adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penetuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan
melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas
permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
bagian masing-masing ahli waris.
Yang dimaksud dengan ‘Wasiat‘ adalah pembuatan seseorang memberikan suatu
benda/manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, Yang berlaku setelah
pemberi tersebut meninggal dunia.
Yang dimaksud dengan ’hibah’ adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan
tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum untuk dimiliki.
Yang dimaksud dengan ’Wakaf’ adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang
(Wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Yang dimaksud ‘zakat’ adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan hukum yang dimiliki orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Yang dimaksud dengan ‘infaq’ adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu
kepada
orang
lain
guna
menutupi
kebutuhan,baik
berupa

makan,minuman,mendermakan,memberikan rizki berdasarkan rasa ikhlas,dan karena
Allah Subhanahu Wataala.
Yang dimaksud dengan ‘Shadaqah’ adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan suka rela tanpa
di batasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu
Wataala pahala semata.
Yang dimaksud ’Ekonomi Syariah’ adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip-prinsip syariah,antara lain meliputi:
a. Bank syariah;
b. Lembaga keuangan mikro syariah;
c. Asuransi syariah;
d. Reasuransi syariah;
e. Reksadana syariah;
f. Obligasi syariah;
g. Surat berharga berjangka menengah syariah;
h. Sekuritas syariah;
i .pembiayaan syariah;
j. Pegadaian syariah;
k. Dana pensiun lembaga keuangan syariah dan
l. Bisnis syariah.