fatwa 30 gaul non muslim

Drs. Margono SR, Perumnas Sei Piuh, Bangko, Jambi
Pertanyaan :
Suatu prinsip yang dipegang teguh di masyarakat dimana kami tinggal sekarang
dalam bergaul dengan non-muslim adalah sebagai berikut:
1. Haram makan di rumah orang non-muslim karena makanan mereka sudah
bercampur dengan barang haram, dalam arti peralatan masak maupuin peralatan
makan mereka sudah dipakai untuk memasak/makan barang haram (babi/anjing).
2. Najis apabila menyentuh apalagi menggunakan peralatan masak maupun peralatan
makan mereka sehingga bagian tubuh kita maupun peralatan kita yang menyentuh
peralatan mereka tersebut harus dicuci seperti bila tersentuh babi/anjing.
3. Najis apabila bagian tubuh kita maupun peralatan kita tersentuh makanan mereka
sehingga harus dicuci seperti terkena najis babi/anjing.
4. Boleh makan di rumah mereka apabila kita yakin makanan tersebut dibeli dari orang
muslim dan dihidangkan pakai bungkus tanpa memakai peralatan mereka.
5. Minuman harus masih dalam kemasan botol/kaleng seperti aqua, fanta, dll.
Benarkah hal yang demikian? Bagaimana halnya dengan yang berlaku umum di
tempat tinggal saya dulu (Jawa Tengah) yang sangat toleran dalam bergaul dengan nonmuslim. Sangat umum saling berkunjung/mendatangi pesta, saling mengantar makanan
dengan non-muslim. Bahkan warung makan maupun penjual kue di pasar pun tidak
sedikit yang non-muslim yang kadang-kadang kita tidak mengetahuinya.
Jawaban :
Dalam ajaran Islam, hal-hal yang berkaitan dengan halal dan haram itu

merupakan masalah prinsip yang tidak dapat diabaikan sedikit pun, karena yang haram
itu telah diterangkan dengan jelas, demikian pula yang halal telah diterangkan dengan
jelas pula. Bahkan yang ragu-ragu pun seharusnya kaum muslimin hati-hati dan kalau
dapat menghindarinya, sebagaimana dinyatakan oleh hadits:

‫سسسوُ ع‬
‫ه عقاَ ع‬
‫ل‬
‫سسس ن‬
‫شيِرر عر ن‬
‫ن بع ن‬
‫ت عر ه‬
‫ل ع‬
‫مع ع ه‬
‫ه ع عن ع ه‬
‫ي الل ه‬
‫ن الن نعع ع‬
‫ض ع‬
‫ن بع ع‬
‫ماَ ن‬

‫عع ن‬
‫حل ع ه‬
‫قوُ ه‬
‫ن‬
‫م يع ه‬
‫ن عوال ع ع‬
‫ل ال ع ع‬
‫حسسعرا ه‬
‫ه ع عل عيِ عهن وع ع‬
‫سل ل ع‬
‫صللىَّ الل ه‬
‫اللهن ع‬
‫م ب عيِ يسس ن‬
‫ل ب عيِ ي ن‬
‫م ع‬
َّ‫قسسى‬
‫ن ات ل ع‬
‫ماَ ك عنثيِنر ن‬
‫س فع ع‬
‫مه ع ع‬

‫ت ل ع ي عععل ع ه‬
‫شب يعهاَ ن‬
‫ماَ ه‬
‫وعب عيِ عن عهه ع‬
‫مسس ع‬
‫مسس ن‬
‫ن الن لسساَ ن‬
‫ع‬
‫ن وعقعسسعع فنسسي ال ن‬
‫ال ه ه‬
‫ت‬
‫دين نهن وع ن‬
‫شسسب هعهاَ ن‬
‫ععر ن‬
‫ست عب ععرأ ل ن ن‬
‫شب نعهاَ ن‬
‫تا ع‬
‫ضه ن و ع ع‬
‫مسس ع‬
‫ك أ عن يسسوُاقع ع‬

‫ن ل نك هسس ي‬
‫حوُع ع‬
‫ل‬
‫ك ععرارع ي ععر ع‬
‫ل ال ع ن‬
‫مسسىَّ هيوُ ن‬
‫ه أل ع وعإ ن ل‬
‫عىَّ ع‬
‫شسس ه ع ه ع ن ع ه‬
‫ح ع‬
‫حمىَّ الله فسسي أ عرضسسه محسساَرم ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ك ن‬
‫ن ن‬
‫ه أل ع وعإ ن ل‬
‫مىَّ أل ع وعإ ن ل‬
‫مل ن ر‬
‫ع ن ن ع ع ن ه ه‬
‫ن ن ع‬

‫ح م‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ه‬
‫ه وعإ ن ع‬
‫ة إن ع‬
‫ذا‬
‫ضسسغع م‬
‫ح ال ع‬
‫صسسل ع‬
‫صسسل ع‬
‫م ع‬
‫نفسسي ال ع‬
‫ج ع‬
‫ج ع‬
‫سسسد ه كلسس ه‬

‫ح ع‬
‫سسسد ن ه‬
‫ت ع‬
‫ذا ع‬
‫فعسدت فعسد ال عجسد ك هل ن ع‬
‫ب )رواه البخسساَري‬
‫ي ال ع ع‬
‫قل عسس ه‬
‫ع ع ع ع ه‬
‫ه‬
‫ع ع ع‬
‫ه أل ع وعه نسس ع‬
(َ‫ومسلم وغيِرهما‬
Artinya: “Dari Nu’man bin Basyir ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah
saw bersabda: Yang halal itu jelas dan yang haram pun jelas, dan antara keduanya

musytabihat, kebanyakan manusia tidak mengetahui keduanya. Barangsiapa yang
menjaga dirinya dari perbuatan syubhat, berarti ia telah terlepas dari kewajiban
agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang mengerjakan syubhat adalah seperti
seorang penggembala yang menggembalakan (ternaknya) dekat tempat terlarang

dikhawatirkan ia akan jatuh (masuk) ke tempat itu. Ketahuilah bagi tiap kekuasaan ada
larangannya, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya larangan Allah pada bumi-Nya
ialah yang diharamkannya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya pada tubuh itu ada
gumpalan, apabila baik gumpalan itu baik pulalah tubuh seluruhnya, dan apabila
rusak gumpalan itu maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa gumpalan itu
adalah qalbu.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan ahli hadits yang lain).
Berdasarkan hadits di atas, maka sikap kaum muslimin di daerah saudara adalah
sikap yang baik dalam mensikapi larangan-larangan Allah dan hal-hal yang
berhubungan dengan syubhat, bahkan sikap orang di daerah asal saudaralah sikap orang
yang berdiri di pinggir jurang, kemungkinan akan jatuh ke dalam jurang besar sekali,
seakan-akan mereka telah berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama yang mereka
anut. Suatu larangan Allah hanyalah boleh dilanggar jika dalam keadaan dharurat. Suatu
keadaan disebut keadaan dharurat apabila ada lima hal dalam keadaan terancam, yaitu
apabila agama terancam, jiwa terancam, akal terancam, keturunan terancam, atau harta
terancam. Dalam hal ini kalau sangat diperlukan baru seseorang boleh mengerjakan
pekerjaan haram sampai ancaman itu lenyap. Apabila ancaman itu telah hilang maka
larangan itu berlaku kembali. Allah SWT berfirman:

‫ع‬
‫م عوا ع‬

‫ش ك ههروا‬
‫ن ط عيِ يب ع اَ ن‬
‫مهنوُا ك ههلوُا ن‬
‫عياَ أي نعهاَ ال ل ن‬
‫م اَ عرعزقعن ع اَك ه ع‬
‫ت ع‬
‫نآ ع‬
‫م ع‬
‫ذي ع‬
‫م‬
‫ميِ عت عسس ع‬
‫ماَ ع‬
‫دو ع‬
‫م إ نلياَه ه ت عععب ه ه‬
‫ل نل لهن إ ن ع‬
‫ة عوالسسد ل ع‬
‫حسسلر ع‬
‫م ال ع ع‬
‫م ع عل عيِ عك هسس ه‬
‫َ إ نن ل ع‬.‫ن‬

‫ن ك هن عت ه ع‬
‫خنزير وماَ أ ه‬
‫ع‬
‫ل‬
‫ضسسط هلر غ عيِ عسسعر عبسساَرغ‬
‫م‬
‫ف‬
‫ه‬
‫الل‬
‫ر‬
ِ‫ي‬
‫غ‬
‫ل‬
‫ه‬
‫ب‬
‫ل‬
‫ه‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ن‬

‫ن‬
‫ن‬
‫نا ع‬
‫ع‬
‫وعل ع ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫م ال ع ن ع ن ن ع ع‬
‫ح ع‬
‫ن‬
‫ن‬
-172:‫َ )البقسسرة‬.‫م‬
‫ه غع ه‬
‫وعل ع ع‬
‫فوُنر عر ن‬
‫م ع عل عيِ عهن إ ن ل‬
‫حيِسس ن‬
‫ن الل ع‬
‫عاَد ر فعل ع إ نث ع ع‬
(173

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baikbaik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. alBaqarah, 2:172-173).
Negara Indonesia adalah negara yang berasaskan Pancasila, dimana setiap orang
dilindungi oleh negara dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang
dianutnya, termasuk melindungi kaum muslimin untuk menghindar dari perbuatan yang
dilarang agamanya. Penganut agama lain harus menghormati hal tersebut, sebagaimana
kaum muslimin harus pula melindungi mereka beribadat menurut agamanya masingmasing. Jika ada orang yang tidak berbuat demikian berarti telah melanggar asas negara
yang telah disepakati bersama itu.
Secara tidak tertulis ada kesepakatan yang dicanangkan oleh pemuka-pemuka
umat beragama di Indonesia, yaitu prinsip: sama dalam berbeda. Sama maksudnya ialah
seluruh bangsa Indonesia apapun agamanya berusaha dan bersama membangun negara
dan bangsa yang mereka cintai dan berusaha mewujudkan kedamaian dan kerukunan di

antara mereka. Dalam pada itu mereka berbeda dalam masalah aqidah, ibadat, dan
bentuk-bentuk larangan yang terdapat dalam agama mereka masing-masing, mereka
harus saling hormat menghormati. Inilah yang dimaksud dengan toleransi dalam
hubungan antara umat beragama.
Dengan ketentuan dan kesepakatan demikian tinggal lagi kepada diri kita
masing-masing, apakah kita mau melaksanakannya atau tidak. Apakah kita selektif
dalam berbelanja di warung-warung, rumah-rumah makan, dalam membeli makanan
kaleng, atau roti-roti yang dibuat yang didalamnya terdapat makanan atau minuman
haram. Kita akui hal tersebut sangat banyak beredar di tengah masyarakat yang tangantangan pemerintah sendiri tidak dapat menjangkaunya. Sekarang orang lebih
mengutamakan kepentingan materi daripada kepentingan beribadah kepada Allah dan
menganggap diri tidak modern jika tidak memakan atau meminum, makanan atau
minuman tersebut. Mengikuti arus yang salah dan terlarang bukan berarti toleransi
dalam kehidupan beragama di Indonesia yang kita cintai ini. Toleransi dalam kehidupan
beragama adalah saling hormat menghormati terhadap perbedaan yang ada pada agama
mereka, dan bersama-sama membangun bangsa dan negara, hidup rukun dan damai,
aman dan sejahtera.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa jika kita meyakini
pada makanan atau alat makan mereka telah terkena najis, maka harus ditinggalkan.
Demikian pula halnya jika kita ragu-ragu. Akan tetapi, jika kita yakin tidak terkena
najis, maka tidak ada salahnya kita makan bersama mereka dengan makanan atau alat
makan mereka. *km)