PENDAHULUAN Perilaku Tindak Tutur Ustad dalam Pengajian: Kajian Sosiopragmatik dengan Pendekatan Billingual.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Sebagai alat
komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri
seseorang kepada orang lain, atau dari pembaca kepada pendengar, dan dari
penulis ke pembaca, manusia berinteraksi menyampaikan informasi kepada
sesamanya. Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal
atau pribadi (menyebutnya fungsi emotif). Maksudnya, sipenutur menyatakan
sikap terhadap apa yang dituturkannya.
Bahasa yang digunakan penutur itu selalu dihubungkan dengan
kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala
individu, tetapi juga merupakan gejala sosial. Bahasa sebagai gejala sosial,
bahasa dan pemakai bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik,
tetapi juga faktor non linguistik yaitu faktor sosial.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang dapat digunakan secara lisan
yang disebut bahasa lisan, sedangkan yang digunakan secara tertulis yang
disebut bahasa tulis. Bahasa tulis merupakan transfer dari bahasa lisan,
sehingga bahasa lisan lebih dahulu ada daripada bahasa tulis (Rohmadi dan
Nasucha, 2010:11). Bahasa lisan lebih sering digunakan berkomunikasi dalam
kehidupan sehari-hari sedangkan bahasa tulis lebih ditekankan dalam
lingkungan formal misalnya di sekolah, kantor, dan lain sebagainya.
1
2
Pengguna bahasa dalam kehidupan masyarakat sehari-hari lebih
menekankan keberhasilan dalam berkomunikasi dan menggunakan bahasa
daripada mementingkan keberhasilan gramatikal ujaran pada tata bahasa yang
diajarkan secara formal di sekolah. Masyarakat pengguna bahasa pada
umumnya belajar berbahasa lewat ujaran-ujaran yang komunikatif yang
disampaikan
terus
menerus
oleh
keluarga
dan
lingkungan
serta
memperhatikan situasi dan kondisi interaksi yang sedang berlangsung.
Firt (dalam Wijana, 1996:5) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak
dapat dipisahkan tanpa mempertimbangkan konteks situasi tutur. Koteks
situasi tutur tersebut meliputi partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindak
verbal maupun nonverbal), ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal yang
sedang berlangsung, dan dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan
dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.
Tindakan partisipan dalam berbahasa mengakibatkan timbulnya
peristiwa tutur. Komponen peristiwa tutur meliputi partisipan tutur, topik
tutur, latar tutur, tujuan tutur, saluran tutur, nada penyampaian, norma dalam
berinteraksi dan ragam atau genre tutur. Komponen persyaratan peristiwa tutur
tersebut memungkinkan betapa kompleks terjadinya peristiwa tutur dalam
kehidupan sehari-hari. Peristiwa tutur yang dibacarakan tersebut merupakan
peristiwa gejala sosial
Suatu proses komunikasi berbahasa lewat ujaran tidak terlepas adanya
tindak tutur atau peristiwa tutur. Menurut Yule (2006:82-83) tindak tutur
adalah suatu tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan dan dalam
3
bahasa Inggris secara umum diberi label yang lebih khusus, misalnya
permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji atau permohonan. Suatu
tuturan, penutur biasanya berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti
oleh pendengar/lawan tutur.
Suatu tuturan mempunyai tujuan dan maksud tertentu untuk
menghasilkan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah pengiriman
atau penerimaan pesan atau informasi antara dua orang atau lebih sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami oleh kedua mitra tutur tersebut. Tujuan
tuturan itu merupakan salah satu aspek yang harus hadir dalam suatu tuturan
untuk mencapai hasil yang dikehendaki oleh penutur kepada mitra tutur.
Misalnya menyampaikan berita, membujuk, menyarankan, memerintah,
menanyakan, dan sebagainya.
Tuturan dapat diekpresikan melalui media masa baik lisan maupun
tulisan. Media lisan merupakan pihak yang bertutur itu adalah penutur dan
mitra tuturnya sebagai penyimak. Media tulisan tuturannya itu disampaiakan
oleh penulis atau penutur kepada mitra tuturnya atau pembaca.
Peristiwa tutur antara penutur dan lawan tutur biasanya terbantu oleh
keadaan di sekitar lingkungan tuturan itu. Keadaan semacam ini, termasuk
juga tuturan-tuturan yang lain, disebut peristiwa tutur. Menurut Searle (dalam
Wijana, 1996:17-19) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya
ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni
tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak
perlokusi (perlucotionary act).
4
Penelitian ini mengkaji tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi adalah
tindak tutur
yang mengandung maksud berkaitan dengan siapa bertutur
kepada siapa, kapan, dan dimana tindak tutur itu dilakukan. Tuturan tersebut
selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat juga
dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh sebagai berikut.
(1) Saya tidak bisa datang.
(2) Ada ular kobra.
Tuturan (1) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru
saja merayakan pernikahan, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu,
tetapi
untuk
melakukan
sesuatu,
yakni
meminta
maaf.
Informasi
ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar
kemungkinan lawan/tutur sudah mengetahui hal itu. Tuturan (2) bila
diutarakan seseorang di jalan atau di kebun, tidak hanya berfungsi untuk
membawa informasi, tetapi untuk memberi peringatan. Akan tetapi, bila
ditujukan kepada anak-anak, tuturan itu mungkin pula diutarakan
untuk
menakut-nakuti agar tidak maen di kebun.
Beberapa pengertian tindak tutur di atas kalangan pakar pragmatik
berpendapat bahwa di dalam melakukan tindak tutur itu, si penutur tidaklah
asal buka mulut (kecuali jika ia memang abnormal, atau tidak sadar). Artinya
sebelum melakukan suatu tindak tutur, si penutur perlu mempertimbangkan
beberapa hal, misalnya bagimana hubungan sosial antara si penutur dan si
penutur, di mana peristiwa komunikasinya berlangsung untuk apa tindak tutur
itu dilakukan, tentang apa tindak tutur itu dan sebagainya. Bertindak tutur
5
merupakan salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk
berbahasa.
Salah satu contoh kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk
berbahasa misalnya, seorang ustad dalam menyampaikan ceramah atau
dakwahnya dengan menggunakan berbagai macam bahasa Indonesia, Jawa,
dan Arab. Bermacam-macam bahasa yang digunakan ustad bertujuan agar
jamaahnya
memahami
maksud
dari
tuturan
yang
disampaikannya.
Penyampaian ceramah, bahasa yang digunakan sang ustad harus sesuai dengan
latar belakang bahasa yang digunakan masyarakat sekitar.
Seseorang yang memiliki pemahaman lebih atau mendalam terhadap
agama Islam disebutkan dengan ustad. Dilihat dari sisi epistemologis,
pengertian ustad mengacu kepada orang yang paham secara mendalam tentang
agama Islam, mengamalkan dan mengajarkannya kepada yang lain. Tuturan
ustad yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini bernama ustad KH.
Anwar Zahid yang berasal dari Bojonegoro Jawa Timur yang memiliki
kekhasan bertutur dalam pengajiannya
Isi ceramah ustad Anwar Zahid dalam pengajiannya ini yang dikaji
menggunakan pragmatik. Pragmatik adalah telaah mengenai makna dalam
hubungan dengan situasi tutur atau peristiwa tutur. Bentuk tuturan ustad
tersebut mengandung tindak tutur ilokusi.
Penelitian ini menggunakan kajian sosiopragmatik. Sosiopragmatik
merupakan telaah mengenai kondisi-kondisi „lokal‟ yang lebih khusus terlihat
pada prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan berlangsung. Sosiopragmatik
6
merupakan batas antara sosiologis pragmatik. Bisa dikatakan bahwa
sosiopragmatik hampir sama dengan sosiolinguistik mempelajari bahasa
dalam hubungannya dengan masyarakat. Objek sosiopragmatik ini adalah
maksud dari sebuah tuturan dengan memperhatikan aspek-aspek masyarakat
bahasa itu.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan bilingual atau
dwibahasa. Istilah bilingualisme (bilingualism) dalam bahasa Indonesia
disebut juga kedwibahasaan. Istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami
apa yang dimaksud dengan bilingualism itu, yaitu berkenaan dengan
penggunaan dua bahasa. Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu
disebut bilingual (dalam bahasa Indoensia disebut juga dwibahasawan).
Kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam
bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, kajian ini difokuskan pada
tindak tutur ilokusi dalam pengajian oleh ustad Anwar Zahid dengan
pendekatan bilingual. Tuturan yang digunakan ustad dalam menyampaikan
dakwahnya memberi variasi untuk menggambarkan maksud tuturan pada
bagian yang berhubungan dengan jenis tindak tutur. Hasil kajian penelitian ini
juga menjelaskan mengenai strategi tindak tutur yang digunakan oleh ustad
Anwar Zahid dalam menyampaikan dakwah pengajiannya.
7
B. Rumusan Masalah
Perumusan
masalah
dalam
suatu
penelitian
dimaksudkan
untuk
memperjelas arah serta tujuan dari penelitian ini. Selanjutnya masalahmasalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana perwujudan tindak tutur Ilokusi ustad dengan pendekatan
bilingual?
2. Bagaimanakah strategi bertutur ustad dalam menyampaiakan ceramah
pengajiannya?
C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendiskripasikan bentuk tindak tutur ilokusi ustad dengan pendekatan
bilingual.
2. Mendiskripsikan
dan
mengetahui
strategi
bertutur
ustad
dalam
menyampaikan ceramah pengajiannya.
D. Manfaat
Hasil dari suatu penelitian tentu diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pembacanya, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperluas
wawasan
kebahasaan,
khususnya
pragmatik
dengan
kajian
sosiopragmatik dan pendekatan bilingual, sebab kajian pragmatik pada
isi ceramah dalam pengajian ini sebagai pendekatan dalam
8
menafsirkan atau mengiterprestasikan makna memang masih jarang.
Selain itu penelitian ini dapat mengawali kajian analisis pemakaian
tindak tutur dan objek kajiannya isi ceramah dalam pengajian.
b. Menambah kekayaan kajian pemakaian bahasa pada bentuk ilokusi dan
strategi tindak tutur.
2.
Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi pentingnya memperhatikan konteks dan situasi
tutur berbahasa.
b. Memperkaya hasil penelitian dalam pengembangan ilmu kebahasaan
pada umumnya dan menambah khasanah dalam bidang pragmatik.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam sistematika sebagai berikut.
Bab I
:“Pendahuluan,” berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat atau kegunaan penelitian.
Bab II
:“Landasan Teori,” berisi, kajian penelitian yang relevan, kajian
teori
Bab III
:“Metode Penelitian,” berisi jenis dan strategi penelitian, subjek
dan objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
teknik keabsahan data, teknik analisis data.
Bab IV
:“Hasil
Penelitian,”
berisi
gambaran
pembahasan, dan temuan.
Bab V
: “Simpulan,” berisi simpulan, saran.
umum
penelitian,
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Sebagai alat
komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri
seseorang kepada orang lain, atau dari pembaca kepada pendengar, dan dari
penulis ke pembaca, manusia berinteraksi menyampaikan informasi kepada
sesamanya. Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal
atau pribadi (menyebutnya fungsi emotif). Maksudnya, sipenutur menyatakan
sikap terhadap apa yang dituturkannya.
Bahasa yang digunakan penutur itu selalu dihubungkan dengan
kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala
individu, tetapi juga merupakan gejala sosial. Bahasa sebagai gejala sosial,
bahasa dan pemakai bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik,
tetapi juga faktor non linguistik yaitu faktor sosial.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang dapat digunakan secara lisan
yang disebut bahasa lisan, sedangkan yang digunakan secara tertulis yang
disebut bahasa tulis. Bahasa tulis merupakan transfer dari bahasa lisan,
sehingga bahasa lisan lebih dahulu ada daripada bahasa tulis (Rohmadi dan
Nasucha, 2010:11). Bahasa lisan lebih sering digunakan berkomunikasi dalam
kehidupan sehari-hari sedangkan bahasa tulis lebih ditekankan dalam
lingkungan formal misalnya di sekolah, kantor, dan lain sebagainya.
1
2
Pengguna bahasa dalam kehidupan masyarakat sehari-hari lebih
menekankan keberhasilan dalam berkomunikasi dan menggunakan bahasa
daripada mementingkan keberhasilan gramatikal ujaran pada tata bahasa yang
diajarkan secara formal di sekolah. Masyarakat pengguna bahasa pada
umumnya belajar berbahasa lewat ujaran-ujaran yang komunikatif yang
disampaikan
terus
menerus
oleh
keluarga
dan
lingkungan
serta
memperhatikan situasi dan kondisi interaksi yang sedang berlangsung.
Firt (dalam Wijana, 1996:5) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak
dapat dipisahkan tanpa mempertimbangkan konteks situasi tutur. Koteks
situasi tutur tersebut meliputi partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindak
verbal maupun nonverbal), ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal yang
sedang berlangsung, dan dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan
dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.
Tindakan partisipan dalam berbahasa mengakibatkan timbulnya
peristiwa tutur. Komponen peristiwa tutur meliputi partisipan tutur, topik
tutur, latar tutur, tujuan tutur, saluran tutur, nada penyampaian, norma dalam
berinteraksi dan ragam atau genre tutur. Komponen persyaratan peristiwa tutur
tersebut memungkinkan betapa kompleks terjadinya peristiwa tutur dalam
kehidupan sehari-hari. Peristiwa tutur yang dibacarakan tersebut merupakan
peristiwa gejala sosial
Suatu proses komunikasi berbahasa lewat ujaran tidak terlepas adanya
tindak tutur atau peristiwa tutur. Menurut Yule (2006:82-83) tindak tutur
adalah suatu tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan dan dalam
3
bahasa Inggris secara umum diberi label yang lebih khusus, misalnya
permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji atau permohonan. Suatu
tuturan, penutur biasanya berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti
oleh pendengar/lawan tutur.
Suatu tuturan mempunyai tujuan dan maksud tertentu untuk
menghasilkan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah pengiriman
atau penerimaan pesan atau informasi antara dua orang atau lebih sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami oleh kedua mitra tutur tersebut. Tujuan
tuturan itu merupakan salah satu aspek yang harus hadir dalam suatu tuturan
untuk mencapai hasil yang dikehendaki oleh penutur kepada mitra tutur.
Misalnya menyampaikan berita, membujuk, menyarankan, memerintah,
menanyakan, dan sebagainya.
Tuturan dapat diekpresikan melalui media masa baik lisan maupun
tulisan. Media lisan merupakan pihak yang bertutur itu adalah penutur dan
mitra tuturnya sebagai penyimak. Media tulisan tuturannya itu disampaiakan
oleh penulis atau penutur kepada mitra tuturnya atau pembaca.
Peristiwa tutur antara penutur dan lawan tutur biasanya terbantu oleh
keadaan di sekitar lingkungan tuturan itu. Keadaan semacam ini, termasuk
juga tuturan-tuturan yang lain, disebut peristiwa tutur. Menurut Searle (dalam
Wijana, 1996:17-19) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya
ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni
tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak
perlokusi (perlucotionary act).
4
Penelitian ini mengkaji tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi adalah
tindak tutur
yang mengandung maksud berkaitan dengan siapa bertutur
kepada siapa, kapan, dan dimana tindak tutur itu dilakukan. Tuturan tersebut
selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat juga
dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh sebagai berikut.
(1) Saya tidak bisa datang.
(2) Ada ular kobra.
Tuturan (1) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru
saja merayakan pernikahan, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu,
tetapi
untuk
melakukan
sesuatu,
yakni
meminta
maaf.
Informasi
ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar
kemungkinan lawan/tutur sudah mengetahui hal itu. Tuturan (2) bila
diutarakan seseorang di jalan atau di kebun, tidak hanya berfungsi untuk
membawa informasi, tetapi untuk memberi peringatan. Akan tetapi, bila
ditujukan kepada anak-anak, tuturan itu mungkin pula diutarakan
untuk
menakut-nakuti agar tidak maen di kebun.
Beberapa pengertian tindak tutur di atas kalangan pakar pragmatik
berpendapat bahwa di dalam melakukan tindak tutur itu, si penutur tidaklah
asal buka mulut (kecuali jika ia memang abnormal, atau tidak sadar). Artinya
sebelum melakukan suatu tindak tutur, si penutur perlu mempertimbangkan
beberapa hal, misalnya bagimana hubungan sosial antara si penutur dan si
penutur, di mana peristiwa komunikasinya berlangsung untuk apa tindak tutur
itu dilakukan, tentang apa tindak tutur itu dan sebagainya. Bertindak tutur
5
merupakan salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk
berbahasa.
Salah satu contoh kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk
berbahasa misalnya, seorang ustad dalam menyampaikan ceramah atau
dakwahnya dengan menggunakan berbagai macam bahasa Indonesia, Jawa,
dan Arab. Bermacam-macam bahasa yang digunakan ustad bertujuan agar
jamaahnya
memahami
maksud
dari
tuturan
yang
disampaikannya.
Penyampaian ceramah, bahasa yang digunakan sang ustad harus sesuai dengan
latar belakang bahasa yang digunakan masyarakat sekitar.
Seseorang yang memiliki pemahaman lebih atau mendalam terhadap
agama Islam disebutkan dengan ustad. Dilihat dari sisi epistemologis,
pengertian ustad mengacu kepada orang yang paham secara mendalam tentang
agama Islam, mengamalkan dan mengajarkannya kepada yang lain. Tuturan
ustad yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini bernama ustad KH.
Anwar Zahid yang berasal dari Bojonegoro Jawa Timur yang memiliki
kekhasan bertutur dalam pengajiannya
Isi ceramah ustad Anwar Zahid dalam pengajiannya ini yang dikaji
menggunakan pragmatik. Pragmatik adalah telaah mengenai makna dalam
hubungan dengan situasi tutur atau peristiwa tutur. Bentuk tuturan ustad
tersebut mengandung tindak tutur ilokusi.
Penelitian ini menggunakan kajian sosiopragmatik. Sosiopragmatik
merupakan telaah mengenai kondisi-kondisi „lokal‟ yang lebih khusus terlihat
pada prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan berlangsung. Sosiopragmatik
6
merupakan batas antara sosiologis pragmatik. Bisa dikatakan bahwa
sosiopragmatik hampir sama dengan sosiolinguistik mempelajari bahasa
dalam hubungannya dengan masyarakat. Objek sosiopragmatik ini adalah
maksud dari sebuah tuturan dengan memperhatikan aspek-aspek masyarakat
bahasa itu.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan bilingual atau
dwibahasa. Istilah bilingualisme (bilingualism) dalam bahasa Indonesia
disebut juga kedwibahasaan. Istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami
apa yang dimaksud dengan bilingualism itu, yaitu berkenaan dengan
penggunaan dua bahasa. Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu
disebut bilingual (dalam bahasa Indoensia disebut juga dwibahasawan).
Kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam
bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, kajian ini difokuskan pada
tindak tutur ilokusi dalam pengajian oleh ustad Anwar Zahid dengan
pendekatan bilingual. Tuturan yang digunakan ustad dalam menyampaikan
dakwahnya memberi variasi untuk menggambarkan maksud tuturan pada
bagian yang berhubungan dengan jenis tindak tutur. Hasil kajian penelitian ini
juga menjelaskan mengenai strategi tindak tutur yang digunakan oleh ustad
Anwar Zahid dalam menyampaikan dakwah pengajiannya.
7
B. Rumusan Masalah
Perumusan
masalah
dalam
suatu
penelitian
dimaksudkan
untuk
memperjelas arah serta tujuan dari penelitian ini. Selanjutnya masalahmasalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana perwujudan tindak tutur Ilokusi ustad dengan pendekatan
bilingual?
2. Bagaimanakah strategi bertutur ustad dalam menyampaiakan ceramah
pengajiannya?
C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendiskripasikan bentuk tindak tutur ilokusi ustad dengan pendekatan
bilingual.
2. Mendiskripsikan
dan
mengetahui
strategi
bertutur
ustad
dalam
menyampaikan ceramah pengajiannya.
D. Manfaat
Hasil dari suatu penelitian tentu diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pembacanya, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperluas
wawasan
kebahasaan,
khususnya
pragmatik
dengan
kajian
sosiopragmatik dan pendekatan bilingual, sebab kajian pragmatik pada
isi ceramah dalam pengajian ini sebagai pendekatan dalam
8
menafsirkan atau mengiterprestasikan makna memang masih jarang.
Selain itu penelitian ini dapat mengawali kajian analisis pemakaian
tindak tutur dan objek kajiannya isi ceramah dalam pengajian.
b. Menambah kekayaan kajian pemakaian bahasa pada bentuk ilokusi dan
strategi tindak tutur.
2.
Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi pentingnya memperhatikan konteks dan situasi
tutur berbahasa.
b. Memperkaya hasil penelitian dalam pengembangan ilmu kebahasaan
pada umumnya dan menambah khasanah dalam bidang pragmatik.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam sistematika sebagai berikut.
Bab I
:“Pendahuluan,” berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat atau kegunaan penelitian.
Bab II
:“Landasan Teori,” berisi, kajian penelitian yang relevan, kajian
teori
Bab III
:“Metode Penelitian,” berisi jenis dan strategi penelitian, subjek
dan objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
teknik keabsahan data, teknik analisis data.
Bab IV
:“Hasil
Penelitian,”
berisi
gambaran
pembahasan, dan temuan.
Bab V
: “Simpulan,” berisi simpulan, saran.
umum
penelitian,