STUDI PERBANDINGAN PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM ALAUZA’I TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR.
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan Pendapat Imam Malik dan Imam Al-
Auza’i Tentang Penundaan Pembayaran Mahar”. Ini merupakan hasil penelitian
kepustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan
mendasar : Bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam al-Auza’i tentang penundaan
pembayaran mahar? Apa persamaan dan perbedaan pendapat Imam Malik dan Imam alAuza’i tentang penundaan pembayaran mahar?
Data
penelitian
dihimpun
dengan
menggunakan
teknik
dokumentasi
(Documentation). Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis menggunakan metode
komparatif, yaitu metode yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan yang diteliti berdasarkan kerangka tertentu.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persamaan pendapat Imam Malik dan Imam
al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar adalah sama-sama membolehkan
penundaan pembayaran mahar. Sedangkan perbedaan pendapat Imam Malik dan Imam
al-Auza’i adalah Imam Malik berpendapat bahwa beliau membolehkan penundaan
pembayaran mahar, namun hanya untuk tenggang waktu yang terbatas dan ia
menetapkan batas waktu tersebut. Tetapi ia menganjurkan pembayaran sebagian dimuka
manakala hendak menggauli (dukhul) sedangkan Imam al-Auza’i berpendapat bahwa ia
membolehkan penundaan pembayaran mahar meskipun sampai kematian atau terjadinya
perceraian. Penundaan pembayaran mahar tidak terbatas sebagaimana dalam jual beli
karena penundaan pembayaran mahar bersifat ibadah, yang penting suami wajib
membayar.
Dari kesimpulan di atas disarankan kepada calon pasangan suami istri yang
hendak menikah, hendalah melakukan musyawarah untuk mencari kesepakatan kedua
belah pihak berkaitan dengan masalah mahar, apakah mahar itu akan diberikan secara
tunai atau hutang. Karena kesepakatan itu lebih utama untuk menhindari kemadharatan
dan mencari kemaslahatan.
v
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM...............................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN...............................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................iii
Pengesahan..............................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................viii
DAFTAR TRANSLITERASI.................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah......................................................................1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah........................................................7
C. Rumusan Masalah................................................................................7
D. Kajian Pustaka.....................................................................................8
E. Tujuan Penelitian.................................................................................9
F. Kegunaan Hasil Penelitian...................................................................9
G. Defenisi Operasional..........................................................................10
H. Metode Penelitian...............................................................................11
I. Sistematika Pembahasan......................................................................13
BAB II PENGERTIAN MAHAR
A. Pengertian Mahar.............................................................................15
viii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Dasar Hukum Mahar............................................................................20
C. Kadar Mahar.........................................................................................25
D. Macam-macam Mahar..........................................................................28
E. Bentuk dan Syarat Mahar.....................................................................32
F. Hikmah Mahar......................................................................................33
BAB III PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM AL-AUZA’I TENTANG
PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR
A. Imam Malik
1. Biografi Imam Malik
a.
Tempat dan Tahun Kelahiran.................................................35
b.
Guru dan Murid Imam Malik..................................................37
c.
Kelebihan-kelebihan Imam Malik...........................................40
d.
Perkembangan Madzhab Imam Malik.....................................43
e.
Karya-karya Imam Malik.........................................................44
f.
Akhir Riwayat Hidup Imam Malik..........................................47
2. Pendapat Imam Malik Tentang Penundaan Pembayaran Mahar......48
3. Metode Istinbath Hukum Imam Malik Tentang Penundaan
Pembayaran Mahar............................................................................54
B. Imam al-Auza’i
1. Biografi Imam al-Auza’i
a. Tempat dan Tahun Kelahiran....................................................63
b. Guru dan Murid Imam al-Auza’i...............................................65
2. Pendapat Imam al-Auza’i Tentang Penundaan Pembayaran
Mahar...............................................................................................66
3. Metode Istinbath Hukum Imam al-Auza’i Tentang Penundaan
Pembayaran Mahar..........................................................................69
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPAT IMAM MALIK DAN
IMAM AL-AUZA’I TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR
A. Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik dan Imam al-Auza’i Tentang
Penundaan Pembayaran Mahar..............................................................73
ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Analisis Terhadap Istinbath Hukum Imam Malik dan Imam al-Auza’i
Tentang Penundaan Pembayaran Mahar...............................................78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................82
B. Saran-saran.............................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Para Ulama sepakat bahwa mahar merupakan syarat nikah dan tidak
boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma’
bahwa dalam rukun Islam untuk sahnya pemenuhan menjalankan suatu
perbuatan selalu disertai adanya syarat dan rukun. Demikian juga dalam
pernikahan, dapat dikatakan sah apabila syarat dan rukun tadi terpenuhi.
Dalam rukun Islam tidak disebutkan jenis kualitas dan kuantitas mahar,
karena akan ada selalu perbedaan sosial, antara kaya dan miskin, berpangkat
dan tidak berpangkat. Karena Islam menyerahkan kualitas (jenis dan mutu)
dan kuantitas (jumlah) mahar kepada kesepakatan kedua belah pihak.
Sehingga nash yang memberikan ketentuan tentang mahar tidaklah
dimaksudkan kecuali untuk menunjukkan betapa pentingnya nilai mahar
tersebut (menunjukkan kemuliaan perempuan dalam pandangan Islam) tanpa
melihat besar kecilnya jumlah mahar.
Didalam al-Qur’an, As-Sunnah dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
mengatur tentang pemberian mahar, tetapi tidak ada ketentuan dasar batas
minimal atau maksimalnya. Oleh karena itu, Nash-nash tentang pemberian
mahar justru memberikan kebebasan pemberian menurut kemampuan yang
1
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, penerjemah: M. A. Abdurrahman dan A. Harits
Abdullah, (Semarang: CV, Asy-Syifa’, 1990), 385.
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan masing-masing pihak yang
akan menikah untuk menetapkan jumlahnya.2
Mahar bukanlah untuk menghargai atau menilai, melainkan sebagai bukti
bahwa calon suami sebenarnya cinta kepada calon istrinya, sehingga dengan
sukarela ia mengorbankan hartanya untuk diserahkan kepada istrinya itu,
sebagai tanda suci hati dan sebagai pendahuluan bahwa si suami akan terus
menerus memberikan nafkah kepada istrinya.3
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita dengan
memberikan hak kepadanya, yaitu hak untuk menerima mahar (maskawin).
Mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik mengatakan
sebagai rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib 4. Mahar
hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri.
Mahar merupakan pemberian dari calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Pemberian tersebut sebagai syarat sahnya
pernikahan sehingga hukum mahar adalah wajib5. Sesuai firman Allah SWT
dalam surat an-Nisaa’ ayat 4:
2
A. Tihami, Fikih Munakahat, Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 40.
3
Muhammad Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1983), 82.
4
Ibid. 38.
5
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam, Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 24.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Artinya: “Dan berikan maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati,
maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (Q.S. anNisa’: 4)6
Adapun cara pembayaran mahar ada dua cara, yaitu:
1. Pembayaran dilakukan secara tunai
2. Pembayaran dilakukan dihari kemudian
Tentang pemberian mahar (maskawin) itu boleh saja dibayarkan tunai
atau sebagian dibayarkan kelak. Hal ini diserahkan sebagaimana kebiasaan di
dalam masyarakat. Akan tetapi, apabila telah terjadi hubungan seksual antara
suami dan istri, atau suami meninggal dan belum terjadi hubungan seksual,
maskawin wajib dibayarkan seluruhnya.7
Menurut KHI pasal 33 ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa “penyerahan
mahar dilakukan dengan tunai”. Namun “apabila calon mempelai wanita
menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik seluruhnya atau
utang sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi utang
mempelai pria”. Undang-undang perkawinan tidak mengatur mengenai mahar
6
Tim Penyusun Depertemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: CV DiPonerogo),
61.
7
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Cet. II, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana
Perguruan Tinggi Agama, 1984), 114.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
ini. Hal ini karena “mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.” (pasal
34 ayat 6)8
Penyebutan mahar, jumlah serta bentuknya termasuk didalamnya tunai
atau utang sebagian, diucapkan pada saat akad nikah. Oleh karena itu,
sifatnya yang bukan merupakan rukun dalam perkawinan, maka kelalaian
menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akan nikah tidak menyebabkan
batalnya pernikahan. Begitu pula halnya dalam keadaan masih berutang,
tidak mengurangi sahnya suatu perkawinan (pasal 34 ayat 2)9. Jadi
pembayaran mahar yang ditangguhkan tersebut tergantung pada persetuajuan
istri. Apabila mempelai laki-laki belum menyerahkan mahar, mempelai
perempuan mempunyai hak untuk menolak berhubungan suami istri, sampai
dengan dipenuhinya mahar tersebut.10
Sayyid Sabiq dalam bukunya “Fiqh Sunnah” mengatakan bahwa
pelaksanaan mahar dengan kontan atau hutang sebagian. Hal ini terserah
kepada adat masyarakat dan kebiasaan yang berlaku. Tetapi sunnah
membayar kontan sebagian.11 Hal ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:
:َعنْ ابْن عَّا س اَّ الَِّّّ صَّ اه عليه وسلَم مّع عليًا اّْ يدْ خّ بفا طمة حَّ يعْطيَا َيًْا ََا
َايْن درْ عك الحطميِة؟ َاعْطا ه ايَا ها (رواه ابو داود و الّسا ئ والحاكم و:َما عّْد ْ َيْئ ََا
)صححه
8
Tim Redaksi Nusantara, Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan
Perwakafan, (Bandung: Nusantara Aulia, 2008), 10.
9
Ibid. 10.
Slamet Abidin, Fikih Munakahat, Jilid I, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), 115.
11
Sayyiq Sabiq, Fiqh Sunnah 7, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981), 62.
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
“Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Nabi SAW melarang Ali mengumpuli Fatimah
sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabannya: “saya tidak
memiliki
apa-apa”.
Maka
Nabi
bersabda:
“dimanakah
baju
besi
huthamiyahmu?” Lalu berikanlah barang itu kepada Fatimah”. (H.R. Abu
Daud, Nasa’i dan Hakim dan di sahkan olehnya)
Apabila telah terjadi hubungan seksual antara suami dan istri, atau suami
meninggal dan belum terjadi hubungan seksual, maskawin wajib bayar
seluruhnya. Tetapi Imam Malik berpendapat, apabila suami meninggal
sebelum terjadinya hubungan seksual tidak wajib membayar maskawin.
Dalam keadaan begini menurut Imam Malik, istrinya menerima warisan
saja12. Sedangkan Imam Al-Auza’i berpendapat bahwa menunda pembayaran
mahar dibolehkan meskipun sampai kematian atau terjadinya perceraian.
Penundaan pembayaran mahar tidak terbatas sebagaimana dalam jual beli
karena penundaan pembayaran mahar bersifat ibadah. Yang penting, suami
tetap wajib membayar.13
Dari uraian diatas jelaslah bahwa mahar pemberian pria kepada wanita
sebagai pemberian wajib, bukan sebagai pemberian atau ganti rugi. Mahar itu
untuk memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang dan saling
mencintai antara kedua suami istri.
12
Departemen Agama, Ilmu Fiqih, Jilid II, (Jakarta: 1984), 114.
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, penerjemah: M. A. Abdurrahman dan A. Harits
Abdullah,... 394.
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
Dalam hal penundaan mahar (diutang), terdapat dua perbedaan
dikalangan ahli fikih. segolongan ahli fikih berpendapat bahwa mahar itu
tidak boleh diberikan dengan cara diutang keseluruhan. segolongan ahli fikih
lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi
menganjurkan agar membayar sebagian mahar di muka manakala hendak
menggauli istri. Di antara fuqaha’ yang membolehkan penundaan mahar, ada
yang membolehkannya hanya untuk tenggang waktu yang terbatas dan ia
menetapkan batas waktu tersebut, tetapi dengan menganjurkan pembayaran
sebagian mahar di muka manakala hendak menggauli (dukhul). Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Malik. Dan ada pula yang membolehkannya karena
kematian atau perceraian. Ini adalah pendapat al-Auza’i.14 Silang pendapat
ini disebabkan, apakah perkawinan itu dapat disamakan dengan jual beli
dalam hal penundaan, ataukah tidak dapat disamakan dengannya.?
Bagi Imam Malik yang mengatakan dapat disamakan dengan jual beli,
maka beliau
berpendapat bahwa penundaan mahar tersebut tidak boleh
sampai terjadinya kematian atau penceraian, sedangkan bagi Imam Al-Auza’i
mengatakan tidak dapat disamakan dengannya, maka beliau membolehkan
penundaan kematian dan perceraian.15
Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut ke dalam karya skripsi. Kemudian penulis akan membahas lebih
14
15
Ibid.
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
spesifik ke dalam skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan Pendapat Imam
Malik dan Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi
permasalah-permasalah yang berkaitan dengan penundaan pembayaran
mahar, yaitu:
a. Imam Malik berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan pembayaran
mahar, tetapi beliau menganjurkan membayar sebagian mahar manakala
hendak menggauli dan beliau menetapkan batas waktu
b. Imam Al-Auza’i berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan
pembayaran mahar di antara kematian dan perceraian.
c.
sekelompok ulama tidak membolehkan sama sekali
berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penulis membatasi masalah
pada pokok pembahasan, yakni:
a. Imam Malik berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan pembayaran
mahar, tetapi beliau menganjurkan membayar sebagian mahar manakala
hendak menggauli dan beliau menetapkan batas waktu.
b.
Imam Al-Auza’i berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan
pembayaran mahar di antara kematian dan perceraian.
C. Rumusan Masalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat Imam Malik
dan Imam Al-Auza’i tentang
penundaan pembayaran mahar?
2. Apa persamaan dan perbedaan pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auza’i
tentang penundaan pembayaran mahar?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti, sehingga terlihat
jelas
bahwa
kajian
yang
akan
dilakukan
ini
tidak
merupakan
pengulangan/duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.16 Penelitian
yang mengangkat topik tentang studi perbandingan Imam Malik dan Imam AlAuza’i tentang penundaan pembayaran mahar dikatakan masih belum banyak
ditemukan.
Adapun peneliti yang sudah membahas tentang mahar diantaranya:
Nur
kholis (2008)17 dalam skripsinya “Studi Komparatif Tentang Mahar Nikah
Tafwid Antara Ulama Hanafiyah dan Malikiyah”. Di sini ia memaparkan
pendapat kedua ulama tersebut mengenai mahar nikah tafwid dan istinbath
hukum yang digunakan oleh kedua ulama tersebut kaitannya dengan mahar nikah
tafwid.
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,(Surabaya,
2012), 9.
17
Nur Kholis, Studi Komparatif Tentang Mahar Nikah Tafwid Antara Ulama Hanafiyah dan
Malikiyah, (Skripsi Pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN Walisongo,
Semarang, 2008)
16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Umi Masrurah (2006)18 “Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Batas
Minimal Mahar Kaitannya dengan KHI Pasal 31”. Disini ia memaparkan bahwa
batas minimal pemberian mahar menurut Imam Malik dalam suatu pernikahan
adalah seperempat dinar. Ini diqiaskan dengan adanya batasan hukum potong
tangan dalam kasus pidana pencurian sebagai ketentuan yang sama bagi
pembatasan minimal mahar. Sedangkan KHI tidak memberikan ketentuan
tentang batas minimal atau maksimal mahar. Nash-nash tentang pemberian
mahar justru memberikan kebebasan pemberian menurut kemampuan masingmasing dalam memberikan harta.
Dalam skripsi ini, penulis akan memfokuskan lebih spesifik mengenai
perbandingan pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auza’i tentang penundaan
pembayaran mahar.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auza’i tentang
penundaan pembayaran mahar
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat Imam Malik dan
Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa kegunaan yang dapat diambil
baik secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut:
18
Umi Masruroh, Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Batas Minimal Mahar Kaitannya
Dengan KHI Pasal 13, (Skripsi pada jurusan Ahwal As-Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN
Walisongo, Semarang, 2006)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
1. kegunaan teoritis:
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media untuk membuktikan
kesesuaian antara teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan
praktik di lapangan, terutama yang berkenaan dengan penundaan
pembayaran mahar.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi bagi khazanah
kepustakaan di UIN Sunan Ampel, sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi untuk penelitian berikutnya.
2. kegunaan praktis:
a. Sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat (dalam hal ini pasangan
yang hendak menikah) tentang penundaan pembayaran mahar sehingga
dalam menuntukan mahar tidak menyulitkan pihak laki-laki.
b. Untuk memberikan pertimbangan kepada pihak yang hendak menikah
agar dalam menetapkan mahar harus berdasarkan kemampuan masingmasing orang sesuai dengan adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya mis-understanding, maka istilah pokok
yang ada dalam penelitian ini akan didefenisikan secara operasional:
1. Studi Perbandingan pendapat adalah: ilmu pengetahuan yang membahas
persamaan dan perbedaan pendapat fuqaha dengan cara membandingkan
dalil masing-masing.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
2. Mahar (mas kawin) adalah secara terminologi artinya pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami
untuk menimbulkan rasa kasih bagi sang istri kepada calon suami.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa maksud dari defenisi operasional
adalah untuk mengetahui bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam AlAuza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
H. Metode Penelitian
Dalam rangka menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan ( Library
Research) yaitu, serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengelolah bahan
penelitian19, yaitu dengan mengumpulkan teori-teori dalam kitab-kitab, pendapat
para ahli dan karangan ilmiah lainnya yang ada relevansinya dengan pembahasan
dengan karya skripsi ini.
2. Sumber Data
Mengingat penelitian ini menggunakan metode Library Research, maka
diambil data dari berbagai sumber tertulis sebgai berikut:
19
Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
a. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan
asli yang memuat informasi atau data tersebut20. Adapun sumber skunder
penlitian dalam penulisan skripsi ini adalah kitab Terjemah Bidayatul
Mujtahid, al-fiqh ‘ala madzhahib al-arba’a, fiqh lima madzhab dan kitab
lain yang membahas tentang mahar.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka mendapatkan data yang akurat untuk mendukung penelitian
ini, maka penulis akan menggunakan metode pengumpulan data, yaitu
metode dokumen (Documentation). Metode dokumen adalah metode yang
dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari data dari catatan, transkrip,
berkas, majalah, surat kabar, dan sebagainya yang berkaitan dengan
penelitian ini21. Studi dokumen dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data-data dari kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd yang
berkaitan dengan pembahasan ini.
4. Teknik Analisis Data
Konsep dasar adanya analisis data adalah peroses mengatur urutan-urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori dan satuan uraian
data.22 Untuk memenuhi konsep dasar analisis data ini, peneliti melakukan
20
Tatang M. Amrin, Menyususn Rencana Penelitian, Cet. III, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995), 133.
21
Suharsimi Arikanto, Prosedur Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 202.
22
Lexy. J Moleong, MetodelogiPenelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 26,
2009), 248.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
analisis secara komprehensip dan lengkap, yakni secara mendalam dari berbagai
aspek sesuai dengan lingkup penelitian sehingga tidak ada yang terlupakan.23
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut dengan menggunakan metode berikut ini:
5. Metode Komparatif
Penelitian
Komparatif
merupakan
penelitian
yang
bersifat
membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan
dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objeknya yang diteliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya
masih mandiri tetapi sampelnya yang lebih dari datu atau dalam waktu yang
berbeda. Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan
untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel
tertentu. Dalam hal ini penulis membandingkan pendapat Imam Malik dan
Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
I. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana dalam
setiap bab terdapat sub-sub bab pembahasan, yaitu:
Pada Bab pertama memuat tentang latar belakang permasalahan,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
23
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
127.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
penelitian, kegunaan hasil penelitian, defenisi oprasional, metode penelitian
dan sistematika pembahasan.
Pada Bab kedua akan dijelaskan tentang pengertian mahar, dasar hukum,
kadar mahar, macam-macam mahar, bentuk dan syarat mahar serta hikmah
adanya mahar.
Pada Bab ketiga berisi tentang biografi Imam Malik, pendapat Imam
Malik tentang penundaan pembayaran mahar, metode ijtihadnya dan biografi
Imam Al-Auza’i, pendapatnya tentang penundaan pembayaran mahar, serta
metode ijtihadnya.
Selanjutnya pada Bab keempat, dibahas perbandingan pendapat Imam
Malik dan Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
Terakhir, Bab kelima sebagai penutup, yang meliputi kesimpulan, dan
saran-saran dan penutup.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB III
PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM AL-AUZA’I TENTANG
PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR
A. Imam Malik
1. Biografi Imam Malik
a. Tempat dan Tahun Kelahiran
Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai
dalam Islam dalam segi umur.1 Ia dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di
negeri Hijaz pada tahun 93 H/ 712 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Harits bin Ghaaiman bin
Kutail bin Amr bin Harits al-Ashbahi.2 Ibunya bernama Siti al-‘Aliyah binti
Syuraikh ibn Abdurrahman ibn Syuraikh al-Azdiyah.3
Kakek beliau Abu Amar datang ke Madinah setelah Nabi Muhammad SAW.
wafat, karena itu tidak termasuk salah seorang sahabat Rasulullah, tetapi
termasuk golongan tabi’in. Malik dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang
kurang berada tetapi tekun mempelajari ilmu agama Islam, terutama mempelajari
hadits-hadits Nabi SAW.4
1
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, Cet. I., (Jakarta: Logos, 1997),
102.
2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I., (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),
1092.
3
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,... 103.
4
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran, (Jakarta: Erlangga, 1990), 81.
35
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Imam Malik merupakan Darul Hijrah dalam ilmu fiqh dan hadits setelah
tabi’in. Ia menduduki tingkat ke-enam dari para tabi’in yang ada di Madinah.5
Saat kelahiran Imam Malik merupakan masa pemerintahan Daulah Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Walid bin Abd al-Malik (setelah Umar bin Abd.
Aziz) dan meninggal pada masa Bani Abbas, tepatnya pada masa pemerintahan
Harun al-Rasyid (wafat tahun 179 H/ 798 M). Imam Malik hidup sezaman
dengan Abu Hanifah.
Berbeda dengan Abu Hanifah yang berasal dari keluarga pedagang, Malik
lahir dari keluarga pengrajin. Ayahnya seorang pengrajin panah. Namun tidak
seorangpun dari puteranya yang meneruskan tradisi usaha ayahnya itu. Bahkan
salah seorang puteranya itu (saudara Malik) bergerak dalam sektor perdagangan,
dan Malik turut bekerjasama dengan saudaranya itu sehingga ia bisa mandiri
sebagai pedagang kain sutera.6
Semasa hidupnya, Imam Malik dapat mengalami dua corak pemerintahan,
Umayyah dan Abbasiyyah dimana terjadi perselisihan hebat diantara dua
pemerintahan tersebut.7 Ia menyaksikan berbagai pemberontakan rakyat dan
kedzaliman penguasa waktu itu. Tetapi ia juga tidak memihak kepada salah satu
5
Imam Malik, Al- Muwaththa’, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 5.
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1995),
144.
7
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Imam Empat Madzhab, Cet. 2., (Jakarta: Bumi
Aksara, 1993), 71.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
diantara keduanya. Ia memilih tidak berpihak kepada pemberontak karena
menurutnya, keadaan tidak dapat diperbaiki dengan pemberontakan.8
Sedangkan ketidak berpihaknya kepada pemerintah muncul setelah ia
menyaksikan pemerintah sering melakukan penindasan terhadap lawan
politiknya, seperti keturunan Ali bin Abi Thalib.9
b.
Guru dan Murid Imam Malik
Malik bin Anas mulai belajar dan menghafal al-qur’an. Pada usia yang sangat
muda, ia telah hafal seluruh al-qur’an. Kemudian setelah itu ia mulai belajar dan
menghafal hadits.10 Dengan semangat belajarnya yang tumbuh kuat, ibunya
menyarankan agar ia mempelajari fiqh aliran rasional dari imam Rabi’ahal-Ra’yu
yang juga berada di Madinah. Di majelis Rabi’ah inilah Malik pertama kali
memperoleh pelajaran-pelajaran fiqh, yang ia perdalam terus dengan mempelajari
berbagai metodologi kajian hukumnya. Kemudian ia memantapkan ilmunya itu
dengan belajar di majelis Yahya bin Sa’id (seorang faqih rasional yang dimiliki di
Madinah.11
Adapun guru Imam Malik yang pertama adalah Abdurrahman ibn Hurmuz.
Ia bermukim bersama dengannya dalam waktu yang lama sehingga pola pikir
8
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
79.
9
Ibid.,
10
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran,... 83
11
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,.. 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Imam Malik banyak dipengaruhi oleh ibn Hurmuz. 12 Selanjutnya Imam Malik
dalam mempelajari hadits berguru kepada Nafi’ Maula ibnu Umar (wafat 117
H) dan Ibn Syihab az-Zuhri (wafat 124 H).13
Setelah ia benar-benar ahli dalam ilmu hadits dan ilmu fiqh, ia melakukan
ijtihad secara mandiri dan mendirikan halaqah (kelompok pengajian dengan
formasi murid mengelilingi guru). Menurut Ahmad Syarbashi, Imam Malik baru
mengajar setelah lebih dahulu keahliannya mendapat pengakuan dari 70 ulama
terkenal di Madinah.14 Imam Malik mengajar, meriwayatkan hadits dan
memberi fatwa terutama dimusim haji. Imam Malik dianggap sebagai seorang
pemimpin (imam) dalam ilmu hadits. Sandaran-sandaran (sanad) yang dibawa,
termasuk salah satu dari sanad yang terbaik dan benar. Karena ia sangat hatihati dalam mengambil hadits Rasulullah Saw. Ia orang yang dipercaya, adil, dan
kuat ingatannya, cermat serta halus dalam memilih pembawa hadits.
Imam Malik adalah seorang yang sangat menghormati hadits Rasulullah
Saw. Apabila ditanya yang berhubungan dengan ilmu fiqh, ia terus keluar dari
biliknya serta memberi fatwa-fatwa atau jawabanjawaban kepada mereka yang
bertanya. Akan tetapi, jika pertanyaan itu berkaitan dengan hadits, ia tidak
terus keluar bahkan ia terlebih dahulu mandi dan memakai pakaian yang bersih
serta memakai wangi-wangian dan memakai sorban. Hal ini semata-mata
bertujuan untuk menghormati hadits Rasulullah Saw.
12
Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islamy, Muhammad Sabih wa Auladin, (Mesir,
1985), 17.
13
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,... 104.
14
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,... 123.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Adapun murid-murid imam Malik yang terkenal dari golongan Mesir,
Afrika Selatan serta Andalusia, yaitu:
a. Abu Abdillah Abdurrahman bin Qasim
Wafat di Mesir pada tahun 191 H. Ia belajar ilmu fiqh dari Imam Malik
Selma 20 tahun dan belajar pula pada Laits bin Sa’ad seorang ahli fiqh yang
wafat pada tahun 175 H. Ia yang meneliti dan mentafsih kitab al-
Mudawwanah al-Kubro dalam kitab Maliki yaitu kitab besar yang dipakai
dalam madzhab Maliki.
b. Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim
Lahir tahun 120 H dan wafat pada tahun 197 H. Ia belajar pada Imam Malik
selama 20 tahun dan mengembangkan ilmu fiqh di Mesir.
c. Abu Muhammad bin Abdullah bin Hakam
Ia adalah orang yang paling mengetahui diantara murid-murid imam Malik
tentang perselisihan Imam Malik.
d.
Ashab bin Abdul Aziz al-Qushi
Ia dilahirkan dimana Imam Syafi’i yaitu pada tahun 50 H dan wafat pada
tahun 205 H. Setelah Imam Syafi’i selang waktu 18 hari.15
Adapun yang kemudian membentuk madzhab tersendiri adalah Muhammad
bin Idris asy-Syafi’i. Adapun murid-murid Imam Malik yang terkenal dan
15
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh al- Islami wa Adillatuhu, Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
menyebar madzhabnya di negeri Hijaz dan Irak antara lain Abu Marwah
Abdullah bin Abu Salam al-Majisun, Ahmad bin Muazal bin Ghailan dan Abu
Ishaq Ismail bin Ishaq.
c.
Kelebihan-kelebihan Imam Malik
Allah Swt. Telah menganugerahkan kepada Malik sifat-sifat dan mauhibahmauhibah yang memungkinkannya mencapai puncak ketinggian ilmu menjadi
seorang muhaddits dan seorang faqih yang berjalan di bawah sinar al-Qur’an, asSunnah dan atsar para salaf.
Sifat pertama yang dimiliki Malik ialah daya hafal yang sangat kuat. Apabila
ia mendengar sesuatu, langsung dapat dihafalkannya. Pernah ia mendengar 40
hadits sekaligus, pada keesokan harinya ia mengemukakan hafalannya kepada
gurunya, tak ada yang luput. Inilah yang menyebabkan Malik menjadi gudang
ilmu dan karenanyalah pula ia mengatasi teman-temannya. Kekuatan hafalan itu
menjadi pegangan dalam memelihara ilmu. Ilmu pada masa itu diambil dengan
cara menghafal dari guru bahkan dengan jalan membaca kitab. Setiap apa yang
telah dapat dihafalnya, ditulis dalam buku catatannya.16
Sifat kedua ialah kesabaran dan ketabahan secara terus menerus dalam
mencari ilmu dan mengatasi segala kesulitan yang menghalanginya. Ia pergi
ditengah-tengah terik matahari untuk belajar. Ia berpendapat bahwa kesabaran
16
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Madzhab,
(Semarang: Pustaka Rizki Putera, 1997), 467.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
dan kemauan keras itulah alat pokok untuk mencari ilmu. Orang yang tidak
mempunyai sifat-sifat tersebut tidak sampai kepada tujuan.
Sifat ketiga ialah keikhlasan dalam mencari ilmu. Ia mencari ilmu bukan
karena ingin mencari kemegahan, pangkat atau ingin menjadi orang terhormat.
Tetapi ia ikhlas dalam mencari hakikat sesuatu, semata-mata karena Allah Swt.
Inilah sifat yang menyebabkan ia dapat menemukan aneka hakikat dalam
memahami hadits dan kitab Allah. Imam Malik mengakui bahwa ilmu ibadah
seseorang, jika jiwa orang itu diselubungi taqwa dan ikhlas.17
Karena keikhlasan, ia berpegang teguh pada sunnah dan unsur-unsur yang
nyata, ia memberi fatwa terhadap kejadian yang telah terjadi saja dan tidak
tergesa-gesa memberikan fatwa. Ia selalu menjauhi segala sesuatu yang tidak
mau bermujadalah. Namun walaupun begitu terkadang Imam Malik juga
mengadakan diskusi dengan para ulama seperti yang dilakukannya dengan Abu
Yusuf dan Abu Ja’far. Mujadalah yang dijauhi Imam Malik adalah mujadalah
yang seakan-akan mengalahkan lawan.
Sifat keempat yang diberikan oleh Allah Swt. kepadanya adalah kekuatan
firasat dan tembus pandangnya terhadap hal-hal yang tersembunyi dan apa yang
sedang bergelora dalam dada manusia.18
Adapun kelebihan Imam Malik yamg menonjol dalam hal penguasaan hadits,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Syafi’i adalah:
17
18
Ibid., 468.
Ibid., Lihat pula: Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran ,.. 82.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
جاء لحد يث فما لك لّ م ل ا قب قال فيه شي ه بن ش ا
:فقد قال فيه ل ا فعي
نه عا لعّم
Artinya: “Sesungguhnya benar-benar telah berkata Imam Syafi’i dalam
penguasaan hafalan hadits yang dilakukan Imam Malik, jika datang suatu hadits
maka Maliklah bintang cemerlangnya dan gurunya pun Ibnu Syihab memujinya
dengan mengatakan bahwa imam Malik adalah kantong ilmu pengetahuan.”19
Dalam keikhlasan niatnya, beliau pernah berkata : “Ilmu adalah cahaya yang
tidak mau diterima kecuali dengan hati yang bertaqwa dan khusyu’”. Dan ia juga
terkenal sebagai seorang yang rendah hati, berhati-hati dalam berfatwa dan tidak
menggerakkan menjawab jika diminta berfatwa. Hal ini pernah diceritakan oleh
murid beliau ibn Hakam.20
Pada bagian lain Imam Syafi’i mengatakan bahwa Imam Malik adalah ahli
hadits yang terkenal memiliki ingatan yang luar biasa melebihi imam-imam yang
lain yang pernah ia kenal yaitu:
الّ هْر ي؟ ق ل م لكْ اثْبت
ق ل عبْدا ه بْن احْمد بْن حنْبلْ قلتْ أ بي منْ اثْبت اصْح
فيْ كل شيْئ
Artinya: “Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : “Saya pernah bertanya
kepada ayah, siapakah orang di antara sahabat-sahabat az-Zuhri yang lebih kuat
19
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al- Madzahib al- Islamiyyah, Juz. II, (Mesir: Dar al-Fikr al‘Arabi), 405.
20
Ibid., 406.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
kepercayaannya?”, ayahku berkata: “Maliklah yang lebih kokoh tentang
segalanya”.21
Kemudian kelebihan Imam Malik dalam ilmu fiqh diakui juga oleh seorang
ulama besar dari pendiri madzhab Syafi’i. Ia mengatakan bahwa Imam Malik
adalah salah satu dari tiga ulama yang memiliki kedalaman agama yang tidak
diragukan lagi kehebatannya. Imam Syafi’i mengatakan bahwa:
قال ل ا فعي لعّم يد رعّي ثا ثة مالك بن نس سفيا ّ بن عيييّة
لّيث بن سعد
Artinya: “Imam Syafi’i berkata: “Pengetahuan itu berputar pada tiga orang
ulama yaitu Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah dan al- Laits bin Sa’ad.”22
d. Perkembangan Madzhab Imam Malik
Dengan kehebatannya itulah yang menjadikan ia menjadi tempat untuk
bertanya tentang hukum dan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama
Islam. Bermula dari sinilah Imam Malik mulai dikenal orang, kemudian menjadi
guru bagi orang-orang yang mempercayai kedalam ilmu beliau. Lama kelamaan
berkembangnya madzhab ini menjadi semakin luas, pendapat-pendapatnya
kemudian disebarkan oleh muridnya. Pendapat-pendapat Imam Malik akhirnya
ditegaskan dan dikodifikasikan kedalam satu karya-karya ilmiah berbentuk kitab21
Jalaluddin Abd. Ar-Rahman as-Suyuti asy-Syafi’I, Tanwir al-Hawalik, Juz. I, (Beirut: Dar alFikr), 3.
22
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
kitab hukum yang kemudian menyebar di daerah-daerah sekitar Madinah. Pada
saat inilah pendapat Imam Malik yang semula bersifat pribadi satu aliran
pemikiran hukum Islam (madzhab Imam Malik).23
Madzhab yang semula hanya berkembang secara intern di Madinah, seiring
dengan perkembangan waktu akhirnya madzhab Imam Malik tidak hanya
tersebar dikalangan kota Madinah. Tetapi berkembang dan tersebar sampai ke
Hijaz, Mesir, Afrika, Maroko, Bashroh, Libia dan Tunisia. Orang yang mulamula mengembangkan fiqh Imam Malik adalah muridnya, diantaranya seperti
Usman bin al-Hakam al-Juzami (Mesir), seorang sahabat Imam Malik
berkebangsaan Mesir dibantu oleh Abdurrahman bin Khalid bin Yazid bin Yahya
di mana pada saat itu merekalah ahli fiqh yang sangat mumpuni.
e. Karya-karya Imam Malik
Karya Imam Malik yang paling populer adalah Al-Muwaththa’. Kitab ini
ditulis atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur yang menurutnya
dimaksudkan agar dapat dijadikan sebagai sumber legislasi negara.24 Pada waktu
permintaan itu diajukan, Imam Malik hanya mengatakan: “Sahabat-sahabat
Rasulullah Saw. telah tersebar di berbagai daerah yang masing-masing berfatwa
sesuai dengan pikiran mereka masing-masing.25 Dengan alasan yang masuk akal,
pada mulanya imam Malik berkeberatan. Tetapi akhirnya ia memenuhi
23
Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
146.
24
Abdullah Mustofa al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Penerjemah: Husein
Muhammad, (Yogyakarta: LKPSM, 2001), 82.
25
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
permintaan al-Mansur dengan menulis himpunan hadits-hadits yaitu sebuah buku
yang berjudul Al-Muwaththa’.
Secara terminology, Al-Muwaththa’ berarti al-Munqah yaitu hadits-hadits
yang sudah diseleksi,26 yang disusun dengan menggunakan sistematika fiqh.
Selain
Al-Muwaththa’,
beberapa
kitab
lainnya
yang
dinisbathkan
(dihubungkan) kepada Imam Malik yang tersebar antara lain adalah kitab Al-
Mudawwanah al-Kubro. Kitab ini adalah catatan seorang murid imam Malik,
Abdus Salam bin Sa’id al-Tanukhi yang lebih dikenal dengan nama Sahnun
(wafat 240 H), yang berisi tentang jawaban-jawaban Imam Malik terhadap
pertanyaan-pertanyaan masyarakat.27
Selain itu Imam Malik juga menulis beberapa karangan yang cukup besar,
kebanyakan dikemukakan dengan menyebut sanad yang shahih. Yang populer
diantaranya adalah Risalah fi al-Qadar, al-Radd ‘Ala al-Qadariyah, buku yang
dapat menggambarkan keluasan ilmunya, kitab Fi al-Nujum wa Hisab Madar al-
Zaman, Risalah fi ‘Aqdiyah, Risalah fi al-Qadar yang berisi fatwa-fatwa, Tafsir
Gha’ib al-Qur’an dan ijma’ ahl al-Madinah, sebuah risalah kepada Laits bin
Sa’ad.28
Adapun kitab utama yang menjadi rujukan aliran Malikiyah antara lain
sebagai berikut :
26
Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat 9 Imam Fiqh, Cet. I, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000),
272.
27
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,... 1094.
28
Abdurrahman Mustofa al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqh Sepanjang Sejarah,.. 83
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
1. Al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Kitab ini sudah disyarahi oleh
Muhammad Zakaria al Handahlawi dengan Judul Aujaz al-Masalikila
Muawaththa’ Malik dan Syarah al-Zarqani ‘ala Muwaththa’ al-Imam Malik
karya Muhammad ibn ‘Abd al-Baqi al-Zarqani dan Tanwir al- Hawalik
Syarah ‘ala Muwaththa’ Malik karya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuti
al-Syafi’i.
2. Al-Mudawwanah al-Kubra> karya ‘Abd al-salam al-Tanukhi kitab ini disusun
atas dasar sistematika kitab al-Muwaththa’.
3. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Ibn Rusyd al-Qurthubi
ibn Ahmad.
4. Fath al-Rahim ‘ala fiqh al-Imam Malik bin al-Adillah karya Muhamad ibn
Ahmad.
5. Al-Ikhtisam karya Abi Ishaq ibn Musa al-Syathibi.
6. Mukhtashar Khali>l ‘ala Matn al-Risalah li ibn Abi Zaid al-Qirawani karya
Syaikh ‘Abd al-Majid al-Syarnubi al-Azhari.
7.
Ahkam al-Ahkam ‘ala Tuhfat al-Ahkam fi al-Ahkam al-Syar’iyyah karya
Muhammad Yusuf al-Kafi.29
Sedangkan kitab-kitab ushul fiqh dan qawaid al-fiqh aliran Malikiyah antara
lain sebagai berikut:
a. Syarah Tanqih al-Fushul fi Ikhtisar al-Mahshul fi al-Ushul karya Syihab alDin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Idris al-Qurafi (w. 684 H).
b. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam karya Abi Ishaq Ibn Musa al-Syathibi.
29
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam,... 100.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
c. Ushul al-Futiya karya Muhammad ibn al-Haris al-Husaini (w. 361 H).
d. Al-Furuq karya Syihab al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Idris al-Qurafi (w.
684 H).
e. Al-Qawaid karya al-Maqqari (w. 758 H).
f. Idlah al-Masalik al-Qawaid al-Imam Malik karya al-Winsyarisi (w.914 H)
g. Al-Is’af bi al-Thalab Mukhtashar Syarh al-Minhaj al-Muntakhab karya alTanawi.30
f. Akhir Riwayat Hidup Imam Malik
Setelah berusia lanjut Imam Malik menyelenggarakan halaqahnya di
rumahnya sendiri yang luas dan banyak perabotan yang serba indah. Ia terkenal
sebagai seorang yang senang bergaul tetapi setelah lanjut usia ia meninggalkan
kebiasaan itu. Imam Malik mengalami sakit selama dua puluh hari. Pada malam
beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir, secara kebetulan Bakar Sulaiman
as-Sawaf berada di sana dan berkata “Wahai Abdullah, bagaimanakah
keadaanmu sekarang? Beliau menjawab : “aku tidak tahu apa yang akan
kukatakan kepadamu”, cuma aku ingin juga berkata “Adakah kau semua akan
ditentukan pada keesokan hari (hari kiamat) mendapat kemaafan yang tidak
diperhitungkan. Tak lama kemudian Malik pun mengucapkan kalimat syahadat
dan berkata : semua perkara adalah bagi Allah.” Imam Malik meninggal dunia di
30
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Madinah yaitu pada tanggal 14 Rabiul Awal 179 H dan dimakamkan di tanah
pekuburan al-Baqi’.31
2. Pendapat Imam Malik Tentang Penundaan Pembayaran Mahar
Sebagaimana telah penulis kemukakan di atas mengenai biografi Imam
Malik, dapatlah diketahui bahwa Imam Malik adalah merupakan salah satu dari
imam empat yang sangat dikenal oleh umat Islam di dunia ini. Sebagai seorang
muhaddits, ia sangat berhati-hati dalam memberikan fatwa tentang suatu
permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Dengan kehati-hatiannya itu tidak
saja ia enggan untuk memberikan jawaban seenaknya juga membuatnya sering
menolak pertanyaan yang diajukan dengan jawaban “saya belum tahu”. Bahkan
pernah tersebut dalam suatu riwayat ketika Imam Malik diberi pertanyaan oleh
salah satu sahabat Imam Malik hanya mau menjawab dan memberikan fatwa
pertanyaan yang diyakini akan kebenarannya.
Berkenaan dengan penundaan pembayaran mahar, sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya bahwa mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan
kontan dan berhutang baik seluruhnya atau untuk sebagian. Hal ini terserah
kepada adat masyarakat dan kebiasaan mereka yang berlaku. Tetapi sunnah kalau
membayar kontan sebagian.32 Karena hadits Nabi saw. menyebutkan bahwa :
31
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Imam Empat Madzhab, ...138.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 7, Alih Bahasa : Drs Mohammad Thalib, (Bandung: PT AlMa’arif, 1981) 62.
32
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
.عن بن عَّاس َّ لَّّي صَّي ه عّيه سَّم مّع عّيًا ّ يد خل بفاطمة حَّى يعطي ا شي ا
. فاين درعك لحطميَة؟ فاعطاه يَاها: فقل. ماعّد شيئ:فقل
)لحا كم صححه
(ر ء ب د د لّسائ
Artinya: “ Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw. melarang Ali mengumpuli
Fatimah sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya: “Saya tidak
punya
apa-apa”,
maka
Rasul
saw.
bersabda:
“Dimanakah
baju
besi
Huthaimiyahmu?” Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.” (HR. Abu
Daud, Nasa’i dan Hakim dan disahkan olehnya)33
Hadits tersebut menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan sebagai
tindakan lebih baik, yang secara hukum dipandang sunnah lebih dulu
memberikan sebagian mahar kepada isterinya.
Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan:
م نى رس ل ه صَّى ه عّيه سَّم ّ د خل م أة:عن عا�
Skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan Pendapat Imam Malik dan Imam Al-
Auza’i Tentang Penundaan Pembayaran Mahar”. Ini merupakan hasil penelitian
kepustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan
mendasar : Bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam al-Auza’i tentang penundaan
pembayaran mahar? Apa persamaan dan perbedaan pendapat Imam Malik dan Imam alAuza’i tentang penundaan pembayaran mahar?
Data
penelitian
dihimpun
dengan
menggunakan
teknik
dokumentasi
(Documentation). Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis menggunakan metode
komparatif, yaitu metode yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan yang diteliti berdasarkan kerangka tertentu.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persamaan pendapat Imam Malik dan Imam
al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar adalah sama-sama membolehkan
penundaan pembayaran mahar. Sedangkan perbedaan pendapat Imam Malik dan Imam
al-Auza’i adalah Imam Malik berpendapat bahwa beliau membolehkan penundaan
pembayaran mahar, namun hanya untuk tenggang waktu yang terbatas dan ia
menetapkan batas waktu tersebut. Tetapi ia menganjurkan pembayaran sebagian dimuka
manakala hendak menggauli (dukhul) sedangkan Imam al-Auza’i berpendapat bahwa ia
membolehkan penundaan pembayaran mahar meskipun sampai kematian atau terjadinya
perceraian. Penundaan pembayaran mahar tidak terbatas sebagaimana dalam jual beli
karena penundaan pembayaran mahar bersifat ibadah, yang penting suami wajib
membayar.
Dari kesimpulan di atas disarankan kepada calon pasangan suami istri yang
hendak menikah, hendalah melakukan musyawarah untuk mencari kesepakatan kedua
belah pihak berkaitan dengan masalah mahar, apakah mahar itu akan diberikan secara
tunai atau hutang. Karena kesepakatan itu lebih utama untuk menhindari kemadharatan
dan mencari kemaslahatan.
v
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM...............................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN...............................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................iii
Pengesahan..............................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................viii
DAFTAR TRANSLITERASI.................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah......................................................................1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah........................................................7
C. Rumusan Masalah................................................................................7
D. Kajian Pustaka.....................................................................................8
E. Tujuan Penelitian.................................................................................9
F. Kegunaan Hasil Penelitian...................................................................9
G. Defenisi Operasional..........................................................................10
H. Metode Penelitian...............................................................................11
I. Sistematika Pembahasan......................................................................13
BAB II PENGERTIAN MAHAR
A. Pengertian Mahar.............................................................................15
viii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Dasar Hukum Mahar............................................................................20
C. Kadar Mahar.........................................................................................25
D. Macam-macam Mahar..........................................................................28
E. Bentuk dan Syarat Mahar.....................................................................32
F. Hikmah Mahar......................................................................................33
BAB III PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM AL-AUZA’I TENTANG
PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR
A. Imam Malik
1. Biografi Imam Malik
a.
Tempat dan Tahun Kelahiran.................................................35
b.
Guru dan Murid Imam Malik..................................................37
c.
Kelebihan-kelebihan Imam Malik...........................................40
d.
Perkembangan Madzhab Imam Malik.....................................43
e.
Karya-karya Imam Malik.........................................................44
f.
Akhir Riwayat Hidup Imam Malik..........................................47
2. Pendapat Imam Malik Tentang Penundaan Pembayaran Mahar......48
3. Metode Istinbath Hukum Imam Malik Tentang Penundaan
Pembayaran Mahar............................................................................54
B. Imam al-Auza’i
1. Biografi Imam al-Auza’i
a. Tempat dan Tahun Kelahiran....................................................63
b. Guru dan Murid Imam al-Auza’i...............................................65
2. Pendapat Imam al-Auza’i Tentang Penundaan Pembayaran
Mahar...............................................................................................66
3. Metode Istinbath Hukum Imam al-Auza’i Tentang Penundaan
Pembayaran Mahar..........................................................................69
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPAT IMAM MALIK DAN
IMAM AL-AUZA’I TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR
A. Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik dan Imam al-Auza’i Tentang
Penundaan Pembayaran Mahar..............................................................73
ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Analisis Terhadap Istinbath Hukum Imam Malik dan Imam al-Auza’i
Tentang Penundaan Pembayaran Mahar...............................................78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................82
B. Saran-saran.............................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Para Ulama sepakat bahwa mahar merupakan syarat nikah dan tidak
boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma’
bahwa dalam rukun Islam untuk sahnya pemenuhan menjalankan suatu
perbuatan selalu disertai adanya syarat dan rukun. Demikian juga dalam
pernikahan, dapat dikatakan sah apabila syarat dan rukun tadi terpenuhi.
Dalam rukun Islam tidak disebutkan jenis kualitas dan kuantitas mahar,
karena akan ada selalu perbedaan sosial, antara kaya dan miskin, berpangkat
dan tidak berpangkat. Karena Islam menyerahkan kualitas (jenis dan mutu)
dan kuantitas (jumlah) mahar kepada kesepakatan kedua belah pihak.
Sehingga nash yang memberikan ketentuan tentang mahar tidaklah
dimaksudkan kecuali untuk menunjukkan betapa pentingnya nilai mahar
tersebut (menunjukkan kemuliaan perempuan dalam pandangan Islam) tanpa
melihat besar kecilnya jumlah mahar.
Didalam al-Qur’an, As-Sunnah dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
mengatur tentang pemberian mahar, tetapi tidak ada ketentuan dasar batas
minimal atau maksimalnya. Oleh karena itu, Nash-nash tentang pemberian
mahar justru memberikan kebebasan pemberian menurut kemampuan yang
1
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, penerjemah: M. A. Abdurrahman dan A. Harits
Abdullah, (Semarang: CV, Asy-Syifa’, 1990), 385.
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan masing-masing pihak yang
akan menikah untuk menetapkan jumlahnya.2
Mahar bukanlah untuk menghargai atau menilai, melainkan sebagai bukti
bahwa calon suami sebenarnya cinta kepada calon istrinya, sehingga dengan
sukarela ia mengorbankan hartanya untuk diserahkan kepada istrinya itu,
sebagai tanda suci hati dan sebagai pendahuluan bahwa si suami akan terus
menerus memberikan nafkah kepada istrinya.3
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita dengan
memberikan hak kepadanya, yaitu hak untuk menerima mahar (maskawin).
Mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik mengatakan
sebagai rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib 4. Mahar
hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri.
Mahar merupakan pemberian dari calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Pemberian tersebut sebagai syarat sahnya
pernikahan sehingga hukum mahar adalah wajib5. Sesuai firman Allah SWT
dalam surat an-Nisaa’ ayat 4:
2
A. Tihami, Fikih Munakahat, Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 40.
3
Muhammad Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1983), 82.
4
Ibid. 38.
5
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam, Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 24.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Artinya: “Dan berikan maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati,
maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (Q.S. anNisa’: 4)6
Adapun cara pembayaran mahar ada dua cara, yaitu:
1. Pembayaran dilakukan secara tunai
2. Pembayaran dilakukan dihari kemudian
Tentang pemberian mahar (maskawin) itu boleh saja dibayarkan tunai
atau sebagian dibayarkan kelak. Hal ini diserahkan sebagaimana kebiasaan di
dalam masyarakat. Akan tetapi, apabila telah terjadi hubungan seksual antara
suami dan istri, atau suami meninggal dan belum terjadi hubungan seksual,
maskawin wajib dibayarkan seluruhnya.7
Menurut KHI pasal 33 ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa “penyerahan
mahar dilakukan dengan tunai”. Namun “apabila calon mempelai wanita
menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik seluruhnya atau
utang sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi utang
mempelai pria”. Undang-undang perkawinan tidak mengatur mengenai mahar
6
Tim Penyusun Depertemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: CV DiPonerogo),
61.
7
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Cet. II, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana
Perguruan Tinggi Agama, 1984), 114.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
ini. Hal ini karena “mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.” (pasal
34 ayat 6)8
Penyebutan mahar, jumlah serta bentuknya termasuk didalamnya tunai
atau utang sebagian, diucapkan pada saat akad nikah. Oleh karena itu,
sifatnya yang bukan merupakan rukun dalam perkawinan, maka kelalaian
menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akan nikah tidak menyebabkan
batalnya pernikahan. Begitu pula halnya dalam keadaan masih berutang,
tidak mengurangi sahnya suatu perkawinan (pasal 34 ayat 2)9. Jadi
pembayaran mahar yang ditangguhkan tersebut tergantung pada persetuajuan
istri. Apabila mempelai laki-laki belum menyerahkan mahar, mempelai
perempuan mempunyai hak untuk menolak berhubungan suami istri, sampai
dengan dipenuhinya mahar tersebut.10
Sayyid Sabiq dalam bukunya “Fiqh Sunnah” mengatakan bahwa
pelaksanaan mahar dengan kontan atau hutang sebagian. Hal ini terserah
kepada adat masyarakat dan kebiasaan yang berlaku. Tetapi sunnah
membayar kontan sebagian.11 Hal ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:
:َعنْ ابْن عَّا س اَّ الَِّّّ صَّ اه عليه وسلَم مّع عليًا اّْ يدْ خّ بفا طمة حَّ يعْطيَا َيًْا ََا
َايْن درْ عك الحطميِة؟ َاعْطا ه ايَا ها (رواه ابو داود و الّسا ئ والحاكم و:َما عّْد ْ َيْئ ََا
)صححه
8
Tim Redaksi Nusantara, Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan
Perwakafan, (Bandung: Nusantara Aulia, 2008), 10.
9
Ibid. 10.
Slamet Abidin, Fikih Munakahat, Jilid I, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), 115.
11
Sayyiq Sabiq, Fiqh Sunnah 7, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981), 62.
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
“Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Nabi SAW melarang Ali mengumpuli Fatimah
sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabannya: “saya tidak
memiliki
apa-apa”.
Maka
Nabi
bersabda:
“dimanakah
baju
besi
huthamiyahmu?” Lalu berikanlah barang itu kepada Fatimah”. (H.R. Abu
Daud, Nasa’i dan Hakim dan di sahkan olehnya)
Apabila telah terjadi hubungan seksual antara suami dan istri, atau suami
meninggal dan belum terjadi hubungan seksual, maskawin wajib bayar
seluruhnya. Tetapi Imam Malik berpendapat, apabila suami meninggal
sebelum terjadinya hubungan seksual tidak wajib membayar maskawin.
Dalam keadaan begini menurut Imam Malik, istrinya menerima warisan
saja12. Sedangkan Imam Al-Auza’i berpendapat bahwa menunda pembayaran
mahar dibolehkan meskipun sampai kematian atau terjadinya perceraian.
Penundaan pembayaran mahar tidak terbatas sebagaimana dalam jual beli
karena penundaan pembayaran mahar bersifat ibadah. Yang penting, suami
tetap wajib membayar.13
Dari uraian diatas jelaslah bahwa mahar pemberian pria kepada wanita
sebagai pemberian wajib, bukan sebagai pemberian atau ganti rugi. Mahar itu
untuk memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang dan saling
mencintai antara kedua suami istri.
12
Departemen Agama, Ilmu Fiqih, Jilid II, (Jakarta: 1984), 114.
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, penerjemah: M. A. Abdurrahman dan A. Harits
Abdullah,... 394.
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
Dalam hal penundaan mahar (diutang), terdapat dua perbedaan
dikalangan ahli fikih. segolongan ahli fikih berpendapat bahwa mahar itu
tidak boleh diberikan dengan cara diutang keseluruhan. segolongan ahli fikih
lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi
menganjurkan agar membayar sebagian mahar di muka manakala hendak
menggauli istri. Di antara fuqaha’ yang membolehkan penundaan mahar, ada
yang membolehkannya hanya untuk tenggang waktu yang terbatas dan ia
menetapkan batas waktu tersebut, tetapi dengan menganjurkan pembayaran
sebagian mahar di muka manakala hendak menggauli (dukhul). Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Malik. Dan ada pula yang membolehkannya karena
kematian atau perceraian. Ini adalah pendapat al-Auza’i.14 Silang pendapat
ini disebabkan, apakah perkawinan itu dapat disamakan dengan jual beli
dalam hal penundaan, ataukah tidak dapat disamakan dengannya.?
Bagi Imam Malik yang mengatakan dapat disamakan dengan jual beli,
maka beliau
berpendapat bahwa penundaan mahar tersebut tidak boleh
sampai terjadinya kematian atau penceraian, sedangkan bagi Imam Al-Auza’i
mengatakan tidak dapat disamakan dengannya, maka beliau membolehkan
penundaan kematian dan perceraian.15
Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut ke dalam karya skripsi. Kemudian penulis akan membahas lebih
14
15
Ibid.
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
spesifik ke dalam skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan Pendapat Imam
Malik dan Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi
permasalah-permasalah yang berkaitan dengan penundaan pembayaran
mahar, yaitu:
a. Imam Malik berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan pembayaran
mahar, tetapi beliau menganjurkan membayar sebagian mahar manakala
hendak menggauli dan beliau menetapkan batas waktu
b. Imam Al-Auza’i berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan
pembayaran mahar di antara kematian dan perceraian.
c.
sekelompok ulama tidak membolehkan sama sekali
berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penulis membatasi masalah
pada pokok pembahasan, yakni:
a. Imam Malik berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan pembayaran
mahar, tetapi beliau menganjurkan membayar sebagian mahar manakala
hendak menggauli dan beliau menetapkan batas waktu.
b.
Imam Al-Auza’i berpendapat bahwa ia membolehkan penundaan
pembayaran mahar di antara kematian dan perceraian.
C. Rumusan Masalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat Imam Malik
dan Imam Al-Auza’i tentang
penundaan pembayaran mahar?
2. Apa persamaan dan perbedaan pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auza’i
tentang penundaan pembayaran mahar?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti, sehingga terlihat
jelas
bahwa
kajian
yang
akan
dilakukan
ini
tidak
merupakan
pengulangan/duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.16 Penelitian
yang mengangkat topik tentang studi perbandingan Imam Malik dan Imam AlAuza’i tentang penundaan pembayaran mahar dikatakan masih belum banyak
ditemukan.
Adapun peneliti yang sudah membahas tentang mahar diantaranya:
Nur
kholis (2008)17 dalam skripsinya “Studi Komparatif Tentang Mahar Nikah
Tafwid Antara Ulama Hanafiyah dan Malikiyah”. Di sini ia memaparkan
pendapat kedua ulama tersebut mengenai mahar nikah tafwid dan istinbath
hukum yang digunakan oleh kedua ulama tersebut kaitannya dengan mahar nikah
tafwid.
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,(Surabaya,
2012), 9.
17
Nur Kholis, Studi Komparatif Tentang Mahar Nikah Tafwid Antara Ulama Hanafiyah dan
Malikiyah, (Skripsi Pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN Walisongo,
Semarang, 2008)
16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Umi Masrurah (2006)18 “Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Batas
Minimal Mahar Kaitannya dengan KHI Pasal 31”. Disini ia memaparkan bahwa
batas minimal pemberian mahar menurut Imam Malik dalam suatu pernikahan
adalah seperempat dinar. Ini diqiaskan dengan adanya batasan hukum potong
tangan dalam kasus pidana pencurian sebagai ketentuan yang sama bagi
pembatasan minimal mahar. Sedangkan KHI tidak memberikan ketentuan
tentang batas minimal atau maksimal mahar. Nash-nash tentang pemberian
mahar justru memberikan kebebasan pemberian menurut kemampuan masingmasing dalam memberikan harta.
Dalam skripsi ini, penulis akan memfokuskan lebih spesifik mengenai
perbandingan pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auza’i tentang penundaan
pembayaran mahar.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auza’i tentang
penundaan pembayaran mahar
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat Imam Malik dan
Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa kegunaan yang dapat diambil
baik secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut:
18
Umi Masruroh, Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Batas Minimal Mahar Kaitannya
Dengan KHI Pasal 13, (Skripsi pada jurusan Ahwal As-Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN
Walisongo, Semarang, 2006)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
1. kegunaan teoritis:
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media untuk membuktikan
kesesuaian antara teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan
praktik di lapangan, terutama yang berkenaan dengan penundaan
pembayaran mahar.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi bagi khazanah
kepustakaan di UIN Sunan Ampel, sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi untuk penelitian berikutnya.
2. kegunaan praktis:
a. Sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat (dalam hal ini pasangan
yang hendak menikah) tentang penundaan pembayaran mahar sehingga
dalam menuntukan mahar tidak menyulitkan pihak laki-laki.
b. Untuk memberikan pertimbangan kepada pihak yang hendak menikah
agar dalam menetapkan mahar harus berdasarkan kemampuan masingmasing orang sesuai dengan adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya mis-understanding, maka istilah pokok
yang ada dalam penelitian ini akan didefenisikan secara operasional:
1. Studi Perbandingan pendapat adalah: ilmu pengetahuan yang membahas
persamaan dan perbedaan pendapat fuqaha dengan cara membandingkan
dalil masing-masing.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
2. Mahar (mas kawin) adalah secara terminologi artinya pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami
untuk menimbulkan rasa kasih bagi sang istri kepada calon suami.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa maksud dari defenisi operasional
adalah untuk mengetahui bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam AlAuza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
H. Metode Penelitian
Dalam rangka menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan ( Library
Research) yaitu, serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengelolah bahan
penelitian19, yaitu dengan mengumpulkan teori-teori dalam kitab-kitab, pendapat
para ahli dan karangan ilmiah lainnya yang ada relevansinya dengan pembahasan
dengan karya skripsi ini.
2. Sumber Data
Mengingat penelitian ini menggunakan metode Library Research, maka
diambil data dari berbagai sumber tertulis sebgai berikut:
19
Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
a. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan
asli yang memuat informasi atau data tersebut20. Adapun sumber skunder
penlitian dalam penulisan skripsi ini adalah kitab Terjemah Bidayatul
Mujtahid, al-fiqh ‘ala madzhahib al-arba’a, fiqh lima madzhab dan kitab
lain yang membahas tentang mahar.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka mendapatkan data yang akurat untuk mendukung penelitian
ini, maka penulis akan menggunakan metode pengumpulan data, yaitu
metode dokumen (Documentation). Metode dokumen adalah metode yang
dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari data dari catatan, transkrip,
berkas, majalah, surat kabar, dan sebagainya yang berkaitan dengan
penelitian ini21. Studi dokumen dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data-data dari kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd yang
berkaitan dengan pembahasan ini.
4. Teknik Analisis Data
Konsep dasar adanya analisis data adalah peroses mengatur urutan-urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori dan satuan uraian
data.22 Untuk memenuhi konsep dasar analisis data ini, peneliti melakukan
20
Tatang M. Amrin, Menyususn Rencana Penelitian, Cet. III, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995), 133.
21
Suharsimi Arikanto, Prosedur Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 202.
22
Lexy. J Moleong, MetodelogiPenelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 26,
2009), 248.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
analisis secara komprehensip dan lengkap, yakni secara mendalam dari berbagai
aspek sesuai dengan lingkup penelitian sehingga tidak ada yang terlupakan.23
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut dengan menggunakan metode berikut ini:
5. Metode Komparatif
Penelitian
Komparatif
merupakan
penelitian
yang
bersifat
membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan
dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objeknya yang diteliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya
masih mandiri tetapi sampelnya yang lebih dari datu atau dalam waktu yang
berbeda. Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan
untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel
tertentu. Dalam hal ini penulis membandingkan pendapat Imam Malik dan
Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
I. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana dalam
setiap bab terdapat sub-sub bab pembahasan, yaitu:
Pada Bab pertama memuat tentang latar belakang permasalahan,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
23
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
127.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
penelitian, kegunaan hasil penelitian, defenisi oprasional, metode penelitian
dan sistematika pembahasan.
Pada Bab kedua akan dijelaskan tentang pengertian mahar, dasar hukum,
kadar mahar, macam-macam mahar, bentuk dan syarat mahar serta hikmah
adanya mahar.
Pada Bab ketiga berisi tentang biografi Imam Malik, pendapat Imam
Malik tentang penundaan pembayaran mahar, metode ijtihadnya dan biografi
Imam Al-Auza’i, pendapatnya tentang penundaan pembayaran mahar, serta
metode ijtihadnya.
Selanjutnya pada Bab keempat, dibahas perbandingan pendapat Imam
Malik dan Imam Al-Auza’i tentang penundaan pembayaran mahar.
Terakhir, Bab kelima sebagai penutup, yang meliputi kesimpulan, dan
saran-saran dan penutup.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB III
PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM AL-AUZA’I TENTANG
PENUNDAAN PEMBAYARAN MAHAR
A. Imam Malik
1. Biografi Imam Malik
a. Tempat dan Tahun Kelahiran
Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai
dalam Islam dalam segi umur.1 Ia dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di
negeri Hijaz pada tahun 93 H/ 712 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Harits bin Ghaaiman bin
Kutail bin Amr bin Harits al-Ashbahi.2 Ibunya bernama Siti al-‘Aliyah binti
Syuraikh ibn Abdurrahman ibn Syuraikh al-Azdiyah.3
Kakek beliau Abu Amar datang ke Madinah setelah Nabi Muhammad SAW.
wafat, karena itu tidak termasuk salah seorang sahabat Rasulullah, tetapi
termasuk golongan tabi’in. Malik dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang
kurang berada tetapi tekun mempelajari ilmu agama Islam, terutama mempelajari
hadits-hadits Nabi SAW.4
1
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, Cet. I., (Jakarta: Logos, 1997),
102.
2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I., (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),
1092.
3
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,... 103.
4
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran, (Jakarta: Erlangga, 1990), 81.
35
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Imam Malik merupakan Darul Hijrah dalam ilmu fiqh dan hadits setelah
tabi’in. Ia menduduki tingkat ke-enam dari para tabi’in yang ada di Madinah.5
Saat kelahiran Imam Malik merupakan masa pemerintahan Daulah Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Walid bin Abd al-Malik (setelah Umar bin Abd.
Aziz) dan meninggal pada masa Bani Abbas, tepatnya pada masa pemerintahan
Harun al-Rasyid (wafat tahun 179 H/ 798 M). Imam Malik hidup sezaman
dengan Abu Hanifah.
Berbeda dengan Abu Hanifah yang berasal dari keluarga pedagang, Malik
lahir dari keluarga pengrajin. Ayahnya seorang pengrajin panah. Namun tidak
seorangpun dari puteranya yang meneruskan tradisi usaha ayahnya itu. Bahkan
salah seorang puteranya itu (saudara Malik) bergerak dalam sektor perdagangan,
dan Malik turut bekerjasama dengan saudaranya itu sehingga ia bisa mandiri
sebagai pedagang kain sutera.6
Semasa hidupnya, Imam Malik dapat mengalami dua corak pemerintahan,
Umayyah dan Abbasiyyah dimana terjadi perselisihan hebat diantara dua
pemerintahan tersebut.7 Ia menyaksikan berbagai pemberontakan rakyat dan
kedzaliman penguasa waktu itu. Tetapi ia juga tidak memihak kepada salah satu
5
Imam Malik, Al- Muwaththa’, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 5.
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1995),
144.
7
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Imam Empat Madzhab, Cet. 2., (Jakarta: Bumi
Aksara, 1993), 71.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
diantara keduanya. Ia memilih tidak berpihak kepada pemberontak karena
menurutnya, keadaan tidak dapat diperbaiki dengan pemberontakan.8
Sedangkan ketidak berpihaknya kepada pemerintah muncul setelah ia
menyaksikan pemerintah sering melakukan penindasan terhadap lawan
politiknya, seperti keturunan Ali bin Abi Thalib.9
b.
Guru dan Murid Imam Malik
Malik bin Anas mulai belajar dan menghafal al-qur’an. Pada usia yang sangat
muda, ia telah hafal seluruh al-qur’an. Kemudian setelah itu ia mulai belajar dan
menghafal hadits.10 Dengan semangat belajarnya yang tumbuh kuat, ibunya
menyarankan agar ia mempelajari fiqh aliran rasional dari imam Rabi’ahal-Ra’yu
yang juga berada di Madinah. Di majelis Rabi’ah inilah Malik pertama kali
memperoleh pelajaran-pelajaran fiqh, yang ia perdalam terus dengan mempelajari
berbagai metodologi kajian hukumnya. Kemudian ia memantapkan ilmunya itu
dengan belajar di majelis Yahya bin Sa’id (seorang faqih rasional yang dimiliki di
Madinah.11
Adapun guru Imam Malik yang pertama adalah Abdurrahman ibn Hurmuz.
Ia bermukim bersama dengannya dalam waktu yang lama sehingga pola pikir
8
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
79.
9
Ibid.,
10
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran,... 83
11
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,.. 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Imam Malik banyak dipengaruhi oleh ibn Hurmuz. 12 Selanjutnya Imam Malik
dalam mempelajari hadits berguru kepada Nafi’ Maula ibnu Umar (wafat 117
H) dan Ibn Syihab az-Zuhri (wafat 124 H).13
Setelah ia benar-benar ahli dalam ilmu hadits dan ilmu fiqh, ia melakukan
ijtihad secara mandiri dan mendirikan halaqah (kelompok pengajian dengan
formasi murid mengelilingi guru). Menurut Ahmad Syarbashi, Imam Malik baru
mengajar setelah lebih dahulu keahliannya mendapat pengakuan dari 70 ulama
terkenal di Madinah.14 Imam Malik mengajar, meriwayatkan hadits dan
memberi fatwa terutama dimusim haji. Imam Malik dianggap sebagai seorang
pemimpin (imam) dalam ilmu hadits. Sandaran-sandaran (sanad) yang dibawa,
termasuk salah satu dari sanad yang terbaik dan benar. Karena ia sangat hatihati dalam mengambil hadits Rasulullah Saw. Ia orang yang dipercaya, adil, dan
kuat ingatannya, cermat serta halus dalam memilih pembawa hadits.
Imam Malik adalah seorang yang sangat menghormati hadits Rasulullah
Saw. Apabila ditanya yang berhubungan dengan ilmu fiqh, ia terus keluar dari
biliknya serta memberi fatwa-fatwa atau jawabanjawaban kepada mereka yang
bertanya. Akan tetapi, jika pertanyaan itu berkaitan dengan hadits, ia tidak
terus keluar bahkan ia terlebih dahulu mandi dan memakai pakaian yang bersih
serta memakai wangi-wangian dan memakai sorban. Hal ini semata-mata
bertujuan untuk menghormati hadits Rasulullah Saw.
12
Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islamy, Muhammad Sabih wa Auladin, (Mesir,
1985), 17.
13
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,... 104.
14
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,... 123.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Adapun murid-murid imam Malik yang terkenal dari golongan Mesir,
Afrika Selatan serta Andalusia, yaitu:
a. Abu Abdillah Abdurrahman bin Qasim
Wafat di Mesir pada tahun 191 H. Ia belajar ilmu fiqh dari Imam Malik
Selma 20 tahun dan belajar pula pada Laits bin Sa’ad seorang ahli fiqh yang
wafat pada tahun 175 H. Ia yang meneliti dan mentafsih kitab al-
Mudawwanah al-Kubro dalam kitab Maliki yaitu kitab besar yang dipakai
dalam madzhab Maliki.
b. Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim
Lahir tahun 120 H dan wafat pada tahun 197 H. Ia belajar pada Imam Malik
selama 20 tahun dan mengembangkan ilmu fiqh di Mesir.
c. Abu Muhammad bin Abdullah bin Hakam
Ia adalah orang yang paling mengetahui diantara murid-murid imam Malik
tentang perselisihan Imam Malik.
d.
Ashab bin Abdul Aziz al-Qushi
Ia dilahirkan dimana Imam Syafi’i yaitu pada tahun 50 H dan wafat pada
tahun 205 H. Setelah Imam Syafi’i selang waktu 18 hari.15
Adapun yang kemudian membentuk madzhab tersendiri adalah Muhammad
bin Idris asy-Syafi’i. Adapun murid-murid Imam Malik yang terkenal dan
15
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh al- Islami wa Adillatuhu, Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
menyebar madzhabnya di negeri Hijaz dan Irak antara lain Abu Marwah
Abdullah bin Abu Salam al-Majisun, Ahmad bin Muazal bin Ghailan dan Abu
Ishaq Ismail bin Ishaq.
c.
Kelebihan-kelebihan Imam Malik
Allah Swt. Telah menganugerahkan kepada Malik sifat-sifat dan mauhibahmauhibah yang memungkinkannya mencapai puncak ketinggian ilmu menjadi
seorang muhaddits dan seorang faqih yang berjalan di bawah sinar al-Qur’an, asSunnah dan atsar para salaf.
Sifat pertama yang dimiliki Malik ialah daya hafal yang sangat kuat. Apabila
ia mendengar sesuatu, langsung dapat dihafalkannya. Pernah ia mendengar 40
hadits sekaligus, pada keesokan harinya ia mengemukakan hafalannya kepada
gurunya, tak ada yang luput. Inilah yang menyebabkan Malik menjadi gudang
ilmu dan karenanyalah pula ia mengatasi teman-temannya. Kekuatan hafalan itu
menjadi pegangan dalam memelihara ilmu. Ilmu pada masa itu diambil dengan
cara menghafal dari guru bahkan dengan jalan membaca kitab. Setiap apa yang
telah dapat dihafalnya, ditulis dalam buku catatannya.16
Sifat kedua ialah kesabaran dan ketabahan secara terus menerus dalam
mencari ilmu dan mengatasi segala kesulitan yang menghalanginya. Ia pergi
ditengah-tengah terik matahari untuk belajar. Ia berpendapat bahwa kesabaran
16
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Madzhab,
(Semarang: Pustaka Rizki Putera, 1997), 467.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
dan kemauan keras itulah alat pokok untuk mencari ilmu. Orang yang tidak
mempunyai sifat-sifat tersebut tidak sampai kepada tujuan.
Sifat ketiga ialah keikhlasan dalam mencari ilmu. Ia mencari ilmu bukan
karena ingin mencari kemegahan, pangkat atau ingin menjadi orang terhormat.
Tetapi ia ikhlas dalam mencari hakikat sesuatu, semata-mata karena Allah Swt.
Inilah sifat yang menyebabkan ia dapat menemukan aneka hakikat dalam
memahami hadits dan kitab Allah. Imam Malik mengakui bahwa ilmu ibadah
seseorang, jika jiwa orang itu diselubungi taqwa dan ikhlas.17
Karena keikhlasan, ia berpegang teguh pada sunnah dan unsur-unsur yang
nyata, ia memberi fatwa terhadap kejadian yang telah terjadi saja dan tidak
tergesa-gesa memberikan fatwa. Ia selalu menjauhi segala sesuatu yang tidak
mau bermujadalah. Namun walaupun begitu terkadang Imam Malik juga
mengadakan diskusi dengan para ulama seperti yang dilakukannya dengan Abu
Yusuf dan Abu Ja’far. Mujadalah yang dijauhi Imam Malik adalah mujadalah
yang seakan-akan mengalahkan lawan.
Sifat keempat yang diberikan oleh Allah Swt. kepadanya adalah kekuatan
firasat dan tembus pandangnya terhadap hal-hal yang tersembunyi dan apa yang
sedang bergelora dalam dada manusia.18
Adapun kelebihan Imam Malik yamg menonjol dalam hal penguasaan hadits,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Syafi’i adalah:
17
18
Ibid., 468.
Ibid., Lihat pula: Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran ,.. 82.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
جاء لحد يث فما لك لّ م ل ا قب قال فيه شي ه بن ش ا
:فقد قال فيه ل ا فعي
نه عا لعّم
Artinya: “Sesungguhnya benar-benar telah berkata Imam Syafi’i dalam
penguasaan hafalan hadits yang dilakukan Imam Malik, jika datang suatu hadits
maka Maliklah bintang cemerlangnya dan gurunya pun Ibnu Syihab memujinya
dengan mengatakan bahwa imam Malik adalah kantong ilmu pengetahuan.”19
Dalam keikhlasan niatnya, beliau pernah berkata : “Ilmu adalah cahaya yang
tidak mau diterima kecuali dengan hati yang bertaqwa dan khusyu’”. Dan ia juga
terkenal sebagai seorang yang rendah hati, berhati-hati dalam berfatwa dan tidak
menggerakkan menjawab jika diminta berfatwa. Hal ini pernah diceritakan oleh
murid beliau ibn Hakam.20
Pada bagian lain Imam Syafi’i mengatakan bahwa Imam Malik adalah ahli
hadits yang terkenal memiliki ingatan yang luar biasa melebihi imam-imam yang
lain yang pernah ia kenal yaitu:
الّ هْر ي؟ ق ل م لكْ اثْبت
ق ل عبْدا ه بْن احْمد بْن حنْبلْ قلتْ أ بي منْ اثْبت اصْح
فيْ كل شيْئ
Artinya: “Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : “Saya pernah bertanya
kepada ayah, siapakah orang di antara sahabat-sahabat az-Zuhri yang lebih kuat
19
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al- Madzahib al- Islamiyyah, Juz. II, (Mesir: Dar al-Fikr al‘Arabi), 405.
20
Ibid., 406.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
kepercayaannya?”, ayahku berkata: “Maliklah yang lebih kokoh tentang
segalanya”.21
Kemudian kelebihan Imam Malik dalam ilmu fiqh diakui juga oleh seorang
ulama besar dari pendiri madzhab Syafi’i. Ia mengatakan bahwa Imam Malik
adalah salah satu dari tiga ulama yang memiliki kedalaman agama yang tidak
diragukan lagi kehebatannya. Imam Syafi’i mengatakan bahwa:
قال ل ا فعي لعّم يد رعّي ثا ثة مالك بن نس سفيا ّ بن عيييّة
لّيث بن سعد
Artinya: “Imam Syafi’i berkata: “Pengetahuan itu berputar pada tiga orang
ulama yaitu Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah dan al- Laits bin Sa’ad.”22
d. Perkembangan Madzhab Imam Malik
Dengan kehebatannya itulah yang menjadikan ia menjadi tempat untuk
bertanya tentang hukum dan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama
Islam. Bermula dari sinilah Imam Malik mulai dikenal orang, kemudian menjadi
guru bagi orang-orang yang mempercayai kedalam ilmu beliau. Lama kelamaan
berkembangnya madzhab ini menjadi semakin luas, pendapat-pendapatnya
kemudian disebarkan oleh muridnya. Pendapat-pendapat Imam Malik akhirnya
ditegaskan dan dikodifikasikan kedalam satu karya-karya ilmiah berbentuk kitab21
Jalaluddin Abd. Ar-Rahman as-Suyuti asy-Syafi’I, Tanwir al-Hawalik, Juz. I, (Beirut: Dar alFikr), 3.
22
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
kitab hukum yang kemudian menyebar di daerah-daerah sekitar Madinah. Pada
saat inilah pendapat Imam Malik yang semula bersifat pribadi satu aliran
pemikiran hukum Islam (madzhab Imam Malik).23
Madzhab yang semula hanya berkembang secara intern di Madinah, seiring
dengan perkembangan waktu akhirnya madzhab Imam Malik tidak hanya
tersebar dikalangan kota Madinah. Tetapi berkembang dan tersebar sampai ke
Hijaz, Mesir, Afrika, Maroko, Bashroh, Libia dan Tunisia. Orang yang mulamula mengembangkan fiqh Imam Malik adalah muridnya, diantaranya seperti
Usman bin al-Hakam al-Juzami (Mesir), seorang sahabat Imam Malik
berkebangsaan Mesir dibantu oleh Abdurrahman bin Khalid bin Yazid bin Yahya
di mana pada saat itu merekalah ahli fiqh yang sangat mumpuni.
e. Karya-karya Imam Malik
Karya Imam Malik yang paling populer adalah Al-Muwaththa’. Kitab ini
ditulis atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur yang menurutnya
dimaksudkan agar dapat dijadikan sebagai sumber legislasi negara.24 Pada waktu
permintaan itu diajukan, Imam Malik hanya mengatakan: “Sahabat-sahabat
Rasulullah Saw. telah tersebar di berbagai daerah yang masing-masing berfatwa
sesuai dengan pikiran mereka masing-masing.25 Dengan alasan yang masuk akal,
pada mulanya imam Malik berkeberatan. Tetapi akhirnya ia memenuhi
23
Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
146.
24
Abdullah Mustofa al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Penerjemah: Husein
Muhammad, (Yogyakarta: LKPSM, 2001), 82.
25
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
permintaan al-Mansur dengan menulis himpunan hadits-hadits yaitu sebuah buku
yang berjudul Al-Muwaththa’.
Secara terminology, Al-Muwaththa’ berarti al-Munqah yaitu hadits-hadits
yang sudah diseleksi,26 yang disusun dengan menggunakan sistematika fiqh.
Selain
Al-Muwaththa’,
beberapa
kitab
lainnya
yang
dinisbathkan
(dihubungkan) kepada Imam Malik yang tersebar antara lain adalah kitab Al-
Mudawwanah al-Kubro. Kitab ini adalah catatan seorang murid imam Malik,
Abdus Salam bin Sa’id al-Tanukhi yang lebih dikenal dengan nama Sahnun
(wafat 240 H), yang berisi tentang jawaban-jawaban Imam Malik terhadap
pertanyaan-pertanyaan masyarakat.27
Selain itu Imam Malik juga menulis beberapa karangan yang cukup besar,
kebanyakan dikemukakan dengan menyebut sanad yang shahih. Yang populer
diantaranya adalah Risalah fi al-Qadar, al-Radd ‘Ala al-Qadariyah, buku yang
dapat menggambarkan keluasan ilmunya, kitab Fi al-Nujum wa Hisab Madar al-
Zaman, Risalah fi ‘Aqdiyah, Risalah fi al-Qadar yang berisi fatwa-fatwa, Tafsir
Gha’ib al-Qur’an dan ijma’ ahl al-Madinah, sebuah risalah kepada Laits bin
Sa’ad.28
Adapun kitab utama yang menjadi rujukan aliran Malikiyah antara lain
sebagai berikut :
26
Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat 9 Imam Fiqh, Cet. I, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000),
272.
27
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,... 1094.
28
Abdurrahman Mustofa al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqh Sepanjang Sejarah,.. 83
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
1. Al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Kitab ini sudah disyarahi oleh
Muhammad Zakaria al Handahlawi dengan Judul Aujaz al-Masalikila
Muawaththa’ Malik dan Syarah al-Zarqani ‘ala Muwaththa’ al-Imam Malik
karya Muhammad ibn ‘Abd al-Baqi al-Zarqani dan Tanwir al- Hawalik
Syarah ‘ala Muwaththa’ Malik karya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuti
al-Syafi’i.
2. Al-Mudawwanah al-Kubra> karya ‘Abd al-salam al-Tanukhi kitab ini disusun
atas dasar sistematika kitab al-Muwaththa’.
3. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Ibn Rusyd al-Qurthubi
ibn Ahmad.
4. Fath al-Rahim ‘ala fiqh al-Imam Malik bin al-Adillah karya Muhamad ibn
Ahmad.
5. Al-Ikhtisam karya Abi Ishaq ibn Musa al-Syathibi.
6. Mukhtashar Khali>l ‘ala Matn al-Risalah li ibn Abi Zaid al-Qirawani karya
Syaikh ‘Abd al-Majid al-Syarnubi al-Azhari.
7.
Ahkam al-Ahkam ‘ala Tuhfat al-Ahkam fi al-Ahkam al-Syar’iyyah karya
Muhammad Yusuf al-Kafi.29
Sedangkan kitab-kitab ushul fiqh dan qawaid al-fiqh aliran Malikiyah antara
lain sebagai berikut:
a. Syarah Tanqih al-Fushul fi Ikhtisar al-Mahshul fi al-Ushul karya Syihab alDin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Idris al-Qurafi (w. 684 H).
b. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam karya Abi Ishaq Ibn Musa al-Syathibi.
29
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam,... 100.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
c. Ushul al-Futiya karya Muhammad ibn al-Haris al-Husaini (w. 361 H).
d. Al-Furuq karya Syihab al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Idris al-Qurafi (w.
684 H).
e. Al-Qawaid karya al-Maqqari (w. 758 H).
f. Idlah al-Masalik al-Qawaid al-Imam Malik karya al-Winsyarisi (w.914 H)
g. Al-Is’af bi al-Thalab Mukhtashar Syarh al-Minhaj al-Muntakhab karya alTanawi.30
f. Akhir Riwayat Hidup Imam Malik
Setelah berusia lanjut Imam Malik menyelenggarakan halaqahnya di
rumahnya sendiri yang luas dan banyak perabotan yang serba indah. Ia terkenal
sebagai seorang yang senang bergaul tetapi setelah lanjut usia ia meninggalkan
kebiasaan itu. Imam Malik mengalami sakit selama dua puluh hari. Pada malam
beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir, secara kebetulan Bakar Sulaiman
as-Sawaf berada di sana dan berkata “Wahai Abdullah, bagaimanakah
keadaanmu sekarang? Beliau menjawab : “aku tidak tahu apa yang akan
kukatakan kepadamu”, cuma aku ingin juga berkata “Adakah kau semua akan
ditentukan pada keesokan hari (hari kiamat) mendapat kemaafan yang tidak
diperhitungkan. Tak lama kemudian Malik pun mengucapkan kalimat syahadat
dan berkata : semua perkara adalah bagi Allah.” Imam Malik meninggal dunia di
30
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Madinah yaitu pada tanggal 14 Rabiul Awal 179 H dan dimakamkan di tanah
pekuburan al-Baqi’.31
2. Pendapat Imam Malik Tentang Penundaan Pembayaran Mahar
Sebagaimana telah penulis kemukakan di atas mengenai biografi Imam
Malik, dapatlah diketahui bahwa Imam Malik adalah merupakan salah satu dari
imam empat yang sangat dikenal oleh umat Islam di dunia ini. Sebagai seorang
muhaddits, ia sangat berhati-hati dalam memberikan fatwa tentang suatu
permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Dengan kehati-hatiannya itu tidak
saja ia enggan untuk memberikan jawaban seenaknya juga membuatnya sering
menolak pertanyaan yang diajukan dengan jawaban “saya belum tahu”. Bahkan
pernah tersebut dalam suatu riwayat ketika Imam Malik diberi pertanyaan oleh
salah satu sahabat Imam Malik hanya mau menjawab dan memberikan fatwa
pertanyaan yang diyakini akan kebenarannya.
Berkenaan dengan penundaan pembayaran mahar, sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya bahwa mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan
kontan dan berhutang baik seluruhnya atau untuk sebagian. Hal ini terserah
kepada adat masyarakat dan kebiasaan mereka yang berlaku. Tetapi sunnah kalau
membayar kontan sebagian.32 Karena hadits Nabi saw. menyebutkan bahwa :
31
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Imam Empat Madzhab, ...138.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 7, Alih Bahasa : Drs Mohammad Thalib, (Bandung: PT AlMa’arif, 1981) 62.
32
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
.عن بن عَّاس َّ لَّّي صَّي ه عّيه سَّم مّع عّيًا ّ يد خل بفاطمة حَّى يعطي ا شي ا
. فاين درعك لحطميَة؟ فاعطاه يَاها: فقل. ماعّد شيئ:فقل
)لحا كم صححه
(ر ء ب د د لّسائ
Artinya: “ Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw. melarang Ali mengumpuli
Fatimah sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya: “Saya tidak
punya
apa-apa”,
maka
Rasul
saw.
bersabda:
“Dimanakah
baju
besi
Huthaimiyahmu?” Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.” (HR. Abu
Daud, Nasa’i dan Hakim dan disahkan olehnya)33
Hadits tersebut menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan sebagai
tindakan lebih baik, yang secara hukum dipandang sunnah lebih dulu
memberikan sebagian mahar kepada isterinya.
Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan:
م نى رس ل ه صَّى ه عّيه سَّم ّ د خل م أة:عن عا�