Survey Mengenai Self Efficacy Pada Warga Binaan Kasus Narkoba Usia 20-40 Tahun di Lembaga Pemasyarakatan "X" Bandung.

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Survey Mengenai Self efficacy pada Warga Binaan Kasus Narkoba di LP ”X”, Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai self efficacy pada Warga Binaan kasus narkoba di LP ”X”, Bandung

Populasi penelitian ini adalah Warga Binaan kasus narkoba yang terdaftar di LP ”X” , Bandung yang berusia antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun sebanyak 725 orang. Sedangkan sampel yang diambil sebagai responden adalah 210 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui self efficacy adalah alat ukur yang dimodifikasi sendiri oleh peneliti berdasarkan teori Bandura, dengan validitas berkisar antara 0,407 sampai dengan 0,785 dan reliabilitas 0,937 menggunakan program SPSS 14.0 dengan uji statistik rank spearman.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa self efficacy pada Warga Binaan kasus narkoba di LP ”X”, Bandung yaitu sebagai berikut: 49% Warga Binaan memiliki self efficacy yang rendah sedangkan 51% Warga Binaan memiliki self efficacy yang tinggi. Perbedaan tersebut relatif berimbang. Diketahui juga bahwa sumber yang mempengaruhi perkembangan self efficacy Warga Binaan adalah social/verbal persuasion dan vicarious experiences, sedangkan mastery experiences dan psychological and affective states kurang berpengaruh pada pembentukkan self efficacy Warga Binaan.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti mengajukan saran untuk diadakannya penelitian lanjutan mengenai: Perbandingan antara mastery experiences dan vicarious experiences terhadap pembentukkan self efficacy pada Warga Binaan, dan Pengaruh pemberian kritik dan pujian terhadap derajat self efficacy Warga Binaan. Bagi Warga Binaan yang memiliki self efficacy rendah disarankan memanfaatkan jasa konseling yang telah disediakan dengan lebih efektif lagi sehingga berguna untuk meningkatkan self efficacy. Bagi staf pengurus LP, diharapkan mendapatkan banyak informasi mengenai self efficacy sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program-program di LP dan dapat mengadakan pelatihan atau pertemuan-pertemuan membahas self efficacy. Bagi pihak keluarga yang terkait dengan Warga Binaan, disarankan untuk bersedia menerima keberadaan Warga Binaan dengan tulus, tidak memberi label atau memandang buruk, dan memberikan masukan berupa kritik, pujian, dan nasehat-nasehat secara proporsional yang dapat memupuk tumbuhnya self efficacy Warga Binaan.


(2)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PERSEMBAHAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 6

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Maksud Penelitian ... 6

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ... 7

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 7

1.5Kerangka Pikir ... 8


(3)

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN TEORI

2.2Belief ... 19

2.2Self efficacy ... 19

2.2.1 Definisi Self efficacy ... 19

2.2.2 Sumber Self efficacy ... 21

2.3 Masa Dewasa Awal ... 26

2.3.1 Definisi ... 26

2.3.2 Perkembangan Fisik ... 28

2.3.3 Ketergantungan dan Pemulihan ... 29

2.3.4 Perkembangan Kognitif ... 30

2.3.5 Perkembangan Sosial ... 31

2.3.6 Karir dan Pekerjaan ... 33

2.4 Landasan Undang-undang ... 33

2.4.1 UU RI No. 12/1995 Tentang Pemasyarakatan ... 34

2.4.2 UU RI No 5/1997 Tentang Psikotropika ... 35

2.4.3 UU RI No 22/1997 Tentang Narkotika ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 36

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

3.2.1 Variabel Penelitian ... 37

3.2.2 Definisi Konseptual ... 37


(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.3 Alat Ukur ... 38

3.3.1 Kuesioner ... 38

3.3.2 Sistem Penilaian ... 40

3.4 Uji Coba Alat Ukur ... 41

3.4.1 Validitas ... 41

3.4.2 Reliabilitas ... 42

3.5 Sampel Penelitian ... 43

3.5.1 Target Populasi ... 43

3.5.2 Teknik Sampling ... 43

3.6 Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 45

4.2 Hasil Penelitian ... 47

4.3 Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 68

DAFTAR RUJUKAN ... 69 LAMPIRAN


(5)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Aspek, Indikator, dan Item ... 39

Tabel 3.2 Tabel Cara Penilaian ... 40

Tabel 4.1.1 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 4.1.2 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Lama Penggunaan ... 44

Tabel 4.1.3 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Penyebab ... 45

Tabel 4.2.1 Tabel Hasil self efficacy ... 46

Tabel 4.2.2 Tabulasi antara Aspek self efficacy dengan self efficacy ... 46

Tabel 4.3.1 Tabulasi antara pemberi masukan dan self efficacy …………..…... 49

Tabel 4.3.2 Tabulasi antara frekuensi menerima kritik dan self efficacy …..….. 50

Tabel 4.3.3 Tabulasi antara dampak menerima kritik dan self efficacy …….…. 50

Tabel 4.3.4 Tabulasi antara frekuensi menerima pujian dan self efficacy …...… 52

Tabel 4.3.5 Tabulasi antara dampak menerima pujian dan self efficacy ………. 52

Tabel 4.3.6 Tabulasi antara model keberhasilan dan self efficacy ………..……. 53

Tabel 4.3.7 Tabulasi antara frekuensi pengaruh keberhasilan orang lain dan self efficacy ……….……… 53

Tabel 4.3.8 Tabulasi antara dampak keberhasilan orang lain dan self efficacy ... 54

Tabel 4.3.9 Tabulasi antara frekuensi pengaruh kegagalan orang lain dan self efficacy ………. 55

Tabel 4.3.10 TAbulasi antara dampak kegagalan orang lain dan self efficacy .... 55 Tabel 4.3.11 Tabulasi antara frekuensi pengaruh kondisi fisik dan self efficacy 57 Tabel 4.3.12 Tabulasi antara frekuensi pengaruh kondisi hati dan self efficacy . 57


(6)

Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.3.13 Tabulasi antara frekuensi keberhasilan dan self efficacy ………… 58 Tabel 4.3.14 Tabulasi antara frekuensi kegagalan dan self efficacy ……… 59 Tabel 4.3.15 Tabulasi antara bidang keberhasilan dan self efficacy ………….... 60 Tabel 4.3.16 Tabulasi antara bidang kegagalan dan self efficacy …………..….. 60


(7)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir ... 17


(8)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data pribadi, data penunjang, kuesioner self efficacy Lampiran 2 Hasil perhitungan validitas dan reliabilitas

Lampiran 3 Data skor mentah hasil pengukuran

Lampiran 4 Tabulasi silang antara self efficacy dengan aspek self efficacy Lampiran 5 Undang-undang RI No 5/1997 dan No 22/1997


(9)

(10)

Lampiran 1

KATA PENGANTAR

Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Sekarang saya sedang menyusun sebuah Skripsi dengan judul Survei Mengenai Self Efficacy pada Warga Binaan Kasus Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung. Adapun tujuan dari penelitian saya ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai self efficacy pada Warga Binaan. Untuk keperluan tersebut, saya bermaksud meminta sedikit waktu dan kesediaan Saudara untuk membantu saya mengisi kuesioner ini.

Setiap jawaban maupun keterangan Saudara dalam kuesioner ini akan saya jamin kerahasiaannya dan tidak akan dipublikasikan. Semua data yang saya ambil hanya untuk keperluan penelitian.

Atas kesediaan dan kerjasama Saudara dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih.

Bandung, Juni 2007

Peneliti


(11)

DATA PRIBADI

Isilah daftar pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan diri Saudara!

Nama :

Jenis kelamin : (L/P) dan

Usia :

Alamat :

Pendidikan terakhir : Pekerjaan terakhir :

Status perkawinan : (belum menikah/menikah/janda/duda) dan

Agama :

Jenis narkoba yang digunakan:

a. Heroin/putaw d. Ecstasy g. Alkohol

b. Ganja e. Methamphetamine/shabu-shabu h. Lainnya… c. Morfin f. Obat Penenang

Lama menggunakan narkoba: a. Kurang dari 1 tahun b. 1 tahun – 3 tahun c. 3 tahun – 5 tahun d. 5 tahun – 10 tahun e. Lebih dari 10 tahun


(12)

DATA PENUNJANG

Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (X) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan diri Saudara!

1. Seberapa sering Saudara mengalami keberhasilan? a. Sering b. Jarang

2. Dalam hal apa saja biasanya Saudara berhasil? a. Pendidikan d. Hobi

b. Pekerjaan e. ... c. Olahraga

3. Seberapa sering Saudara mengalami kegagalan? a. Sering b. Jarang

4. Dalam hal apa saja biasanya Saudara gagal? a. Pendidikan d. Hobi

b. Pekerjaan e. ... c. Olahraga

5. Siapa yang menjadi contoh dan memberi pengaruh pada keberhasilan Saudara?

a.Teman d. Anak-anak

b.Orang tua e. Public figure (artis, pejabat, tokoh agama, dll) c.Suami/istri f. ……….

6. Seberapa sering keberhasilan orang lain memberikan pengaruhnya kepada Saudara?

a.Sering b. Jarang 7. Apa akibatnya bagi Saudara?

a.Meningkatkan motivasi b.Membuat kecil hati

c.………

8. Seberapa sering kegagalan orang lain mempengaruhi Saudara? a.Sering b. Jarang


(13)

a.Menurunkan motivasi b.Meningkatkan motivasi c.……….

10.Siapakah yang biasanya memberi masukan atas keberhasilan Saudara? a.Orang tua d. Anak-anak

b.Suami/istri e. …………. c.Teman

11.Seberapa sering Saudara menerima kritikan atas kegagalan Saudara? a.Sering b. Jarang

12.Apa dampak kritikan tersebut bagi Saudara? a.Menurunkan semangat

b.Membangkitkan semangat

c.………

13.Seberapa sering Saudara menerima pujian atas keberhasilan Saudara? a.Sering b. Jarang

14.Apa dampak pujian bagi saudara?

a.Meningkatkan semangat dan menimbulkan kepuasan b.Menurunkan semangat

c.………..

15.Seberapa sering kondisi fisik mempengaruhi Saudara? a.Sering b. Jarang

16.Seberapa sering pengaruh suasana hati mempengaruhi pencapaian keberhasilan Saudara?


(14)

KUESIONER SELF EFFICACY

Instruksi:

Berilah tanda (X) pada kolom pilihan jawaban yang telah tersedia sesuai dengan keadaan diri Saudara yang sebenarnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

- Pilihan “Sangat Sesuai” (SS) jika pernyataan menggambarkan diri Saudara.

- Pilihan “Sesuai” (S) jika pernyataan menggambarkan sebagian besar diri Saudara.

- Pilihan “Kurang Sesuai” (KS) jika pernyataan menggambarkan sebagian kecil diri Saudara.

- Pilihan “Tidak Sesuai” (TS) jika pernyataan sama sekali tidak menggambarkan diri Saudara.

NO PERNYATAAN SS S KS TS

1 Saya yakin bahwa saya mampu menyadari memakai narkoba itu salah

2 Saya yakin bahwa saya tidak akan menggunakan narkoba lagi

3 Saya yakin bahwa saya akan membantu pemerintah memerangi penyalahgunaan narkoba.

4 Saya yakin bahwa saya dapat hidup wajar sebagai Warga Negara yang baik dan bertanggung jawab tanpa narkoba sama sekali

5 Saya yakin bahwa saya mampu berusaha untuk dapat hidup secara baik dan bertanggung jawab pada generasi muda agar tidak terjerumus narkoba

6 Saya merasa yakin bahwa mengkonsumsi narkoba itu melanggar hukum

7 Saya merasa yakin mampu untuk berhenti sama sekali dari narkoba

8 Saya merasa yakin untuk tidak lagi mencicipi narkoba 9 Saya tidak yakin bahwa saya dapat melepaskan diri dari


(15)

10 Saya ragu bahwa saya tidak akan mengkonsumsi narkoba lagi

11 Saya ragu bahwa saya mau memilih untuk ikut serta dalam kampanye anti narkoba

12 Saya ragu bahwa saya mampu hidup secara baik dan bertanggung jawab jika tanpa narkoba

13 Saya yakin bahwa saya tidak perlu berusaha mendukung anjuran pemerintah untuk menjauhi narkoba

14 Saya ragu dapat hidup secara baik dan bertanggung jawab tanpa narkoba

15 Saya ragu untuk stop mengkonsumsi narkoba jika lingkungan sekitar tidak mendukung saya

16 Saya ragu dapat berhenti untuk bebas narkoba jika hasilnya ternyata tidak sesuai dengan yang saya harapkan

17 Saya yakin tidak dapat hidup sebagai Warga Negara yang baik dan bertanggung jawab jika saya tidak dapat merasakan manfaatnya untuk diri saya sendiri

18 Saya merasa yakin saya menjadi seorang pengecut jika harus mengakui bahwa memakai narkoba itu salah 19 Saya yakin saya tidak diharapkan untuk berhenti dari

mengkonsumsi narkoba oleh teman-teman saya

20 Saya yakin bahwa wajar-wajar saja jika saya jatuh lagi dalam jerat narkoba

21 Saya ragu untuk ikut serta kampanye anti narkoba

22 Saya yakin bahwa saya bisa berhenti atau mengurangi konsumsi narkoba

23 Saya yakin dapat berusaha berhenti mengkonsumsi narkoba sama sekali

24 Saya yakin dapat selalu berusaha menjaga kesehatan saya dengan tidak lagi mengkonsumsi narkoba

25 Saya yakin dapat selalu berusaha untuk tidak lagi menyentuh narkoba

26 Saya yakin dapat berperan aktif memberantas penggunaan narkoba dalam lingkungan teman-teman saya


(16)

27 Saya yakin bahwa mengkonsumsi narkoba adalah salah walaupun menurut beberapa teman hal tersebut tidak salah

28 Saya yakin mau berhenti mengkonsumsi narkoba walaupun teman-teman berusaha mengancam saya 29 Saya yakin tidak mau lagi mengkonsumsi narkoba

walaupun teman-teman menawarkan secara cuma-cuma 30 Walaupun saya hidup ditengah-tengah para pemakai

narkoba, saya yakin dapat mendidik anak saya untuk menjauhi narkoba

31 Saya yakin mau tetap menyerahkan diri kepada yang berwajib walaupun keluarga menentang niat saya

32 Saya yakin saya akan merasa diri berarti jika dapat menasehati teman untuk menjauhi narkoba

33 Saya yakin akan merasa bangga jika saya dapat memberi penyuluhan mengenai bahaya-nya mengkonsumsi narkoba pada remaja

34 Saya masih ragu bahwa mengkonsumsi narkoba itu adalah salah

35 Saya yakin tidak mau mengakui bahwa mengkonsumsi narkoba adalah salah

36 Saya ragu untuk melepaskan narkoba sama sekali, saya masih ingin mengkonsumsinya sedikit-sedikit

37 Setelah keluar dari LP, saya yakin akan tetap mengkonsumsi narkoba dalam skala kecil

38 Saat ada kesempatan membela diri, saya yakin untuk mengurungkan niat mengakui bahwa saya sudah mengkonsumsi narkoba

39 Saya yakin akan mengkonsumsi narkoba lagi jika tidak ada seorang pun yang tahu

40 Saya yakin akan merasa malu jika harus mendidik generasi muda untuk menjauhi narkoba


(17)

Lampiran 2 2.1 Validitas Alat Ukur

NO ITEM VALIDITAS KETERANGAN

1 0.521 Diterima

2 0.515 Diterima

3 0.342 Direvisi

4 0.243 Direvisi

5 0.553 Diterima

6 0.417 Diterima

7 0.437 Diterima

8 0.230 Direvisi

9 0.705 Diterima

10 0.469 Diterima

11 0.323 Direvisi

12 0.299 Direvisi

13 0.367 Direvisi

14 0.389 Direvisi

15 0.335 Direvisi

16 0.575 Diterima

17 0.501 Diterima

18 0.508 Diterima

19 0.261 Direvisi

20 0.470 Diterima

21 0.193 Ditolak

22 0.498 Diterima

23 0.465 Diterima

24 0.350 Direvisi

25 0.422 Diterima

26 0.318 Direvisi

27 0.146 Ditolak

28 0.418 Diterima

29 0.428 Diterima

30 0.785 Diterima

31 0.591 Diterima

32 0.534 Diterima

33 0.589 Diterima

34 0.624 Diterima

35 0.485 Diterima

36 0.545 Diterima

37 0.697 Diterima

38 0.618 Diterima

39 0.550 Diterima

40 0.216 Direvisi


(18)

42 0.520 Diterima

43 0.480 Diterima

44 0.125 Ditolak

45 0.474 Diterima

46 0.631 Diterima

47 0.690 Diterima

48 0.781 Diterima

49 0.407 Diterima

50 0.551 Diterima

51 0.444 Diterima

52 0.754 Diterima

53 0.611 Diterima

54 0.538 Diterima

55 0.546 Diterima

56 0.635 Diterima

57 0.478 Diterima

58 0.445 Diterima

59 0.217 Direvisi

60 0.432 Diterima

61 0.695 Diterima

62 0.272 Direvisi

63 0.536 Diterima

64 0.140 Ditolak

65 0.388 Direvisi

66 0.427 Diterima

67 0.575 Diterima

68 0.545 Diterima

69 0.163 Ditolak

70 0.537 Diterima

71 0.448 Diterima

72 0.025 Ditolak

73 0.638 Diterima

74 0.538 Diterima

75 0.234 Direvisi

76 0.446 Diterima

77 0.513 Diterima

78 0.551 Diterima

79 0.466 Diterima

80 0.436 Diterima

Item terpakai: 40 item

2.2 Reliabilitas Alat Ukur


(19)

Lampiran 3 Data skor (terlampir)


(20)

Lampiran 4 (Tabulasi silang self efficacy dengan aspek-aspek self efficacy)

Tabel L.4.1: Tabulasi silang antara self efficacy dan aspek pilihan Pilihan

rendah tinggi Total

Count 64 39 103

rendah

% of Total 30.5% 18.6% 49.0%

Count 7 100 107

Self efficacy tinggi

% of Total 3.3% 47.6% 51.0%

Count 71 139 210

Total

% of Total 33.8% 66.2% 100.0% Tabel L.4.2: Tabulasi silang antara self efficacy dan aspek usaha

Usaha

rendah tinggi Total

Count 60 43 103

rendah

% of Total 28.6% 20.5% 49.0%

Count 0 107 107

Self efficacy tinggi

% of Total .0% 51.0% 51.0%

Count 60 150 210

Total

% of Total 28.6% 71.4% 100.0% Tabel L.4.3: Tabulasi silang antara self efficacy dan aspek daya tahan

Daya tahan

rendah tinggi Total

Count 70 33 103

rendah

% of Total 33.3% 15.7% 49.0%

Count 7 100 107

Self efficacy tinggi

% of Total 3.3% 47.6% 51.0%

Count 77 133 210

Total

% of Total 36.7% 63.3% 100.0%

Tabel L.4.4: Tabulasi silang antara self efficacy dan aspek penghayatan perasaan Penghayatan perasaan

rendah tinggi Total

Count 55 48 103

rendah

% of Total 26.2% 22.9% 49.0%

Count 6 101 107

Self efficacy tinggi

% of Total 2.9% 48.1% 51.0%

Count 61 149 210

Total


(21)

Lampiran 5 5.1 Undang-undang RI No. 5/1997 Tentang Psikotropika

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA Pasal 59

(1) Barang siapa :

a. menggunakan psikotropika golongan 1 selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); atau

b. memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan 1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau

d. mengimpor psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan llmu Pengetahuan; atau

e. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.750.000 000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Pasal 60

(1) Barang siapa :

a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5; atau

b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau

c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal

12ayat(2)dipidanadenganpidanapenjarapalinglama5(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


(22)

(3) Barang siapa menerima penyaluran psikotropika selain yang ditetapkan Pasal 12 ayat (2) dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(5) Barang siapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.

Pasal 61:

(1) Barang siapa :

a. mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan dalam Pasal 16, atau

b. mengekspor atau mengimpor psikotropika tanpa surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau

c. melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau Pasal 22 ayat (4); dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada orang yang bertanggung jawab atas pengangkutan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal 62

(1) Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 63

(1) Barang siapa :

a. melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10; atau

b. melakukan perubahan negara tujuan ekspor yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau

c. melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; dipidana dengan


(23)

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Barang siapa :

a. tidak mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau

b. mencantumkan tulisan berupa keterangan dalam label yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1); atau

c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1); atau d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) atau Pasal 53 ayat (3): dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 64 Barang siapa :

a. menghalang-halangi penderita sindroma ketergantungan untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37;atau

b. menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3); dipidana penjara paling lama 1 (satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah).

Pasal 65

Barang siapa tidak melaporkan penyalahgunaan dan/atau pemilikan psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Pasal 66

Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara psikotropika yang sedang dalam pemeriksaan di sidang pengadilan yang menyebut nama, alamat atau hal-hal yang dapat terungkapnya identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 67

(1) Kepada warga asing yang melakukan tindak pidana psikotropika dan telah selesai menjalani hukuman pidana dengan putusan pengadilan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dilakukan pengusiran keluar wilayah negara Republik Indonesia.

(2) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat kembali ke Indonesia setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan putusan pengadilan.


(24)

Pasal 68

Tindak pidana di bidang psikotropika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini adalah kejahatan.

Pasal 69

Percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana sama dengan jika tindak pidana tersebut dilakukan.

Pasal 70

Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, dan Pasal 64 dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar 2 (dua) kali pidana denda yang berlaku untuk tindak pidana tersebut dan dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.

Pasal 71

(1) Barang siapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut melakukan, menganjur-kan atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, atau Pasal 63 dipidana sebagai permufakatan jahat. (2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan

ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut. Pasal 72

Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah atau orang yang di bawah pengampunan atau ketika melakukan tindak pidana belum lewat dua tahun sejak selesai menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjarayang dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.

5.2 Undang-undang RI No. 22/1997 Tentang Narkotika BAB XII

KETENTUAN PIDANA Pasal 78

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman; atau

b. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan


(25)

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Pasal 79

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah); atau

b. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) .

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);

b. ayat (1) huruf b didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah;

b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);

(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


(26)

Pasal 80

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 ( dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);

b. memproduksi, mengolah, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

c. memproduksi, mengolah, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah).

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 ( dua milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) tahun, dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, dan denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 ( empat ratus juta rupiah);

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);

(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 7.000.000.000,00 (tujuh milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).


(27)

Pasal 81

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

b. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

c. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah).

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, maka terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 18 (delapan belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasai, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasai, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasai, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).


(28)

Pasal 82

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, alat menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak RP. 1.000.000.000,00 (satu miyar rupiah);

b. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, arau menukar narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda sebanyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

c. mengimppor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau tukar menukar narkotika Golongan III, dipidana pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebanyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, maka terhadap tindak pidanan sebagaimana dimaksud dalam:

a. ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana matiatau pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam :

a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).

b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisir, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);

c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).


(29)

a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 7.000.000.000,00 (tujuh milyar rupiah);

b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi. dipidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);

c. ayat (10 huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).

Pasal 83

Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 78, 79,80, 81, dan Pasal 82, diancam dengan pidana yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal tersebut.

Pasal 84

Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. menggunakan narkotika terhadap orang lain dan memberikan narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidanan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

b. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

c. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 85

Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. menggunakan narkotika Golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;

c. menggunakan narkotika Golongan III bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 86

(1) Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) tidak dituntut pidana.


(30)

Pasal 87

Barang siapa menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83 dan Pasal 84, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 88

(1) Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Keluarga pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 89

Pengurus pabrik obat yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pasal 90

Narkotika dan hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana narkotika serta barang- barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika, dirampas untuk negara.

Pasal 91

Penjatuhan pidana terhadap segala tindak pidana narkotika dalam undang-undang ini kecuali yang dijatuhi pidana kurungan atau pidana denda tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dapat pula dipidana dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 92

Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


(31)

Pasal 93

Nakhoda atau kapten penerbang yang tanpa hak dan melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 94

(1) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau dendaRp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 95

Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 96

Barang siapa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85 dan Pasal 87 pidananya dapat ditambah dengan sepertiga dari pidana pokok, kecuali yang dipidana dengan pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 97

Barang siapa melakukan tindak pidana narkotioka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85 dan Pasal 87, di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan pula ketentuan undang-undang ini.

Pasal 98

(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 99

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), bagi:


(32)

(1) pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, apotik, dan dokter yang mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan; (2) pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam,. membeli, menyimpan,

atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;

(3) pimpinan pabrik obat tertentu yang memproduksi narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau

(4) pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

Pasal 100

Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam undang-undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana narkotika, dijatuhkan pidana kurungan pengganti denda sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(33)

Universitas Kristen Maranatha

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Masalah penyalahgunaan nakotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NARKOBA) dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan kecenderungan peningkatan yang sangat pesat, baik kualitas maupun kuantitas. Menurut data terakhir hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI), jumlah penyalahguna narkoba sebesar 1,5% dari populasi atau 3,2 juta orang dengan proporsi laki-laki sebesar 79% dan perempuan 21%. Dan diketahui angka kematian pecandu sekitar 15.000 orang dalam 1 tahun.

(Peranan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNN 2003).

Masalah penyalahgunaan tersebut telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda yang temasuk klasifikasi usia produktif. Masalah ini juga bukan hanya berdampak negatif terhadap diri/korban pengguna, tetapi lebih luas berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, perekonomian, kesehatan nasional (HIV dan Hepatitis), mengancam dan membahayakan keamanan dan ketertiban, bahkan lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya generasi yang hilang (lost generation) dan biaya sosial yang tinggi (sosial high cost), karena beban ekonomi terbesar adalah untuk pembelian/konsumsi narkoba yaitu sekitar Rp. 11,3 triliun (BNN dalam Metode Therapeutic Community, 2003).


(34)

Universitas Kristen Maranatha

2

Adapun definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun bukan sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. (Peranan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNN 2003).

Contoh narkotika adalah heroin yang biasa dikenal dengan putaw atau PTW; ganja yang dikenal dengan nama mariyuana, hashish, gelek, budha stick, cimeng, atau gras; dan morfin. Sedangkan jenis psikotropika adalah ecstasy yang dikenal dengan nama inex, XTC, huge drug, essence, clarity, butterfly, black heart, dan

ice; methamphetamine yang biasa dikenal dengan shabu-shabu atau ubas; dan obat penenang. Sedangkan contoh dari bahan adiktif lainnya adalah alkohol; zat yang mudah menguap seperti lem aica Aibon, thinner, bensin, dan spirtus; dan zat yang menimbulkan halusinasi seperti jamur kotoran kerbau, sapi, dan kecubung.

(Peranan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNN 2003).

Biasanya para pengguna narkoba ini mengalami adiksi, yang merupakan suatu kondisi ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif dan menunjukan adanya proses toleransi dimana mereka membutuhkan zat tersebut


(35)

Universitas Kristen Maranatha

3

dalam jumlah yang semakin lama semakin besar untuk mendapatkan keadaan fisik dan psikologis seperti pada awal mereka merasakannya. Selain itu, pengguna juga mengalami gejala putus zat (withdrawal syndrome) dimana mereka akan merasakan gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak nyaman apabila penggunaan zatnya dihentikan (DSM IV, 1994 dalam Metode Therapeutic Community, BNN 2003).

Individu yang menjadi pengguna dan/atau penjual narkoba berarti telah melanggar hukum yang tertera pada UU No. 5/1997 Bab XIV Pasal 59, 60, dan 62 tentang Psikotropika dan No. 22/19 Bab XII Pasal 78, 82, dan 85 tentang Narkotika. Individu yang dijerat oleh pasal-pasal tersebut akan mendapatkan hukuman tahanan dengan waktu yang berbeda-beda tergantung dari jumlah barang bukti, jangka waktu penggunaan, seberapa luas jaringan peredaran narkoba yang menyangkut individu tersebut, dan riwayat penggunaan secara keseluruhan. Hukuman minimal adalah satu tahun dan hukuman maksimal adalah seumur hidup.

Mereka yang melanggar hukum tersebut harus melibatkan diri dengan pihak yang berwenang dan harus mengikuti pembinaan sebagai Warga Binaan di sebuah Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disebut LP) yang khusus menangani kasus yang berkaitan dengan narkoba.

Di Bandung, terdapat salah satu Departemen Kehakiman Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA yang diberi nama LP “X” yang Warga Binaan-nya sebagian besar terlibat kasus narkoba yang diatur oleh Negara dalam UU No. 5/97 tentang Psikotropika dan No. 22/97 tentang Narkotika. Warga Binaan kasus


(36)

Universitas Kristen Maranatha

4

narkoba di sana berjumlah 780 orang yang terdiri dari pria yang jumlahnya 739 orang dan wanita 41 orang. Dari keseluruhan Warga Binaan tersebut, 468 orang (60 %) berusia antara 20 sampai dengan 40 tahun.

Di dalam LP tersebut, terjadi peningkatan jumlah Warga Binaan yang cukup pesat, yaitu sekitar 37 % per bulan-nya. Selain itu, 25 % dari Warga Binaan yang berada di sana merupakan mereka yang sudah tertangkap untuk kasus yang sama lebih dari satu kali.

Selama berada dalam LP, para Warga Binaan tersebut dituntut untuk menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Bab I Pasal 2).

Dalam memenuhi tuntutan tersebut, para Warga Binaan membutuhkan sesuatu yang dapat membuatnya yakin dalam menentukan pilihan atas keputusannya, yakin dalam berusaha, yakin dalam bertahan saat mengalami hambatan, dan yakin dalam menghayati dan mengolah kondisi fisik dan emosionalnya. Sesuatu yang dibutuhkannya itu adalah self efficacy, self efficacy diartikan sebagai belief

seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang berhubungan dengan masa yang akan datang (Bandura, 2002). Sedangkan yang dimaksud dengan belief adalah suatu keyakinan dari individu yang ditampilkan pada apa yang akan dilakukan (International Encyclopedia of The Sosial


(37)

Universitas Kristen Maranatha

5

Science, 1998). Self efficacy menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku (Bandura, 2002).

Jika seseorang memiliki self efficacy yang tinggi, maka ia yakin bahwa dirinya mampu menghadapi segala jenis hambatan, bahkan bukan hanya menghadapi, tetapi yakin bahwa mereka dapat berhasil keluar sebagai pemenang dan menaklukkan setiap hambatan yang ada di dalam hidupnya, dan dalam hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang diberikan kepada Warga Binaan, yaitu menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Demikian sebaliknya, jika seseorang memiliki self efficacy yang rendah, maka ia kurang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengatasi setiap hambatan, akan memandang bahwa dirinya menjadi seseorang yang kalah dan menyerah jika harus menanggung suatu beban yang cukup berat.

Dari wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada 7 orang Warga Binaan yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, diperoleh data bahwa 57 % (4 orang, yaitu 3 laki-laki dan 1 perempuan) memiliki keyakinan bahwa mereka dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kepada mereka. Mereka merasa yakin karena menurut mereka, mereka telah memiliki komitmen pada diri sendiri dan pada keluarga, mereka mengetahui secara pasti apa yang akan mereka lakukan setelah bebas nanti, mereka masih memiliki pekerjaan tetap yang dapat membuat mereka diterima di masyarakat, dan ada juga dari mereka yang merasa


(38)

Universitas Kristen Maranatha

6

sangat optimis dapat memenuhi setiap tuntutan. Namun, terdapat 43 % (3 orang, yaitu 2 laki-laki dan 1 perempuan) menyatakan bahwa mereka merasa tidak yakin akan kemampuannya dalam usaha memenuhi tuntutan yang diberikan kepada mereka. Hal ini disebabkan karena menurut mereka, mereka belum memiliki rencana mengenai apa yang akan dilakukan setelah mereka bebas, dan belum dapat membayangkan bagaimana sikap masyarakat yang akan mereka terima, apakah menolak atau menerima. Singkatnya, mereka kurang memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk dapat memenuhi setiap tuntutan dan berhasil.

Walaupun ketujuh Warga Binaan tersebut sudah mendapatkan pelatihan keterampilan yang sama selama berada di dalam LP ”X”, namun keyakinan mereka untuk memenuhi setiap tuntutan ternyata tidak sama. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengetahui bagaimana self efficacy pada Warga Binaan kasus narkoba di LP “X” Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut: Bagaimana self efficacy pada Warga Binaan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai self efficacy pada Warga Binaan kasus narkoba di LP “X” Bandung.


(39)

Universitas Kristen Maranatha

7

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai

self efficacy Warga Binaan kasus narkoba di LP “X” Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmah

Ψ Ψ Ψ

Ψ Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Sosial. Ψ

Ψ Ψ

Ψ Sebagai masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai self efficacy dan dapat dikaitkan dengan aspek lain.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Ψ Ψ Ψ

Ψ Sebagai masukan bagi para Warga Binaan kasus narkoba di LP “X” Bandung sehingga dapat menjadi bahan untuk pengenalan diri, dan bagi Warga Binaan yang memiliki self efficacy rendah agar dapat meningkatkan self efficacy-nya.

Ψ Ψ Ψ

Ψ Sebagai masukan bagi staf pengurus LP “X” mengenai self efficacy serta faktor-faktor yang menunjang peningkatan self efficacy sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan program-program di LP “X” dengan harapan dapat meningkatkan self efficacy para Warga Binaan-nya.

Ψ Ψ Ψ

Ψ Sebagai masukan bagi pihak keluarga yang memiliki keterkaitan dengan Warga Binaan kasus narkoba di LP “X” mengenai self efficacy agar dapat lebih mempersiapkan diri dan lingkungan untuk menerima kembali Warga Binaan setelah bebas dari LP “X” dan dapat menciptakan situasi yang


(40)

Universitas Kristen Maranatha

8

kondusif untuk peningkatan self efficacy dari mantan Warga Binaan yang bersangkutan.

1.5Kerangka Pikir

Warga Binaan yang berada di LP “X” termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal. Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal (youth) adalah istilah sosiologi untuk periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara, usianya berkisar antara 20 tahun – 40 tahun. Saat individu menjalani transisi dari masa remaja ke masa dewasa, mereka harus menghadapi dunia yang kompleks dan penuh dengan tantangan dengan berbagai macam peran dan tugas yang harus dijalankan.Yang menjadi ciri khas pada masa dewasa awal adalah perilaku mencoba-coba dan eksplorasi. Kemampuan membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak sepenuhnya terbangun pada kaum muda. Yang dimaksud di sini adalah pembuatan keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga, dan hubungan, serta tentang gaya hidup.

Menurut Santrock (2002), individu dewasa awal dipengaruhi oleh beberapa pengaruh internal maupun eksternal. Pengaruh internal diantaranya adalah kondisi fisik seperti yang dituliskan Santrock (2002) bahwa terdapat beberapa bahaya yang terselubung dalam puncak dari perkembangan fisik individu pada masa dewasa awal ini. Individu dapat mengandalkan sumber daya fisiknya untuk beberapa hal yang menyenangkan, seringkali dapat dengan mudah menangkal penyakit dan stress. Pada masa dewasa awal, beberapa individu tidak memikirkan


(41)

Universitas Kristen Maranatha

9

mengenai bagaimana gaya hidup yang mereka jalani sekarang akan mempengaruhi kesehatan mereka pada masa yang lebih lanjut. Kebanyakan individu pada masa dewasa awal ini mengembangkan pola hidup yang buruk. Walaupun sebagian besar individu dewasa awal mengetahui bagaimana caranya untuk menghindari penyakit, namun mereka tidak menghiraukannya. Kondisi ketergantungan yang dirasakan oleh individu dewasa awal berkaitan dengan keadaan fisiknya. Kondisi psikis seperti terjadinya perubahan mood yang lebih jarang dibandingkan dengan individu remaja, dan mau bergabung dengan kegiatan yang memiliki resiko besar dan menunjukkan adanya ketidak-kontinyu-an

temprament. Keadaan psikis individu dapat bervariasi tergantung pada pengalaman hidup seseorang. Serta kognitif dimana Piaget merumuskan bahwa pemikiran formal operasional dimulai pada masa remaja dan berlanjut sampai dewasa. Karakteristik dari cara berpikir formal operasional adalah pemikiran yang abstrak, yaitu tidak terbatas hanya pada sesuatu yang nyata, dan dapat membayangkan dalam pikiran sesuatu yang masih berupa hipotesis atau suatu proposisi yang abstrak serta dapat membuat suatu pernyataan yang logis tentang sesuatu hal yang abstrak tersebut, dipenuhi dengan idealisme dan berbagai kemungkinan seperti membandingkan diri sendiri dengan acuan yang ideal dan banyak memikirkan kemungkinan-kemungkinan masa depan yang akan terjadi, dan berpikir secara hipotesis-deduktif, yaitu kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, memprediksi kemungkinan terburuk, dan cara-cara untuk menyelesaikan masalah. Setelah itu, individu secara sistematis akan


(42)

Universitas Kristen Maranatha

10

membuat kesimpulan atau memutuskan mengenai cara mana yang paling baik untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Sedangkan pengaruh eksternal adalah keluarga seperti yang dituliskan

Santrock (2002) bahwa individu dewasa awal memiliki attachment dengan keluarganya seperti secure attachment dimana individu merasa aman berada dalam keluarganya yang terlihat dari individu yang mampu berpikir secara realistis dan menyadari bahwa kejadian di masa lalu dapat mempengaruhi kehidupan mereka sekarang, mereka dapat memaknakan dan mengingat hal-hal yang postif dan negatif secara seimbang, dan insecure attachment dimana individu merasa tidak aman berada dalam keluarganya yang terlihat dari sikapnya yang tidak mau berbagi dengan orang lain dan lebih mampu mengingat dan memaknakan hal-hal negatif seperti ditolak atau ditelantarkan orang tua daripada hal positif. Pengaruh pasangan pada masa dewasa awal, individu menampakkan keinginan untuk menghubungkan identitasnya dengan orang lain. Individu merasa sudah siap dengan hubungan yang bersifat intim sehingga individu memiliki kapasitas untuk berkomitmen terhadap hubungan yang kuat, bahkan mampu berkorban dan berkompromi dengan orang lain (Santrock, 2002). Hubungan yang bersifat intim ini mengacu pada kualitas dari relasi dengan orang lain secara umum, bukan hanya keterikatan yang bersifat romantis. Terjadinya kegagalan dalam mengembangkan kapasitas ini akan membuat individu terisolasi dari orang lain di sekitarnya. Pengaruh terakhir adalah karir dan pekerjaan. Individu dewasa akan diidentifikasi oleh pekerjaan mereka, dan bagaimana bentuk pekerjaan yang dilakukannya. Hal tersebut akan berpengaruh pada keberadaan finansial, tempat


(43)

Universitas Kristen Maranatha

11

tinggal, bagaimana cara individu memanfaatkan waktunya, dimana mereka berada, persahabatan, dan kesehatan mereka. Pekerjaan akan menciptakan struktur dan irama hidup tertentu yang seringkali tidak dialami oleh individu yang tidak bekerja dalam suatu jangka waktu tertentu yang relatif lama. Individu dewasa awal dapat mengkonsumsi narkoba karena pengaruh faktor-faktor yang ada di dalam dan di luar dirinya.

Individu dewasa awal yang mengkosumsi narkoba berarti telah melanggar UU RI No. 5/97 tentang Psikotropika dan UU RI No. 22/97 tentang Narkotika. Mereka yang melanggar Undang-undang tersebut akan dikenakan sanksi pidana sesuai aturan yang berlaku dan menjadi penghuni LP ”X” sebagai Warga Binaan.

Para Warga Binaan yang berada dalam LP ”X” Bandung dituntut untuk menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Bab I Pasal 2).

Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, para Warga Binaan membutuhkan

self efficacy. Self efficacy diartikan sebagai belief seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang berhubungan dengan masa yang akan datang (Bandura, 2002). Sedangkan yang dimaksud belief adalah suatu keyakinan dari individu yang ditampilkan pada apa yang akan dilakukan


(44)

Universitas Kristen Maranatha

12

menentukan saat seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku

(Bandura, 2002).

Menurut Bandura (2002), setiap individu diharapkan dapat mengintegrasikan kemampuan-kemampuan yang dimiliki dengan setiap tuntutan yang harus dipenuhi. Terdapat perbedaan antara memiliki kemampuan-kemampuan dengan menjadi mampu untuk mengintegrasikan kemampuan-kemampuan tersebut untuk sesuatu yang tepat dan melakukannya di bawah situasi yang sulit. Yang penting disini bukanlah jumlah dari kemampuan yang dimiliki, tetapi bagaimana seseorang dapat mengintegrasikan kemampuannya tersebut. Self efficacy tidak berfokus pada jumlah kemampuan yang dimiliki individu, tetapi pada keyakinan mengenai apa yang mampu dilakukan dengan apa yang dimiliki pada berbagai variasi situasi dan keadaan.

Untuk memperoleh self efficacy, individu dapat memperolehnya melalui empat sumber utama self efficacy, yaitu mastery experience, vicarious experience, sosial/verbal persuasion, dan physiological & affective states (Bandura, 2002).

Menurut Bandura (2002), sumber yang pertama adalah mastery experience,

yang merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pengalaman berhasil atau tidaknya individu melakukan suatu keterampilan. Melalui mastery experience,

individu akan memiliki self efficacy karena telah memiliki pengalaman bahwa mereka mampu menguasai keterampilan tertentu, misalnya untuk Warga Binaan yang berhasil drugs-free selama 1 minggu. Melalui hal ini, penghayatan yang kuat terhadap self efficacy dapat dengan efektif dibentuk. Keberhasilan drugs-free


(45)

Universitas Kristen Maranatha

13

penghayatannya terhadap self efficacy yang mereka miliki. Sedangkan kegagalan dapat menghambat self efficacy, terutama jika self efficacy belum terbentuk dengan mantap sebelum peristiwa kegagalan tersebut terjadi. Namun kegagalan tidak secara langsung menghambat pembentukkan self efficacy seseorang. Penghayatan seseorang terhadap kegagalan tidak selalu sama dengan orang lain. Beberapa individu dapat saja menghayati kegagalan sebagai kesusksesan yang tertunda sehingga peristiwa kegagalan tersebut dapat menumbuhkan self

efficacy-nya. Individu yang telah memiliki pengalaman berhasil dalam suatu keterampilan tertentu akan memiliki self efficacy yang tinggi terhadap keterampilan yang sama, dan akan mencapai suatu keberhasilan dengan mudah jika suatu saat kembali dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut keterampilan tersebut, misalnya pada Warga Binaan, mereka akan yakin bahwa mereka mampu berhasil drugs-free lebih dari 1 minggu.

Vicarious experience merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pengamatan individu terhadap individu lain yang dianggap sebagai model. Melalui vicarious experience, individu akan memiliki self efficacy melalui pengamatan yang dilakukannya terhadap individu lain yang dianggap sebagai model dan memiliki karakteristik serupa dengan dirinya. Jika diantara model dan Warga Binaan sebagai peniru terdapat beberapa kesamaan, atau jika banyak memiliki kesamaan, maka Warga Binaan tersebut akan meniru apa yang dilakukan oleh model tersebut. Semakin besar kesamaan yang terdapat antara model dengan dirinya, maka semakin besar pengaruh kegagalan dan keberhasilan dari model tersebut. Jika model melakukan suatu kegiatan dan ternyata berhasil,


(46)

Universitas Kristen Maranatha

14

maka Warga Binaan yang bersangkutan akan memiliki self efficacy yang tinggi terhadap kegiatan yang sama, misalnya mendaftarkan diri sebagai korve (pembantu sub-bidang di LP). Demikian sebaliknya, jika model melakukan suatu kegiatan dan ternyata gagal, maka Warga Binaan yang bersangkutan akan memiliki self efficacy yang rendah terhadap kegiatan tersebut, misalnya gagal menjadi korve karena melakukan kesalahan. Namun kegagalan model tidaklah selalu menghambat tumbuhnya self efficacy dalam diri individu. Individu yang menghayati bahwa kegagalan model sebagai sesuatu yang tidak dapat berjalan baik untuk model namun mungkin saja dapat berjalan baik bagi dirinya, dapat menumbuhkan self efficacy dalam dirinya. Hanya keberhasilan atau kegagalan model yang benar-benar memiliki karakteristik yang sama persis saja yang akan sangat mempengaruhi keyakinan pengamat terhadap keterampilan tertentu.

Sosial/verbal persuasion merupakan sumber self efficacy yang berasal dari perkataan atau tindakan yang diberikan oleh lingkungan atau pihak lain yang signifikan kepada individu yang menyatakan mampu atau tidaknya individu melakukan suatu keterampilan tertentu, pada Warga Binaan misalnya dorongan atau perkataan yang membangun dari pihak keluarga. Melalui sosial/verbal persuasion, individu akan memiliki self efficacy melalui suatu persuasi bahwa mereka mampu dan memiliki kemungkinan untuk berhasil dalam melakukan suatu kegiatan, misalnya pada Warga Binaan untuk tidak menggunakan narkoba lagi sama sekali. Hal ini akan membuat Warga Binaan merasa yakin dan mampu untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, self efficacy-nya akan semakin diperkuat jika ternyata mereka berhasil untuk tidak menggunakan narkoba lagi sama sekali.


(47)

Universitas Kristen Maranatha

15

Tetapi jika Warga Binaan mendapatkan suatu persuasi bahwa mereka tidak mampu atau kurang mampu melakukan suatu kegiatan dan tidak akan berhasil dalam kegiatan tersebut misalnya tidak akan mampu bebas dari jerat narkoba, Warga Binaan yang bersangkutan tidak akan memiliki self efficacy yang tinggi, merasa kurang mampu, dan akan membayangkan situasi kegagalan yang akan menyertainya. Hal ini membuat Warga Binaan mudah menyerah bila menghadapi hambatan atau kesulitan. Dampak dari persuasi akan dirasakan sangat berpengaruh bagi individu jika pihak yang memberi persuasi tersebut adalah pihak yang signifikan dalam kehidupan individu yang bersangkutan.

Physiological & affective states merupakan sumber self efficacy yang berasal dari pandangan individu mengenai keadaan mental maupun fisiknya sendiri. Melalui physiological & affective states, Warga Binaan dapat memiliki self efficacy dengan mengubah pandangan, interpretasi, dan anggapannya mengenai kondisi fisik dan mentalnya. Pada Warga Binaan yang memandang bahwa mereka mengalami keterbatasan secara fisik atau mental, dapat menghambat mereka untuk melakukan suatu kegiatan dan berhasil dalam suatu kegiatan misalnya menjadi petugas taman, petugas dapur, penjaga koperasi, atau petugas kebersihan. Ini akan menyebabkan rendahnya self efficacy yang tumbuh dalam diri Warga Binaan. Dengan mengubah interpretasi mereka terhadap kondisi fisik dan mentalnya menjadi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, individu akan benar-benar mengerti dan memahami keadaan fisik dan mentalnya sehingga mereka dapat menyesuaikannya dengan kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini akan


(48)

Universitas Kristen Maranatha

16

membuat Warga Binaan memiliki kemungkinan untuk berhasil dalam suatu kegiatan dan akan memperkuat self efficacy-nya.

Empat sumber pembentuk self efficacy tersebut akan diolah secara kognitif sehingga akan terbentuk self efficacy yang rendah atau tinggi. Selanjutnya self efficacy yang sudah terbentuk akan mempengaruhi aspek yang ditampilkan oleh individu. Pada Warga Binaan, aspek yang akan timbul berupa keyakinan terhadap pilihan yang dibuat oleh Warga Binaan di LP ”X”, keyakinan terhadap usaha yang dikeluarkannya, keyakinan terhadap berapa lama Warga Binaan bertahan saat dihadapkan pada rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan dengan kegagalan), dan keyakinan terhadap bagaimana penghayatan perasaannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan tuntutan-tuntutan yang diberikan kepadanya. Aspek yang ditampilkan akan menggambarkan tinggi atau rendahnya self efficacy yang dimiliki oleh Warga Binaan di LP ”X” Bandung.

Untuk lebih jelasnya mengenai bagaimana self efficacy pada Warga Binaan Kasus Narkoba di LP ”X” Bandung, dapat digambarkan pada skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(49)

Universitas Kristen Maranatha

17

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir Pengaruh internal:

o Kondisi fisik o Tempramen o Kognitif

Individu

Tuntutan:

o Menyadari kesalahan o Memperbaiki diri

o Tidak mengulangi tindak pidana o Aktif berperan dalam pembangunan o Hidup wajar sebagai warga negara

yang baik & bertanggung jawab

Self efficacy

Proses kognitif Sumber self efficacy:

o Mastery experience o Vicarious experience o Sosial / verbal persuasion o Physiological and affective states

Warga Binaan Narkoba

Aspek self efficacy:

o Keyakinan terhadap pilihan yang dibuat o Keyakinan terhadap usaha yang

dikeluarkan

o Keyakinan terhadap ketahanan menghadapi rintangan

o Keyakinan terhadap penghayatan perasaan

Rendah Tinggi

Pengaruh eksternal: o Keluarga o Pasangan o Karir & pekerjaan


(50)

Universitas Kristen Maranatha

18

1.6Asumsi Ψ ΨΨ

Ψ Pembentukan self efficacy pada Warga Binaan dipengaruhi oleh mastery experiences, vicarious experiences, verbal perusasion, physiological and affective states.

Ψ ΨΨ

Ψ Semakin tinggi self efficacy Warga Binaan, semakin baik mereka mengenal dan menilai kemampuan yang dimiliki untuk disesuaikan dengan berbagai macam tuntutan yang diberikan pada mereka.

Ψ Ψ Ψ

Ψ Self efficacy pada Warga Binaan dapat mempengaruhi keyakinan terhadap pilihan yang dibuat oleh Warga Binaan, keyakinan terhadap usaha yang dikeluarkannya, keyakinan terhadap berapa lama Warga Binaan bertahan saat dihadapkan pada rintangan (dan saat dihadapkan dengan kegagalan), dan keyakinan terhadap bagaimana penghayatan perasaannya.


(51)

Universitas Kristen Maranatha 64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Persentase antara Warga Binaan dengan self efficacy rendah memiliki perbandingan yang relatif berimbang dengan Warga Binaan yang memiliki

self efficacy tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena faktor-faktor yang

melatarbelakangi pembentukkan self efficacy pada diri Warga Binaan juga memiliki perbandingan yang relatif berimbang.

2. Social/verbal persuasion merupakan sumber yang paling berpengaruh

dalam pembentukkan self efficacy, baik bagi Warga Binaan dengan self

efficacy rendah maupun tinggi. Bagi mereka, orang tua merupakan figur

signifikan dalam memberi masukan atas keberhasilan-keberhasilan yang mereka raih. Mereka sama-sama sering menerima kritikan dan kritikan tersebut dapat meningkatkan motivasi mereka. Selain itu, mereka juga tetap mampu meningkatkan motivasinya walaupun jarang menerima pujian atas keberhasilan yang mereka raih.

3. Vicarious experiences merupakan sumber lain yang cukup berpengaruh

dalam membentuk self efficacy pada Warga Binaan, baik Warga Binaan dengan self efficacy tinggi maupun rendah. Model keberhasilan yang paling berpengaruh bagi mereka adalah orang tua. Baik pengaruh


(52)

Universitas Kristen Maranatha 65

kegagalan maupun keberhasilan orang lain dirasakan dapat meningkatkan motivasi mereka.

4. Pada mayoritas Warga Binaan dengan self efficacy rendah, mereka memiliki aspek keyakinan akan pilihan yang dibuat, keyakinan akan usaha yang dikeluarkan, keyakinan akan daya tahan, dan keyakinan akan penghayatan perasaan yang rendah juga. Demikian sebaliknya, pada mayoritas Warga Binaan dengan self efficacy tinggi, mereka memiliki aspek keyakinan akan pilihan yang dibuat, keyakinan akan usaha yang dikeluarkan, keyakinan akan daya tahan, dan keyakinan akan penghayatan perasaan yang tinggi juga.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Ψ ΨΨ

Ψ Bagi peneliti lain yang hendak melanjutkan penelitian ini dapat disarankan untuk meneliti:

•••• Perbandingan antara mastery experiences dan vicarious experiences

terhadap pembentukkan self efficacy pada Warga Binaan.

•••• Pengaruh pemberian kritik dan pujian terhadap derajat self efficacy

Warga Binaan. Ψ

ΨΨ

Ψ Bagi pihak yang terlibat dalam penelitian ini dapat diberikan saran seperti berikut ini:


(1)

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Persentase antara Warga Binaan dengan self efficacy rendah memiliki perbandingan yang relatif berimbang dengan Warga Binaan yang memiliki self efficacy tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena faktor-faktor yang melatarbelakangi pembentukkan self efficacy pada diri Warga Binaan juga memiliki perbandingan yang relatif berimbang.

2. Social/verbal persuasion merupakan sumber yang paling berpengaruh dalam pembentukkan self efficacy, baik bagi Warga Binaan dengan self efficacy rendah maupun tinggi. Bagi mereka, orang tua merupakan figur signifikan dalam memberi masukan atas keberhasilan-keberhasilan yang mereka raih. Mereka sama-sama sering menerima kritikan dan kritikan tersebut dapat meningkatkan motivasi mereka. Selain itu, mereka juga tetap mampu meningkatkan motivasinya walaupun jarang menerima pujian atas keberhasilan yang mereka raih.

3. Vicarious experiences merupakan sumber lain yang cukup berpengaruh dalam membentuk self efficacy pada Warga Binaan, baik Warga Binaan dengan self efficacy tinggi maupun rendah. Model keberhasilan yang paling berpengaruh bagi mereka adalah orang tua. Baik pengaruh


(2)

Universitas Kristen Maranatha 65

kegagalan maupun keberhasilan orang lain dirasakan dapat meningkatkan motivasi mereka.

4. Pada mayoritas Warga Binaan dengan self efficacy rendah, mereka memiliki aspek keyakinan akan pilihan yang dibuat, keyakinan akan usaha yang dikeluarkan, keyakinan akan daya tahan, dan keyakinan akan penghayatan perasaan yang rendah juga. Demikian sebaliknya, pada mayoritas Warga Binaan dengan self efficacy tinggi, mereka memiliki aspek keyakinan akan pilihan yang dibuat, keyakinan akan usaha yang dikeluarkan, keyakinan akan daya tahan, dan keyakinan akan penghayatan perasaan yang tinggi juga.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Ψ ΨΨ

Ψ Bagi peneliti lain yang hendak melanjutkan penelitian ini dapat disarankan untuk meneliti:

•••• Perbandingan antara mastery experiences dan vicarious experiences terhadap pembentukkan self efficacy pada Warga Binaan.

•••• Pengaruh pemberian kritik dan pujian terhadap derajat self efficacy Warga Binaan.

Ψ ΨΨ

Ψ Bagi pihak yang terlibat dalam penelitian ini dapat diberikan saran seperti berikut ini:


(3)

Universitas Kristen Maranatha • Bagi Warga Binaan yang memiliki self efficacy rendah disarankan agar berusaha untuk mengolah kondisi-kondisi emosional seperti: stress, tegang, malas, kurang bersemangat, atau frustrasi. Warga Binaan dengan self efficacy rendah dapat memanfaatkan jasa konseling yang telah disediakan dengan lebih efektif lagi sehingga dapat mencurahkan permasalahan dan mendapatkan dukungan atau nasehat yang berguna untuk meningkatkan self efficacy. Selain itu, bagi mereka dengan self efficacy rendah diharapkan mau mencoba segala aktivitas baru yang cukup menantang seperti mengikuti kegiatan olahraga, pengajian, atau pelayanan di gereja, melihat keberhasilan atau kegagalan orang lain sebagai kesempatan untuk membuktikan kemampuan diri, menerima kritik atau pujian secara selektif dan menggunakannya untuk pengembangan diri, dan menghayati keberadaan fisik dan emosional secara objektif. Bagi Warga Binaan dengan self efficacy tinggi disarankan agar dapat terus menghayati keberhasilan yang telah dapat diraih serta menetapkan target-target yang terus meningkat seperti menetapkan waktu drugs-free yang lebih lama.

• Bagi staf pengurus LP, diharapkan dari penelitian ini mendapatkan banyak informasi mengenai self efficacy para Warga Binaan-nya dan faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program-program di LP yang bersangkutan dan dapat mengadakan pelatihan atau


(4)

pertemuan-Universitas Kristen Maranatha 67

pertemuan membahas self efficacy untuk self efficacy para Warga Binaan yang berada di LP ”X” Bandung.

• Bagi pihak keluarga yang terkait dengan Warga Binaan, disarankan untuk bersedia menerima keberadaan Warga Binaan dengan tulus, tidak memberi label atau memandang buruk, dan memberikan masukan berupa kritik, pujian, dan nasehat-nasehat secara proporsional yang dapat memupuk tumbuhnya self efficacy Warga Binaan.


(5)

Universitas Kristen Maranatha 68

Control. 5 . ed. New York: W. H. Freeman and Company.

Chaplin, J.P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi, terjemahan oleh Kartini-Kartono dari judul asli Dictionary of Psychology. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nachmias, Chava. 1982. Research Methods in The Social Science. USA: Edward Arnold.

Neuman,W. Lawrence. 1999. Social Research Methods. USA: Allyn and Bacon.

Santrock, John. W. 2002. Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga.

Sitepu, Nirwana. SK. 1995. Analisis Korelasi, Jati Nangor: Fakultas MIPA, Universitas Padjajaran.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

Universitas Kristen Maranatha 69

DAFTAR RUJUKAN

www.banduratheory.com

www.bnn.or.id

www.detik.com

www.emory.edu

www.healthpsyche.de.com

www.kapanlagi.com

www.pikiran-rakyat.com

International Encyclopedia of The Social Science, 1998

Metode Therapeutic Community, BNN 2003

Peranan Orang Tua dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNN. 2003

Rachel, 2006. Studi Deskriptif Mengenai SELF-EFFICACY Pada Siswa Yang Mengikuti Program Kelas Akselerasi di SMUN “X”, Bandung