ILMU USHUL FIQH | Karya Tulis Ilmiah ILMU USHUL FIQH

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

ILMU USHUL FIQH
LINK DOWNLOAD [260.00 KB]
BAB I
ILMU USHUL FIQH
A. Pengertian Ushul Fiqh
Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya, dan dalil-dalil hukum
(kaidah-kaidah yang menetapkan dalil hukum). Atau dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah yang merupakan sarana untuk
mendapatkan hukumnya perbuatan yang diperoleh dengan mengumpulkan dalil secara terinci.
B. Hubungan Fiqh dengan Ushul Fiqh
1. Ulumul Hadits dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum dan perbuatan-perbuatan manusia yang dikehendaki oleh fiqh.
2. Ilmu fiqh merupakan produk dari Ushul Fiqh, semakin maju Ushul Fiqh maka ilmu fiqh juga akan semakin maju.
C. Ruang Lingkup Pembahasan Ushul Fiqh
Arti Ushul Fiqh tidak terlepas dari ?asal? dari arti ?furu?. Asal artinya sumber, dasar atau sesuatu yang menjadi dasar oleh sesuatu
yang lain. Dan furu merupakan sesuatu yang dileakkan di atas asal tadi.
Asal menurut istilah dipakaikan kepada pengertian berikut:
1. Kaidah kulliyah (peraturan umum), melaksanakan semua peraturan yang ditetapkan syara', kecuali bila dalam keadaan terpaksa,
contohnya seperti orang yang memakan bangkai karena terpaksa tidak ada makanan lainnya, padahal menurut syara' bangkai haram
hukumnya.

2. Rajih (terkuat), asal pada perkataan seseorang benar menurut orang yang mendengar.
3. Mustashhab, yaitu menetapkan hukum sesuatu atas hukum yang telah ada, seperti yakin berwudhu ragu dalam berhadats tetap
seorang itu dalam keadaan suci.
4. Maqis ?alaih (tempat mengqiaskan).
5. Dalil (alasan) yaitu asal hukum.
Sumber-sumber Fiqh Islam
1. Al-Qur'an
2. Sunnah
Untuk kedua sumber hukum Islam ini para fuqaha atau para ahli hukum tidak ada perbedaan. Tetapi mereka berbeda pendapat
tentang ijma' dan qiyas sebagai sumber hukum Islam.
3. Qiyas
Artinya perbandingan, yaitu membandingkan sesuatu kepada yang lain dengan persamaan illatnya. Atau mengeluarkan (mengambil)
suatu hukum yang serupa dari hukum yang telah ada atau telah ditetapkan oleh kitab dan sunnah, disebabkan sama illat antara
keduanya.
Rukun-rukun qiyas:
a. Asal, yaitu dasar atau titik tolak di mana suatu masalah itu dapat disamakan (musyabbah bih)
b. Furu', yaitu suatu masalah yang akan diqiaskan disamakan dengan asal tadi disebut mustabbah.
c. Illat, yaitu suatu sebab yang menjadikan adanya suatu hukum.
d. Hukum, yaitu ketentuan yang ditetapkan pada furu' bila sudah ada ketetapan hukumnya pada asal, disebut buah/hasil.
Macam-macam qiyas:

a. Qiyas aula, yaitu illat yang terdapat pada qiyas (furu') lebih aula daripada illat yang ada pada tempat mengqiaskan.
b. Qiyas musawy, yaitu illat yang terdapat pada diqiyaskan (furu') sama dengan illat yang ada pada tempat mengqiyaskan (asal),
karena itu hukum keduanya sama. Seperti mengqiyaskan membakar harta anak yatim dengan memakannya, karena illatnya
sama-sama menghabiskan.
c. Qiyas dalalah, yaitu illat yang ada pada qiyas menjadi dalil (alasan) bagi hukum tetapi tidak diwajibkan baginya (furu'). Seperti
mengqiyaskan wajib zakat pada harta anak-anak kepada harta orang dewasa yang telah mencapai nisabnya, tetapi bagi anak-anak
tidak diwajibkan mengeluarkan zakat.
d. Qiyas syabah, yaitu menjadikan yang diqiyaskan (furu') dikembalikan kepada antara dua asal yang lebih banyak persamaan antara
keduanya.
e. Qiyas adwan, yaitu diqiyaskan (furu') terhimpun pada hukum yang ada pada tempat mengqiyaskan, seperti mengqiyaskan
memakai perak bagi laki-laki kepada memakai emas, menurut ulama hukumnya haram.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

4. Ijma'

Menurut bahasa artinya cita-cita, rencana, atau kesepakatan. Sedangkan menurut syara', ijma; adalah suatu kesepakatan bagi
mujtahid di antara umat Nabi Muhammad Saw. sesudah beliau meninggal dalam suatu masalah yang dihadapi.
Macam-macam ijma':
a. Ijma' qath'iy, yaitu suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah tanpa ada bantahan di antara mereka.
b. Ijma' sukuthiy, yaitu suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah, kesepakatan dengan menerima
tantangan di antara mereka atau tenang saja salah seorang di antara mereka dalam mengambil keputusan.
D. Peranan dan Kedudukan Ushul Fiqh
Peranan Ushul Fiqh ialah sebagai kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengistinbathkan hukum dan dalil-dalil yang terinci dan
kuat. Dan sebagai sarana dalam menciptakan lahirnya ketentuan fiqhiyah.
Kedudukan Ushul Fiqh ialah sebagai dasar dari fiqh Islam, artinya Ushul Fiqh itu merupakan sumber-sumber atau dalil-dalil dan
bagaimana cara menunjukkan dalil-dalil tersebut kepada hukum syara' secara garis besar.
Jadi peranan dan kedudukan fiqh dan ushul adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya saling membutuhkan
dalam sasarannya menerapkan hukum Islam terhadap orang-orang mukallaf.
Mantuq dan Mafhum
Mantuq ialah sesuatu yang ditunjuki lafadz atau lafadz itu sendiri. Sedangkan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh
lafadz, tetapi bukan dari ucapan lafadz itu sendiri.
Misalnya dalam QS. Al-Isra' ayat 23, di dalamnya ada ayat mantuq dan mafhum. Mantuqnya pada lafadz itu sendiri ?jangan kamu
katakan kepada dua orang tuamua perkataan keji? sedangkan mafhum yang tidak disebutkan untuk memukul dan menyiksanya juga
dilarang.
Pembagian mantuq

1. Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin dita'wilkan lagi.
2. Zhahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada penta'wilan.
Pembagian mafhum:
1. Mafhum muwafaqah
Ialah pengertian yang dipahami sebagai sesuatu menurut ucapan lafadz yang disebutkan. Macam mafhum muwafaqah ada dua, yaitu
fahwal khithab dan lahnal khithab.
2. Mafhum mukhalafah
Ialah pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbath (menetapkan) maupun nafi' (meniadakan). Oleh
sebab itu hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafadz yang diucapkan.
Contohnya, pemahaman tentang QS. Jum'ah ayat 9, yaitu dalam ayat ini bahwa boleh jual beli di hari Jum'at sebelum adzan dan
sesudah mengerjakan sembahyang.
Syarat-syarat mafhum mukhalafah:
a. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah.
b. Yang disebabkn (mantuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.
c. Yang disebutkan (mantuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.
d. Yang disebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.
Macam-macam mafhum mukhalafah:
a. Mafhum shifat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya. Contohnya dalam QS. An-Nisa' ayat 92:
????? ????? ?????????? ???? ???????? ????????? ?????? ?????? ?????? ?????? ????????? ?????? ??????????? ???????? ??????????
???????? ??????????? ????? ???????? ?????? ???? ???????????? ?????? ????? ???? ?????? ??????? ?????? ?????? ????????

??????????? ???????? ?????????? ?????? ????? ???? ?????? ?????????? ???????????? ???????? ???????? ??????????? ????? ????????
??????????? ???????? ?????????? ?????? ???? ?????? ????????? ?????????? ??????????????? ???????? ???? ??????? ??????? ???????
???????? ???????? (??????: 92)
Artinya: ?Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan
barangsiapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si
terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu'min, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang
mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat
kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana?. (QS. An-Nisa': 92).
b. Mafhum ?illat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya. Contoh pengharamakan khamr karena

memabukkan.
c. Mafhum ?adat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada bilangan yang tertentu. Contohnya dalam QS. An-Nur ayat 4:
??????????? ????????? ?????????????? ????? ???? ???????? ???????????? ????????? ?????????????? ?????????? ???????? ?????
?????????? ?????? ????????? ??????? ??????????? ???? ????????????? (?????: 4)
Artinya: ?Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik?. (QS. An-Nur: 4).
d. Mafhum ghayah, yaitu lafadz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hingaan), hingga lafadz ghayah ini
adakalanya dengan ?ilaa? atau dengan ?hatta?. Seperti dalam QS. Al-Maidah ayat 6 atau QS. Al-Baqarah ayat 22:
??????????? ????????? ????????? ????? ???????? ????? ?????????? ??????????? ??????????? ?????????????? ????? ????????????
??????????? ????????????? ?????????????? ????? ????????????? ?????? ???????? ??????? ????????????? ?????? ???????? ???????
???? ????? ?????? ???? ????? ?????? ???????? ???? ?????????? ???? ??????????? ?????????? ?????? ???????? ????? ?????????????
???????? ???????? ??????????? ????????????? ????????????? ?????? ??? ??????? ??????? ?????????? ?????????? ???? ??????
???????? ??????? ??????????????? ??????????? ?????????? ?????????? ??????????? ??????????? (???????: 6)
Artinya: ?Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan
jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur?. (QS. Al-Maidah: 6).

??????????????? ???? ?????????? ???? ???? ????? ????????????? ?????????? ??? ?????????? ????? ?????????????? ??????
?????????? ??????? ??????????? ???????????? ???? ?????? ?????????? ??????? ????? ??????? ??????? ?????????????? ?????????
????????????????? (??????: 222)
Artinya: ?Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri?. (QS. Al-Baqarah: 222).
e. Mafhum had, yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ?adat di antara adat-adatnya. Seperti dalam QS. Al-An'am ayat
145:
???? ??? ?????? ??? ??? ??????? ??????? ?????????? ????? ??????? ?????????? ?????? ???? ??????? ???????? ???? ????? ??????????
???? ?????? ????????? ????????? ?????? ???? ??????? ??????? ???????? ??????? ???? ?????? ???????? ?????? ????? ????? ?????
??????? ??????? ??????? ??????? (???????: 145)
Artinya: ?Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena sesungguhnya semua
itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang?. (QS.
Al-An'am: 145).
f. Mafhum laqab, yaitu menggantungkan hukum kepada isim alama atau isim fa'ilmu.
Qaidah-qaidah Istimbath Hukum
A. Amar

Arti amar menurut bahasa adalah suruhan, perintah dan perbuatan. Sedang menurut istilah ialah tuntutan memperbuat dari atasan
kepada bawahan, dalam hal ini ada beberapa kaidah istimbath hukum:
1. Amar menunjukkan kepada wajib
2. Amar menunjukkan kepada sunnah
3. Amar tidak menunjukkan untuk berulang-ulang
4. Amar tidak menunjukkan untuk bersegera
5. Amar dengan sesuatu wasilah-wasilahnya

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

6. Amar menurut masanya.
7. Ganti dengan perintah baru
8. Martabat amar
9. Amar sesudah larangan memfaedahkan akan boleh.
B. Nahi

Nahi artinya larangan, cegahan. Sedangkan menurut istilah agama ialah tuntutan meninggalkan dari atasan kepada bawahan. Dalam
persoalan ini terdapat beberapa ketentuan yang berhubungan dengan bentuk larangan:
1. Asal pada larangan ialah untuk haram. Seperti dalam firman Allah SWT. QS. An-Nisa' ayat 43:
??????????? ????????? ????????? ??? ?????????? ?????????? ?????????? ???????? ?????? ?????????? ??? ?????????? ????? ???????
?????? ???????? ??????? ?????? ???????????? ?????? ???????? ??????? ???? ????? ?????? ???? ????? ?????? ???????? ????
?????????? ???? ??????????? ?????????? ?????? ???????? ????? ????????????? ???????? ???????? ??????????? ?????????????
????????????? ????? ??????? ????? ???????? ???????? (??????: 43)
Artinya: ?Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu
mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun?. (QS. An-Nisa': 43).
2. Larangan dari sesuatu merupakan suruhan bagi lawannya
3. Larangan yang mutlak menghendaki berkekalan dalam sepanjang masa.
4. Larangan menunjukkan kebinasaan yang dilarang dalam beribadah.
5. Larangan menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang dalam ber'aqad (mu'amalat).
C. ?Am
?Am suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan
mengucapkan sekali ucapan saja. Seperti kata arrijal, maka lafadz ini meliputi semua laki-laki.
Pembagian ?am:

1. Umum syumuliy, yaitu lafadz yang digunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi seluruh pribadi, seperti dalam QS. An-Nisa'
ayat 1:
??????????? ???????? ???????? ????????? ??????? ?????????? ???? ?????? ????????? ???????? ??????? ????????? ??????? ?????????
???????? ???????? ????????? ?????????? ??????? ??????? ???????????? ???? ?????????????? ????? ??????? ????? ??????????
???????? (??????: 1)
Artinya: ?Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu?. (QS. An-Nisa': 1).
2. Umum Badaliy, yaitu suatu lafadz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku untuk sebagian afrad (pribadi), seperti dalam
QS. Al-Baqarah ayat 183:
??????????? ????????? ????????? ?????? ?????????? ?????????? ????? ?????? ????? ????????? ???? ?????????? ???????????
?????????? (?????: 183)
Artinya: ?Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa?. (QS. Al-Baqarah: 183).
Lafadz-lafadz umum:
1. Kullun, jami'un, kaffatun dan ma'syara
2. Man, maa dan aina pada majaz
3. Man, maa, aina dan mata untuk istifham (pertanyaan)
4. Ayyu

5. Nakirah sesudah nafi
6. Isim maushul
7. Idhafah
8. Alif lam harfiyah
D. Khas

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

Khas artinya lafadz yang tidak meliputi mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa menghendaki kepada
batasan.
E. Takhshish dan Mukhashshish
Takhshish adalah mengeluarkan sebagian lafadz yang berada dalam lingkungan umum menurut hingaan yang tidak ditentukan.
Sedangkan Mukhashshish ialah suatu dalil )alasan) yang menjadi dasar untuk adanya pengeluaran tersebut.
Pembagian Mukhashshish:
1. Mukhashshish Muttashil, yaitu yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi pengertiannya selalu berhubungan dengan lafadz
sebelumnya.
2. Mukhashshish Munfashl, yaitu lafadz yang dapat berdiri sendiri tanpa dihubungi oleh kalimat yang pertama. Seperti masa iddah
perempuan yang dithalaq adalah tiga kali suci (Al-Baqarah: 228), ditakhsishkan ?iddah perempuan yang ditalaq dalam keadaan haml
adalah sampai dengan melahirkan (Ath-Thalaq: 4).
Macam-macam Mukhashshish muttasil adalah istisna', syarat dan sifat. Macam-macam Mukhashshish munfasil ialah:
1. Takhsish Al-Qur'an dengan Al-Qur'an
Contoh QS. Al-Baqarah: 228 dengan At-Thalaq: 4:
????????????????? ????????????? ??????????????? ????????? ??????? ????? ??????? ??????? ???? ?????????? ??? ?????? ???????
??? ?????????????? ???? ????? ????????? ????????? ??????????? ???????? ???????????????? ??????? ???????????? ??? ?????? ????
????????? ?????????? ????????? ?????? ??????? ??????????? ?????????????? ????????????? ??????????? ???????? ?????????
??????? ??????? (??????: 228)
Artinya: ?Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana?. (QS. Al-Baqarah: 228).
??????????? ???????? ???? ?????????? ???? ??????????? ???? ??????????? ?????????????? ????????? ???????? ??????????? ????
???????? ?????????? ???????????? ??????????? ???? ???????? ??????????? ?????? ??????? ??????? ???????? ???? ???? ????????
??????? (??????: 4)
Artinya: ?Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu
(tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya?. (QS. At-Thalaq: 4).
2. Takhsish Al-Qur'an dengan sunnah
?????????? ??????? ??? ????????????? ?????????? ?????? ????? ???????????????
????? ?????? ?????? ??? ?????? ??????
3. Takhsish sunnah dengan Al-Qur'an
?????? ???? ???? ????? ???? ?? ??????
?????? ???????? ????? ????????????? ???????? ????????
4. Takhsish sunnah dengan sunnah
???? ??? ?????? ?????
??? ???? ??? ???? ??? ????
5. Takhsish sunnah dengan qiyas
?? ????? ???? ???? ???????
Hadits ini ditakhsish oleh qiyas aulawy yang diambil dari pengertian ayat:
???????? ??? ??
F. Mutlaq dan Muqayyad
Muthlaq ialah lafadz-lafadz yang menunjukkan kepada pengertian dengan tidak ada ikatan (batas) yang tersendiri berupa perkataan.
Seperti yang disebutkan QS. Al-Mujadalah ayat 3:
??????????? ???????????? ???? ??????????? ????? ?????????? ????? ??????? ??????????? ???????? ???? ?????? ???? ???????????
???????? ?????????? ???? ????????? ????? ??????????? ??????? (????????: 3)
Artinya: ?Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka
(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan?. (QS. Al-Mujadalah: 3).
Muqayyad ialah suatu lafadz yang menunjukkan atas pengertian yang mempunyai batas tertentu berupa perkataan. Seperti dalam
firman Allah dalam QS. An-Nisa' ayat 92:
????? ????? ?????????? ???? ???????? ????????? ?????? ?????? ?????? ?????? ????????? ?????? ??????????? ???????? ??????????
???????? ??????????? ????? ???????? ?????? ???? ???????????? ?????? ????? ???? ?????? ??????? ?????? ?????? ????????
??????????? ???????? ?????????? ?????? ????? ???? ?????? ?????????? ???????????? ???????? ???????? ??????????? ????? ????????
??????????? ???????? ?????????? ?????? ???? ?????? ????????? ?????????? ??????????????? ???????? ???? ??????? ??????? ???????
???????? ???????? (??????: 92)
Artinya: ?Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan
barangsiapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si
terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu'min, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang
mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat
kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana?. (QS. An-Nisa': 92).
Muradif dan Musytarak
Mudharif ialah lafadznya banyak sedang artinya sama. Adapun musytarak ialah satu lafadz yang mempunyai dua arti yang
sebenarnya dan arti-arti tersebut berbeda-beda. Contoh firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 228:
????????????????? ????????????? ??????????????? ????????? ??????? ...(??????: 228)
Artinya: ?Dan perempuan-perempuan yang diceraikan itu menunggu tiga kali quru'??. (QS. Al-Baqarah: 228).
Ta'wil
Ta'wil ialah memindahkan sesuatu perkataan dari makna yang terang (zhahir) kepada makna yang tidak terang (lemah, marjuh)
karena ada sesuatu dalil yang menyebabkan makna yang kedua tersebut harus dipakai. Contoh firman Allah QS. Adz-Dzariyat ayat
47:
???????????? ???????????? ????????...(???????: 47)
Artinya: ?Dan langit yang telah Kami bangun dengan tangan??. (QS. Adz-Dzariyat: 47).
Lawan ta'wil adalah dhahir yang artinya sesuatu lafadz yang mempunyai dua makna yang salah satu mempunyai makna yang lebih
jelas. Syarat-syarat ta'wil:
1. Adanya dalil yang menjelaskan bahwa maksud atau yang dikehendaki masih dalam muatan lafadz itu.
2. Bahwa ta'wil itu sesuai dengan bahasa, biasa digunakan oleh shahibusyar'i. Maka dengan demikian kalau ta'wil itu keluar dari dua
hal tersebut dianggap tidak sah.
BAB II
HUKUM SYARAT: HUKUM TAKLIFI DAN WADH'I
A. Hukum Takhlifi
Hukum takhlifi mengandung tuntutan untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu perbuatan atau memberikan kebebasan untuk
memilih antara perbuatan atau tidak memperbuat. Hukum takhlifi diisyaratkan dapat dikerjakan dan mungkin dikerjakan oleh
mukallaf. Karena itu hukum takhlifi tidak ada yang bertentangan dengan manusia. Hukum ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1. Wajib
Menurut syara' yaitu apa yang dituntuti oleh syara' kepada mukallaf untuk memperbuatnya dalam tuntutan keras, atau suatu
perbuatan kalau dikerjakan akan mendapat pahala kalau ditinggalkan akan mendapatkan dosa.
2. Sunnah (Mandub)
Sunnah adalah sesuatu yang dituntut oleh syara' memperbuatnya dari mukallaf namun tuntutannya tidak begitu keras, atau dengan
kata lain diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya.
3. Haram
Haram adalah apa yang dituntut oleh syara' untuk tidak melakukannya dengan tuntutan keras, atau dengan kata lain dilarang
memperbuatnya dan jika diperbuat akan mendapatkan siksa dan jika ditinggalkan mendapatkan pahala.
4. Makruh
Makruh yaitu apa yang dituntut syara' untuk meninggalkannya namun tidak begitu keras, atau dengan kata lain sesuatu yang dilarang
memperbuatnya namun tidak disiksa bila dikerjakan.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 6/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

5. Mubah
Mubah yaitu apa yang diberikan kebebasan pada mukallaf untuk memilih antara memperbuat atau meninggalkannya.
B. Hukum Wadh'i
Hukum wadh'i yaitu hukum yang bertujuan menjadikan sesuatu adalah sebab untuk sesuatu atau syarat baginya atau penghalang
(mani') terhadap sesuatu.
1. Sebab
Seab yaitu apa yang dijadikan syara' sebagai tanda atas musabab dan dihubungkan adanya sebab dengan adanya musabab dan tidak
adanya musabab karena tidak adanya sebab. Karena itu sebab tidak ada musabab pun tidak ada, dan kalau sebab tidak ada musabab
pun tidak ada.
????? ??? ?? ????? ???? ?? ?????
2. Syarat
Yang dimaksud dengan syarat adalah apa yang tergantung adnaya hukum dengan adanya syarat dan dengan tidak ada syarat maka
hukum tidak ada. Syarat-syarat dalam perbuatan hukum kadang-kadang ditetapkan syara' yang dinamakan syara' dan kadang-kadang
ditetapkan oleh mukallaf sendiri dinamakan syarat ja'li.
3. Mani'
Mani' adalah apa yang memastikan adanya tidak ada hukum atau batal sebab hukum sekalipun menurut syara' telah terpenuhi syarat
dan rukunnya tetapi karena adanya mani' (mencegah) berlakunya hukum atasnya, atau dengan kata lain apabila terdapat hukum tidak
akan ada atau sebab menjadi batal sekalipun memenuhi syarat dan rukunnya.
Mani' kadang-kadang menjadi penghalang berlaku hukum syara', seperti adanya hutang menjadi mani' wajib mengeluarkan zakat,
karena yang ada pada tangan pemilik bukan muliknya tetapi milik orang lain, sedang memenuhi hak orang lain lebih utama dari
membantu fakir miskin agar orang yang berhutang bebas dari tanggung jawabnya. Hutang inilah yang menghapuskan syarat yang
menjadi pelengkap sebab hukum syara' sehingga dianggap tidak memenuhi syarat wajib zakat bukan karena adnaya mani'.
4. Rukhshah dan ?Azimah
Rukhshah adalah hukum syara' yang telah ditetapkan untuk memberikan kemudahan bagi mukallaf pada keadaan tertentu yang
menyebabkan kemudahan. ?Azimah adalah hukum yang disyari'atkan Allah semenjak semula bersifat umum yang bukan tertentu
pada satu keadaan atau kasus tertentu dan bukan pula berlaku hanya kepada mukallaf tertentu.
Sebab-sebab adanya rukhshah:
a. Adanya sakit
b. Bepergian
c. Masaqqah
d. Dharurat
e. Al-hajat
f. Mukrih
5. Sah dan batal
Lafal sah dapat diartikan lepas tanggung jawab atau gugur kewajiban di dunia serta memperoleh pahala dan ganjaran di akhirat.
Shalat dikatakan sah karena telah dilaksanakan sesuai dengan yang diperintahkan syara' dan perbuatan itu akan mendatangkan
pahala di akhirat. Sebaliknya lafal batal dapat diartikan tidak melepaskan tanggung jawab, tidak menggugurkan kewajiban di dunia
dan akhirat tidak mendapat pahala.
Menurut ulama bahwa setiap perbuatan apakah ibadah maupun mu'amalah tujuannya adalah untuk kemaslahatan hidup manusia di
dunia dan akhirat. Dalam hal ini termasuk semua macam perjanjian mengandung dua tujuan pokok yaitu memenuhi tuntutan syara'
dan untuk mencapai dan mewujudkan kemaslahatan hidup.
6. Asas Hukum
a. Hifdzud Nasel
b. Hifdzu Aqli
c. Hifdzu Maal
d. Hifdzu Nafsi
BAB III
SUMBER-SUMBER FIQH/HUKUM ISLAM
YANG DISEPAKATI DAN YANG TIDAK DISEPAKATI
A. Sumber-sumber Fiqh/Hukum Islam yang Disepakati

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 7/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

1. Al-Qur'an
Al-Qur'an yaitu kalamullah yang diturunkan oleh ruhul amin kepada Muhammad Saw. dalam bahasa Arab dan pengertiannya benar,
agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalah Rasulullah menjadi dustur bagi orang yang mengikuti petunjuknya, menjadi ibadah
bagi orang yang membacanya. Berdasarkan turunnya, wahyu dapat dibagi menjadi dua:
a. Wahyu yang turun di Makkah disebut Makiyah, berisi soal-soal kepercayaan (hablumminallah)
b. Wahyu yang turun di Madinah, disebut Madaniyah berisi soal-soal mengatur perhubungan sesama manusia yang berisi
hukum-hukum dan syari'at-syari'at, akhlak (hablumminannas).
Isi pokok Al-Qur'an ada 3 macam, yaitu:
a. Rukun iman yaitu hal-hal yang tetap berlaku sesuatu yang telah mempunyai aturan tertentu.
b. Rukun Islam
c. Munakahat (perkawinan), mu'amalat (hukum pergaulan dalam masyarakat), jinayat (pidana), aqdiyah (hukum mengenai
mendirikan pengadilan), khilafah (hukum mengenai pemerintahan), ath'imah (makanan dan minuman), jihad (peperangan).
2. Hadits/Sunnah
Hadits/sunnah menurut bahasa berarti jalan, peraturan, sikap dalam bertindak dan bentuk kehidupan. Sunnah dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a. Sunnah qauliyah (perkataan) yang disinonimkan dengan hadits
b. Sunnah fi'liyah, ialah segala yang pernah diperbuat oleh Rasul kemudian diikuti oleh kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah
shalat dan haji.
c. Sunnah taqririyah, ialah merupakan pengakuan ini baik dengan cara diam-diam atau dengan terus terang.
3. Ijma'
Ijma' yaitu persetujuan pendapat dari para mujtahid atau kesepakatan dari para mujtahid pada suatu masa atas suatu hukum syara'.
Macam-macam ijma':
a. Ijma' sukuti, yaitu sekelompok mujtahid berpendapat atau melakukan sesuatu sedangkan yang lain tidak memberi komentar atau
tanggapan atau perlawanan.
b. Ijma' jami'i yaitu semua orang atau mujtahid memberi komentar atau pendapat yang semuanya sama.
4. Qiyas
Qiyas yaitu menyamakan suatu hukum yang belum ada hukumnya pada suatu yang sudah ada hukumnya. Yang sudah ada
ketentuannya karena adanya kesamaan-kesamaan.
Macam-macam qiyas:
a. Qiyas aula/aulawy, yaitu qiyas karena terdapat illat yang mewajibkan adanya hukum sedang yang disamakan itu hukumnya lebih
berat daripada yang dibuat menyamakan.
b. Qiyas musawy, yaitu adanya illat mengharuskan adanya hukum maqis alaih atau maqisnya sama.
c. Qiyas dalalah, yaitu adanya sebab yang menunjukkan hukum tetapi tidak mengharuskan adanya hukum.
d. Qiyas shibhi, yaitu menyamakan maqis dan maqis alaih karena adanya persamaan-persamaan.
Rukun-rukun qiyas:
a. Dasar untuk mengqiyaskan (maqis)
b. Al-far'u (maqis alaih yang disamakan)
c. Al-illat (sebab)
d. Hukum (yang dijadikan kepastian).
B. Sumber-sumber Fiqh/Hukum Islam yang Tidak Disepakati
Yang dimaksud dengan sumber hukum Islam yang tidak disepakati (ikhtilaf) ialah sesuatu yang terjadi dalam penentuan mencari
alasan atau dalil oleh para mujtahid. Hal ini karena tidak didapati dalam Al-Qur'an, sunnah, ijma' maupun qiyas. Adapun macamnya
adalah sebagai berikut:
1. Istihsan
Yaitu mencari kebaikan atau menganggap sesuatu lebih baik. sedangkan menurut istilah diartikan berpaling pada suatu masalah dari
sesuatu hukum yang sama menuju hukum lain karena ada alasan yang lebih kuat.
2. Istishab
Yaitu membawa atau menemani. Sedangkan menurut istilah berlangsungnya hukum yang telah ada semenjak masa lalu berdasarkan
apa yang telah ada itu. Jadi istishab adalah menetapkan sesuatu keadaan sebelumnya, sehingga yang baru merubahnya.
3. Maslahah mursalah

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 8/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

Yaitu tiap-tiap maslahah yang tidak dikaitkan dengan nash pada hukum syara' yang menjadikan kita menghormati atau menolaknya.
Sedangkan jika diharai akan mendatangkan manfaat atau menolak kemudharatan.
Para ulama menerima maslahah mursalah ini dengan syarat sebagai berikut:
a. Maslahah hakiki, terang mendatangkan atau menolak kejahatan.
b. Maslahah bersift umum, tidak pribadi
c. Tidak bertentangan dengan nash atau ijma'.
4. Urf (adat istiadat)
Urf (adat) menurut bahasa adalah kebiasaan yang berlaku dalam perkataan, perbuatan atau meninggalkannya karena telah menjadi
kebiasaan umum. Sedangkan menurut istilah berarti sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dan diterima oleh yabiaty yang baik serta
telah dilakukan oleh penduduk sekitar Islam dengan ketentuan tidak bertentangan dengan nash dan syara'.
Urf ini terbagi menjadi dua aspek:
a. Urf qauli, yaitu mempergunakan sesuatu kalimat untuk sesuatu arti yang terbatas.
b. Urf amali, yaitu kebiasaan yang berupa amal atau pekerjaan, seperti antara tukang dan pekerja, jual beli secara mukallaf.
5. Saddudz dzara'i
Yaitu sesuatu yang dengannya akan menyebabkan kepada perbuatan terlarang dengan illat mengandung kerusakan.
BAB IV
IJTIHAD, TAKLID DAN ITBA'
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad artinya mencurahkan segala kemampuan intelektual untuk memperoleh hukum syara' dari dalil-dalilnya.
Menurut ahli Ushul Fiqh ijtihad berarti mencurahkan segenap kesanggupan mujtahid dalam mendapatkan syara' amali dengan satu
metode. Pengertian demikian didasarkan pada kenyataan yang dihadapi kaum muslimin sejak masa Nabi.
Di masa Nabi, orang mengharapkan informasi ketentuan agama dari wahyu, baik dari Al-Qur'an maupun al-Sunnah. Jika tidak,
maka Al-Qur'an memberikan arahan agar kaum muslimin melakukan istinbath, yaitu memahami dari penjelasan Rasul dan Ulil
Amri. (An-Nisa': 83).
??????? ????????? ?????? ???? ????????? ???? ????????? ????????? ???? ?????? ???????? ????? ?????????? ??????? ??????
????????? ???????? ?????????? ????????? ????????????????? ???????? ????????? ?????? ??????? ?????????? ????????????
?????????????? ???????????? ?????? ???????? (??????: 83)
Artinya: ?Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan
kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)?. (QS. An-Nisa': 83).
Syari'at Islam merupakan syari'at yang mengandung berbagai keistimewaan, antara lain bersifat umum, abadi, meliputi segala
bidang dan merupakan rahmat bagi seluruh alam. Al-Qur'an merupakan dasar hukum.
Atas dasar itulah Allah memberikan hak kepada orang-orang yang memiliki kemampuan melakukan ijtihad bila terdapat
masalah-masalah yang tidak shahih atau ditetapkan bila terdapat masalah-masalah yang tidak shahih atau ditetapkan secara tidak
jelas dan tidak pasti (qath'i) di dalam Al-Qur'an.
B. Penggunaan Istilah Ijtihad
Kata ijtihad digunakan para fuqaha untuk beberapa persoalan rumit dan sulit yang membutuhkan banyak energi. Ijtihad tidak
dipergunakan untuk melakukan yang ringan-ringan.
Beberapa ulama ahli Ushul Fiqh menyebutkan:
1. Menurut Imam Al-Syaukani, ijtihad adalah mencurahkan kemampuan guna mendapatkan hukum syara' yang bersifat operasional
dengan cara istinbath (mengambil kesimpulan hukum).
2. Menurut Al-Imam Amidi mendefinisikan ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk mencari hukum syara' yang
bersifat zhanni sampai dirinya merasa tidak mampu mencari tambahan kemampuannya itu.
Kata-kata tidak mampu mencari tambahan kemampuannya menurut Imam Ghazali berlaku bagi kata ijtihad yang sempurna.
C. Dasar Ijtihad
Dasar hukum diperbolehkannya melakukan ijtihad antara lain firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah: 149:
?????? ?????? ???????? ??????? ???????? ?????? ??????????? ?????????? ... (??????: 149)
Artinya: ?Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram??. (QS. Al-Baqarah: 149).
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari Masjidil Haram, apabila akan shalat dapat mencari dan

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 9/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

menentukan arah kiblat melalui ijtihad dengan mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada.
Baik yang mendudukkan ?ijtihad? sebagai dalil maupun sebagai pemahaman terhadap dalil, penggunaan ijtihad ini didasarkan pada
ayat-ayat Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 59:
??????????? ????????? ????????? ????????? ??????? ??????????? ?????????? ???????? ????????? ???????? ?????? ????????????? ???
?????? ?????????? ????? ??????? ???????????? ???? ???????? ??????????? ????????? ??????????? ???????? ?????? ??????
?????????? ?????????? (??????: 59)
Artinya: ?Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya?. (QS.
An-Nisa': 59).
Menurut hadits Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari:
Artinya: ?Jika seorang hakim menetapkan hukum, kemudian ia berijtihad lagi benar ijtihadnya, maka ia mendapatkan dua pahala.
Dan apabila ia menghukumi dengan ijtihad kemudian ijtihadnya itu salah baginya mendapatkan satu pahala?. (HR. Bukhari).
D. Kedudukan Ijtihad
Dalam hal kedudukan ijtihad ini di kalangan ahli Ushul Fiqh memang ada perbedaan pendapat, sebagian besar menjadikan ijtihad itu
sebagai dalil, sedang sebagian yang lain menjadikan menjadi dalil dalam keadaan sangat dihajatkan pada waktu tidak didapati ayat
Al-Qur'an atau as-Sunnah. Sebagian ahli Ushul Fiqh lagi, ijtihad itu merupakan metode pemahaman terhadap sumber pokok (dalil)
yakni Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Kawasan ijtihad adalah hukum-hukum yang dalilnya dhanni bukan yang qath'i. Kita tidak boleh berijtihad dalam hukum yang qath'i
yang telah ditetapkan dalilnya oleh Al-Qur'an.
Agar ijtihad berhasil secara optimal ada beberapa syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid:
1. Seorang mujtahid hendaknya memiliki kemampuan dan seperangkat ilmu untuk berijtihad yang telah ditetapkan dalam Ushul
Fiqh.
2. Dia seorang yang adil, terpercaya dan berperilaku baik.
3. Mereka yang mengaku bisa berijtihad, tetapi tidak mempunyai ilmu tentang nash-nash Al-Qur'an dan hadits serta melecehkan
Ushul Fiqh, maka pendapatnya harus ditolak.
E. Ruang Lingkup Ijtihad
Imam Al-Ghazali berpendapat ijtihad dilakukan pada setiap hukum yang tidak ada dasarnya yang pasti (qath'i). Hal ini sebagaimana
firman Allah SWT.:
????? ????? ?????????? ????? ?????????? ????? ????? ??????? ??????????? ??????? ???? ??????? ?????? ??????????? ????
?????????? ?????? ?????? ??????? ??????????? ?????? ????? ???????? ???????? (???????: 36)
Artinya: ?Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata?. (QS. Al-Ahzab: 36).
?????? ????????? ?????????? ???? ?????? ??? ????????? ???? ???????? ??????????? ?????? ??????? ?????????????? ????????? ???
???????? ?????????? ????????? ????????? ???????? (??????: 115)
Artinya: ?Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali?. (QS. An-Nisa': 115).
F. Jenis-jenis Ijtihad
1. Individu, yaitu dilakukan secara sendiri
2. Kolektifitas, yaitu dilakukan secara kelompok.
Ijtihad Kolektif (Al-Ijtihad Al-Ijma'i)
Ijtihad kolektif adalah sesuatu yang penting karena adanya tuntutan zaman, problem-problem yang terkait dan perselisihan berbagai
madzhab. Tentang permasalahan ini, Dr. Wahbah Az-Zuhayl, Dekan Fakultas Syari'at Damaskus, mengatakan: ?Saat ini, ada
kebutuhan mendesak terhadap apa yang disebut dengan ijtihad kolektif. Ijtihad ini dilakukan melalui metode musyawarah ilmiah di
antara para tokoh ulama dari berbagai negara dan dari berbagai madzhab Islam di dalam suatu lembaga ilmiah ataupun muktamar
fiqh. Tujuannya adalah untuk menelitu berbagai problematika modernitas dan berbagai hal yang dibutuhkan oleh umat, sehingga
mereka bersepakat terhadap hal-hal yang dipandang dapat menghasilkan kemaslahatan?.
Atas dasar itu, akan tampak di dalam kenyataan, bahwa ijtihad merupakan gerakan pemikiran tentang hukum-hukum agama yang

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 10/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

disyari'atkan demi kemaslahatan umat.
Nabi Muhammad memberikan petunjuk di seputar masalah ijtihad kolektif ini dengan jalan mengumpulkan seluruh ulama dan saling
tukar pendapat di antara mereka. Diriwayatkan dari Malik bin Anas, dari Yahya bin Sa'id al-Anshari, dari Sa'ad bin Al-Musayyab,
dan dari Ali bin Abi Thalib yang berkata, ?Ya Rasulullah, kami menghadapi perkara yang tidak ada hukumnya di dalam sunnah?.
Rasul menjawab, ?Ber-ijma'lah tentang persoalan itu di kalangan orang-orang berilmu atau mereka yang taat beribadah dari
kalangan kaum mukmin. Bermusyawarahlah di antara kalian tentang urusan itu dan janganlah memutuskannya berdasarkan
pendapat seseorang saja?.
Demikian pula cara Khulafaur Rasyidin, sebab di tengah-tengah mereka, terdapat majelis syura' umum di samping majelis syura'
khusus. Mereka adalah para tokoh yang sering mengemukakan pendapat, sehingga mereka bermusyawarah di dalam perkara-perkara
penting.
Cara bermusyawarah secara ilmiah dan pengambilan hukum dari dalil-dalil yang ada bersandar pada dua hal: Ushul Fiqh dan
kaidah-kaidah fiqh universal. Kaidah-kaidah fiqh ditegaskan di atas pemahaman terhadap berbagai tujuan syari'at, tujuan-tujuan
syari'at ditegakkan di atas tinjauan terhadap berbagai kemaslahatan, dan kemaslahatan dipandang dari segi syari'at bukan dengan
hawa nafsu manusia.
Namun harus diingat bahwa kesepakatan bersama dalam suatu masalah jangan sampai membatasi seseorang yang mampu berijtihad
secara individual untuk mengeluarkan pendapatnya, bila ternyata hasilnya berbeda dengan apa yang telah disepakati. Harus pula
diwaspadai agar jangan sampai terjadi kekacauan dan kebingungan masyarakat karena banyaknya pendapat produk ?ijtihad? yang
tidak bertanggung jawab.
G. Ittiba'
Ittiba' ialah menerima perkataan orang lain dengan mengetahui sumber atau alasan perkataan tersebut. Ittiba; dalam agama
diperintahkan. Firman Allah SWT. QS. An-Nahl: 53:
??????????? ?????? ????????? ???? ???????? ??? ???????????. ??????????????? ???????????
Artinya: ?Tanyakan kepada ahli dzikir (orang-orang pandai) jika kamu tidak mengetahui?.
H. Taqlid
Taqlid secara bahasa berarti menggantungkan. Sedangkan menurut istilah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber
atau alasannya.
???? ??? ?????? ???? ?? ???? ?? ??? ????
Dalam aspek fiqh taqlid itu dianggap tercela dan terlarang. Hal ini sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah: 120, Al-Maidah: 10,
At-Taubah: 232 dan Al-Isra': 36. Menanggapi ayat dalam surat At-Taubah ini para sahabat bertanya kepada Nabi, Ya Rasulullah
apakah mereka mengikuti ruhba atau ahbar. Nabi menjawab tidak, tetapi para ruhba dan ahbar mengharamkan dan menghalalkan
sesuatu mereka mengikutinya.
Para imam madzhab itu mencela hal ini sebagaimana ungkapan mereka berikut ini:
1. Imam Abu Hanifah
?? ??? ???? ????? ????? ???? ???? ?????? ??????? ????
2. Imam Malik bin Anas
???? ??? ??? ???? ????? ???????
3. Imam Ahmad bin Hanbal
?? ??? ??? ????? ?????? ????? ???? ???? ??? ?? ????? ?????? ?????? ???????
4. Imam Syafi'i
?? ?????? ??? ???? ???? ??? ????? ??? ??? ????? ??? ?? ??? ?????
??? ?? ?????? ??? ?????.
BAB V
MUTHLAQ DAN MUQAYYAD
A. Pengertian Muthlaq dan Muqayyad
Muthlaq adalah sifat yang menunjukkan arti yang sebenarnya dengan tidak dibatasi oleh sesuatu hal yang lain. Maksudnya ialah
lafal tersebut masih dalam keadaan yang asli bebas belum terpengaruhi oleh hal-hal yang lain.
Contoh: surat An-Nisa' ayat 43:
...?????? ???????? ??????? ???? ????? ?????? ???? ????? ?????? ???????? ???? ?????????? ???? ??????????? ?????????? ??????
???????? ????? ????????????? ???????? ???????? ??????????? ????????????? ?????????????...(??????: 43)
Artinya: ??Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 11/18 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 6:54:37 2017 / +0000 GMT

perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu??. (QS. An-Nisa': 115).
Dari lafadz Aidikum dijelaskan bahwa mengusap tangan dengan debu tidaklah dibatasi dengan sifat, artinya tidak diterangkan
sampai di mana, apakah semuanya diusap atau sebagiannya. Yang jelas sudah pasti dapat tayamum harus mengusap tangan dengan
debu. Jadi lafal Aidikum artinya tanganmu ini tidak dibatasi sampai dengan di mana yang harus diusap, mana saja asal tangan.
Muqayyad adalah lafal yang menunjukkan arti yang sebenarnya, dengan dibatasi oleh sesuatu hal yang dari batasan-batasan tertentu.
Contoh surat Al-Maidah ayat 6:
... ?????????????? ????? ????????????... (???????: 6)
Artinya: ??Maka basuhlah mukamu dengan tanganmu sampai siku-siku??. (QS. Al-Maidah: 6).
Ayat ini menerangkan soal wudhu, ialah harus membasuh muka dan tangan sampai siku-siku.
B. Hubungan Muthlaq dengan Muqayyad
Apabila ada suatu lafal, disatukan tempat berbentuk muthlaq sedang di tempat lain berbentuk muqayyad, maka ada empat
kemungkinan dari ketentuannya:
1. Antara dua ayat itu ada persamaan dari segi hukum dan sebab timbulnya hukum. Contohnya surat Al-Maidah ayat 3 ditegaskan:
?Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi??. Kata ad-dam (darah) dalam ayat tersebut adalah lafal muthlaq
karena tanpa membedakan apakah darah itu telah mengalir dari daging atau yang tidak mengalir, seperti sisa-sisa darah yang
terdapat dalam daging. Sedangkan dalam ayat lain lafal ad-dam dikemukakan dengan batasan sifat (muqayyad) seperti dalam surat
Al-An'am ayat 145. Kata dam (darah) yang diharamkan dalam ayat itu adalah lafal muqayyad karena dibatasi dengan masfuh
(mengalir). Hukum yang ditunjukkan dua ayat itu adalah sama, yaitu haramnya darah, dan sebab mengapa darah diharamkan juga
sama, yaitu memberi mudharat. Oleh karena sama hukum dan sebabnya.
2. Antara dua ayat itu mempunyai kesamaan dari segi hukum tetapi berbeda daru segi sebab timbulnya hukum. Contohnya surat
Al-Mujadalah 1yat 3 ketika menjelaskan kafarat zihar, Allah SWT. berfirman: ??fatahrir raqabah (maka wajib [atasnya]
memerdekakan seorang hamba sahaya)??. Sedang dalam kafaratnya pembunuhan tersalah firman Allah SWT. dalam surat An-Nisa'
ayat 91: ?? Fatahriru raqabah mu'minah? (maka [hendaklah] ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman)?. Lafal raqabah
(hamba sahaya) pada ayat pertama adalah muthlaq, sedangkan ayat kedua adalah muqayyad (dibatasi) dengan sifat beriman.
Masing-masing mempunyai sebab yang berbeda dengan yang lain. Pada ayat pertama sebab kewajiban membayar kafarat adalah
zihar dan pada ayat kedua sebabnya adalah pembunuhan tersalah. Tetapi hukumnya adalah sama, yaitu kewajiban memerdekakan
budak (hamba sahaya).
3. Dua ayat itu sebabnya sama tetapi bentuk hukumnya berbeda. Contohnya surat Al-Maidah ayat 6, ketika menjelaskan cara
bertayamum ditegaskan: ??sapulah mukamu dan tanganmu (aidikum) dengan tanah itu??. Dalam ayat ini menyapu tangan disebut
secara muthlaq tanpa mensyaratkan sampai ke siku, dan dalam ayat yang sama ketika menjelaskan rukun-rukun wudhu ditegaskan:
?? maka basuhlah [aidikum ila al-marafiq] (tanganmu sampai dengan siku)??. Lafal aidi (tangan) pada masalah wudhu disebut
muwayyad dengan membatasinya sampai ke siku. Yang menjadi sebab wajib wudhu dan wajib tayamum adalah sama, yaitu suci
dari hadats, tetapi bentuk hukumnya berbeda di mana pada tayamum tangan disapu, bukan dibasuh seperti rukun wudhu.
4. Dua ayat itu berbeda hukum dan sebabnya. Misalnya, sanksi hukum mencuri adalah potong tangan (QS. 5: 38) tanpa ada
ketentuan sampai di mana harus dipotong. Sedangkan kata aidi (tangan) pada ayat wudhu diisyaratkan sampai ke siku. Sebabnya
berbeda di mana yang satu sebabnya mencuri dan yang lain untuk mengilangkan hadats. Hukumnya juga berbeda, diaman yang satu
potong tangan dan yang lain membasuhnya. Oleh karena berbeda dari berbagai sisinya, maka ayat tersebut dipahami secara
tersendiri.
C. Pengertian Mujmal dan Mubayyan
Menurut Dr. Zukuyuddin Tsa'ban, mujmal adalah lafal yang belum jelas maknanya yang tidak dapat menunjukkan arti yang
sesungguhnya apabila tidak ada keterangan lain yang menentukannya. Maksudnya ialah lafal yang belum jelas artinya, belum jelas
maksudnya yang masih membutuhkan bayan atau penjelasan dari lainnya.
Contohnya surat Al-Baqarah ayat 228:
????????????????? ????????????? ??????????????? ?????????