Pengaruh Pendidikan Terhadap Kebudayaan

(1)

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

Pengaruh Pendidikan terhadap Kebudayaan

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan

Disusun oleh: Nadhilah Nur Amalina

13222046 Kelas 1-A

STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Garut

Jl. Pahlawan No. 32 Telp.(0262) 233556 Fax. (0262) 540469 Tarogong - Garut 2013-2014


(2)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim..

Puji dan syukur sudah selayaknya kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah dengan judul “Pengaruh Pendidikan terhadap Kebudayaan”.Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-qur’an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Garut, 15 Januari 2014

Penyusun Nadhilah Nur Amalina


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan... 1

BAB 2... 3

PEMBAHASAN... 3

A. Pengertian Pendidikan...3

B. Pengertian Kebudayaan...4

C. Pengaruh Pendidikan terhadap Kebudayaan...6

BAB III... 10

PENUTUP... 10

Simpulan... 10


(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangan–perkembangan tersebut tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan. Kecuali itu pendidikan adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri dan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisaberubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan.Tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan kebudayaan.Pendidikan adalah medan manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin ia mampu menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku (aktor) kebudayaan adalah manusia.

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan dalam makalah ini tidak terlalu luas dan untuk memudahkan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis akan membatasai makalah ini yang akan dituangkan dalam perumusan masalah di bawah ini:

1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan? 2. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?

3. Apa pengaruh pendidikan terhadap kebudayaan?

C. Tujuan

Makalah yang berjudul “UNSUR-UNSUR DAN SISTEM PENDIDIKAN” bertujuan:


(5)

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebudayaan.


(6)

BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secarafisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

Jean Piaget (1896) menyatakan bahwa pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu peciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain; pendidikan sebagai penghubung dua sisi, di satu sisi individu yang sedang tumbuh dan di sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut.


(7)

Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang, perkembangan ini bersifat kausal. Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik menuntut nilai. Nilai adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengidentifikasi apa yang diwajibkan, diperbolehkan dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan normatif antara individu dan nilai. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (long life education).

Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sedangkan para ahli psikologi memandang pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosialnya dalam bermasyarakat.Seperti yang diungkapka oleh Langeveld bahwa pendidikan atau mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung-jawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.

Menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai proses mengubah tingkahlaku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu bearada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebihdewasadalam konteks hidupnya sebagai pribadi maupun hidup dalam masyarakat.

D. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan kata dasarnya adalah ‘budaya’. Budaya adalah segala hasil pikiran, perasaaan, kemauan dan karya manusia secara individual atau kelompok untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau seara singkat adalah cara hidupyang telah dikembangkan oleh masyarakat. Budaya dapat dalam bentuk benda-benda konkret dan bias juga bersifat abstrak. Benda-benda konkret misalnya, bangunan rumah, mobil, televisi, barang-barang seni,


(8)

tindakan-tindakan seni. Tindakan-tindakan-tindakan seni seperti cara menerima tamu, cara duduk, cara berpakaian dan sebagainya. Sedangkan contoh yang abstrak ialah cara berpikir ilmiah, kemampuan menciptakan sesuatu, imajinasi, cita-cita, kemauan yang kuat untuk mencapai sesuatu, keimanan dan sebagainya (Made Pidarta, 2000:2-3).

Dari kata ‘budaya’ terbentuk kata ‘kebudayaan’. Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (HAR Tilaar, 1999: 39). Sedangkan Hassan (1983) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari hidup manusia dan bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat-istiadat dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat(Made Pidarta, 2000: 157).

Kebudayaan wujudnya beraneka-ragam menurut klasifikasi-klasifikasi tertentu. Hassan (1983) mengatakan kebudayaan berisi 1) norma-norma,2) folkways yang mencakup kebiasaan, adat dan tradisi, dan 3) mores. Sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan, yakni gagasan, ideologi, norma, teknologi dan benda. Koentjaraningrat mengemukakan mengenai wujud-wujud kebudayaan sebagai:

1) Kompleks gagasan, konsep, pikiran manusia di dalam kehidupan bersama, 2) Kompleks aktivitas atau kegiatan manusia di dalam masyarakat,

3) Benda-benda karya di dalam suatu kebudayaan (HAR Tilaar, 1999: 85-86). Dari pandangan-pandangan di atas dapat disarikan beberapa hal yang menjadi hakekat kebudayaan, yakni:

1. Hakekat dan inti dari kebudayaan adalah manusia. Dengan kata lain kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia yang berbudaya dan membudaya.

2. Kebudayaan merupakan suatu ‘pencapaian’ manusia yang bukan terutama bersifat material. Bentuk-bentuk ‘pencapaian’ manusia tersebut seperti : ilmu pengetahuan, kepercayaan, ekonomi, seni dan sebagainya.

3. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan.


(9)

4. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat. 5. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang solider atau

terasing tetapi yang hidup di dalam suatu masyarakat.

6. Kebudayaan diwariskan melalui proses tranformasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses transformasi kebudayaan antara lain terjadi melalui pendidikan, karena kebudayaan berkaitan erat dengan pendidikan. Karena pendidikan itu sendiri adalah bagian dari kebudayaan dan

perkembangan kebudayaan juga dipengaruhi oleh pendidikan. Proses transformasi kebudayaan antara lain terjadi melalui pendidikan, karena kebudayaan berkaitan erat dengan pendidikan. Karena pendidikan itu sendiri adalah bagian dari kebudayaan dan perkembangan kebudayaan juga dipengaruhi oleh pendidikan.

Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam hal berbagai bentuk dan menifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah dan membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman tradisional untuk memasuki zaman modern.

Manusia sebagai mahluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju, ketika alamlah yang mengendalikan manusia dengan sifatnya yang tidak iddle curiousity (rasa keinginantahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya telah dadpat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna, maka alamlah yang dikendalikan oleh manusia.

Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.

E. Pengaruh Pendidikan terhadap Kebudayaan

Pembentukan dan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya merupakan suatu proses transformasi. Dalam proses transformasi itulah pendidikan berperan. Jadi proses pendidikan adalah proses transformasi kebudayaan. Salah satu peran yang mendasar dari pendidikan adalah untuk pengembangan kebudayaan.


(10)

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-larangan dan anjuran, serta ajakan tertentu yang dikehendaki oleh masayarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan seterusnya.

Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi, yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan, yang kurang cocok diperbaiki, dan yang tidak cocok diganti.

Di sini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok. Suatu masa dengan pendidikan yang menuntut banyak persyaratan baru yang tidak pernah diduga sebelumnya, dan malah sebagian besar masih berupa teka-teki.

Fortes sebagaimana dikutip oleh HAR Tilaar (1999:54) mengemukakan tiga variabel utama dalam transformasi kebudayaan, yaitu : 1) Unsur-unsur yang ditransformasikan, 2) Proses tranformasi, dan 3) Cara transformasi. Unsur-unsur transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat; berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota masyarakat tersebut; berbagai sikap dan peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, reflex dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tatamakanan untuk dapat bertahan hidup.

Unsur-unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka pendidikan tidak hanya merupakan pengalihan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skliss), tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma social (transmission of cultural values and social norms). Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap masyarakat sebagai pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaan. Kesinambungan hidup bermasyarakat turut dipengaruhi oleh berlangsungnya pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu


(11)

generasi ke generasi berikutnya. Kesinambungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada nilai budaya yang sama serta konformisme perilaku berdasarkan sosial yang berlaku.

Demikianlah pendidikan berpengaruh terhadap kebudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum kebudayaan : sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya hanya bisa dialihkan (ditransformasikan) dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat.

Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguh-rapuhnya ketahanan budaya (cultural resilience) masyarakat yang bersangkutan, yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya (cultural encounters). Hal ini nyata melalui sejarah timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan peradaban manusia sepanjang zaman. Maka dapat dipahami jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan ketahanan budaya.

Di samping itu juga fungsi pendidikan berkaitan erat dengan proses reliogiositas (keagamaan) sebagai salah satu unsur budaya. Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat peserta didik mengembangkan kata hati (suara hati) dan perasaannya untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Bukan hanya pemahaman dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan juga tindakan atas perilaku seharihari yang cocok (etika dan moralitas) dengan ajaran agama perlu dibina. Untuk mencapai tujuan itulah pengalihan nilai budaya dan norma sosial dilakukan melalui perkenalan dengan pelbagai sumber belajar yang relevan (Fuad Hasan, 2004, dalam Tonny Widiastono, 2000: 54-56). Dalam konteks inilah mulai dibicarakan mengenai proses-proses transformasi kebudayaan.

Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Yang diimitasi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di atas. Transmisi unsure-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Manusia adalah aktor dalam memanipulasi kebudayaan. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses indentifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan


(12)

tingkat kemampuan,manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai unsur-unsur itu disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya.

Ketiga proses transformasi tersebut berkaitan erat dengan cara mentransformasikan. Dalam hal ini ada dua cara, yaitu ‘peran serta’ dan bimbingan. Cara ‘peran serta’ antara lain melalui perbandingan, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sehari-hari. Sedangkan bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.

Dalam proses transformasi kebudayaan tersebut di atas pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai budaya dari pelbagai lingkungan. Sudah dinyatakan bahwa hakekat dan inti sari dari kebudayaan adalah manusia. Unsur hakiki dari manusia adalah kepribadian. Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata di dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayan secara pasif tetapi pelu mengembangkan kepribadian yang kreatif.

Kepribadian berhubungan erat dengan tingkah-laku manusia. Maka Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian laku manusia bukanlah diditurunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu genersi. Di sini dapat terlihat dengan jelas pentingnya peranan dan fungsi pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.

Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau culture determined. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui kemampuankemampuan kreatif yang memungkinkan terjadi inovasi dan penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya. tetapi melalui proses interaktif antara pendidik.

Di samping itu juga peranan lembaga-lembaga pendidikan haruslah mengkondisikan pengenalan, pemeliharaan dan pengembangan keseluruhan budya. Dalam hal ini peranan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam lembaga-lembaga pendidikan (formal,


(13)

non-formal, informal) terjadi interaksi budaya sekaligus proses pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan. Di samping itu juga di dalam lembaga-lembaga pendidikan mesti mengembangkan sikap penghargaan terhadap budaya nasional dan daerah sekaligus juga daya kristis dan analitis terhadap budaya luar. Terutama dalam lembaga-lembaga formal (sekolah-sekolah dan perguruan tinggi) perlu dikembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan ekstensif.


(14)

BAB III PENUTUP Simpulan

Pendidikan sebagai proses perubahan tingkah laku dari seorang manusia menuju pada kedewasaan. Salah satu indikator manusia yang dewasa adalah memiliki budaya yang unggul dan tangguh. Artinya di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki juga nilai-nilai dan norma yang unggul pula dalam peri kehidupannya. Dalam arti ini ia dikatakan sebagai seorang yang berbudaya dan dewasa secara utuh. Pendidikan berperan penting untuk membentuk manusia yang dewasa dan berbudaya. Sehingga pendidikan dikatakan sebagai enkulturasi,

artinya proses membuat orang berbudaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang disepakati bersama dalam masyarakat. Masyarakat telah mencapai tahap kebudayaan tertentu dan telah maju berarti masyarakat tersebut telah mencapai tingkat peradaban tinggi yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan lain-lain. Kemajuan kebudayaan tersebut sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Jadi memang pendidikan berpengaruh terhadap kebudaayan manusia.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Sulo, L dan Tirtaraharja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA TIM Dosen PLBST.2005. PENDIDIKAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN TEKNOLOGI. Bandung: Value Press

http://sulut.kemenag.go.id/file/file/Katolik/msfa1363205309.pdf http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/


(1)

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-larangan dan anjuran, serta ajakan tertentu yang dikehendaki oleh masayarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan seterusnya.

Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi, yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan, yang kurang cocok diperbaiki, dan yang tidak cocok diganti.

Di sini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok. Suatu masa dengan pendidikan yang menuntut banyak persyaratan baru yang tidak pernah diduga sebelumnya, dan malah sebagian besar masih berupa teka-teki.

Fortes sebagaimana dikutip oleh HAR Tilaar (1999:54) mengemukakan tiga variabel utama dalam transformasi kebudayaan, yaitu : 1) Unsur-unsur yang ditransformasikan, 2) Proses tranformasi, dan 3) Cara transformasi. Unsur-unsur transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat; berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota masyarakat tersebut; berbagai sikap dan peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, reflex dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tatamakanan untuk dapat bertahan hidup.

Unsur-unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka pendidikan tidak hanya merupakan pengalihan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skliss), tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma social (transmission of cultural values and social norms). Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap masyarakat sebagai pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaan. Kesinambungan hidup bermasyarakat turut dipengaruhi oleh berlangsungnya pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu


(2)

generasi ke generasi berikutnya. Kesinambungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada nilai budaya yang sama serta konformisme perilaku berdasarkan sosial yang berlaku.

Demikianlah pendidikan berpengaruh terhadap kebudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum kebudayaan : sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya hanya bisa dialihkan (ditransformasikan) dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat.

Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguh-rapuhnya ketahanan budaya (cultural resilience) masyarakat yang bersangkutan, yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya (cultural encounters). Hal ini nyata melalui sejarah timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan peradaban manusia sepanjang zaman. Maka dapat dipahami jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan ketahanan budaya.

Di samping itu juga fungsi pendidikan berkaitan erat dengan proses reliogiositas (keagamaan) sebagai salah satu unsur budaya. Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat peserta didik mengembangkan kata hati (suara hati) dan perasaannya untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Bukan hanya pemahaman dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan juga tindakan atas perilaku seharihari yang cocok (etika dan moralitas) dengan ajaran agama perlu dibina. Untuk mencapai tujuan itulah pengalihan nilai budaya dan norma sosial dilakukan melalui perkenalan dengan pelbagai sumber belajar yang relevan (Fuad Hasan, 2004, dalam Tonny Widiastono, 2000: 54-56). Dalam konteks inilah mulai dibicarakan mengenai proses-proses transformasi kebudayaan.

Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Yang diimitasi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di atas. Transmisi unsure-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Manusia adalah aktor dalam memanipulasi kebudayaan. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses indentifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan


(3)

tingkat kemampuan,manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai unsur-unsur itu disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya.

Ketiga proses transformasi tersebut berkaitan erat dengan cara mentransformasikan. Dalam hal ini ada dua cara, yaitu ‘peran serta’ dan bimbingan. Cara ‘peran serta’ antara lain melalui perbandingan, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sehari-hari. Sedangkan bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.

Dalam proses transformasi kebudayaan tersebut di atas pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai budaya dari pelbagai lingkungan. Sudah dinyatakan bahwa hakekat dan inti sari dari kebudayaan adalah manusia. Unsur hakiki dari manusia adalah kepribadian. Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata di dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayan secara pasif tetapi pelu mengembangkan kepribadian yang kreatif.

Kepribadian berhubungan erat dengan tingkah-laku manusia. Maka Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian laku manusia bukanlah diditurunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu genersi. Di sini dapat terlihat dengan jelas pentingnya peranan dan fungsi pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.

Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau culture determined. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui kemampuankemampuan kreatif yang memungkinkan terjadi inovasi dan penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya. tetapi melalui proses interaktif antara pendidik.

Di samping itu juga peranan lembaga-lembaga pendidikan haruslah mengkondisikan pengenalan, pemeliharaan dan pengembangan keseluruhan budya. Dalam hal ini peranan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam lembaga-lembaga pendidikan (formal,


(4)

non-formal, informal) terjadi interaksi budaya sekaligus proses pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan. Di samping itu juga di dalam lembaga-lembaga pendidikan mesti mengembangkan sikap penghargaan terhadap budaya nasional dan daerah sekaligus juga daya kristis dan analitis terhadap budaya luar. Terutama dalam lembaga-lembaga formal (sekolah-sekolah dan perguruan tinggi) perlu dikembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan ekstensif.


(5)

BAB III PENUTUP Simpulan

Pendidikan sebagai proses perubahan tingkah laku dari seorang manusia menuju pada kedewasaan. Salah satu indikator manusia yang dewasa adalah memiliki budaya yang unggul dan tangguh. Artinya di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki juga nilai-nilai dan norma yang unggul pula dalam peri kehidupannya. Dalam arti ini ia dikatakan sebagai seorang yang berbudaya dan dewasa secara utuh. Pendidikan berperan penting untuk membentuk manusia yang dewasa dan berbudaya. Sehingga pendidikan dikatakan sebagai enkulturasi, artinya proses membuat orang berbudaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang disepakati bersama dalam masyarakat. Masyarakat telah mencapai tahap kebudayaan tertentu dan telah maju berarti masyarakat tersebut telah mencapai tingkat peradaban tinggi yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan lain-lain. Kemajuan kebudayaan tersebut sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Jadi memang pendidikan berpengaruh terhadap kebudaayan manusia.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Sulo, L dan Tirtaraharja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA TIM Dosen PLBST.2005. PENDIDIKAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN TEKNOLOGI. Bandung: Value Press

http://sulut.kemenag.go.id/file/file/Katolik/msfa1363205309.pdf http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/