Index of /ProdukHukum/kehutanan

ARAHAN
DI REKTUR JENDERAL BI NA PRODUKSI KEHUTANAN
DALAM ACARA
PEMBEKALAN PETUGAS PEGAWAI PADA DI NAS
KEHUTANAN PROVI NSI DAN BALAI PEMANTAUAN
PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DALAM RANGKA
PENI NGKATAN EFEKTI FI TAS PELAKSANAAN E-RPBBI DAN
PELAPORAN REALI SASI RPBBI
Yth. : Saudara-Saudara
Berbahagia;

Peserta

Pembekalan

Yang

Assalamu’alaikum w r.w b.
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua.
Mengaw ali kegiatan pembekalan, pertama-tama marilah
senantiasa kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,

karena atas karunia dan perkenan-Nya lah kita dapat
berada di ruangan ini dalam keadaan sehat w al afiat, untuk
mengikuti rangkaian kegiatan pembekalan petugas
pegaw ai pada Dinas Kehutanan Provinsi dan Balai
Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi dalam rangka
peningkatan
efektifitas
pelaksanaan
e-RPBBI
dan
pelaporan realisasi RPBBI .
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa dalam upaya
mengurangi pengangguran dan kemiskinan melalui program
pembangunan ekonomi nasional, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bersama Kabinet I ndonesia Bersatu telah merumuskan
prinsip strategi tiga jalur (triple track strategy) ,
yaitu propertumbuhan ( pro-growth) , pro-kesempatan kerja (pro-job) , dan
pro-masyarakat miskin (pro-poor) .

Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan

yang
mengutamakan ekspor dan investasi, track kedua
menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja, dan
track ketiga merevitalisasi sektor pertanian, perikanan dan
kehutanan
serta ekonomi
pedesaan
untuk
mengurangi
kemiskinan.
Sejalan dengan revitalisasi kehutanan, Departemen Kehutanan
telah menetapkan kebijakan prioritas, diantaranya revitalisasi
Sektor Kehutanan khususnya I ndustri Kehutanan, yang
diarahkan untuk
mendukung kebijakan nasional triple track
strategy pembangunan ekonomi Kabinet I ndonesia Bersatu, yaitu
:
a. Agenda peningkatan pertumbuhan sektor kehutanan (progrowth) yang mengutamakan ekspor dan investasi,
dimaksudkan untuk meningkatkan ekspor hasil hutan kayu
dan non kayu (industri primer kehutanan) serta masuknya

investasi baru secara proporsional antara pengusaha besar,
menengah dan kecil baik sub-sektor hulu maupun hilir.
b. Agenda bergeraknya sektor riil kehutanan (pro-job) ,
dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja melalui
bergeraknya ekonomi di perkotaan berupa industri perkayuan
dalam rangka penyerapan tenaga kerja.
c. Agenda penghapusan/ pengentasan kemisikinan (pro-poor) ,
dimaksudkan
untuk
mengurangi
kemiskinan
dan
pengangguran di pedesaan sekitar hutan melalui pemberian
akses dan pengakuan legal atas usaha pemanfaatan Hutan
Produksi melalui Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

1

Saudara – saudara sekalian,
Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan

dimaksudkan untuk menciptakan industri kehutanan yang tangguh
serta mewujudkan struktur industri pengolahan kayu yang efisien
dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk
bernilai tinggi dan berdaya saing global, meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara;
serta mewujudkan pengelolaan hutan lestari ( sustainable forest
management )
yang
mendukung
pengembangan
industri
kehutanan, ditempuh melalui strategi kebijakan antara lain sebagai
berikut :

Penguatan Aspek Legal
Penguatan aspek legal dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2007 jo. Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan
Hutan, yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun
2002, diikuti dengan penerbitan produk turunannya antara lain :

a. Peraturan Menteri Kehutanan yang khusus yang mengatur
I PHHK, yaitu :
1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 35/ Menhut-I I / 2007
jo. P. 9/ Menhut-I I / 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Permohonan I zin Usaha I ndustri Primer Hasil Hutan,
menggantikan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
125/ Kpts-I I / 2003.
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 16/ Menhut-I I / 2007
jo. P. 43/ Menhut-I I / 2009 tentang Rencana Pemenuhan
Bahan Baku I ndustri Primer Hasil Hutan Kayu, yang
menggantikan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
326/ Kpts-I I / 2003 jo. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.29/ Menhut-I I / 2005.

2

b. Peraturan Menteri Kehutanan yang terkait dengan kegiatan
I PHHK, yaitu :
1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 55/ Menhut-I I / 2006
jis Nomor P. 63/ Menhut-I I / 2006 dan P.8/ Menhut-I I / 2009

tentang Penata Usahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari
Hutan
Negara,
menggantikan
Keputusan
Menteri
Kehutanan Nomor 126/ Kpts-I I / 2003.
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 51/ Menhut-I I / 2006
jo. Nomor 62/ Menhut-I I / 2006 tentang Penggunaan Surat
Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU) Untuk Pengangkutan
Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak.

Saudara – saudara sekalian,
Kerangka Kebijakan dan Langkah Operasional industri
primer kehutanan, mencakup penggunaan bahan baku
I PHHK yang diarahkan untuk :
1. Tumbuhnya industri baru berbasis bahan baku kayu non
hutan alam.
Pendirian industri termasuk perluasannya diberikan tanpa
melalui persetujuan prinsip dengan lama proses penerbitan

I UI selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak permohon
diterima secara lengkap.

(reengineering)
industri
untuk
2. Peremajaan
mesin
meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan
produktifitas industri.
Reengineering cukup diajukan kepada Direktur untuk
kapasitas izin produksi di atas 6.000 m3/ tahu atau kepada
Kepala Dinas Provinsi untuk kapasitas izin produksi s/ d 6.000
m3/ tahun,
dimana
Gubernur
dapat
melimpahkan
kewenangannya kepada Kepala Dinas Kabupaten/ Kota untuk
kapasitas izin produksi sampai dengan 2.000 m3/ tahun.


3

3. Relokasi industri, mendekatkan lokasi industri dengan sumber
bahan baku.
4. Outsourcing dalam proses input bahan baku non hutan alam
berdiameter kecil yang berasal dari HTI , hutan hak/ hutan
rakyat, tebangan kayu perkebunan tidak produktif, dan tailord
dalam proses produksi dan diversifikasi proses output.
5. Penggunaan aplikasi berbasis web untuk penyusunan dan
penyampaian RPBBI atau RPBBI secara online system oleh
I PHHK kapasitas izin produksi di atas 6.000 m3/ tahun. RPBBI
secara
online
system
melalui
web
site
http:/ / rpbbi.dephut.go.id, pada satu sisi dimaksudkan agar
pemenuhan kewajiban RPBBI oleh pemegang izin usaha

I PHHK dapat dilakukan secara mudah, cepat dan murah dan
pada
sisi
lain
dimaksudkan
untuk
mewujudkan
good governance dan peningkatan
terselenggaranya
pelayanan yang efektif dan efisien oleh Departemen
Kehutanan.

Saudara – saudara sekalian,
Kebijakan pendukung diarahkan antara lain untuk
penguatan kelembagaan. Di bidang I PHHK, pada tahun
2009 Ditjen BPK menetapkan prioritas kegiatan sebagai
berikut :
a.

Pembekalan kepada petugas perusahaan I PHHK yang

tugas dan tanggung jawab menangani RPBBI ,
dilaksanakan pada tanggal 24 – 25 Maret 2009
angkatan I dan tanggal 31 Maret – 1 April 2009
angkatan I I .

diberi
telah
untuk
untuk

4

b.

c.

Pelatihan Kesadaran Mutu, Sistem Manajemen Mutu I SO
9001:2008 kepada petugas pada Direktorat Bina Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Hutan, telah dilaksanakan pada tanggal
25 – 26 Mei 2009;

Pembekalan
kepada
petugas
yang
memantau
dan
mengevaluasi RPBBI pada Dinas Kehutanan Provinsi dan Balai
Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP), saat ini
sedang berlangsung.

Pembekalan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada petugas terhadap ketentuan-ketentuan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 16/ Menhut-I I / 2007 jo. P.
43/ Menhut-I I / 2009 tentang RPBBI Primer Hasil Hutan Kayu dan
petunjuk pelaksanaannya, serta operasional online system dalam
proses :
a. Pemantauan progres RPBBI dan laporan bulanan realisasi
RPBBI kapasitas izin produksi di atas 6.000 m3/ tahun, oleh
Dinas Kehutanan Provinsi dan BP2HP;
b. Penyampaian laporan hasil pemantauan progres RPBBI serta
laporan bulanan realisasi RPBBI kapasitas izin produksi sampai
dengan 2.000 m3/ tahun, oleh BP2HP;
c. Penyampaian laporan progres RPBBI serta pemantauan
laporan bulanan realisasi RPBBI kapasitas izin produksi diatas
2.000 – 6.000 m3/ tahun, oleh Dinas Kehutanan Provinsi.
Dengan pemahaman tersebut di atas diharapkan dapat
meningkatkan :
a. Kelancaran pemantauan progres RPBBI serta laporan bulanan
realisasi RPBBI kapasitas izin produksi di atas 6.000
m3/ tahun, oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan BP2HP
setempat yang kemudian dapat menjadi dasar dalam
memberikan
pelayanan
administrasi
sesuai
dengan
kewenangan masing-masing;

5

b.

Ketersediaan data dan informasi yang lengkap dan akurat
pada Departemen Kehutanan, melalui :
- Ketaatan, kelancaran dan ketertiban pemenuhan kewajiban
pemantau dan pelaporan progres RPBBI dan laporan
bulanan realisasi RPBBI kapasitas izin produksi sampai
dengan 2.000 m3/ tahun, oleh BP2HP kepada Direktur
Jenderal Bina Produksi Kehutanan;
- Ketaatan, kelancaran dan ketertiban pemenuhan kewajiban
penyampaian laporan progres RPBBI dan pemantauan
realisasi RPBBI kapasitas izin produksi diatas 2.000 – 6.000
m3/ tahun, oleh Dinas Kehutanan Provinsi kepada Direktur
Jenderal Bina Produksi Kehutanan.

Saudara – saudara sekalian,
Arah kebijakan Departemen Kehutanan di bidang I PHHK telah
direspon secara positif oleh para pelaku usaha industri
kehutanan, dengan indikator sebagai berikut :
1. Permohonan industri baru yang telah diterbitkan izinnya
selama 2004 – 2008 sebanyak 18 perusahaan, terdiri dari :
a. 1 (satu) perusahaan yang menggunakan bahan baku
hutan alam bersumber HPH,
b. 17 (tujuh belas) perusahaan menggunakan bahan baku
non hutan alam bersumber kayu HTI , sengon rakyat dan
kayu karet perkebunan,
2.

Permohonan perluasan industri yang telah diterbitkan izinnya
selama tahun 2004 - 2008 sebanyak 14 perusahaan, terdiri
dari :
a. Menggunakan bahan baku hutan alam bersumber HPH
sebanyak 8 perusahaan

6

b. Menggunakan bahan baku non hutan alam 6 perusahaan.
3. Reengineering permesinan industri untuk meningkatkan
efisiensi bahan baku dan produktifitas telah dilakukan oleh
sebanyak 32 perusahaan dengan total investasi sebesar Rp.
122.703.000.000, sebanyak 2 perusahaan diantaranya
merelokasi sebagian mesin utama produksi mendekati lokasi
bahan baku.
4.

5.

Dalam kurun waktu 2004-2008, terjadi peningkatan jumlah
I PHHK yang menggunakan bahan baku non hutan alam
bersumber HTI dari sebanyak 19 perusahaan menjadi 27
perusahaan dan hutan rakyat dari sebanyak 24 perusahaan
menjadi 56 perusahaan, disertai dengan penurunan jumlah
I PHHK yang menggunakan bahan baku hutan alam
bersumber HPH, I PK dan landclearing penyiapan lahan
penanaman HTI dari sebanyak 139 perusahaan menjadi 95
perusahaan.
Total total volume pemenuhan bahan baku pada tahun 2004
sebanyak 39,4 juta m3 memang mengalami penurunan pada
tahun 2005 menjadi sebanyak 36,4 juta m3 tetapi
selanjutnya stabil pada kisaran 36 juta sampai dengan tahun
2008. Volume pasokan bahan baku HTI meningkat dari
sebanyak 9,2 juta m3 menjadi 22,4 juta m3, dan hutan
rakyat meningkat dari sebanyak 0,7 juta m3 menjadi 1,9 juta
m3, disertai dengan penurunan pasokan hutan alam
bersumber HPH, I PK dan land clearing penyiapan lahan
penanaman HTI dari sebanyak 24,6 juta m3 menjadi
sebanyak 7,5 juta m3,

7

6.

Penggunaan bahan baku pulp telah sejalan dengan arah
kebijakan Departemen Kehutanan, yaitu kedepan harus 100
% menggunakan kayu hutan tanaman. Pada tahun 2008,
pasokan bahan baku HTI ke I PHHK sebanyak 22,4 juta m3
yang terdiri dari sebanyak 21,8 juta m3 ke industri pulp,
sebanyak 0,4 juta m3 ke industri serpih kayu dan sebanyak
0,17 juta m3 ke industri kayu lapis/ veneer dan penggergajian
kayu. Pasokan kayu HTI ke industri pulp tesebut di atas
porsinya telah mencapai 87,84 % dari pasokan tahun berjalan
yang jumlahnya sebanyak 24,9 juta m3

7.

I ndustri kayu lapis dan penggergajian kayu telah
mengembangkan teknologi pengolahan kayu berdiameter
kecil, dengan indikator pasokan kayu hutan hak/ hutan rakyat
jenis sengon sebanyak 1,9 juta m3 sebagian besar atau 1,2
juta m3 masuk ke industri tersebut, selebihnya sebanyak 0,6
juta m3 ke industri pulp dan 0,1 juta m3 ke industri serpih
kayu. Pasokan kayu hutan rakyat ke industri plywood/ veneer
dan penggergajian kayu porsinya mencapai 15,58 % dari
pasokan tahun berjalan yang jumlahnya sebanyak 7,7 juta
m3.

8.

Outsurcing dalam proses input dan tailord proses proses
produksi telah dijalankan oleh industri khususnya kayu lapis.
Pada tahun 2008 industri kiayu lapis di 11 provinsi, yaitu
Banten, Jambi, Jateng, Jabar, Jatim, Kalbar, Kalsel, Kaltim,
Lampung, Riau dan Sulsel menggunakan bahan baku kayu
olahan setengah jadi berupa veneer sebanyak 0,8 juta m3
hasil pasokan industri lain berskala kecil menengah pada
tahun 2008.

9.

Penerapan online system RPBBI yang dimulai tahun 2008
telah meningkatkan jumlah I PHHK yang menyampaikan

8

RPBBI menjadi 182 perusahaan dari 175 perusahan pada
tahun 2007, meningkatkan kecepatan arus data realisasi
RPBBI 2008 pada angka stabil atau mendekati final di bulan
Januari 2009 yang apabila dilakukan secara manual
diperkirakan baru tercapai pada bulan Juni 2009.
Penerapan online system penyampaian RPBBI oleh I PHHK
kapasitas izin produksi diatas 6.000 m3/ tahun, dan pelaporan data
RPBBI dan realisasi RPBBI kapasitas izin sampai dengan 2.000
m3/ tahun oleh BP2HP dan kapasitas izin produksi diatas 2.000 –
6.000 m3/ tahun oleh Dinas Kehutanan Provinsi merupakan baru,
sehingga masih dijumpai adanya kendala-kendala. Manun kita
harus yakin dengan kebersamaan semua pihak tujuan kita untuk
bersama-sama memajukan sektor kehutanan akan dapat tercapai.
Akhirnya dengan mengucapkan " Bismillahhirrohmanirrohim",
Pembekalan Petugas Pegawai Pada Dinas Kehutanan Provinsi dan
Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Dalam Rangka
Peningkatan Pelaksanaan E-RPBBI dan Pelaporan Realisasi RPBBI
secara resmi saya nyatakan "dibuka". Semoga Tuhan YME
senantiasa meridhoi kita, Amin.
Jakarta,

Agustus 2009

DI REKTUR
JENDERAL
PRODUKSI KEHUTANAN

BI NA

ttd.
Dr. I r. Hadi Daryanto, DEA.

9