HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA PANTI ASUHAN Hubungan Antara Atribusi Dengan Perilaku Asertif Pada Remaja Panti Asuhan.

HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF
PADA REMAJA PANTI ASUHAN

NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi
Disusun oleh :
Nova Handayani
F 100 040 261

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF
PADA REMAJA PANTI ASUHAN

Yang diajukan oleh:
Nova Handayani
F 100 040 261


Telah disetujui untuk dipertahankan
di depan Dewan Penguji
Telah disetujui oleh:

Pembimbing Skripsi

Dra.Zahrotul Uyun, M .Si

Tanggal 21 M aret 2013

ABSTRAKSI
HUBUNGAN ANTARA ATRIBUSI DENGAN PERILAKU ASERTIF
PADA REMAJA PANTI ASUHAN

Perilaku asertif merupakan hal yang penting remaja, karena orang yang
asertif akan lebih adaptif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang efektif
serta tidak mudah mengalami hambatan dalam pergaulan, namun kenyataannya pada
kehidupan sosial banyak remaja bersifat pasif tidak berani memulai suatu percakapan,
mengalami kesulitan untuk berkata tegas pada diri sendiri maupun orang lain. Hal
tersebut menjadikan banyak remaja yang bilang tidak tahu, dimana hal tersebut akan

menghambat proses pembelajaran untuk menuju arah yang lebih baik bagi diri
remaja. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku asertif diantaranya
atribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; 1) Hubungan antara atribusi
dengan perilaku asertif pada remaja panti asuhan ; 2) Sumbangan efektif atribusi
terhadap perilaku asertif pada remaja panti asuhan ; 3) Tingkat atribusi dan 4)
perilaku asertif pada remaja panti asuhan. Hipotesis yang diajukan ada hubungan
positif antara atribusi dengan perilaku asertif pada remaja panti asuhan.
Subjek penelitian
adalah Panti Asuhan Anak Keluarga Yatim
Muhammadiyah Surakarta yang memiliki ciri-ciri a) usia 12 sampai 18 tahun, b)
minimal 1 tahun tinggal di panti; c) tingkat pendidikan minimal SLTP. Adapun
jumlah sampel keseluruhan yaitu 53 oranG. Metode pengumpulan data menggunakan
skala atribusi dan perilaku asertif. Metode analisis data menggunakan teknik korelasi
product moment .
Berdasarkan hasil analisis product moment diperoleh nilai koefisien korelasi
(r) sebesar 0,374; p = 0,006 (p < 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara atribusi dengan perilaku asertif. Semakin tinggi (positif) atribusi
seseorang maka semakin tinggi pula perilaku asertif sebaliknya semakin rendah
(negatif) atribusi maka semakin rendah pula perilaku asertif. Sumbangan efektif
antara variabel atribusi terhadap perilaku asertif sebesar 14% . Berdasarkan hasil

analisis diketahui variabel atribusi mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 76,075
dan rerata hipotetik (RH) sebesar 70 yang berarti atribusi pada subjek tergolong
sedang. Variabel perilaku asertif diketahui rerata empirik (RE) sebesar 99,038 dan
rerata hipotetik (RH) sebesar 92,5 yang berarti perilaku asertif pada subjek penelitian
tergolong sedang.
Kata kunci: atribusi , perilaku asertif

perasaan teman yang mengajaknya, namun

PENGANTAR
Salah satu determinan variabel yang
mendukung

dalam

berkomunikasi

dan

keberhasilan


berinteraksi

dalam

lingkungan sosial yaitu perilaku asertif.
Seperti dikemukakan Aviatin (2004) dalam
perilaku

asertif

terkandung

perilaku

kesanggupan bermasyarakat, berempati dan
berkomunikasi baik verbal maupun non
verbal. Individu yang asertif nya tinggi sadar
akan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan
memandang


kelebihan-kelebihan

tersebut

lebih penting dari pada kelemahannya, begitu
pula sebaliknya,

oleh karena itu individu

yang memiliki asertif tinggi berarti mampu
mengekspresikan pikiran dan perasaan, jujur
dan relatif mudah. Perilaku individu yang
asertif mengarah pada tujuan, jujur, terbuka,

sebaliknya

jika

berasertif,


bila teman-temannya membujuk

asertif yang tinggi, karena pada kehidupan
sosial yang semakin kompleks asertif dapat
digunakan

mengontrol

pengaruh

negatif.

Contohnya apabila seseorang dalam suatu
kelompok mengajak hal-hal negatif misalnya
membolos sekolah, merokok, atau bahkan
menggunakan narkoba remaja dapat menolak
dengan

cara


yang

tidak

menyinggung

tidak

mampu

untuk merokok, mungkin ia akan menjadi
perokok pula, demikian juga bila temantemannya senang minum-minuman keras
sampai mabuk atau senang pergi ke tempat
WTS, individu dapat meniru dan melakukan
hal yang sama. Umumnya pengaruh teman
dan kelompok sangat besar. Seseorang yang
telah merasa cocok dengan teman atau
kelompoknya,
mengikuti


tentu

gaya

cenderung

teman

atau

untuk

kelompok

tersebut. Sangat sulit bila individu tidak mau
mengikuti gaya kelompoknya yang dirasanya
buruk, sambil tetap mempertahankan diri di
dalam kelompok itu, ia akan diasingkan sebab
tidak mau mengikuti gaya hidup mereka.

Kenyataannya pada kehidupan sosial

penuh percaya diri
Diharapkan remaja memiliki perilaku

remaja

banyak remaja bersifat pasif tidak berani
memulai

suatu

percakapan,

mengalami

kesulitan untuk berkata tegas pada diri sendiri
maupun orang lain. Hal tersebut menjadikan
banyak remaja yang bilang tidak tahu, dimana
hal


tersebut

akan

menghambat

proses

pembelajaran untuk menuju arah yang lebih
baik bagi diri remaja
Perilaku asertif merupakan variabel
yang penting untuk dikaji karena dapat

mempengaruhi kehidupan pribadi manusia.

kemampuan mentalnya, walaupun secara

Beberapa penelitian menyatakan individu


kognitif pandai, namun secara sosial masih

yang tidak mampu berperilaku asertif dapat

terhambat perkembangannya.

merugikan diri sendiri dan orang lain,

Penelitian Globe (1995) menemukan

contohnya dalam pergaulan, seseorang akan

adanya perbedaan mekanisme pertahanan diri

mudah mengalah, kurang percaya diri mudah

yang dipakai oleh kelompok asertif dan non

dipengaruhi oleh orang lain, mudah disakiti

asertif. Kelompok asertif lebih menggunakan

orang lain atau lebih berpeluang menjadi

intelektual dan rasionalisasi, hal tersebut

korban kekerasan. Seperti penelitian Israr

menandakan bahwa mereka lebih mampu

(2008)

mengatasi konflik dengan cara efektif yang

penyebab

terjadinya

kekerasan

terutama pada remaja perempuan antara lain

dapat

karena kecenderungan korban tidak mampu

Sedangkan kelompok non asertif

lebih

bersikap asertif. Penelitian Lembaga Rifka

banyak

yang

Annisa-WCC woman crisis centre (Hadi dan

berupa perusakan terhadap objek atau dirinya

Aminah, 1998) juga menegaskan bahwa

sendiri

orang yang tidak mampu asertif

kegagalan dalam hubungan sosial.

akan

merugikan diri sendiri baik secara fisik

diterima

oleh

menggunakan

yang

lingkungannya.

kompensasi

akhirnya

Berdasarkan

menimbulkan

pendekatan

psikologi

maupun non fisik. Uraian di atas sebuah

sosial, asertif dapat dipengaruhi oleh atribusi.

contoh

ketidakmampuan

Hal ini dikemukakan oleh Koentjoro (2005)

berakibat

pada

atribusi merupakan elemen persepsi sosial,

satu

yaitu suatu proses bagaimana seseorang

contoh adalah kekerasan). Contoh lain dalam

mencari kejelasan sebab-akibat dari perilaku

bidang pendidikan misalnya, orang yang tidak

orang lain. Ditambahkan oleh Jalil (2004)

mampu

atribusi dapat dimanfaatkan individu coba

empiris

dari

berperilaku

asertif

yang

munculnya

tindakan

negatif

berrperilaku

mempengaruhi
belajarnyanya,

hasil

(salah

asertif

dapat

penilaian

prestasi

karena

mereka

sulit

untuk

menjelaskan,

memahami

serta

menerangkan sesuatu situasi berdasarkan

mengungkapkan pendapat, takut, khawatir

kepada

dalam

mempengaruhi sikap, perlakuan, keyakinan

sebuah

mempengaruhi

diskusi,
penilaian

maka
guru

akan
terhadap

persepsi

kognitif.

serta motivasi individu.

Atribusi

akan

Atribusi yang buruk memungkinkan
remaja

sulit menyesuaikan diri dalam

sebaliknya pada orang yang melakukan
atribusi

negatif

cenderung

memberikan

berbagai situasi. Mereka kurang mampu

umpan balik yang tidak asertif. Contoh dalam

mengontrol

faktor-faktor

kehidupan misalnya terpengaruh melakukan

perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi

kegiatan atau perilaku negatif karena ajakan

ketika

proses

orang lain, tidak berani menolak keinginan

sosialisasi. Kecenderungan mereka untuk

orang lain, sulit menyatakan pendapat kepada

selalu tampil dalam situasi sosial dan menarik

orang lain ataupun merasa tidak mampu

perhatian

menjalin komunikasi dengan orang lain.

dan

mengelola

menampilkan

selalu

diri

negatif,

dalam

karena

remaja

tersebut tidak mampu membaca sikap, nilai

Alasan menggunakan atribusi sebagai

dan perilaku orang lain dalam penyesuaian

variabel prediktor (variabel bebas) untuk

dirinya akibatnya akan berpengaruh terhadap

mengukur perilaku asertif antara lain karena

perilaku asertif.

atribusi

dapat

dimanfaatkan

untuk

Manakala dikaitkan dengan atribusi

menyeimbangkan bias dalam persepsi sosial

maka orang yang asertif melakukan tindakan

yang terjadi karena adanya persepsi asimetri

atribusi poisitif karena adanya keyakinan

antara

bahwa

tindakannya

individu,

kelompok

sendiri

dan

adalah

karena

kelompok lain, ataupun mencegah terjadinya

melakukan

dengan

discounting, yaitu menilai penyebab pertama

karena

terhadap situasi yang menimbulkan persepsi

keberuntungan atau pengaruh orang lain.

beragam pada individu. Sebagai contoh:

Salah satu contoh perilaku asertif tinggi

individu A yang memberi pujian kepada

dalam kehidupan misalnya, individu dengan

individu B,

sopan dan sabar individu tegas dan berani

oleh individu B dengan maksud-maksud yang

menolak

tersembunyi

kemampuan

untu

keyakinan

sendiri

ajakan

teman

bukan

berbuat

negatif,

namun pujian tersebut dinilai

(misalnya

mengharapkan

individu menyatakan ketidaksetujuan atau

bantuan) Hal ini dijelaskan oleh Sarwono dan

ketidaksukaan pada perkataan orang lain yang

Meinarno (2009) yang menyatakan bahwa

menyinggung perasaan, individu secara terus

discounting merupakan hal yang cukup umum

terang meminta maaf atas perbuatan yang

terjadi dan memberikan pengaruh besar

menyinggung perasaan orang lain. Hal terjadi

terhadap atribusi dan perilaku dalam berbagai

dibandingkan

situasi.

atribusinya internal. Misalnya individu yang
Beberapa

orang

yang

tipe

mengungkap

tipe atribusinya internal, stabil dan global

bagaimana peran atribusi dalam kehidupan

akan cenderung menerima dirinya dalam

sosial. Limanowka (2008) pada penelitian

kondisi tidak berdaya dan tanpa harapan.

yang telah dilakukan menjelaskan bahwa

Teori ini mengungkapkan saat individu

atribusi terkait dengan kualitas hubungan dan

melihat perilaku orang lain maka juga harus

penilaian

melihat sebab dari tindakan orang tersebut,

kinerja.

penelitian

dengan

Pene litian

ini

juga

mengarisbawahi bahwa kemampuan dalam

dengan

menjalin hubungan secara objektif, terus

kemampuan dalam menjalin suatu hubungan

terang

dan dapat memprediksi perilaku apa yang

(asertif)

muncul

dari

atribusi

seseorang.

demikian

individu

memiliki

akan dilakukan.

Schroederl (2006) pada penelitian

Atribusi diharapkan dapat berperan

yang dilakukan menyatakan bahwa asertif

sebagai

atau tidak asertif dalam interaksi sosial

kemampuan asertif. Menurut Sears dkk

memberi umpan balik positif maupun negatif

(2004) atribusi merupakan proses mencari

pada perilaku individu. Orang yang asertif

penjelasan

melakukan tindakan karena adanya keyakinan

peristiwa sosial, terutama terhadap tindakan

dan atribusi positif bahwa tindakanya adalah

yang dilakukan diri sendiri maupun orang lain

karena

karena

serta akibat yang ditimbulkan bagi dirinya

keberuntungan. Hal terjadi sebaliknya pada

atau orang. Atribusi menjadi mediator antara

orang

negatif

stimulus yang ditemui dalam hidup seperti

cenderung memberikan umpan balik yang

sesuatu yang dilihat, didengar, diraba dengan

tidak asertif. Uraian tersebut didukung oleh

respon-respon yang dibua buat terhadap

pendapat Follette dan Jacobson (Pitaloka,

stimulus

2004), bahwa orang yang mengatribusikan

pemikiran,

peristiwa yang dialaminya pada sesuatu yang

dengan

di luar dirinya akan memiliki cara yang

langsung merespon terhadap peristiwa di

berbeda untuk menghadapi peristiwa tersebut

sekitarnya, melainkan ia merespon kepada

kemampuan

yang

melakukan

bukan

atribusi

variabel

sebab

tersebut.
perasaan

perkataan

yang

akibat

atas

Respon
dan
lain,

mendukung

berbagai

ini

meliputi

juga

tindakan,

seseorang

tidak

makna atau interpretasi yang ia berikan

Remaja

panti

asuhan

kepada peristiwa tersebut. Oleh karena itu

mengembangkan

stimulus yang sama dapat menyebabkan

maupun

respon yang berbeda karena interpretasi yang

penilaian masing-masing individu. Atribusi

berbeda. Terjadinya atribusi secara berbeda

internal muncul jika individu menganggap

dapat dicontohkan pada remaja yang tinggal

adanya tanggung jawab individu terhadap

dipanti asuhan, atribusi. Gambaran sebagian

suatu kejadian atau suatu hal karena sifat-sifat

remaja

yang

panti

kekurangan
misalnya:

asuhan

dalam

yang

kebutuhan

mengalami
psikologis

pasif, apatis, menarik diri dari

atribusi

berpeluang

eskternal

ada

Sebaliknya

pada

secara

tergantung

diri

atribusi

internal

bagaimana

individu

eksternal

tersebut.
mencakup

semua penyebab ekstern seseorang seperti:

lingkungan, mudah putus asa, penuh dengan

tekanan orang lain, keberuntungan,

uang,

ketakutan dan kecemasan.

situasi sosial, atau cuaca. Jadi atribusi

Heider (Sarwono & Meinarno, 2009)

eksternal mempunyai sifat tanggung jawab

mengemukakan orang yang mengatribusikan

suatu kejadian berdasarkan pada lingkungan

peristiwa yang dialaminya pada sesuatu yang

atau situasi yang ada di sekitar individu.

di luar dirinya akan memiliki cara yang

Berdasarkan informasi dari salah satu

berbeda untuk menghadapi peristiwa tersebut

pengelola panti asuhan diketahui bahwa

dibandingkan

pernah terjadi anak asuh meninggalkan panti

dengan

orang

yang

tipe

atribusinya internal. Misalnya individu yang

asuhan

tipe atribusinya internal, stabil dan global

saudaranya dengan alasan tidak betah dan

akan cenderung menerima dirinya dalam

merasa tertekan dengan lingkungan yang ada

kondisi tidak berdaya dan tanpa harapan.

di dalam panti tersebut. Anak panti sebagian

Teori ini mengungkapkan saat individu

besar dihuni oleh anak-anak dan remaja,

melihat perilaku orang lain maka juga harus

sehingga pola pikir terkadang radikal, emosi

melihat sebab dari tindakan orang tersebut,

belum stabil, rasa ingin tahu yang kuat,

dengan

memiliki

agresif, cenderung menantang dengan aturan-

kemampuan dalam menjalin suatu hubungan

aturan, dan mengabaikan etika pelayanan dan

dan dapat memprediksi perilaku apa yang

peraturan yang diterapkan di panti. Yuniar

akan dilakukan

dkk (2005) pada penelitian tentang anak

demikian

individu

tanpa

pamit

(kabur)

ke

rumah

asrama menunjukkan ba hwa 5-10% anak

di panti, akan mempunyai kecenderungan

yang tinggal di asrama mengalami masalah

untuk mempunyai sikap menolong, berbagi

dalam melakukan proses penyesuaian diri,

dan bekerjasama dengan orang lain karena

seperti tidak mampu mengikuti pelajaran,

dengan

tidak bisa tinggal di asrama karena tidak biasa

mempunyai

hidup

atau

sepenanggungan. Sebagai contoh, individu

lingkungan sebelumnya. Hartini (Suhardina,

yang tinggal bersama dalam panti asuhan

2009) dalam laporan hasil penelitiannya

apabila

mengatakan bahwa perawatan remaja di

mengalami kesulitan maka individu yang

sebuah panti asuhan sangat tidak baik, sebab

tinggal dalam lingkungan tersebut secara

remaja hanya dipandang sebagai mahkluk

bersama-sama

biologis

makhluk

sedang dalam kesulitan tersebut. Bantuan

psikologis serta makhluk sosial. Kondisi ini

yang diberikan dalam contoh kehidupan

menyebabkan remaja mengalami kesulitan

sehari-hari di panti berupa dukungan moral,

dalam

pertolongan

terpisah

dan

dengan

bukan

saudara

sebagai

mengembangkan

kompetensi

interpersonalnya. Fenomena seperti ini sering

hidup

ada

di

panti

perasaan

satu

orang

membantu

fisik

bahkan

individu

akan

senasib

dan

yang

individu

sampai

sedang

yang

pada

persoalan pinjam-meminjam uang.

kali terjadi pada remaja yang berasal dari

2) Pengalaman, peristiwa ataupun

keluarga kelas menengah ke bawah seperti

perlakuan yang tidak atau kurang sehat tidak

remaja yang tinggal di Panti Asuhan.

menyenangkan bahkan menimbulkan trauma

Kuntari (2005) pada penelitian yang

akan mempengaruhi terbentuknya kepribadian

telah dilakukan mengemukakan paling tidak

individu

ada dua fenomena yang biasanya muncul

pengasuh di panti asuhan tidak secara tulus

dalam kehidupan di panti asuhan, yaitu:

dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang

1)

menjadi

patologis.

Jika

para

Pengalaman-pengalaman

atau

kepada para anak-anak yatim, tidak memberi

yang

serta

kehangatan, penerimaan dan cinta, individu

perlakuan-perlakuan yang benar dan sehat

mungkin tumbuh dengan rasa ragu-ragu

dari anggota pengasuh, teman bermain atau

mengenai kepantasan untuk dicinta dan

lingkungan akan membentuk individu yang

diterima. Beberapa kasus yang pernah terjadi

sehat pula. Sehingga anak-anak yang tinggal

misalnya anak yang berada dalam panti

peristiwa

menyenangkan

asuhan merasa terkekang oleh aturan-aturan

panutannya karena merasa pengasuh tidak

yang ketat sehingga menyebabkan anak

menaruh perhatian pada mereka lagi. Selain

merasa tertekan, cenderung

menarik

diri,

itu, seorang anak akan mempersepsikan

tidak

depan

umum.

secara negatif keluarganya yang bercerai atau

tidak

berpisah dan akhirnya menyebabkan si anak

belajar,

semakin tertekan. Sebaliknya, jika para

berkehilangan gairah untuk sekolah dan tidak

pengasuh panti asuhan penuh perhatian pada

jarang anak merasa frustrasi atau agresif, dan

anak-anak

kemarahan tersebut seringkali diungkapkan

memperhatikan kebutuhan si anak secara fisik

dengan perilaku-perilaku yang tidak simpatik

dan

terhadap pengasuh, teman, orangtua maupun

pengasuh dengan anak asuh, atau antara anak

orang lain dan dapat membahayakan dirinya

asuh itu sendiri, saling menyayangi dan

dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu

menghargai

saja akan sangat merugikan individu tersebut

mempunyai konsep diri yang positif tentang

karena

dirinya atau keluarganya.

berani

Akibatnya

tampil

anak

memiliki

tersebut

motivasi

akan

kedewasaan

di

tersebut

untuk

menghambat

dan

kematangan

tercapainya

psikis,

kehidupan

psikologisnya

atau

penghuni

adanya

maka

panti,

komunikasi

seorang

anak

antara

akan

Berdasarkan uraian-uraian di atas,
salah satu faktor keberhasilan seseorang untuk

Apabila para pengasuh sampai lengah

menyesuaikan

diri

dengan

lingkungan

serta tidak ada perhatian yang cukup pada

ditentukan oleh kesanggupan individu dalam

anak-anak panti, maka akan timbul persepsi

menerima

negatif pada diri si anak, ia akan merasa tidak

Kenyataanya tidak semua lingkungan sosial

berarti, tidak disayangi, tidak diperhatikan

dapat

dan akan timbul perasaan tidak mampu untuk

Remaja

menarik perhatian figur orangtua sebagai

berpotensi

sosok

menjalin komunikasi, sehingga akan semakin

yang

sangat

mereka

butuhkan

keadaan

menerima
yang

individu
tinggal

mengalami

dengan

sendiri.

baik.

dipanti

asuhan

kesulitan

dalam

kehadirannya sehingga si anak akan belajar

sulit

untuk mengerjakan segala sesuatu sendirian

perilaku asertif dan diasumsikan salah satu

dan tidak lagi mengharapkan orang lain yang

penyebabnya adalah karena tidak mampu

lebih

memiliki atribusi dengan baik.

tua

atau

yang

dihormati

sebagai

untuk

dirinya

meningkatkan

kemampuan

Mengacu dari dari

uraian-uraian di

atribusi. Skala perilaku asertif disusun oleh

atas maka dibuat rumusan masalah sebagai

Asia (2008) berdasarkan aspek-aspek yang

berikut: Apakah ada hubungan antara atribusi

dikemukakan oleh Fensterheim dan Baer

dengan

(1991)

perilaku

asertif?

Berdasarkan

yaitu:

a)

merasa

bebas

untuk

permasalahan tersebut penulis tertarik untuk

mengemukakan perasaan dan pendapat; b)

mengkaji secara empirik dengan mengadakan

mampu berkomunikasi dengan orang lain; c)

penelitian berjudul: Hubungan antara atribusi

mempunyai pandangan yang aktif dalam

dengan perilaku asertif

hidupnya; d) bertindak dengan cara yang

pada remaja panti

asuhan.

dihormati. Skala atribusi disusun peneliti
berdasarkan

aspek-aspek

METODE

dikemukakan

Weiner (dalam Manstead &

Identifikasi Variabel Penelitian

Hewstone, 1996) yaitu: orientasi penyebab,

Variabel tergantung : Perilaku Asertif

kestabilan dan pengendalian.

Variabel bebas

atribusi

yang

: Atribusi
Metode Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam

Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah remaja
Panti

Asuhan

Anak

yatim

product moment untuk mencari hubungan

Muhammadiyah Surakarta yang memiliki

antara atribusi dan perilaku asertif pada

ciri-ciri

remaja.

1) usia 12

Keluarga

penelitian ini menggunakan teknik uji korelasi

sampai 18 tahun, 2)

minimal 1 tahun Tinggal di panti; 3) tingkat
pendidikan minimal SLTP

Jumlah subjek

penelitian yang terbatas hanya 53 orang akan
lebih tepat jika penelitian ini menggunakan
studi populasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil analisis product
moment diperoleh nilai koefisien korelasi (r)

Alat Pengumpulan Data
Alat

pengumpulan

sebesar 0,374; p = 0,006 (p < 0,01) artinya
data

dalam

penelitian ini adalah skala perilaku asertif dan

ada hubungan positif yang sangat signifikan

antara atribusi

dengan perilaku asertif.

Semakin tinggi (positif) atribusi
maka semakin tinggi

mencari ke jelasan sebab-akibat dari perilaku

seseorang

orang lain. Ditambahkan oleh Jalil (2004)

pula perilaku asertif

atribusi dapat dimanfaatkan individu coba

sebaliknya semakin rendah (negatif) atribusi

untuk

maka semakin rendah pula perilaku asertif.

menerangkan sesuatu situasi berdasarkan

Sumbangan efektif antara variabel
atribusi terhadap perilaku asertif

sebesar

14%, ditunjukkan oleh koefisien determinan
(r2 )=0,140.

Berarti

masih

terdapat

menjelaskan,

kepada

persepsi

memahami

kognitif.

serta

Atribusi

akan

mempengaruhi sikap, pe rlakuan, keyakinan
serta motivasi individu.

86%

Menurut Follette dan Jacobson (Kelly,

variabel lain yang mempengaruhi perilaku

2003) orang yang mengatribusikan peristiwa

asertif di luar variabel atribusi seperti jenis

yang dialaminya pada sesuatu yang di luar

kelamin, usia, tipe kepribadian, self esteem

dirinya akan memiliki cara yang berbeda

atau harga diri, inteligensi.

untuk

Berdasarkan hasil analisis diketahui

menghadapi

dibandingkan

peristiwa

dengan

orang

tersebut
yang

tipe

variabel atribusi mempunyai rerata empirik

atribusinya internal. Misalnya individu yang

(RE) sebesar 76,075 dan rerata hipotetik (RH)

tipe atribusinya internal, stabil dan global

sebesar 70 yang berarti atribusi pada subjek

akan cenderung menerima dirinya dalam

tergolong sedang. Variabel perilaku asertif

kondisi tidak berdaya dan tanpa harapan.

diketahui rerata empirik (RE) sebesar 99,038

Atribusi dapat berpengaruh pula terhadap

dan rerata hipotetik (RH) sebesar 92,5 yang

perilaku

berarti perilaku asertif pada subjek penelitian

dijelaskan sebelumnya oleh

tergolong sedang.

(2006)

asertif

pada

seseor ang,

penelitian

seperti

yang

telah

Schroederl
dilakukan

menyatakan bahwa asertif atau tidak asertif
dalam interaksi sosial memberi umpan balik

Pembahasan
Berdasarkan

pendekatan

psikologi

positif maupun negatif pada perilaku individu.

sosial, asertif dapat dipengaruhi oleh atribusi.

Orang yang asertif melakukan tindakan

Hal ini dikemukakan oleh Koentjoro (2005)

karena adanya keyakinan dan atribusi positif

atribusi merupakan elemen persepsi sosial,

bahwa tindakanya adalah karena kemampuan

yaitu suatu proses bagaimana seseorang

bukan karena keberuntungan. Hal terjadi

sebaliknya pada orang yang melakukan

pada peningkatan perilaku asertif remaja.

atribusi

memberikan

Individu yang mempunyai atribusi diri tinggi

umpan balik yang tidak asertif. Uraian

akan lebih mudah memahami realitas yang

tersebut didukung oleh pendapat Follette dan

ada pada dirinya, menerima fakta-fakta yang

Jacobson (Kelly, 2003), bahwa orang yang

dirasakan pada setiap keadaan berarti individu

mengatribusikan peristiwa yang dialaminya

memberikan kesempatan pada dirinya sendiri

pada sesuatu yang di luar dirinya akan

untuk menjadi dasar sepenuhnya akan hakekat

memiliki

untuk

dari pilihan dan tindakan-tindakannya, dengan

menghadapi peristiwa tersebut dibandingkan

demikian perkembangan diri individu tidak

dengan orang yang tipe atribusinya internal.

mengalami hambatan atau kendala yang

Misalnya individu yang tipe atribusinya

berarti.

negatif

cenderung

cara

yang

berbeda

internal, stabil dan global akan cenderung
menerima

tidak

variabel atribusi mempunyai rerata empirik

ini

(RE) sebesar 76,075 dan rerata hipotetik (RH)

melihat

sebesar 70 yang berarti atribusi pada subjek

perilaku orang lain maka juga harus melihat

tergolong sedang. Variabel perilaku asertif

sebab dari tindakan orang tersebut, dengan

diketahui rerata empirik (RE) sebesar 99,038

demikian

kemampuan

dan rerata hipotetik (RH) sebesar 92,5 yang

dalam menjalin suatu hubungan dan dapat

berarti perilaku asertif pada subjek penelitian

memprediksi

tergolong sedang.

berdaya

dirinya
dan

dalam

tanpa

mengungkapkan

harapan.

saat

individu

kondisi

Berdasarkan hasil analisis diketahui

individu

memiliki

perilaku

Teori

apa

yang

akan

dilakukan.
Jalil (2004)

Kondisi atribusi dan perilaku asertif
mengemukakan atribusi

yang sedang cenderung kearah tinggi dapat

dapat dimanfaatkan individu coba untuk

diartikan bahwa remaja para penghuni panti

menjelaskan, memahami serta menerangkan

asuhan PAKYM pada dasarnya memiliki

sesuatu situasi berdasarkan kepada persepsi

atribusi yang positif dan dapat berperilaku

kognitif. Atribusi akan mempengaruhi sikap,

asertif.

perlakuan, keyakinan serta motivasi individu.

komprehensif fleksibel, dimana anak-anak

Terkait dengan perilaku asertif maka atribusi

panti yang baru selalu diberikan pengenalan

secara teoretis mempunya andil yang besar

dan sosialisasi terhadap lingkungan sekitar,

Model pembinaan di panti yang

serta seringnya dilakukan kegiatan-kegiatan

yang tinggal bersama dalam panti asuhan

yang beroreintasi pada bentuk sosialisasi juga

apabila

mendukung dan kondisi atribusi dan perilaku

mengalami kesulitan maka individu yang

asertif penghuni panti. Pihak PAKYM juga

tinggal dalam lingkungan tersebut secara

menyediakan memberikan perilakuan yang

bersama-sama

tepat dan sesuai dengan kondisi individu,

sedang dalam kesulitan tersebut. Bantuan

sehingga para penghuni merasa bahwa dirinya

yang diberikan dalam contoh kehidupan

ada sebagai suatu pribadi atau individu dan

sehari-hari di panti berupa dukungan moral,

merasa diterima orang lain, dihormati dan

pertolongan

disenangi maka dapat menerima dirinya

persoalan pinjam-meminjam uang.

ada

satu

orang

membantu

fisik

yang

sedang

individu

bahkan

yang

sampai

pada

sendiri sehingga menjadikan konsep diri yang

2) Pengalaman, peristiwa ataupun

baik dengan demikian dapat menyesuaikan

perlakuan yang tidak atau kurang sehat tidak

diri dengan keadaannya. Memperjelas uraian

menyenangkan bahkan menimbulkan trauma

tersebut, Kuntari (2005) pada penelitian yang

akan mempengaruhi terbentuknya kepribadian

telah dilakukan memaparkan fenomena yang

individu

biasanya muncul dalam kehidupan di panti

pengasuh di panti asuhan tidak secara tulus

asuhan, yaitu:

dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang

1)

menjadi

patologis.

Jika

para

Pengalaman-pengalaman

atau

kepada para anak-anak yatim, tidak memberi

yang

serta

kehangatan, penerimaan dan cinta, individu

perlakuan-perlakuan yang benar dan sehat

mungkin tumbuh dengan rasa ragu-ragu

dari anggota pengasuh, teman bermain atau

mengenai kepantasan untuk dicinta dan

lingkungan akan membentuk individu yang

diterima. Beberapa kasus yang pernah terjadi

sehat pula. Sehingga anak-anak yang tinggal

misalnya anak yang berada dalam panti

di panti, akan mempunyai kecenderungan

asuhan merasa terkekang oleh aturan-aturan

untuk mempunyai sikap menolong, berbagi

yang ketat sehingga menyebabkan anak

dan bekerjasama dengan orang lain karena

merasa tertekan, cenderung

menarik

dengan

tidak

depan

peristiwa

hidup

mempunyai

menyenangkan

di

panti

perasaan

individu
senasib

akan
dan

sepenanggungan. Sebagai contoh, individu

berani

Akibatnya
memiliki

tampil

anak

di

tersebut

motivasi

tersebut

untuk

diri,

umum.
tidak
belajar,

berkehilangan gairah untuk sekolah dan tidak

anak-anak

jarang anak merasa frustrasi atau agresif, dan

memperhatikan kebutuhan si anak secara fisik

kemarahan tersebut seringkali diungkapkan

dan

dengan perilaku-perilaku yang tidak simpatik

pengasuh dengan anak asuh, atau antara anak

pengasuh, teman, orangtua maupun orang lain

asuh itu sendiri, saling menyayangi dan

dan dapat

menghargai

dirinya dan orang lain di

sekitarnya. Hal

ini tentu saja akan sangat

merugikan individu tersebut

karena akan

menghambat tercapainya kedewasaan dan
kehidupan psikologisnya

atau

psikis,

penghuni

adanya

maka

komunikasi

seorang

antara

anak

akan

mempunyai konsep diri yang positif tentang
dirinya atau keluarganya.
Sumbangan efektif antara variabel
atribusi terhadap perilaku asertif

Apabila para pengasuh sampai lengah

panti,

sebesar

14%, ditunjukkan oleh koefisien determinan

serta tidak ada perhatian yang cukup pada

(r2 )=0,140.

anak-anak panti, maka akan timbul persepsi

variabel lain yang mempengaruhi perilaku

negatif pada diri si anak, ia akan merasa tidak

asertif di luar variabel atribusi seperti faktor

berarti, tidak disayangi, tidak diperhatikan

umur, kepribadian, interaksi, pendidikan,

dan akan timbul perasaan tidak mampu untuk

psikologis, fisik, sosial budaya.

menarik perhatian figur orangtua sebagai

Rathus (Iriani, 1998) yaitu: jenis kelamin,

sosok

usia, tipe kepribadian, self esteem atau harga

yang

sangat

mereka

butuhkan

kehadirannya sehingga si anak akan belajar

Berarti

masih

terdapat

86%

Menurut

diri, inteligensi.

untuk mengerjakan segala sesuatu sendirian
dan tidak lagi mengharapkan orang lain yang

KESIMPULAN DAN SARAN

lebih

Kesimpulan

tua

atau

yang

dihormati

sebagai

panutannya karena merasa pengasuh tidak

1. Ada hubungan positif yang sangat

menaruh perhatian pada mereka lagi. Selain

signifikan antara atribusi

dengan perilaku

itu, seorang anak akan mempersepsikan

asertif. Semakin tinggi (positif) atribusi

secara negatif keluarganya yang bercerai atau

seseorang maka semakin tinggi pula perilaku

berpisah dan akhirnya menyebabkan si anak

asertif sebaliknya semakin rendah (negatif)

semakin tertekan. Sebaliknya, jika para

atribusi maka semakin rendah pula perilaku

pengasuh panti asuhan penuh perhatian pada

asertif. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar

0,374; p = 0,006 (p < 0,01).

lingkup

2. Sumbangan efektif variabel atribusi
terhadap perilaku asertif
ditunjukkan

oleh

(r2 )=0,140.

Berarti

sebesar 14%,

koefisien
masih

determinan

terdapat

yang

lebih

luas

dengan

karakteristik yang berbeda kiranya perlu
dilakukan

penelitian

lagi

dengan

menggunakan atau menambah variabel-

86%

variabel lain yang belum disertakan

variabel lain yang mempengaruhi perilaku

dalam penelitian ini ataupun dengan

asertif di luar variabel atribusi seperti jenis

menambah

kelamin, usia, tipe kepribadian, self esteem

lingkup penelitian.

atau harga diri, inteligensi.

b. Alat

3. Variabel atribusi mempunyai rerata

dan

memperluas

pengumpulan

menggunakan

skala

rua ng

data

hanya

sehingga

belum

empirik (RE) sebesar 76,075 dan rerata

dapat mengungkap secara mendalam

hipotetik (RH) sebesar 70

kondisi psikologis, oleh karena itu perlu

atribusi

yang berarti

pada subjek tergolong sedang.

Variabel perilaku asertif diketahui rerata
empirik (RE) sebesar 99,038 dan rerata

digunakan

metode

tambahan

seperti

wawancara atau interview
c. Tidak adanya pembedaan secara khusus

hipotetik (RH) sebesar 92,5 yang berarti

karakteristik

perilaku

(daerah asal), status sosial dan ekonomi

asertif

pada

subjek

penelitian

tergolong sedang.

individual

seperti

suku

orangtua.

DAFTAR PUSTAKA

Saran
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat
memperbaiki kelemahan yang masih terdapat
pada penelitian ini antara lain :
a. Generalisasi dari hasil penelitian ini
terbatas pada populasi tempat penelitian
dilakukan yaitu Panti Asuhan Keluarga
Yatim

Muhammadiyah

(PKYM)

Surakarta sehingga penerapan pada ruang

Asia, N. 2008. Hubungan Antara Harga Diri
dan Asertivitas dengan Perilaku
Prososial Remaja. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Surakarta:
Fakultas
Psikologi UMS.
Aviatin, T.S. 2004. Pengaruh Program
Kelompok “AJI” dalam Pengingkatan
Harga
Diri,
Asertivitas
dan

Pengetahuan Mengenai NAPZA untuk
Prevensi Penyalahgunaan NAPZA
pada Remaja. Jurnal Psikologi. No.1,
28-54. 2003.

Anak Di Panti Asuhan Anak Misi
Nusantara Surakarta Skripsi. (tidak
diterbitkan).
Surakarta:
Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Fensterheim, H dan Baer, J. 1991. Jangan
Bilang “YA” Bila Anda akan
Mengatakan
“TIDAK”.
Jakarta:
Gunung Jati.

Koentjoro.
2005.
Komunikasi antara
Orangtua dan Anak.
Bandung :
Angkasa.
Limanowka, B. 2008. The Relationship
between the Fundamental Attribution
Bias, Relationship Quality, and
Performance
Appraisal.
British
Journal of Social Psychology, 43(3),
357-369.

Globe, F. G. 1995. Psikologi Humanistik
Abraham
Maslow
(terjemahan
Supratiknyo). Yogyakarta : Kanisius.
Hadi, M.S dan Aminah, S. 1998. Kekerasan
di Balik Cinta. Yogyakarta: Rifka
Annisa, WCC.
Israr, Y.A. 2008. Peranan Forensik Klinik
Terhadap Kekerasan Terhadap Anak
Dan Perempuan. Fakultas Kedokteran
Universitas
Riau.
http://www.
Forensikklinik ku .webs.com. [Update
: Juli 2009]
Jalil,

M.
2004.
Kajian
Sains
http://myschoolnet.ppk.kpm.my
/bhn_pnp /bs_ssukan /bs_ssukan _
t4_4.pdf (2)

Kelly, H.H. 2003. The process of causal
attribution.
Michael
A.
Hogg
(ed). United States of America:
McGraw-Hill.
Kuntari, S. 2005. Studi Tentang Pemenuhan
Kebutuhan Psikologis Pada Anak-

Manstead and Hewstone. 1996. Attitudes and
Behavior. Dalam G.R. Semin dan K.
Fiedler
(ed).
Applied
Social
Psychology. Vol. 3, hal. 3-29. London
: Sage Publications.
Pitaloka,
D.
2004.
Epsikologi.com

Atribusi.

www.

Sarwono, S.W. dan Meinarno E. 2009.
Psikologi Sosial.
Jakarta:Salemba
Humanika
Schroederl H.E. 2006. An attributional
analysis of assertiveness. Journal
Cognitive Therapy. IssueVolume 8,
Number 6 / December. aKent State
University, USA

Sears, DO. Freedman, J.R, & Peplav, L.A.
2004. Psikologi Sosial Jilid I
(terjemahan Budiyanto, FX). Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Suhardina, Y. 2009. Hubungan antara
penerimaan diri dengan kompetensi
interpersonal
pada remaja panti
asuhan. Skripsi. (tidak diterbitkan).
Surakarta:
Fakultas
Psikologi

Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Yuniar, M., Zainal, A.,& Tri , P.A. 2005.
Penyesuaian
Diri
Santri
Putri
Terhadap Kehidupan Pesantren: Studi
Kualitatif pada Madrasah Takhasusiah
Pondok Pesantren Modern Islam
Assalam Surakarta. Jurnal Psikologi
Undip. Vol. 2, No.1, Juni 2005, 10-17