BERJIHAD DI JALAN ALLAH (1)

BERJIHAD DI JALAN ALLAH (1)
1. Dan sesungguhnya Tuhanmu, pelindung orang-orang yang berhijrah sesudah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu
sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl (16):
110).
2. Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benarbenar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-‘Ankabut (29): 69).
3. Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak
mempunyai uzur dengan para orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta
mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan
jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka
Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar. (An-Nisa’ (4): 95).
4. Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang
benar. (Al-Hujurat (49): 15)
5. Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. (At-Taubah (9): 41).
6. Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang menerangi kamu, tetapi janganlah

kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas. (Al-Baqarah (2): 190).
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kami (Makkah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya
dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di al-Masjid al-Haram,
kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu
(ditempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir
(190).
Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu) maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(192)
Tafsir Mufradat:
AL-JIHAD: Berasal dari kata: al-juhd dan al-jahd, berarti: “kemampuan, kekuatan.
kepayahan”. Maka yang dimaksud dengan al-jihad ialah suatu pekerjaan yang
memerlukan kemampuan atau kekuatan, baik tenaga, pikiran, jiwa maupun harta, dan
pada umumnya mempunyai resiko kesulitan dan kepayahan dalam melaksanakannya.
Istilah al-jihad dalam berbagai bentuknya, dalam al-Qur’an diulang sebanyak 38 kali.
Kata al-juhd disebutkan satu kali, pada surat at-Taubah (9): 79. Ayat ini membicarakan
orang-orang munafiq yang menghina orang mu’min yang mengeluarkan sedekah menurut
kemampuannya. Kata al-jahd disebutkan lima kali, yaitu pada surat al-Maidah (5): 53, alAn’am (6): 109, an-Nahl (16): 38, an-Nur (24): 53 dan Fatir (35): 42. Ayat-ayat tersebut
berbicara tentang sumpah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, sekalipun tidak

benar.

Menurut terminologi Islam, al-jihad ialah perjuangan secara sungguh-sungguh dengan
mengerahkan segala potensi yang ada, baik harta maupun tenaga, sesuai dengan perintah
Allah, yaitu membela agama, agar Agama-Nya mendapat kemenangan, dan mengalahkan
orang-orang kafir. ( Al-Qasimiy, 1978, XV: 141).
Namun kata al-jihad dalam al-Qur’an tidak semuanya berarti berjuang membela agama
Allah. Dalam beberapa ayat terdapat kata al-jihad yang berarti suatu usaha yang tidak
dibenarkan dalam Islam, seperti terdapat dalam surat al-Ankabut (29): 8 dan surat
Luqman (31): 15, kata al-jihad diartikan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk hal-hal
yang dilarang Allah SWT. Maka pengertian al-jihad harus disesuaikan dengan konteks
yang dibicarakan.
Dalam al-Qur’an sebagian besar kata al-jihad berarti berjuang membela agama Allah.
Dalam 33 ayat istilah al-jihad diartikan dengan perjuangan di jalan Allah dengan
berbagai macam tingkatan jihad, dari yang terbesar hingga yang terkecil. Maka kata aljihad mempunyai arti yang sangat luas, tidak selalu berkonotasi angkat senjata, atau
perang fisik. Kata al-jihad yang disebutkan dalam ayat-ayat makkiyyah, seperti alAnkabut (29): 6 dan 69 dan al-Furqan (25): 52, tidak dapat diartikan kontak senjata atau
perang, sebab Nabi saw ketika masih di Makkah, dalam melaksanakan misi risalahnya,
tidak pernah melakukan kontak senjata dengan kaum musyrikin Makkah, padahal Rasul
diperintahkan dengan tegas untuk berjihad. Maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan
al-jihad bukanlah hanya perang saja, melainkan dapat juga diartikan dengan bersabar,

sebab bersabar termasuk perjuangan yang harus diusahakan dengan sungguh-sungguh.
Rasulullah bersabda: “Isbiru fa inni u’mar bil-qital” (bersabarlah kamu sekalian, sebab
aku belum diperintahkan berperang). (al-Mausu’ah al-Qur’aniyyah, 1997: 179).
Al-QITAL: Berasal dari kata: “qatala-yaqtulu” yang berarti membunuh. Dalam alQur’an, kata al-qital dengan berbagai derivasinya diulang sebanyak 170 kali. Delapan
puluh ayat di antaranya, menyebutkan kata al-qital dalam arti perang, dan ayat-ayat
tersebut semuanya adalah madaniyyah, sebab berjuang di jalan Allah dengan angkat
senjata baru diperintahkan setelah Rasulullah saw berhijrah ke Madinah.
Maka para ulama berpendapat bahwa makna al-jihad lebih umum dari makna al-qital. AlJihad dapat dilakukan dengan kontak senjata, dengan harta, dengan tenaga, bahkan dapat
dilakukan dengan hanya berdo’a, sedang al-qital hanya dapat dilakukan dengan kontak
senjata.
Tafsir Ayat:
Ayat pertama (an-Nahl (16): 110), adalah ayat makkiyyah, sebab seluruh ayat an-Nahl
adalah makkiyyah kecuali ayat 126 sampai dengan ayat 128, sebagaimana diriwayatkan
oleh Ibni ‘Abbas . (Al-Qasimiy), 1978, X: 76).
Yang dimaksudkan dengan al-jihad pada ayat tersebut ialah menyebarkan kebenaran dan
keimanan dengan sabar dan tawakkal kepada Allah SWT, bukan al-jihad yang berarti
perang melawan orang-orang kafir Makkah, sebab berjihad dengan mengangkat senjata
belum diperintahkan Allah SWT.
Orang-orang Islam dhu’afa di Makkah pada waktu itu memang sangat terjepit; diancam
dan dilecehkan oleh kamu musyrikin, bahkan difitnah dan dianiaya. Maka tiada jalan lain

kecuali memperkuat diri dengan keimanan yang mendalam, dan untuk menyelamatkan
diri, mereka terpaksa berhijrah, dan hirjah yang pertama kali mereka lakukan adalah
berhijrah ke Habsyah (sekarang Etiopia), kemudian barulah berhijrah ke Madinah
sesudah ada izin dari Allah. (al-Qasimiy, 1978, X: 166).

Ayat kedua, yaitu surat al-‘Ankabut (29): 69, juga ayat makkiyyah. Menurut sebagian
ulama surat al-‘Ankabut adalah surat yang terakhir diturunkan di Makkah. (Al-Qasimiy,
1978, XIII: 137). Maka ayat tersebut masih berbicara tentang jihad terhadap syaitan dan
hawa nafsu serta tagut (berhala). Mereka yang berjihad terhadap syaitan dan hawa nafsu
akan memperoleh kemudahan jalan menuju kepada keridaan Allah SWT.
Sebagaimana diketahui bahwa penetapan hukum Islam selalu dilakukan secara tadarruj
(setahap demi setahap), maka dalam mewajibkan berjihad di jalan Allah pun dilakukan
secara tadarruj.
Ketika Rasulullah saw berada di Makkah belum diperintahkan berjihad dengan angkat
senjata, dan ketika baru saja berhijrah ke Madinah pun hanya diberikan peringatan bahwa
orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan tenaganya adalah lebih tinggi
derajatnya dari orang-orang yang tidak berjihad, sebagaimana diungkapkan pada ayat
ketiga, yaitu surat an-Nisa’ (4): 95. Ayat ini termasuk ayat madaniyyah, sebab surat anNisa’seluruhnya turun sesudah Nabi hijrah ke Madinah, sebagaimana ditakhrijkan oleh
al-Bukhariy, dari ‘A’isyah ra. (Rasyid Rida, An-Manar, IV: 320).
Namun jika karena uzur sehingga tidak dapat berjihad, padahal mereka mempunyai niat

yang sangat kuat untuk berjihad, maka mereka akan diberi pahala sesuai amal
perbuatannya.(Rasyid Rida, V: 351)
Sumber: SM-19-2002