PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PROSES BIOL

BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia
sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta.
Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan
sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam
surat At-Tiin: 4
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk ciptaanNya yang paling baik; badannya lurus ke atas, cantik parasnya, mengambil dengan tangan apa
yang dikehendakinya; bukan seperti kebanyakan binatang yang mengambil benda yang
dikehendakinya dengan perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan
dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga
dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang.
Beberapa pengalaman umum bagi seluruh kebudayaan, dimana bayi dipelihara atau
diberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, belajar berkomunikasi melalui
bahasa, mengalami hukuman dan menerima imbalan/pujian dan semacamnya, serta mengalami
pengalaman lain yang umum dialami oleh jenis manusia, Setiap masyarakat sebenarnya
memberikan pengalaman tertentu yang tidak diberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya.
Dari pengalaman sosial yang sebenarnya yang umum bagi seluruh anggota masyarakat tertentu,

timbullah konfigurasi kepribadian yang khas dari anggota masyarakat tersebut. DuBois
menyebutnya sebagai “modal personality” (diambil dari istilah statistis “mode” yang mengacu
pada suatu nilai yang paling sering timbul dalam berbagai seri).
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal
dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan
yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara

yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga normanorma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut
berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia
wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator”
terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi
terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu
sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan
menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi
akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan
suatu bangsa.

BAB II

PEMBAHASAN
HAKEKAT MANUSIA DAN BUDAYA
A. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup
(living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal
(genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang
bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis,
menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul
anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense
of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu.
Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Suatu lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak
terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
-


Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam

-

Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia

-

Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan
Beberapa contoh dari pengaruh unsur kebudayaan terhadap kepribadian, sebagaimana

kasus suku Dobu di Melanisia (Horton, 1993). Anak suku Dobu yang lahir ke dunia hanya
pamannya yang mungkin menyayanginya, terhadap siapa ia akan menjadi ahli warisnya,

Ayahnya yang lebih tertarik kepada anak-anak saudara perempuannya biasanya membencinya,
karena si ayah harus menunggu sampai anak tersebut disapih untuk dapat melakukan hubungan
seksual dengan ibunya. Sering juga ia tidak diharapkan oleh ibunya dan tidak jarang terjadi
pengguguran, Hidup suku Dobu diatur oleh ilmu sihir, penyebab kejadian bukan berasal dari
alam; semua gejala dikendalikan oleh ilmu sihir yang telah dikenakan terhadap seseorang dan
menyebabkan balas dendam dari keluarganya. Bahkan mimpipun diinterpretasikan sebagai sihir.

Malah nafsu seksual tidak akan muncul apabila tidak menanggapi penyihiran cinta orang lain,
yang membimbingnya menuju kepadanya, sementara daya sihir cinta seseorang menunjukkan
keberhasilannya. Setiap orang Dobu selalu merasa takut akan diracun. Makanan dijaga dengan
waspada pada waktu dimasak dan hanya dengan beberapa orang tertentulah orang Dobu bersedia
makan bersama. Setiap saat setiap desa melindungi diri dari semua pasangan yang berkunjung
dari desa lain, dan semua tamu ini tidak dapat dipercayai oleh yang punya rumah dan para tamu
sendiri tidak saling percaya. Sungguh tidak seorang pun dapat dipercaya penuh; para suami
cemas terhadap sihir isterinya dan takut terhadap mertua. Sepintas lalu, hubungan sosial di Dobu
adalah cerah dan sopan meskipun keras dan tanpa humor. Pertentangan hanyalah sedikit, karena
menghina atau bermusuhan berbahaya. Namun, teman-teman juga berbahaya. Persahabatan
mungkin merupakan awal pengracunan atau pengumpulan bahan (rambut, kuku tangan) yang
berguna untuk menyihir.
Kepribadian yang berkembang dalam kebudayaan semacam itu? setiap orang Dobu
bersifat bermusuhan, curiga, tidak dapat dipercaya, cemburu, penuh rahasia, dan tidak jujur.
Sifat-sifat ini merupakan tanggapan yang rasional, karena orang Dobu hidup dalam dunia yang
penuh kejahatan, dikelilingi musuh dan tukang sihir, Pada akhirnya mereka yakin akan
dihancurkan. Walaupun mereka melindungi diri dengan sihir mereka, tetapi mereka tidak pemah
merasakan perlindungan yang nyaman. Mimpi buruk mungkin menyebabkan mereka terkapar di
tempat tidur berhari-hari. dan ini adalah suatu hal yang nyata, benar bukan hayalan/irasional,
Contoh kasus lain adalah yang terjadi pada suku Zuni di Meksiko, yang diidentifikasikan sebagai

bangsa yang tenang dalam lingkungan yang sehat secara emosional. Kelahiran anak disambut
dengan hangat, diperlakukan dengan kemesraan yang lembut dan banyak mendapat kasih
sayang. Tanggung jawab dalam mendidik anak sungguh besar dan menyebar; seorang anak akan
ditolong atau diperhatikan oleh setiap orang dewasa yang ada. Menghadapi benteng orang
dewasa yang terpadu, anak-anak jarang berperilaku salah; dan sekalipun mungkin dikata-katai,

tetapi jarang dihukum. Rasa malu adalah alat kendali yang paling utama yang sangat sering
ditimbulkan di depan orang lain, Berkelahi dan perilaku agresif sangat tidak disetujui dan orang
Zuni dididik untuk mengendalikan nafsu mereka pada usia muda. Pertengkaran terbuka hampir
tidak tampak. Nilai-nilai orang Zuni menekankan hormat, kerja sama dan ketiadaan persaingan,
agresivitas atau keserakahan. Ketidakwajaran dalam segala bentuk ditolak, dan alkohol
umumnya ditolak karena mendorong perilaku yang tidak wajar. Harta dinilai untuk penggunaan
langsung, bukan untuk prestise atau simbol kekuasaan.
Walaupun orang Zuni tidak ambisius, mereka memperoleh kekuasaan melalui pengalaman dalam
upacara, nyanyian, dan fetis agama. Seorang yang “miskin” bukanlah orang yang tidak memiliki
harta, tetapi orang yang tidak memiliki sumber dan hubungan yang bersifat upacara (seremonial).
Kehidupan upacara memenuhi setiap segi kehidupan orang Zuni.
Kerja sama, perilaku yang wajar dan minimnya individualisme meresap dalam perilaku
orang Zuni. Milik pribadi tidaklah penting dan siap untuk dipinjamkan pada orang lain. Anggota
rumah tangga yang bersifat matrilineal bekerja bersama sebagai suatu kelompok dan hasil

tanaman disimpan dalam gudang umum. Setiap orang bekerja untuk kepentingan
kelompok, bukan untuk kepentingan pribadi. Peran pemimpin jarang dicari tetapi harus
dipaksakan pada seseorang. Isyu dan perselisihan diselesaikan secara wajar bukan dengan
permohonan pada penguasa atau dengan mempertunjukkan kekuasaan atau dengan perdebatan
yang berkepanjangan, tetapi dengan diskusi yang lama dan sabar. Keputusan mayoritas
sederhana tidak menyelesaikan persoalan secara menyenangkan, kesepakatan (konsensus) perlu
dan kesepakatan bulat diharapkan.
Bagaimana perkembangan kepribadian orang Zuni? sangat bertentangan dengan
kepribadian normal di antara orang Dobu. Bila bangsa Dobu bersifat curiga dan tidak dapat
dipercaya, bangsa Zuni mempunyai kepercayaan diri dan dapat dipercaya; bila bangsa Dobu
cemas dan merasa tidak aman, bangsa Zuni merasa aman dan tentram. Bangsa Zuni umumnya
memiliki watak yang suka mengalah dan pemurah, sopan dan suka bekerja sama. Bangsa Zuni
adalah orang-orang konformis yang tanpa pikir, karena menjadi seseorang yang nyata-nyata
berbeda dari orang lain dapat menyebabkan seseorang atau kelompok itu sangat cemas. Hal ini
membantu mengendalikan perilaku tanpa perasaan berdosa dan bersalah yang banyak ditemukan
dalam banyak masyarakat, Bertolak dari contoh di atas, dapat diketahui ada beberapa segi dari

kebudayaan yang mempengaruhi proses perkembangan kepribadian, yaitu norma-norma
kebudayaan masyarakat dan proses sosialisasi diri, Norma-norma kebudayaan yang ada dalam
lingkungan masyarakat mengikat manusia sejak saat kelahirannya. Seorang anak diperlakukan

dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat
pengaruh umum, yang sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Linton mengatakan bahwa
setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di
bawah kebudayaan masyarakat, Pengaruh-pengaruh ini berbeda dari satu kebudayaan ke
kebudayaan lain, tetapi semuanya merupakan denominator pengalaman bagi setiap orang yang
termasuk ke dalam masyarakat tersebut.
Penelitian dalam soal perkembangan kepribadian dalam kebudayaan juga telah gagal
dalam membuktikan teori Freud tentang hasil cara mengasuh anak yang khusus. Dimana
hasilnya menunjukkan bahwa suasana lingkungan keseluruhan merupakan hal penting dalam
perkembangan kepribadian, bukan cara tertentu yang spesifik. Apakah seorang anak diberi susu
ASI atau susu botol, tidaklah penting; yang penting adalah apakah cara pemberian susu itu
dilakukan dalam kondisi yang merupakan suasana mesra dan penuh kasih sayang dalarn dunia
yang hangat dan aman; atau kejadian biasa yang terburu-buru dalam situasi yang tanpa perasaan,
kurang tanggap dan tidak akrab, Seorang bayi lahir ke dunia ini sebagai suatu organisme kecil
yang egois yang penuh dengan segala macam kebutuhan fisik. Kemudian ia menjadi seorang
manusia dengan seperangkat sikap dan nilai, kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan serta maksud,
pola reaksi, dan konsep yang mendalam serta konsisten tentang dirinya. Setiap orang
memperoleh semua itu melalui suatu proses yang disebut sosialisasi.
Sosialisasi adalah suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah dagingkaninternalize) norma-nonna kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah “diri” yang unik.


Pengalaman Kelompok
Pada awal kehidupan manusia tidak ditemukan apa yang disebut diri. Terdapat organisme
fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian bayi mencoba merasakan batas-batas tubuhnya,
mereka mulai mengenali orang. Kemudian beranjak dari nama yang membedakan status menjadi
nama yang mengidentifikasi individu, termasuk dirinya. Kemudian mereka menggunakan kata
“saya” yang merupakan suatu tanda yang jelas atas kesadaran diri yang pasti. Suatu tanda bahwa

anak tersebut telah semakin sadar sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya, Dengan
kematangan fisik serta akumulasi pengalaman-pengalaman sosialnya anak itu membentuk suatu
gambaran tentang dirinya. Pembentukan gambaran diri seseorang mungkin merupakan proses
tunggal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian, Pengalaman sosial merupakan
suatu hal penting untuk pertumbuhan manusia. Perkembangan kepribadian bukanlah hanya
sekedar pembukaan otomatis potensi bawaan. Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian
manusia tidak berkembang. Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia membutuhkan pengalaman
kelompok yang intim bila mereka ingin berkembang sebagai makluk dewasa yang normal.
Keberadaan kelompok dalam masyarakat merupakan suatu hal penting dalam
perkembangan kepribadian seseorang, karena kelompokkelompok ini merupakan model untuk
gagasan atau norma-norma perilaku seseorang. Kelompok semacam itu disebut kelompok acuan
(reference group). Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang terpenting, karena
kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang dimiliki bayi selama masa-masa yang

paling peka. Semua yang berwenang setuju bahwa ciri-ciri kepribadian dasar dari individu
dibentuk pada tahun-tahun pertama ini dalam lingkungan keluarga. Kemudian, kelompok sebaya
(peer group), yakni kelompok lain yang sama usia dan statusnya, menjadi penting sebagai suatu
kelompok referens. Kegagalan seorang anak untuk mendapatkan pengakuan sosial dalam
kelompok sebaya sering diikuti oleh pola penolakan sosial dan kegagalan sosial seumur hidup.
Apabila seorang belum memiliki ukuran yang wajar tentang penerimaan kelompok sebaya
adalah sulit, kalau tidak dapat dikatakan mustahil, bagi seorang untuk mengembangkan
gambaran diri yang dewasa sebagai seorang yang berharga dan kompeten, Kelompok acuan ini
dalam perkembangannya mengalami pergantian seiring dengan usia dan aktifitas individu yang
bersangkutan. Hanya perlunya disadari bahwa dari ratusan kemungkinan kelompok referens
yang menjadi penting bagi setiap orang dan dari evaluasi kelompok ini gambaran diri seseorang
secara terus-menerus dibentuk dan diperbaharui, Oleh karena itu, tidaklah salah kalau dikatakan
bahwa setiap individu bisa menjadi acuan atau referens bagi individu lainnya dalam
pembentukan kepribadian yang bersangkutan, demikian juga sebaliknya, Masyarakat yang
kompleks/majemuk memiliki banyak kelompok dan kebudayaan khusus dengan standar yang
berbeda dan kadangkala bertentangan. Seseorang dihadapkan pada model-model perilaku yang
pada suatu saat dipuji sedang pada saat lain dicela atau disetujui oleh beberapa kelompok dan
dikutuk oleh kelompok lainnya. Dengan demikian seorang anak akan belajar bahwa ia harus

“tangguh” dan mampu untuk “menegakkan haknya”, namun pada saat yang sama ia pun harus

dapat berlaku tertib, penuh pertimbangan dan rasa hormat. Dalam suatu masyarakat di mana
setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap
orang harus mampu menentukan cara untuk mengatasi tantangan-tantangan yang serba
bertentangan.

Pengalaman yang Unik
Mengapa anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama sedemikian
berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang
sama? Masalahnya adalah karena mereka tidak mendapatkan pengalaman yang sama; mereka
pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal dan berbeda dalam beberapa
hal lainnya, Setiap anak memasuki suatu unit/kesatuan keluarga yang berbeda. Anak yang
dilahirkan pertama, yang merupakan anak satu-satunya sampai kelahiran anak yang kedua,
kemudian akan mempunyai adik laki-laki atau perempuan dengan siapa ia dapat bertengkar.
Orang tua berubah dan tidak memperlakukan sama semua anak-nya. Anak-anak memasuki
kelompok sebaya yang bebeda, mungkin mempunyai guru yang berbeda dan berhasil melampaui
peristiwa yang berbeda pula, Sepasang anak kembar mempunyai warisan (heredity) yang identik
dan (kecuali bila dipisahkan) lebih cenderung memperoleh pengalaman yang sama. Mereka
berada dalam suatu keluarga bersama-sama, seringkali mempunyai kelompok sebaya yang sama,
dan diperlakukan kurang lebih sama oleh orang lain; akan tetapi bahkan anak kembar pun
tidakalami bersama seluruh peristiwa dan pengalaman. Karena pengalaman setiap orang adalah

unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sendiripun tidak ada yang secara sempurna dapat
menyamainya.
Suatu inventarisasi dari pengalaman sehari-hari berbagai anak-anak dalam suatu keluarga
yang sama akan mengungkapkan banyaknya perbedaan. Maka setiap anak (terkecuali anak
kembar yang identik) mempunyai warisan biologis yang unik, yang benar-benar tidak
seorangpun dapat mehyamainya, dan demikian pula halnya suatu rangkaian pengalaman hidup
yang unik tidak dapat benar-benar disamai oleh pengalaman siapapun, Pengalaman tidaklah
sekedar bertambah, akan tetapi menyatu. Kepribadian tidaklah dibangun dengan menyusun suatu
peristiwa di atas peristiwa lainnya sebagaimana membangun tembok bata. meniru satu sama
lainnya, akan tetapi mereka juga berusaha untuk memiliki identitas sendiri. Anak-anak yang

lebih muda seringkali menolak kegiatan yang telah dikerjakan dengan baik oleh kakak-kakaknya,
dan mencari pengakuan melalui kegiatan-kegiatan lainnya. Tanpa disadari, orang tua membantu
proses seleksi ini. Seorang ibu dapat mengatakan, “Susi si kecil adalah pembantu mama, tetapi
aku pikir Anna akan menjadi anak perempuan yang kelaki-lakian”, ketika Susi mulai merapikan
meja, sedangkan Anna sedang berjumpalitan di tangga, Jadi dalam hubungan ini dan dalam
banyak hal lainnya setiap pengalaman hidup seseorang adalah unik. Unik dalam pengertian tidak
seorangpun mengalami serangkaian pengalaman seperti ini dengan cara yang persis sama dan
unik dalam pengertian bahwa tidak seorangpun mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama, setiap peristiwa baru akan menimbulkan pengaruh yang akan dapat diperoleh suatu makna.
B. Pengertian Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa.
Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari
Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya
atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa
Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini
berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah
dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli
berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan
dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan,
sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota
suatu masyarakat tertentu.

Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan
hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional,
yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal
terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam
rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara
pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan
kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1.

Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud
pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing
anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;

2.

Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas
aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu
dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan
adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;

3.

Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya
manusia dalam masyarakat.

Budaya Sebagai Sistem Gagasan
Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto,
karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu
dituliskan dalam karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan
berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa
rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi
melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai
nilai budaya.
Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam
sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat.
Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya
maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
Perwujudan Kebudayaan
JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud
yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar
Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia

Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan
budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya
terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi
budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang
menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi
kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas
manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto.
Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas:
perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap
perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of
behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan
ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling
penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini
adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa
kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
c. Materi

Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi
misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan
alat transportasi.
Unsur-unsur materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang
besar adalah sebagai berikut:
1. Items, adalah unsur yang paling kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh
(culture universal). Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melalui discovery (penemuan
atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).
Isi (Substansi) Utama Budaya
Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan,
persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan
pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan
tentang:
Alam sekitar
Alam flora dan fauna
Zat-zat
manusia

Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia
pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai
dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk,
religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai
estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai
menjadi tiga bagian yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
dan aktivitas
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih
secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah
kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan
menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna
bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk

mengelola bumi. Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan
pada surat Al-Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kekhalifahannya disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki. Masalah moral
adalah yang terpenting, karena sebagaimana Syauqi Bey katakan:

‫إننما المم الخلق مابقيت فإنهمو ذهبت أخلقهم ذهبوا‬
Artinya: “Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap,
musnah pulalah bangsa itu”.
Akhlak dalam syair di atas menjadi penyebab punahnya suatu bangsa, dikarenakan jika
akhlak suatu bangsa sudah terabaikan, maka peradaban dan budaya bangsa tersebut akan hancur
dengan sendirinya. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu
pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya)
sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi, sebagaimana dilukiskan dalam bagan
berikut:

Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu
masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi
tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya
masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata
nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat
tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk
dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga
dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan
bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala
manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata
aturan agama.

DAFTAR PUSTAKA
A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, Jakarta: Gunung Mulia, 1993

Dp. Maas, Materi Pokok UT Antropologi Budaya, Jakarta: Universitas Terbuka, 1985
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Jambatan, 1975
___________, Kebudayaan, Mentalis, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993
Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Ensiklopedi Indonesia (Edisi Khusus) Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1991
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1998
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 15,
Jakarta: Lentera Hati, 2002

Nasruddin Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Ma”arif, 1986
Ensiklopedi Indonesia (Edisi Khusus) Jilid 4, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve: 1991), h.
2139
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka:
1998), h. 558
Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta, Rineka Cipta: 2003), h. 11
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma”arif, 1986), cet. ke-9, h. 38
Enno W. Hommes, “Technology, Risk, Countervailing Power and Sustainable Development”,
Paper Presented at Discussion Forum on Development Issues, at the Institute of Technology of
Bandung, 14-15 May 1990

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENGARUH GLOBAL WAR ON TERRORISM TERHADAP KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS TERORISME

57 269 37

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26