Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Pada Pendidikan Menengah
Suwandi
Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdiknas Jakarta
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) gambaran pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah (MBS) pada pendidikan menengah; 2) kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam
pelaksanaan MBS; dan 3) saran-saran atau masukan pihak sekolah agar pelaksanaan MBS berjalan
dengan baik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan teknik kuesioner (angket), observasi, dokumentasi, wawancara dan focus group
discussions (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: dapat diambil kesimpulan: 1) pelaksanaan MBS
di sekolah menengah secara umum berjalan dengan baik; 2) kendala pelaksanaan MBS yang paling
menonjol yaitu terbatasnya anggaran biaya, minimnya fasilitas yang dimiliki sekolah, serta masih
rendahnya kualitas SDM; dan 3) Saran yang cukup menonjol dari pihak sekolah adalah agar pemerintah
(pusat dan daerah) dapat meningkatkan bantuan/subsidi keuangan berupa dana block grant, dekonsentrasi
(termasuk BOS/BKM), dana dari Depag, APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten. masih layak diterapkan
untuk penyaluran dana pendidikan di sekolah dengan beberapa pembenahan, terutama dalam
pemberdayaan Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Kata kunci: sekolah menengah, manajemen sekolah, dan mutu
Abstract: The Objective of this research is to find out: 1) The illustration of school base management
implementation on the secondary school; 2) The obstacles in school based management implementation
experienced by schools; 3) Suggestion from school in order to implement school based management
better. Data was collected from a questionnaire, observation, documentation, interview, and Focus Group
Discussions (FGD). From the result, it is concluded that: 1) Generally, school based management
implementation in schools has run well; 2)The main issues in school based management implementation
are lack of budget, minimum facility, incompetent human resources; and 3) The major suggestion from
schools is that the center and local government increase the budget subsidy derives from block grant,
deconcentration fund (including BOS/BKM), Ministry of Religious Affair, Provincial and regency budget for
the distribution of educational budget to schools with some improvements particulary in the empowerment
of provincial and regency educational offices.
Key words: secondary school, school management, and quality
Pendahuluan
Pertama, kompleks pengorganisasian pen-
Permasalahan sekitar rendahnya mutu penye-
didikan, dimana terjadi dualisme pengorganisasian
lenggaraan pendidikan di Indonesia selama ini
dan pengadministrasian pendidikan. Depdiknas
pada dasarnya bermuara pada lemahnya penge-
mengelola dan bertanggung jawab pada materi
lolaan, pengorganisasian dan pengembangan
pendidikan dan mutu teknis seperti kurikulum,
institusi. Sebagaimana diidentifikasi oleh Bank
kualifikasi dan sertifikasi guru, testing dan evaluasi
Dunia (1998), bahwa ada empat unsur yang men-
pembelajaran; sedangkan Depdagri mengelola
jadi penghambat potensial terhadap kemajuan
dan ber tanggung jawab atas kete nagaan,
pendidikan di Indo ne sia, yai tu: a) sistem
material, dan sumber daya lainnya. Dualisme
organisasi yang kompleks di tingkat pendidikan
pengelolaan ini berakibat fatal, karena membuat
(sekolah); b) manajemen yang terlalu sentralistik;
rancunya pembagi an tanggung jawab dan
c) terpecah-belah dan kakunya proses pem-
peranan manajerial, keterlambatan dan terpilah-
biayaan; dan d) manajemen yang tidak efektif.
pilahnya sistem perencanaan dan pembiayaan,
419
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
serta perebutan kewenangan atas guru antara
diharapkan mengurangi kontrol pemerintah pusat,
kedua lembaga tersebut.
dan di pihak lain semakin meningkatnya otonomi
Kedua, praktik manajemen pendidikan oleh
sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu
Depdiknas yang teralu sentr alistik, sangat
diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada
menghambat pencapaian tujuan pendidikan.
untuk berinovasi.
Praktik seperti ini mengakibatkan perluasan
Lebih lanjut dije laskan bahwa, se jalan
kesempatan dan cara kerja yang efisien pada
dengan kebijakan desentralisasi pendidikan yang
jenjang pendidikan menjadi sulit terwujud.
dilaksanakan pemerintah sejak tahun 1999, telah
Ketiga, terpecah-belah dan kakunya proses
dilaksanakan program pengelolaan sekolah yang
pembiayaan, di samping menyebabkan kompleks-
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah
nya o rganisasi, jug a menambah rumitnya
dan me ndorong seko lah untuk melakukan
pengelolaan pendidikan. Anggaran pembangunan
pengambilan keputusan secara partisipatif untuk
(DIP) disiapkan oleh Bappenas, Depdiknas, dan
memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk
Depdagri, sedangkan anggaran rutin (DIK)
mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka
disiapkan oleh Depkeu, Depdiknas, dan Depdagri.
pendidikan nasional. Program ini disebut sebagai
Dalam praktiknya, masing-masing anggaran
manajemen berbasis sekolah (MBS). Esensi MBS
mempunyai aturannya sendiri sehingga yang
adalah pemberian otonomi sekolah dan pengam-
terjadi antara lain, perencanaan, kaji-ulang, dan
bilan ke putusan secara par tisi patif dalam
persetujuan anggaran yang memakan waktu satu
pengelolaan unsur-unsur manajemen sekolah
tahun. Praktik seperti ini memiliki dampak negatif,
yang didesentralisasi di tingkat sekolah.
antara lain tidak ada tanggung jawab yang jelas
Dalam konteks operasional pengelolaan
antar unit, tidak ada evaluasi secara regular
sekolah, Indarno (2002: 22) menjelaskan bahwa
terhadap kebutuhan riel yang diperlukan, dan tidak
setidaknya terdapat tiga kondisi yang menyebab-
ada jaminan bahwa dana benar-benar dialokasi-
kan manajemen sekolah tidak efektif, yaitu: a)
kan berdasarkan asas pemerataan.
pada umumnya kepala sekolah (khususnya
Keempat, manajemen pada tingkat sekolah
sekolah negeri) memiliki otonomi yang sangat
tidak efektif, yang diindikasikan oleh sangat
terbatas dalam mengelola sekolahnya atau dalam
terbatasnya otonomi kepala sekolah dalam
memutuskan
mengelola sumber daya dan manajemen sekolah.
sekolah; b) pada sisi kepala sekolah sendiri,
Kepala sekolah juga tidak dilengkapi dengan
mereka kurang memiliki keterampilan untuk
kemampuan kepemimpinan manajerial yang baik,
mengelola sekolah dengan baik; c) kecilnya peran
karena pada umumnya hanya dibekali beberapa
serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah,
hari pelatihan, rekrutmen mereka lebih didasarkan
padahal perolehan dukungan dari masyarakat
atas urutan jenjang kepangkatan.
merupakan bagian dari peran kepemimpinan
Rahma Sugihartati (2004: 3) menjelaskan
pe ngalokasian
sumber
daya
kepala sekolah.
bahwa dalam ko nteks pe ngelolaan tingkat
Mendasarkan kepada tiga kondisi riel ter-
sekolah, upaya meningkatkan mutu pendidikan
sebut, unsur-unsur manajemen yang didesentra-
harus le bi h di fo kuskan pad a pe ningkatan
lisasikan dalam konteks manajemen peningkatan
pengelolaan sekolah agar menjadi efektif, melalui
mutu berbasis sekolah meliputi empat hal pokok,
apa yang dikenal dengan manajemen berbasis
yang didalamnya mencakup beberapa aspek:
sekolah (MBS). MBS adalah bentuk alternatif
pertama, unsur pengelolaan partisipasi masya-
sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam
rakat; kedua, unsur pengelolaan ketenagaan,
bidang pendidikan. Sebagai wujud dari reformasi
mencakup: kepala sekolah, guru, siswa, penga-
pendidikan, MBS pada prinsipnya bertumpu pada
was, tenaga laboratorium, tenaga perpustakaan,
sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi
dan tata usaha sekolah; ketiga, unsur pengelolaan
yang sentralistik. MBS berpotensi untuk me-
keuangan, mencakup: dana DIK, dana DIP (BOP/
ningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan,
OPF), block grant, dan dana dari masyarakat; dan
efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada
keempat, pengelolaan kurikulum dan pembe-
tingkat sekolah. Penerapan MBS secara efektif,
lajaran, mencakup: materi; pengujian, tes dan
420
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
evaluasi; buku dan alat bantu pembelajaran; dan
hanyalah kepanjangan tangan birokrasi peme-
sarana dan prasarana pembelajaran.
rintah pusat untuk menyelenggarakan urusan
Keempat hal pokok di atas, telah diimple-
politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama
mentasikan sebagai program manajemen berbasis
sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk
se ko lah (MBS) sejak tahun 19 99. Untuk
mengoperasika sekolahnya secara mandiri. Semua
mengetahui hasil-hasil penerapan program
kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan
tersebut sangat perlu dilakukan evaluasi terhadap
di sekolah umumnya diadakan di tingkat peme-
komponen dan indikator pencapaian program;
rintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan
serta yang l ebih pokok adalah menget ahui
sekolah hanya menerima apa adanya.
dampak penerapan program terhadap unsur-
MBS adalah upaya serius yang rumit, yang
unsur manajemen yang telah didesentralisasikan
memunculkan berbagai isu kebi jakan dan
di tingkat sekolah.
melibatkan banyak li ni kewenangan dalam
Berdasarkan latar belakang di atas, perma-
pengambilan keputusan serta tanggung jawab
salahan yang akan diungkap dalam penelitian ini
dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan
adalah: Bagaimanakah pelaksanaan manajemen
yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihal yang
berbasis sekolah pada pendidikan menengah
terlibat perlu memahami benar pengertian MBS,
yang telah berjalan selama ini? Kendala-kendala
manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya,
apa sajakah yang ditemui pihak sekolah (kepala
dan yang te rpenting adalah pengar uhnya
se ko lah, guru, t enaga administrasi) dal am
terhadap prestasi belajar murid (Hamonangan,
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah pada
2004: 34).
pendidikan menengah? Bagaimanakah saran-
Se lanjutnya Hamonangan menjelaskan,
saran dari pihak sekolah (kepala sekolah, guru,
secara umum, manajemen peningkatan mutu
te naga
pelaksanaan
berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai
manajemen berbasis sekolah berjalan dengan
model manajemen yang memberikan otonomi lebih
baik?
kepada seko lah, memberi kan fle ksibil itas/
administrasi)
agar
kel uwesan-keluwesan ke pada sekolah, dan
Kajian Teori
mendorong partisipasi secara langsung warga
Konsep MBS
sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan)
Model pendekatan dalam manajemen sekolah
dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masya-
mengacu pada manajemen berbasis sekolah
rakat, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya)
(school based management) atau disingkat MBS.
untuk meningkatakan mutu sekolah berdasarkan
Di mancanegara, seperti Ameri ka Serikat,
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan
pendekatan ini sebenarnya telah berkembang
perundang-undangan yang berlaku (Catatan: MBS
cukup lama. Pada 1988 American Association of
tidak dibenarka menyimpang dari peraturan
School Administrators, National Association of
perundang-undangan yang berlaku).
Elementary School Principals, and National
Pada sisi yang lain, Indarno (2002: 8)
Association of Secondary School Principals,
menjelaskan bahwa, MBS juga merupakan salah
menerbitkan dokumen berjudul school based
satu wujud dari reformasi pendidikan yang
management, a strategy for better learning.
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi
atau kegerahan para pengelola pendidikan pada
siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan
level operasional atas keterbatasan kewenangan
kinerja staf, menawarkan partisipasi langsung
yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah
kepada kelompok-kelompok terkait, dan mening-
secara mandiri (Daman, 2001: 3).
katkan pemahaman kepada masyarakat terhadap
Selanjutnya Daman menjelaskan bawa di
pendidikan.
Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini
Lebih lanjut dijelaskan bahwa MBS merupakan
muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan
suatu konsep yang menempatkan kekuasaan
otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah
pendidikan diletakkan pada tempat yang paling
421
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
dekat dengan proses belajar mengajar. Tujuan
akan berlangsung secara memadai, dan pada
utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk
gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai.
penyeimbangan struktur kewenangan antara
Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua,
sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses
yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya
dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih
selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan,
efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran
bahan, dan sebagainya) dengan penegasan
diserahkan kepada unit yang paling dekat dengan
bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai
pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu
arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah,
sekolah.
tanpa campur tangan sumberdaya manusia; c)
Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi,
MBS dan Sekolah Efektif
meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang
MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami
ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia
oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan
(staf), namun pada butir ini perlu ditekankan lagi
kata lai n, jika seko lah ingin sukses dal am
karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah
menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik
yang efektif pada umumnya memiliki staf yang
MBS berikut perlu dimiliki. Berbicara karakteristik
mampu (kompet en) dan berdedikasi t inggi
MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik
terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu
sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/
bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi,
kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan
maka kepemilikan staf yang kompeten dan
isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS berikut
berdedikasi tinggi merupakan keharusan; d)
memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah
Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi, sekolah
efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses,
yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan
dan output (Jaelani dan Kuntoro, 2005: 11).
harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi
Selanjutnya Jaelani dan Kuntoro menjelaskan
peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah
bahwa dalam menguraikan karakteristik MBS,
memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk
pendekatan sistem yaitu input-proses-output
meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru
digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari
memiliki komitmen dan harapan yang tinggi
oleh pengertian bahwa sekolah merupakan
bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat
sebuah sistem, sehingga penguraian karakteristik
prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala
MBS (yang juga karakteristik sekolah efektif)
keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada
mendasarkan pada input, proses, dan output.
di sekolah; e) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa), Pelanggan, terutama siswa, harus
Input Pendidikan
merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah.
Input pendi di kan te rdiri at as: a) Memiliki
Artinya, semua input dan proses yang dikerahakn
Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang jelas.
di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas
mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi
tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan
logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan
sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu.
input dan proses belajar mengajar harus benar-
Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut
be nar me wujudk an so sok utuh mut u dan
dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan,
kepuasan yang diharapkan dari siswa; f) Input
tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasi-
Manajemen, sekolah yang menerapkan MBS
kan kepada semua warga sekolah, sehingga
memiliki input manajemen yang memadai untuk
tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga
menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam
sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh
mengatur dan mengurus sekolahnya mengguna-
warga sekolah; b) Sumberdaya Tersedia dan
kan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan
Siap, sumberdaya merupakan input penting yang
kejelasan input manajemen akan membantu
di per lukan
p roses
kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan
pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang
efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi:
memadai, proses pendidikan di sekolah tidak
tugas yang jel as, re ncana yang r inc i dan
422
unt uk
berl ang sung nya
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
si stematis, program yang mendukung bagi
MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena
pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan
itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari
(aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi
analisis kebutuhan, perencanaan, pengembang-
warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya
an, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga
sistem pengendalian mutu yang efektif dan
sampai pada imbal jasa, merupakan garapan
efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang
penting bagi seorang kepala sekolah; e) Sekolah
telah disepakati dapat dicapai (Jaelani dan
Memiliki Budaya Mutu, budaya mutu tertanam di
Kuntoro, 2005: 12-14).
sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap
perilaku selalu didasari oleh profesionalisme.
Proses
Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai
Menurut Rahma Sugihartati (2004: 15) sekolah
berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan
yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah
unt uk perb aikan , bukan u ntuk me nga dil i/
karakteristik proses sebagai berikut: a) Proses
meng o ntro l o ra ng; (b) ke wenangan harus
Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi,
sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti
sekolah yang menerapkan MBS memiliki efekti-
penghargaan ( rewards) atau sanksi (punishment);
vitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi.
(d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus
Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan
merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga
pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan
sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya;
sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar
(f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan;
pe nekanan pada pe nguasaan p e ng et ahuan
(g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai
tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi
pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa
lebih menekankan pada internalisasi tentang apa
memiliki sekolah; f) Sekolah Memiliki “Teamwork”
yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi
yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis, Keber-
sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta
samaan (teamwork) merupakan karakteristik
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh
yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan
peserta didik (pathos); b) Kepemimpinan Sekolah
merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan
yang Kuat, pada sekolah yang menerapkan MBS,
hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama
kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam
meng ko o rdinasi kan,
dan
sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup
menyerasikan semua sumberdaya pendidikan
sehari-hari warga sekolah; g) Sekolah Memiliki
yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah
Kewenangan (Kemandirian), sekolah memiliki
merup akan sala h sat u fak to r yang dapat
kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi
mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan
sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki
visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui
kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak
program-program yang dilaksanakan secara
selalu menggantungkan pada atasan. Untuk
terencana dan bertahap; c) Lingkungan Sekolah
menj adi mandi ri , seko lah harus me m i liki
yang A man d an Tert i b, seko l ah me mi liki
sumberdaya yang cukup untuk menjalankan
lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan
tugasnya; h) Partisipasi yang Tinggi dari Warga
nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat
Sekolah dan Masyarakat, sekolah yang menerap-
berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
kan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi
Kare na
s el al u
warga se kolah dan masyarakat merupakan
menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman,
bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh
tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang
keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi,
dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal
makin besar rasa memiliki; makin besar rasa
ini, peranan kepala sekolah sangat penting
memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab,
sekali; d) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang
dan makin besar rasa tanggungjawab, makin
Efektif, tenaga Kependidikan, terutama guru,
besar pula tingkat dedikasinya; i) Sekolah Memiliki
merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah
Ket er bukaan
merupakan wadah. Sekolah yang menerapka
keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan
it u,
se ko lah
men ggerakkan,
yang
efekt if
(Transparansi)
Manaj emen,
423
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
sekolah merupakan karakteristik sekolah yang
kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata
menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini
o le h warga se ko lah; n) S eko l ah Me m i liki
ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
Akuntabil it as, akuntab ili tas ad alah b ent uk
pe ren canaan
kegi at an,
pertanggungjawaban yang harus dilakukan
penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu
sekolah terhadap keberhasilan program yang
melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat
telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk
kontrol; j) Sekolah Memiliki Kemauan untuk
laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan
Berubah (Psikologis dan pisik), perubahan harus
ke pad a pe me rin tah, o rang t ua si swa , dan
merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi
masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program
semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan
ini, pemerintah dapat menilai apakah program
merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang
MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki
dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik
atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu
bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap
memberikan penghargaan kepada sekolah yang
dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih
bersangkutan, sehingga menjadi faktor pen-
baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama
dorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di
mutu pese rta didik; k) Sekol ah Melakukan
masa yang akan datang. Sebaliknya jika program
Evaluasi dan Perbaikan secara Berkelanjutan,
tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberi-
evaluasi belajar secara teratur bukan hanya
kan teguran sebagai hukuman atas kinerjany
ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap
yang diang gap t idak me menuhi syarat; o )
dan kemampuan peserta didik, tetapi yang
Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustaina-
terpenting adalah bagaimana memanfaatkan
bil itas, sekol ah yang efektif juga memiliki
hasil evaluasi belajar tersebut untuk memper-
ke mam puan untu k menjag a ke langs ungan
bai ki dan me nyempurnakan proses belajar
hidupnya (sustainabilitasnya) baik alam program
da n
pe laksa naan
mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi
maupun pendanaannya. Sustainabilitas program
evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka
dapat dilihat dari keberlanjutan program-program
meningkatkan mutu peserta didik dan mutu
yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan
sekolah secara keseluruhan dan secara terus
berkembang menjadi program-program baru yang
menerus; l) Sekolah Responsif dan Antisipatif
belum pernah ada sebelumnya.
terhadap Kebutuhan, sekolah selalu tanggap/
responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul
Output yang Diharapkan
bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan.
selalu membaca lingkungan dan menanggapinya
Output sekolah adalah prestasi sekolah yang
secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak
dihasilkan o le h proses pembe lajaran dan
hanya mampu menyesuaikan terhadap peru-
manajemen di sekolah. Pada umumnya, output
bahan /t unt utan, akan te t api juga mampu
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output
mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal
berupa prestasi akademik (academic achievement)
terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata
dan output berupa prestasi non-akademik (non-
yang tepat bagi istilah antisipatif; m) M e m i l i k i
academic achievement). Output prestasi akademik
Komunikasi yang Baik, sekolah yang efektif
misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba
umumnya memil i ki ko munik asi yang baik,
(Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara
terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-
berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional,
masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang
induktif, dedukatif, dan ilmiah) (Sallis, 1993: 12).
dilakukan oleh masing-masing warga sekolah
dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keter-
Metode Penelitian
paduan
dapat
Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan
diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran
memodifikasi desain penelitian pengembangan.
sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi
Populasi penelitian ini yaitu sekolah menengah
yang baik juga akan membentuk teamwork yang
negeri dan swasta di seluruh wilayah Indonesia
kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai
yang kepala sekolahnya telah mendapatkan
424
se mua
kegi a tan
se ko lah
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
penataran secara formal MBS. Sampel dalam
item maupun di ant ara responden (kepala
penelitian ini diambil secara purposive di 5 provinsi
sekolah, guru, tata usaha), perbedaan yang ada
yang terdiri atas 2 (dua) provinsi dari pulau Jawa,
juga tidak terlalu mencolok.
yaitu
Jawa
Timur,
dan
Daerah
Ist imewa
Yogyakarta, 3 (tiga) provinsi di luar Jawa, yaitu
Sumate ra Sel atan, Sulawe si Sel atan, dan
Kalimantan Timur. Pemilihan sekolah sebagai
sampel juga memperhatikan jenis dan status
sekolah. Jenis sekolah meliputi SMA (Sekolah
Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan), sedangkan status sekolah meliputi
sekolah negeri maupun swasta. Tiap provinsi
Tabel 1. Deskriptif Persentase Perencanaan dan
Evaluasi Sekolah
No.
Item
1
2
3
Rerata
Kepsek
Guru
TU
Rerata
89.41%
82.63%
84.32%
85.45%
88.14%
80.08%
82.63%
83.62%
86.44%
80.93%
83.05%
83.47%
87.29%
80.51%
82.84%
83.55%
dipilih dua wilayah kabupaten, dimana masing-
seluruh sekolah adalah 6 sekolah x 2 kabupaten
Kendala umum yang dihadapi dalam
perencanaan dan evaluasi sekolah adalah terkait
dengan ket erbat asan dana at au anggar an.
Hampir 80% responden mengungkapkan bahwa
unt uk melaksanakan per encanaan sesuai
kebutuhan ( school based plan) terkendala masalah
x 5 provinsi = 60 sekolah. Setiap sekolah dipilih
dana, baik yang bersumber dari pemerintah
tiga responden, yaitu kepala sekolah, guru, dan
maupun orang tua siswa. Kendala lain yang
kepala tata usaha, jadi jumlah re sponde n
terungkap adalah menyangkut kualitas SDM di
seharusnya 3 x 60 = 180. Dalam pelaksanaan
sekolah yang rendah. Berdasarkan kendala-
pengumpulan data di lapangan, terdapat berbagai
kendala di atas, terdapat beberapa saran yang
kendala baik teknis maupun non teknis sehingga
dikemukakan pihak sekolah (kepala sekolah,
juml ah maupun sebaran sumber data at au
guru, tenaga administrasi), antara lain: 1)
responden tidak sepenuhnya sesuai dengan
Pemerintah perlu meningkatkan bantuan atau
rancangan awal. Namun demikian secara garis
subsidi bagi sekolah, baik sekolah negeri maupun
besar sumber data yang masuk tidak menyimpang
swasta, misalnya dalam bentuk block grant, 2)
jauh dari rancangan awal, sehingga tahapan
perlu adanya pelatihan-pelatihan di berbagai
penelitian selanjutnya dapat dilakukan.
bidang keahlian, utamanya yang terkait dengan
masing kabupaten diwakili oleh 6 sekol ah.
Berdasarkan status se kolahnya, 6 se ko lah
tersebut terdiri dari 4 sekolah negeri dan 2 sekolah
swasta, sedangkan apabila dipilah menurut
jenisnya, terdiri dari 4 SMA dan 2 SMK. Jadi, jumlah
Pengumpulan data dilakukan dengan meng-
perencanaan dan evaluasi sekolah, bagi kepala
gunakan teknik kuisioner (angket), observasi,
se ko lah maupun guru (in service t raining)
do kume nt asi, wawancara dan focus group
sehingga kualitas SDM sekolah meningkat, 3)
discussion (FGD). Data yang berasal dari angket
semua pihak harus bersikap jujur, transparan
dengan jawaban t ertutup (pil ihan g anda)
(terbuka), menerima kekurangan-kekurangan
digunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif. Pada
atau kritik-kritik, serta 4) perlu ditekankan adanya
analisis deskriptif, dilakukan perhitungan dengan
tindak lanjut dari hasil evaluasi yang telah
sajian persentase (%).
dilakukan sebelumnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengelolaan Kurikulum
Perencanaan dan Evaluasi Sekolah
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pe ng elolaan kuri kulum pada sekolah juga
Terdapat tiga item pertanyaan untuk mengungkap
termasuk dalam kategori baik, hal ini ditunjukkan
bagaimana pe laksanaan pe rencanaan dan
dengan rerata persentase sebesar 78,60%.
evaluasi sekolah. Berdasarkan analisis deskriptif
Persentase ini sedikit lebih rendah daripada rerata
persentase, dapat
diketahui bahwa rerata
persentase aspek perencanaan dan evaluasi
persentasenya 83,55% atau termasuk kategori
sekolah. Dari dua item pertanyaan yang ada,
baik. Jika dilihat rerata persentase di antara ketiga
rerata persentase item nomor 5 relatif lebih
425
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Tabel 3. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Proses Belajar-Mengajar
rendah. Jika ditelusuri, item nomor 5 berisi
tentang pelaksanaan pengembangan kurikulum
muatan lokal. Hasil lengkap analisis dapat dilihat
pada tabel 2.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
91.53% 88.56% 78.81%
83.69%
Item
Tabel 2. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Kurikulum
No.
No.
Kepsek
Guru
6
7
79.24% 75.42% 78.81%
77.12%
Rerata
85.38% 81.99% 78.81%
80.40%
TU
Rerata
4
80.51% 80.51% 80.93%
80.72%
mengajar (PBM) adalah: 1) Terbatasnya sarana
3
75.85% 76.69% 76.27%
76.48%
dan media pembelajaran, 2) Jika media sudah
Rerata
78.18% 78.60% 78.60%
78.60%
te rsedia, ada se bagian guru yang e nggan
Item
Kendala utama pelaksanaan proses belajar
menggunakan/memanfaatkan, 3) Kualitas SDM
Kendala-kendala yang dihadapi berkaitan
para guru yang masih perlu ditingkatkan, serta
dengan pengelolaan kurikulum antara lain adalah:
4) Masih kuatnya paradigma lama yang dianut
1) anggaran biaya atau fasilitas pendidikan yang
guru, yaitu guru aktif dan siswa pasif. Beberapa
terbatas atau kurang mencukupi, 2) guru mengajar
saran yang dikemukakan pihak sekolah terkait
tidak sesuai dengan bidang keahlian atau latar
dengan pelaksanaan PBM antara lain adalah: 1)
belakang pendidikannya, 3) kemampuan atau
perlu adanya pelatihan pengembangan kemam-
kompetensi guru kurang/tidak sesuai dengan
puan guru, utamanya tentang peningkat an
yang diharapkan, serta 4) sumber/bahan ajar
kualitas PBM, 2) perlu adanya peningkatan
terbatas atau sulit diperoleh. Beberapa saran
bantuan sarana/fasilitas dari pemerintah daerah/
yang dikemukakan pihak sekolah adalah: 1) perlu
pusat, termasuk bantuan buku-buku ajar bagi
ad anya bimbi ngan tekni s (Bint ek) te ntang
para siswa.
pe lak sanaan
Kuri kulum
Tingkat
S atuan
Pendidikan (KTSP), 2) workshop pengembangan
Pengelolaan Ketenagaan
kurikulum, 3) rekrutmen tenaga pendidik/guru
Pelaksanaan
ag ar se suai d en gan bidang keahli an yang
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa
dibutuhkan, serta 4) perlu adanya penambahan
pengelolaan ketenagaan pada sekolah secara
bantuan fasilitas serta buku-buku yang di-
umum termasuk kategori baik, dimana persentase
butuhkan sekolah.
rata-ratanya sebesar 78,37%. Terdapat 12 item
pertanyaan yang mengungkap aspek ketenagaan
Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
ini. Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata jawabannya
Pelaksanaan
cukup bervariasi. Ada yang termasuk kategori
Pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) pada
sangat baik (>85%), baik (>70% - 85%), dan
sekolah secara umum berjalan dengan baik,
cukup baik (>60% - 70%).
dengan rerata persentase 80,40%. Pada item
Kegiatan yang termasuk kategori sangat baik
no.6 tentang kebebasan memilih strategi atau
antara lain: memberikan kesempatan kepada guru
metode pembelajaran yang se suai dengan
dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
karakteristik peserta didik, guru, dan kondisi nyata
kemampuan, studi lanjut atau pelatihan (item no.
sumberdaya yang ada di sekolah, jawaban kepala
11 dan 24); mengembangkan hubungan kerja
sekolah dan guru termasuk kategori sangat baik
sesama guru dan sesama tenaga kependidikan
(> 85%), yaitu masing-masing sebesar 91,53%
(item no. 14); mengembangkan hubungan kerja
dan 88,56%. Pada item no.7, persentase rata-
ant ara kepala sekol ah, guru dan t enaga
ratanya relatif rendah.
kependidikan (item no. 15); dan pembinaan
kepala sekolah terhadap guru dan staf (item no.
25).
Kegiatan yang termasuk kategori baik antara
lain: melakukan analisis kebutuhan guru dan
426
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
Tabel 4. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Ketenagaan
sementara guru lain kurang, 3) khusus pada SMK,
kesulitan mendapatkan guru yang sesuai dengan
TU
Rerata
bidang keahlian yang dibutuhkan, 4) untuk
8
82.20% 79.24% 82.20%
80.72%
dari SPP terbatas, 5) sebagian guru kurang
9
82.20% 77.12% 80.08%
78.60%
berminat melanjutkan studi karena merasa sudah
10
35.59% 30.51% 37.71%
34.11%
tua, 6) belum adanya pedoman standar tentang
11
91.95% 88.98% 88.14%
88.56%
evaluasi bagi guru dan tenaga kependidikan.
12
75.85% 66.10% 64.83%
65.47%
Beberapa saran yang dikemukakan pihak
No.
Kepsek
Guru
Item
sekolah swasta, anggaran biaya yang bersumber
13
75.85% 69.92% 71.61%
70.76%
sekolah terkait dengan pengelolaan ketenagaan
14
87.71% 89.83% 91.95%
90.89%
adalah: 1) penempatan guru (PNS) agar sesuai
15
91.10% 92.37% 91.53%
91.95%
dengan kebutuhan sekolah (Sekolah Negeri), 2)
16
84.75% 81.78% 81.78%
81.78%
perlu adanya bantuan guru (PNS) untuk sekolah
24
90.68% 85.59% 89.83%
87.71%
swasta, 3) guru yang swasta yang diangkat
25
88.98% 86.86% 86.44%
86.65%
menjadi PNS jangan dipindah ke sekolah negeri,
26
88.98% 82.20% 84.32%
83.26%
Rerata
81.32% 77.54% 79.20%
78.37%
4) pemerintah perlu memberikan bantuan/subsidi
tenaga kependidikan (item no. 8); melakukan
perencanaan terhadap kebutuhan guru dan
tenaga kependidikan (item no. 9); melakukan
evaluasi kinerja guru dan tenaga kependidikan
(item no. 16), dan pembinaan kepala sekolah
terhadap guru dan staf (item no. 26).
Kegiatan yang termasuk kategori cukup baik
adalah item no. 12 tentang pemberian reward
(p enghargaan) kepada guru at au t enaga
kependidikan yang berprestasi, dimana rerata
persentasenya 65,47%. Pada sisi lain, dalam hal
pemberian punishment (sanksi/hukuman) bagi
guru dan tenaga kependidikan secara kategori
analisi s termasuk baik, namun sebetulnya
persentasenya rendah (70,76%).
Khusus item no.10 rerata persentasenya
sebesar 34,1 1% bukanlah menggambarkan
kondisi yang sebenarnya, karena item ini berisi
tentang pertanyaan pelaksanaan rekrutmen guru
dan tenaga kependidikan yang ditujukan khusus
bagi sekolah swasta sehingga insentif guru
swasta lebih memadai, 5) perlu adanya bantuan
biaya studi atau beasiswa bagi guru-guru yang
berminat melanjutkan studi, dan 6) perlu adanya
pedoman yang jelas tentang evaluasi bagi guru
dan tenaga kependidikan, serta 7) pemerintah/
dinas pendidikan perlu terlibat dalam memberikan
reward atau punishment.
Pengelolaan Fasilitas
Pelaksanaan
Pengelolaan fasilitas dapat dikatakan berjalan
dengan
baik,
dimana
rata-rata
jawaban
responden adalah 80,19%. Dari empat item
pertanyaan, item no. 18 dan 19 persentasenya
relatif lebih kecil (78,81% dan 78,18%). Item ini
berisi tentang pengadaan dan perawatan fasilitas
sekolah (mesin, peralatan, perlengkapan). Hasil
lengkap perhitungan disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Fasilitas
untuk responden dari sekolah swasta, sementara
No.
responden dari sekol ah neg eri ti dak pe rl u
Item
menjawab (skor 0), sehingga persentase hasil
perhitungannya menjadi rendah.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
17
83.47% 82.63% 83.05%
82.84%
18
80.08% 79.66% 77.97%
78.81%
Terdapat banyak kendala yang berhasil
19
79.66% 77.97% 78.39%
78.18%
diungkap dalam hal pengelolaan ketenagaan.
20
82.63% 81.78% 80.08%
80.93%
Kendala-kendala tersebut adalah: 1) penempatan
Rerata
81.46% 80.51% 79.87%
80.19%
guru dan tenaga kependidikan kurang sesuai
dengan analisis kebutuhan yang dilakukan
Kendala utama dalam pengelolaan fasilitas
sebelumnya, 2) beban mengajar antar guru tidak
adalah terkait dengan terbatasnya anggaran.
merata, ada yang berlebihan jam mengajarnya,
Disatu sisi jenis kebutuhan terhadap pengelolaan
427
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
maupun pengadaan fasilitas cukup banyak dan
atau dana yang ada, baik yang berumber dari
beragam, namun sumber-sumber pembiayaan
pemerintah maupun masyarakat (SPP siswa,
terbatas, apalagi untuk sekolah swasta. Saran
bantuan orang tua) masih kurang jika dibanding-
yang dikemukakan pihak sekolah adalah: 1) perlu
kan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.
adanya bantuan anggaran maupun fasilitas dari
Beberapa saran yang diberikan pihak sekolah
pemerintah daerah maupun pusat, baik untuk
antara lain: 1) pemerintah perlu membuat
sekolah negeri maupun swasta, misalnya dalam
klasifikasi sekolah berdasarkan kondisi sekolah
bentuk block grant, 2) supaya sekolah diberi
atau daerah, 2) pihak sekolah supaya diberi
ke beb asan dal am menghi mpun d ana dari
kebebasan dalam menghimpun dana dari masya-
orangtua/masyarakat, dan 3) perlu adanya
rakat (siswa/orangtua siswa), 3) pemerintah
alokasi anggaran biaya untuk bantuan sekolah
perlu meningkatkan bantuan/subsidi (block grant),
dalam APBD yang disusun pemerintah.
dan 4) kebijakan sekolah dalam hal penarikan
SPP j angan di int ervensi d e ngan ke bi jakan
Pengelolaan Keuangan
pemerintah tentang sekolah gratis.
Pelaksanaan
Berbeda dengan aspek atau variabel sebelumnya
Pelayanan Siswa
yang rerata persentasenya relatif tinggi, pada
Pelaksanaan
aspek ini reratanya relatif rendah, yaitu 70,87%.
Dalam hal pelayanan terhadap siswa, secara
Secara kategorikal, termasuk “baik” (>70% - 85%),
umum termasuk kat egori “b aik” wal aupun
namun sebetulnya lebih dekat ke kategori “cukup
persentasenya relatif rendah (73,36%). Terdapat
baik” (>60% - 70%). Jika ditelusuri, terdapat dua
empat item dalam aspek ini dimana rerata
item dimana reratanya cukup berbeda mencolok.
persentasenya terdapat perbedaan yang cukup
Item no.21 tentang pengelolaan/penganggaran
signifikan. Pada item no. 23 tentang pelayanan
keuangan sekolah secara mandiri persentasenya
penerimaan siswa baru, dan item no. 27 tentang
cukup tinggi, yaitu 83,05%. Sementara itu item
pelayanan bagi siswa yang melanjutkan studi,
no. 22 tentang kegiatan-kegiatan yang men-
rerata persentasenya relatif tinggi, masing-masing
dat angkan
sebesar 89,41% dan 80,30%.
penghasilan
sekol ah
(income
generating activities) persentasenya tergolong
Namun dua item lainnya, yaitu no. 28 tentang
rendah (58,69%), dimana hal ini mencerminkan
bantuan bagi siswa yang mencari pekerjaan, dan
aspek penggalian dana oleh sekolah secara
item no. 29 tentang fasilitasi atau kegiatan yang
mandiri belum berjalan dengan baik.
mengurusi alumni, persentasenya relatif kecil,
Pada item no. 22 tentang kegiatan-kegiatan
yang mendatangkan penghasilan sekolah (income
generating activities), apabila dilihat berdasarkan
jenis se ko lahnya, dapat di ketahui bahwa
persentase pada SMK lebih besar daripada SMA.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penggalian
sumber dana di SMK berjalan dengan baik.
Tabel 6. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Keuangan
No.
Kepsek
Guru
TU
masing-masing sebesar 66,31% dan 70,34%.
Tabel 7. Deskriptif Persentase Pelayanan Siswa
No.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
23
87.71% 88.98% 89.83%
89.41%
27
81.78% 79.66% 80.93%
80.30%
28
69.92% 63.98% 68.64%
66.31%
Item
29
62.71% 57.63% 57.20%
57.42%
Rerata
75.53% 72.56% 74.15%
73.36%
Rerata
Beberapa kendal a yang terkait dengan
Item
21
88.14% 83.90% 82.20%
83.05%
pelayanan siswa adalah: 1) latar belakang siswa
22
58.47% 62.71% 54.66%
58.69%
heterogen atau beragam, sehingga kebijakan
Rerata
73.31% 73.31% 68.43%
70.87%
yang ditempuh tidak dapat memuaskan semua
pihak, 2) fasilitas yang dimiliki sekolah masih
Kendala utama dalam hal keuangan adalah,
kurang atau jumlahnya terbatas, 3) keterbatasan
sebagian besar menyatakan bahwa anggaran
tenaga yang mengurusi tentang pelayanan siswa
428
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
secara khusus. Saran yang dikemukakan pihak
Pengelolaan Iklim Sekolah
sekolah antara lain: 1) perlu adanya peningkatan
Pelaksanaan
bantuan fasilitas yang dibutuhkan sekolah, 2)
perlu penambahan tenag a guru sehingga
pelayanan terhadapa siswa dapat optimal, 3)
Tabel 9. Deskriprif Persentase Pengelolaan
Iklim Sekolah
perlu ditingkatkannya dukungan orangtua,
No.
masyarakat, maupun pemer intah, serta 4)
Item
kerjasama dengan dunia usaha dan industri
(DUDI) perlu ditingkatkan.
Hubungan Sekolah-Masyarakat
Pelaksanaan
Hubungan sekolah dengan masyarakat secara
keseluruhan bel um memberikan hasil yang
menggembirakan, hal ini nampak dari jawaban
responden dimana rata-ratanya sebesar 70,27%.
Secara kategorikal termasuk “baik” (>70% - 85%),
namun sebetulnya lebih dekat ke kategori “cukup
baik” (>60% - 70%). Pada aspek ini antara lain
mengungkap tentang keterlibatan masyarakat
dalam kegiatan sekolah maupun dukungan moral
dan finansial masyarakat kepada sekolah.
Tabel 8. Deskriptif Persentase Hubungan
Sekolah-Masyarakat
No.
Item
30
31
32
Rerata
Kepsek
Guru
TU
Rerata
74.15%
71.61%
72.88%
72.88%
72.88%
67.80%
70.34%
70.34%
69.49%
70.76%
70.34%
70.20%
71.19%
69.28%
70.34%
70.27%
Pihak sekolah mengakui bahwa hubungan
ant ara sekolah dengan masyarakat belum
berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh
kurang adanya kepedulian dari masyarakat
terhadap sekolah. Kepedulian yang kurang ini
tercermin dari beberapa hal, misalnya dalam hal
dukungan dana, kebij akan/ program, maupun
kerjasama kegiatan. Saran yang diberikah pihak
sekolah antara lain: 1) perlu adanya peningkatan
peran komite sekolah sebagai wujud kerjasama
sekolah-masyarakat, 2) perlu ditingkatkannya
sosialisasi program dari sekolah ke masyarakat,
misalnya melalui pert emuan berkala dengan
orangt ua siswa, dan 3) pihak sekolah perlu
mengkaji/ menempuh pendekatan baru terhadap
masyarakat sehingga lebih efektif.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
33
83.47% 83.47% 75.85%
79.66%
34
80.51% 79.66% 78.39%
79.03%
35
84.75% 84.75% 84.32%
84.53%
36
87.29% 86.86% 83.90%
85.38%
37
84.32% 87.29% 83.63%
84.96%
38
86.02% 86.02% 82.20%
84.11%
39
80.93% 78.81% 80.93%
79.87%
40
86.02% 86.02% 83.90%
84.96%
Rerata
84.16% 84.11% 81.51%
82.81%
Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat diketahui
bahwa pengelolaan iklim sekolah dapat dikatakan
berjalan baik, persentase rataratanya relatif
tinggi, yaitu 82,81%. Dari delapan item yang ada,
rerata jawaban dari masing-masing item juga tidak
terdapat perbedaan yang mencolok, demikian juga
jawaban yang diberikan oleh ketiga kelompok
responden (kepala sekolah, guru, dan TU).
Terdapat banyak faktor yang dapat menghambat terciptanya iklim atau suasana sekolah
yang kondusif. Faktor-faktor tersebut adalah:
prasarana atau kondisi fisik sekolah, misalnya
sekolah yang belum mempunyai pagar; anggaran
biaya yang terbatas, sehingga kemampuan
se ko lah untuk memenuhi kebut uhan yang
diinginkan
juga terbatas; serta dukungan atau
tanggung jawab dari pihak siswa, guru, serta
masyarakat dalam upaya menciptakan iklim
sekolah yang kondusif masih kurang.
Beberapa
saran yang dikemukakan pihak sekolah adalah:
1) pe rlu adanya peraturan teknis t e ntang
organisasi sekolah yang rinci, 2) perlu ditingkatkan tentang koordinasi atau kerjasama dengan
semua pihak, utamanya dengan masyarakat
se kitar, dan 3 ) p erlu ditingkatkan bantuan
anggaran biaya bagi sekolah, dengan harapan
kebutuhan sekol ah terpenuhi dan PBM pun
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Pada pelaksanaan MBS, hasil penelitian
secara umum (tanpa membedakan jenis dan
status sekolah) dapat dilihat pada Tabel 10 di
bawah.
429
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Tabel 10. Rekapitulasi Pelaksanaan MBS
No.
Aspek/Variabel
Ratarata
Kate
gori
(%)
1
Perencanaan dan Evaluasi
(pemerintah, orangtua siswa, masyarakat) masih
tinggi.
Ke lemahan yang kedua adal ah t entang
pelayanan terhadap siswa. Berdasarkan uraian
sebelumnya diketahui bahwa hal ini disebabkan
83,55
Baik
78,60
Baik
Mengajar
80,40
Baik
4
Pengelolaan Ketenagaan
78,37
Baik
Rendahnya pelayanan siswa dalam memasuki
5
Pengelolaan Fasilitas
80,19
Baik
dunia kerja terjadi terutama untuk Sekolah
6
Pengelolaan Keuangan
70,87
Baik
Menengah Kejuruan (SMK) karena lulusan SMK
7
Pelayanan Siswa
73,36
Baik
memang dipersiapkan untuk memasuki dunia
8
Hubungan SekolahMasyarakat
70,27
Baik
Pengelolaan Iklim Sekolah
82,81
Baik
77,60
Baik
kelemahan pihak sekolah dalam dua hal, yaitu:
Sekolah
2
3
9
Pengelolaan Kurikulum
kerja (66,31%) dan 2) fasilitasi dan mengurusi
Pengelolaan Proses Belajar
Rata-rata
Berdasarkan Tabel 10, dapat ditegaskan
kembali bahwa dari sembilan aspek pelaksanaan
MBS, besarnya persentase jawaban responden
cukup bervariasi. Rata-rata besarnya persentase
jawaban responden adalah 77,60%, sehingga hal
ini menunjukkan bahwa pelaksanaan MBS di
sekolah menengah (SMA dan SMK) secara umum
berjalan dengan baik.
Walaupun secara kategorikal kesembilan
aspek termasuk “baik”, jika dilihat lebih jauh dapat
diketahui bahwa terdapat beberapa aspek atau
variabel yang perlu mendapat perhatian.
Berdasarkan besarnya persentase, terdapat tiga
variabel yang persentasenya dibawah persentase
rata-rata (77,60%) yaitu variabel tentang: 1)
pengelolaan keuangan (70,87%), 2) pelayanan
siswa (73,36%), dan 3) hubungan sekolahmasyarakat (70,27%).
Jika ditelusuri lebih jauh, dapat diketahui
dalam hal apa saja kelemahan pelaksanaan MBS
tersebut berdasarkan item-item jawaban yang
ada. Untuk aspek atau variabel pengelolaan
keuangan, kelemahan terletak dalam hal penggalian sumber dana melalui kegiatan-kegiatan
yang dapat mendatangkan keuntungan (income
generating activities). Besarnya persentase ratarata item ini hanya 58,69%, hal ini menunjukkan
bahwa pihak sekolah (terutama SMK) belum
memanfaatkan potensi sumberdaya sekolah yang
dimiliki. Selain itu hal ini juga menunjukkan
ketergantungan sekolah terhadap pihak lain
430
1) bantuan terhadap siswa dalam memasuki dunia
kegiatan alumni (57,42%).
kerja. Sementara itu pelayanan dalam hal melanjutkan
se kolah,
terut ama
untuk
Se ko lah
Menengah Umum (SMU atau SMA) berjalan relatif
baik (80,30%).
Dalam hal kegiatan yang melibatkan alumni
yang persentasenya rendah tersebut, perlu
mendapatkan perhatian semua pihak tanpa
memandang jenis dan status sekolah. Bagi SMK,
alumni dapat dimanfaatkan dalam perluasan
jaringan kerja atau membantu alumni dalam
memasuki dunia kerja, dan bagi SMA, dapat
dimanfaatkan dalam membantu lulusan menempuh studi lanjut maupun memasuki dunia kerja.
Satu aspek lagi yang pelaksanaannya tergolong kurang sesuai harapan adalah tentang
hubungan sekolah-masyarakat. Semua item yang
mengungkap aspek ini persentasenya dibawah
rata-rata (< 77,60%). Hal ini menunjukkan
memang aspek ini perlu mendapatkan perhatian
dan perlu dicari pemecahan atau jalan keluarnya.
Ke lemahan dalam hal hubungan sekol ahmasyarakat juga terkait dengan aspek keuangan
yang juga lemah, yaitu kurangnya perlibatan
masyarakat dalam pembiayaan sekolah.
Selain tiga aspek pelaksanaan MBS yang
kurang sesuai harapan (persentase dibawah ratarata 7 7,60 %), terdapat dua asp ek yang
persentasenya sedikit diatas rata-rata, dan hal
ini juga menunjukkan pelaksanaannya kurang
o ptimal. Kedua aspe k tersebut adalah: 1)
Pengelo laan Kur ikulum (78,60% ), dan 2)
Pengelolaan Ketenagaan (78,37%).
Berdasarkan kaj ian lebih jauh, dapat
diketahui bahwa untuk aspe k pe ngelolaan
kurikulum, sekolah masih lemah dalam hal
pengembangan kurikulum muatan lokal (76,48%).
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
Hal ini berlaku untuk semua jenis dan status
kelemahan terletak dalam hal pengembangan
sekolah, karena baik di SMA maupun SMK, status-
kurikulum muatan lokal dimana persentase rata-
nya negeri maupun swasta diterapkan kurikulum
ratanya sebesar 76,48%; 6) aspek ketenagaan,
muatan lokal.
kelemahan yang menonjol adalah dalam hal
Dalam aspek ketenagaan, kelemahan yang
pemberian reward (penghargaan) bagi yang
menonjol adalah dalam hal pemberian reward
berprestasi (65,47%), dan pemberian punishment
(penghargaan) bagi yang berprestasi (65,47%),
(sanksi/hukuma n)
dan tentang pemberian punishment (sanksi/
peraturan atau melakukan perbuatan tercela
hukuman) bagi yang melanggar peraturan atau
dengan persentase rata-rata 70,76%; 7) aspek
melakukan perbuatan tercela (70,67%). Mengi-
pengelolaan keuangan, kelemahan terle tak
ngat persentasenya yang relatif rendah
Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Pada Pendidikan Menengah
Suwandi
Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdiknas Jakarta
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) gambaran pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah (MBS) pada pendidikan menengah; 2) kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam
pelaksanaan MBS; dan 3) saran-saran atau masukan pihak sekolah agar pelaksanaan MBS berjalan
dengan baik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan teknik kuesioner (angket), observasi, dokumentasi, wawancara dan focus group
discussions (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: dapat diambil kesimpulan: 1) pelaksanaan MBS
di sekolah menengah secara umum berjalan dengan baik; 2) kendala pelaksanaan MBS yang paling
menonjol yaitu terbatasnya anggaran biaya, minimnya fasilitas yang dimiliki sekolah, serta masih
rendahnya kualitas SDM; dan 3) Saran yang cukup menonjol dari pihak sekolah adalah agar pemerintah
(pusat dan daerah) dapat meningkatkan bantuan/subsidi keuangan berupa dana block grant, dekonsentrasi
(termasuk BOS/BKM), dana dari Depag, APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten. masih layak diterapkan
untuk penyaluran dana pendidikan di sekolah dengan beberapa pembenahan, terutama dalam
pemberdayaan Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Kata kunci: sekolah menengah, manajemen sekolah, dan mutu
Abstract: The Objective of this research is to find out: 1) The illustration of school base management
implementation on the secondary school; 2) The obstacles in school based management implementation
experienced by schools; 3) Suggestion from school in order to implement school based management
better. Data was collected from a questionnaire, observation, documentation, interview, and Focus Group
Discussions (FGD). From the result, it is concluded that: 1) Generally, school based management
implementation in schools has run well; 2)The main issues in school based management implementation
are lack of budget, minimum facility, incompetent human resources; and 3) The major suggestion from
schools is that the center and local government increase the budget subsidy derives from block grant,
deconcentration fund (including BOS/BKM), Ministry of Religious Affair, Provincial and regency budget for
the distribution of educational budget to schools with some improvements particulary in the empowerment
of provincial and regency educational offices.
Key words: secondary school, school management, and quality
Pendahuluan
Pertama, kompleks pengorganisasian pen-
Permasalahan sekitar rendahnya mutu penye-
didikan, dimana terjadi dualisme pengorganisasian
lenggaraan pendidikan di Indonesia selama ini
dan pengadministrasian pendidikan. Depdiknas
pada dasarnya bermuara pada lemahnya penge-
mengelola dan bertanggung jawab pada materi
lolaan, pengorganisasian dan pengembangan
pendidikan dan mutu teknis seperti kurikulum,
institusi. Sebagaimana diidentifikasi oleh Bank
kualifikasi dan sertifikasi guru, testing dan evaluasi
Dunia (1998), bahwa ada empat unsur yang men-
pembelajaran; sedangkan Depdagri mengelola
jadi penghambat potensial terhadap kemajuan
dan ber tanggung jawab atas kete nagaan,
pendidikan di Indo ne sia, yai tu: a) sistem
material, dan sumber daya lainnya. Dualisme
organisasi yang kompleks di tingkat pendidikan
pengelolaan ini berakibat fatal, karena membuat
(sekolah); b) manajemen yang terlalu sentralistik;
rancunya pembagi an tanggung jawab dan
c) terpecah-belah dan kakunya proses pem-
peranan manajerial, keterlambatan dan terpilah-
biayaan; dan d) manajemen yang tidak efektif.
pilahnya sistem perencanaan dan pembiayaan,
419
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
serta perebutan kewenangan atas guru antara
diharapkan mengurangi kontrol pemerintah pusat,
kedua lembaga tersebut.
dan di pihak lain semakin meningkatnya otonomi
Kedua, praktik manajemen pendidikan oleh
sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu
Depdiknas yang teralu sentr alistik, sangat
diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada
menghambat pencapaian tujuan pendidikan.
untuk berinovasi.
Praktik seperti ini mengakibatkan perluasan
Lebih lanjut dije laskan bahwa, se jalan
kesempatan dan cara kerja yang efisien pada
dengan kebijakan desentralisasi pendidikan yang
jenjang pendidikan menjadi sulit terwujud.
dilaksanakan pemerintah sejak tahun 1999, telah
Ketiga, terpecah-belah dan kakunya proses
dilaksanakan program pengelolaan sekolah yang
pembiayaan, di samping menyebabkan kompleks-
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah
nya o rganisasi, jug a menambah rumitnya
dan me ndorong seko lah untuk melakukan
pengelolaan pendidikan. Anggaran pembangunan
pengambilan keputusan secara partisipatif untuk
(DIP) disiapkan oleh Bappenas, Depdiknas, dan
memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk
Depdagri, sedangkan anggaran rutin (DIK)
mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka
disiapkan oleh Depkeu, Depdiknas, dan Depdagri.
pendidikan nasional. Program ini disebut sebagai
Dalam praktiknya, masing-masing anggaran
manajemen berbasis sekolah (MBS). Esensi MBS
mempunyai aturannya sendiri sehingga yang
adalah pemberian otonomi sekolah dan pengam-
terjadi antara lain, perencanaan, kaji-ulang, dan
bilan ke putusan secara par tisi patif dalam
persetujuan anggaran yang memakan waktu satu
pengelolaan unsur-unsur manajemen sekolah
tahun. Praktik seperti ini memiliki dampak negatif,
yang didesentralisasi di tingkat sekolah.
antara lain tidak ada tanggung jawab yang jelas
Dalam konteks operasional pengelolaan
antar unit, tidak ada evaluasi secara regular
sekolah, Indarno (2002: 22) menjelaskan bahwa
terhadap kebutuhan riel yang diperlukan, dan tidak
setidaknya terdapat tiga kondisi yang menyebab-
ada jaminan bahwa dana benar-benar dialokasi-
kan manajemen sekolah tidak efektif, yaitu: a)
kan berdasarkan asas pemerataan.
pada umumnya kepala sekolah (khususnya
Keempat, manajemen pada tingkat sekolah
sekolah negeri) memiliki otonomi yang sangat
tidak efektif, yang diindikasikan oleh sangat
terbatas dalam mengelola sekolahnya atau dalam
terbatasnya otonomi kepala sekolah dalam
memutuskan
mengelola sumber daya dan manajemen sekolah.
sekolah; b) pada sisi kepala sekolah sendiri,
Kepala sekolah juga tidak dilengkapi dengan
mereka kurang memiliki keterampilan untuk
kemampuan kepemimpinan manajerial yang baik,
mengelola sekolah dengan baik; c) kecilnya peran
karena pada umumnya hanya dibekali beberapa
serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah,
hari pelatihan, rekrutmen mereka lebih didasarkan
padahal perolehan dukungan dari masyarakat
atas urutan jenjang kepangkatan.
merupakan bagian dari peran kepemimpinan
Rahma Sugihartati (2004: 3) menjelaskan
pe ngalokasian
sumber
daya
kepala sekolah.
bahwa dalam ko nteks pe ngelolaan tingkat
Mendasarkan kepada tiga kondisi riel ter-
sekolah, upaya meningkatkan mutu pendidikan
sebut, unsur-unsur manajemen yang didesentra-
harus le bi h di fo kuskan pad a pe ningkatan
lisasikan dalam konteks manajemen peningkatan
pengelolaan sekolah agar menjadi efektif, melalui
mutu berbasis sekolah meliputi empat hal pokok,
apa yang dikenal dengan manajemen berbasis
yang didalamnya mencakup beberapa aspek:
sekolah (MBS). MBS adalah bentuk alternatif
pertama, unsur pengelolaan partisipasi masya-
sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam
rakat; kedua, unsur pengelolaan ketenagaan,
bidang pendidikan. Sebagai wujud dari reformasi
mencakup: kepala sekolah, guru, siswa, penga-
pendidikan, MBS pada prinsipnya bertumpu pada
was, tenaga laboratorium, tenaga perpustakaan,
sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi
dan tata usaha sekolah; ketiga, unsur pengelolaan
yang sentralistik. MBS berpotensi untuk me-
keuangan, mencakup: dana DIK, dana DIP (BOP/
ningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan,
OPF), block grant, dan dana dari masyarakat; dan
efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada
keempat, pengelolaan kurikulum dan pembe-
tingkat sekolah. Penerapan MBS secara efektif,
lajaran, mencakup: materi; pengujian, tes dan
420
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
evaluasi; buku dan alat bantu pembelajaran; dan
hanyalah kepanjangan tangan birokrasi peme-
sarana dan prasarana pembelajaran.
rintah pusat untuk menyelenggarakan urusan
Keempat hal pokok di atas, telah diimple-
politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama
mentasikan sebagai program manajemen berbasis
sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk
se ko lah (MBS) sejak tahun 19 99. Untuk
mengoperasika sekolahnya secara mandiri. Semua
mengetahui hasil-hasil penerapan program
kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan
tersebut sangat perlu dilakukan evaluasi terhadap
di sekolah umumnya diadakan di tingkat peme-
komponen dan indikator pencapaian program;
rintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan
serta yang l ebih pokok adalah menget ahui
sekolah hanya menerima apa adanya.
dampak penerapan program terhadap unsur-
MBS adalah upaya serius yang rumit, yang
unsur manajemen yang telah didesentralisasikan
memunculkan berbagai isu kebi jakan dan
di tingkat sekolah.
melibatkan banyak li ni kewenangan dalam
Berdasarkan latar belakang di atas, perma-
pengambilan keputusan serta tanggung jawab
salahan yang akan diungkap dalam penelitian ini
dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan
adalah: Bagaimanakah pelaksanaan manajemen
yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihal yang
berbasis sekolah pada pendidikan menengah
terlibat perlu memahami benar pengertian MBS,
yang telah berjalan selama ini? Kendala-kendala
manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya,
apa sajakah yang ditemui pihak sekolah (kepala
dan yang te rpenting adalah pengar uhnya
se ko lah, guru, t enaga administrasi) dal am
terhadap prestasi belajar murid (Hamonangan,
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah pada
2004: 34).
pendidikan menengah? Bagaimanakah saran-
Se lanjutnya Hamonangan menjelaskan,
saran dari pihak sekolah (kepala sekolah, guru,
secara umum, manajemen peningkatan mutu
te naga
pelaksanaan
berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai
manajemen berbasis sekolah berjalan dengan
model manajemen yang memberikan otonomi lebih
baik?
kepada seko lah, memberi kan fle ksibil itas/
administrasi)
agar
kel uwesan-keluwesan ke pada sekolah, dan
Kajian Teori
mendorong partisipasi secara langsung warga
Konsep MBS
sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan)
Model pendekatan dalam manajemen sekolah
dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masya-
mengacu pada manajemen berbasis sekolah
rakat, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya)
(school based management) atau disingkat MBS.
untuk meningkatakan mutu sekolah berdasarkan
Di mancanegara, seperti Ameri ka Serikat,
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan
pendekatan ini sebenarnya telah berkembang
perundang-undangan yang berlaku (Catatan: MBS
cukup lama. Pada 1988 American Association of
tidak dibenarka menyimpang dari peraturan
School Administrators, National Association of
perundang-undangan yang berlaku).
Elementary School Principals, and National
Pada sisi yang lain, Indarno (2002: 8)
Association of Secondary School Principals,
menjelaskan bahwa, MBS juga merupakan salah
menerbitkan dokumen berjudul school based
satu wujud dari reformasi pendidikan yang
management, a strategy for better learning.
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi
atau kegerahan para pengelola pendidikan pada
siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan
level operasional atas keterbatasan kewenangan
kinerja staf, menawarkan partisipasi langsung
yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah
kepada kelompok-kelompok terkait, dan mening-
secara mandiri (Daman, 2001: 3).
katkan pemahaman kepada masyarakat terhadap
Selanjutnya Daman menjelaskan bawa di
pendidikan.
Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini
Lebih lanjut dijelaskan bahwa MBS merupakan
muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan
suatu konsep yang menempatkan kekuasaan
otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah
pendidikan diletakkan pada tempat yang paling
421
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
dekat dengan proses belajar mengajar. Tujuan
akan berlangsung secara memadai, dan pada
utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk
gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai.
penyeimbangan struktur kewenangan antara
Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua,
sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses
yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya
dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih
selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan,
efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran
bahan, dan sebagainya) dengan penegasan
diserahkan kepada unit yang paling dekat dengan
bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai
pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu
arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah,
sekolah.
tanpa campur tangan sumberdaya manusia; c)
Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi,
MBS dan Sekolah Efektif
meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang
MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami
ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia
oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan
(staf), namun pada butir ini perlu ditekankan lagi
kata lai n, jika seko lah ingin sukses dal am
karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah
menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik
yang efektif pada umumnya memiliki staf yang
MBS berikut perlu dimiliki. Berbicara karakteristik
mampu (kompet en) dan berdedikasi t inggi
MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik
terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu
sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/
bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi,
kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan
maka kepemilikan staf yang kompeten dan
isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS berikut
berdedikasi tinggi merupakan keharusan; d)
memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah
Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi, sekolah
efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses,
yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan
dan output (Jaelani dan Kuntoro, 2005: 11).
harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi
Selanjutnya Jaelani dan Kuntoro menjelaskan
peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah
bahwa dalam menguraikan karakteristik MBS,
memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk
pendekatan sistem yaitu input-proses-output
meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru
digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari
memiliki komitmen dan harapan yang tinggi
oleh pengertian bahwa sekolah merupakan
bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat
sebuah sistem, sehingga penguraian karakteristik
prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala
MBS (yang juga karakteristik sekolah efektif)
keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada
mendasarkan pada input, proses, dan output.
di sekolah; e) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa), Pelanggan, terutama siswa, harus
Input Pendidikan
merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah.
Input pendi di kan te rdiri at as: a) Memiliki
Artinya, semua input dan proses yang dikerahakn
Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang jelas.
di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas
mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi
tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan
logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan
sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu.
input dan proses belajar mengajar harus benar-
Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut
be nar me wujudk an so sok utuh mut u dan
dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan,
kepuasan yang diharapkan dari siswa; f) Input
tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasi-
Manajemen, sekolah yang menerapkan MBS
kan kepada semua warga sekolah, sehingga
memiliki input manajemen yang memadai untuk
tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga
menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam
sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh
mengatur dan mengurus sekolahnya mengguna-
warga sekolah; b) Sumberdaya Tersedia dan
kan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan
Siap, sumberdaya merupakan input penting yang
kejelasan input manajemen akan membantu
di per lukan
p roses
kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan
pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang
efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi:
memadai, proses pendidikan di sekolah tidak
tugas yang jel as, re ncana yang r inc i dan
422
unt uk
berl ang sung nya
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
si stematis, program yang mendukung bagi
MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena
pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan
itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari
(aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi
analisis kebutuhan, perencanaan, pengembang-
warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya
an, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga
sistem pengendalian mutu yang efektif dan
sampai pada imbal jasa, merupakan garapan
efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang
penting bagi seorang kepala sekolah; e) Sekolah
telah disepakati dapat dicapai (Jaelani dan
Memiliki Budaya Mutu, budaya mutu tertanam di
Kuntoro, 2005: 12-14).
sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap
perilaku selalu didasari oleh profesionalisme.
Proses
Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai
Menurut Rahma Sugihartati (2004: 15) sekolah
berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan
yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah
unt uk perb aikan , bukan u ntuk me nga dil i/
karakteristik proses sebagai berikut: a) Proses
meng o ntro l o ra ng; (b) ke wenangan harus
Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi,
sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti
sekolah yang menerapkan MBS memiliki efekti-
penghargaan ( rewards) atau sanksi (punishment);
vitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi.
(d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus
Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan
merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga
pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan
sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya;
sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar
(f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan;
pe nekanan pada pe nguasaan p e ng et ahuan
(g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai
tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi
pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa
lebih menekankan pada internalisasi tentang apa
memiliki sekolah; f) Sekolah Memiliki “Teamwork”
yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi
yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis, Keber-
sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta
samaan (teamwork) merupakan karakteristik
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh
yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan
peserta didik (pathos); b) Kepemimpinan Sekolah
merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan
yang Kuat, pada sekolah yang menerapkan MBS,
hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama
kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam
meng ko o rdinasi kan,
dan
sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup
menyerasikan semua sumberdaya pendidikan
sehari-hari warga sekolah; g) Sekolah Memiliki
yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah
Kewenangan (Kemandirian), sekolah memiliki
merup akan sala h sat u fak to r yang dapat
kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi
mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan
sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki
visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui
kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak
program-program yang dilaksanakan secara
selalu menggantungkan pada atasan. Untuk
terencana dan bertahap; c) Lingkungan Sekolah
menj adi mandi ri , seko lah harus me m i liki
yang A man d an Tert i b, seko l ah me mi liki
sumberdaya yang cukup untuk menjalankan
lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan
tugasnya; h) Partisipasi yang Tinggi dari Warga
nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat
Sekolah dan Masyarakat, sekolah yang menerap-
berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
kan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi
Kare na
s el al u
warga se kolah dan masyarakat merupakan
menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman,
bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh
tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang
keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi,
dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal
makin besar rasa memiliki; makin besar rasa
ini, peranan kepala sekolah sangat penting
memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab,
sekali; d) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang
dan makin besar rasa tanggungjawab, makin
Efektif, tenaga Kependidikan, terutama guru,
besar pula tingkat dedikasinya; i) Sekolah Memiliki
merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah
Ket er bukaan
merupakan wadah. Sekolah yang menerapka
keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan
it u,
se ko lah
men ggerakkan,
yang
efekt if
(Transparansi)
Manaj emen,
423
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
sekolah merupakan karakteristik sekolah yang
kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata
menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini
o le h warga se ko lah; n) S eko l ah Me m i liki
ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
Akuntabil it as, akuntab ili tas ad alah b ent uk
pe ren canaan
kegi at an,
pertanggungjawaban yang harus dilakukan
penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu
sekolah terhadap keberhasilan program yang
melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat
telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk
kontrol; j) Sekolah Memiliki Kemauan untuk
laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan
Berubah (Psikologis dan pisik), perubahan harus
ke pad a pe me rin tah, o rang t ua si swa , dan
merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi
masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program
semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan
ini, pemerintah dapat menilai apakah program
merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang
MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki
dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik
atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu
bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap
memberikan penghargaan kepada sekolah yang
dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih
bersangkutan, sehingga menjadi faktor pen-
baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama
dorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di
mutu pese rta didik; k) Sekol ah Melakukan
masa yang akan datang. Sebaliknya jika program
Evaluasi dan Perbaikan secara Berkelanjutan,
tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberi-
evaluasi belajar secara teratur bukan hanya
kan teguran sebagai hukuman atas kinerjany
ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap
yang diang gap t idak me menuhi syarat; o )
dan kemampuan peserta didik, tetapi yang
Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustaina-
terpenting adalah bagaimana memanfaatkan
bil itas, sekol ah yang efektif juga memiliki
hasil evaluasi belajar tersebut untuk memper-
ke mam puan untu k menjag a ke langs ungan
bai ki dan me nyempurnakan proses belajar
hidupnya (sustainabilitasnya) baik alam program
da n
pe laksa naan
mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi
maupun pendanaannya. Sustainabilitas program
evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka
dapat dilihat dari keberlanjutan program-program
meningkatkan mutu peserta didik dan mutu
yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan
sekolah secara keseluruhan dan secara terus
berkembang menjadi program-program baru yang
menerus; l) Sekolah Responsif dan Antisipatif
belum pernah ada sebelumnya.
terhadap Kebutuhan, sekolah selalu tanggap/
responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul
Output yang Diharapkan
bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan.
selalu membaca lingkungan dan menanggapinya
Output sekolah adalah prestasi sekolah yang
secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak
dihasilkan o le h proses pembe lajaran dan
hanya mampu menyesuaikan terhadap peru-
manajemen di sekolah. Pada umumnya, output
bahan /t unt utan, akan te t api juga mampu
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output
mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal
berupa prestasi akademik (academic achievement)
terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata
dan output berupa prestasi non-akademik (non-
yang tepat bagi istilah antisipatif; m) M e m i l i k i
academic achievement). Output prestasi akademik
Komunikasi yang Baik, sekolah yang efektif
misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba
umumnya memil i ki ko munik asi yang baik,
(Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara
terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-
berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional,
masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang
induktif, dedukatif, dan ilmiah) (Sallis, 1993: 12).
dilakukan oleh masing-masing warga sekolah
dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keter-
Metode Penelitian
paduan
dapat
Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan
diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran
memodifikasi desain penelitian pengembangan.
sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi
Populasi penelitian ini yaitu sekolah menengah
yang baik juga akan membentuk teamwork yang
negeri dan swasta di seluruh wilayah Indonesia
kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai
yang kepala sekolahnya telah mendapatkan
424
se mua
kegi a tan
se ko lah
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
penataran secara formal MBS. Sampel dalam
item maupun di ant ara responden (kepala
penelitian ini diambil secara purposive di 5 provinsi
sekolah, guru, tata usaha), perbedaan yang ada
yang terdiri atas 2 (dua) provinsi dari pulau Jawa,
juga tidak terlalu mencolok.
yaitu
Jawa
Timur,
dan
Daerah
Ist imewa
Yogyakarta, 3 (tiga) provinsi di luar Jawa, yaitu
Sumate ra Sel atan, Sulawe si Sel atan, dan
Kalimantan Timur. Pemilihan sekolah sebagai
sampel juga memperhatikan jenis dan status
sekolah. Jenis sekolah meliputi SMA (Sekolah
Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan), sedangkan status sekolah meliputi
sekolah negeri maupun swasta. Tiap provinsi
Tabel 1. Deskriptif Persentase Perencanaan dan
Evaluasi Sekolah
No.
Item
1
2
3
Rerata
Kepsek
Guru
TU
Rerata
89.41%
82.63%
84.32%
85.45%
88.14%
80.08%
82.63%
83.62%
86.44%
80.93%
83.05%
83.47%
87.29%
80.51%
82.84%
83.55%
dipilih dua wilayah kabupaten, dimana masing-
seluruh sekolah adalah 6 sekolah x 2 kabupaten
Kendala umum yang dihadapi dalam
perencanaan dan evaluasi sekolah adalah terkait
dengan ket erbat asan dana at au anggar an.
Hampir 80% responden mengungkapkan bahwa
unt uk melaksanakan per encanaan sesuai
kebutuhan ( school based plan) terkendala masalah
x 5 provinsi = 60 sekolah. Setiap sekolah dipilih
dana, baik yang bersumber dari pemerintah
tiga responden, yaitu kepala sekolah, guru, dan
maupun orang tua siswa. Kendala lain yang
kepala tata usaha, jadi jumlah re sponde n
terungkap adalah menyangkut kualitas SDM di
seharusnya 3 x 60 = 180. Dalam pelaksanaan
sekolah yang rendah. Berdasarkan kendala-
pengumpulan data di lapangan, terdapat berbagai
kendala di atas, terdapat beberapa saran yang
kendala baik teknis maupun non teknis sehingga
dikemukakan pihak sekolah (kepala sekolah,
juml ah maupun sebaran sumber data at au
guru, tenaga administrasi), antara lain: 1)
responden tidak sepenuhnya sesuai dengan
Pemerintah perlu meningkatkan bantuan atau
rancangan awal. Namun demikian secara garis
subsidi bagi sekolah, baik sekolah negeri maupun
besar sumber data yang masuk tidak menyimpang
swasta, misalnya dalam bentuk block grant, 2)
jauh dari rancangan awal, sehingga tahapan
perlu adanya pelatihan-pelatihan di berbagai
penelitian selanjutnya dapat dilakukan.
bidang keahlian, utamanya yang terkait dengan
masing kabupaten diwakili oleh 6 sekol ah.
Berdasarkan status se kolahnya, 6 se ko lah
tersebut terdiri dari 4 sekolah negeri dan 2 sekolah
swasta, sedangkan apabila dipilah menurut
jenisnya, terdiri dari 4 SMA dan 2 SMK. Jadi, jumlah
Pengumpulan data dilakukan dengan meng-
perencanaan dan evaluasi sekolah, bagi kepala
gunakan teknik kuisioner (angket), observasi,
se ko lah maupun guru (in service t raining)
do kume nt asi, wawancara dan focus group
sehingga kualitas SDM sekolah meningkat, 3)
discussion (FGD). Data yang berasal dari angket
semua pihak harus bersikap jujur, transparan
dengan jawaban t ertutup (pil ihan g anda)
(terbuka), menerima kekurangan-kekurangan
digunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif. Pada
atau kritik-kritik, serta 4) perlu ditekankan adanya
analisis deskriptif, dilakukan perhitungan dengan
tindak lanjut dari hasil evaluasi yang telah
sajian persentase (%).
dilakukan sebelumnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengelolaan Kurikulum
Perencanaan dan Evaluasi Sekolah
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pe ng elolaan kuri kulum pada sekolah juga
Terdapat tiga item pertanyaan untuk mengungkap
termasuk dalam kategori baik, hal ini ditunjukkan
bagaimana pe laksanaan pe rencanaan dan
dengan rerata persentase sebesar 78,60%.
evaluasi sekolah. Berdasarkan analisis deskriptif
Persentase ini sedikit lebih rendah daripada rerata
persentase, dapat
diketahui bahwa rerata
persentase aspek perencanaan dan evaluasi
persentasenya 83,55% atau termasuk kategori
sekolah. Dari dua item pertanyaan yang ada,
baik. Jika dilihat rerata persentase di antara ketiga
rerata persentase item nomor 5 relatif lebih
425
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Tabel 3. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Proses Belajar-Mengajar
rendah. Jika ditelusuri, item nomor 5 berisi
tentang pelaksanaan pengembangan kurikulum
muatan lokal. Hasil lengkap analisis dapat dilihat
pada tabel 2.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
91.53% 88.56% 78.81%
83.69%
Item
Tabel 2. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Kurikulum
No.
No.
Kepsek
Guru
6
7
79.24% 75.42% 78.81%
77.12%
Rerata
85.38% 81.99% 78.81%
80.40%
TU
Rerata
4
80.51% 80.51% 80.93%
80.72%
mengajar (PBM) adalah: 1) Terbatasnya sarana
3
75.85% 76.69% 76.27%
76.48%
dan media pembelajaran, 2) Jika media sudah
Rerata
78.18% 78.60% 78.60%
78.60%
te rsedia, ada se bagian guru yang e nggan
Item
Kendala utama pelaksanaan proses belajar
menggunakan/memanfaatkan, 3) Kualitas SDM
Kendala-kendala yang dihadapi berkaitan
para guru yang masih perlu ditingkatkan, serta
dengan pengelolaan kurikulum antara lain adalah:
4) Masih kuatnya paradigma lama yang dianut
1) anggaran biaya atau fasilitas pendidikan yang
guru, yaitu guru aktif dan siswa pasif. Beberapa
terbatas atau kurang mencukupi, 2) guru mengajar
saran yang dikemukakan pihak sekolah terkait
tidak sesuai dengan bidang keahlian atau latar
dengan pelaksanaan PBM antara lain adalah: 1)
belakang pendidikannya, 3) kemampuan atau
perlu adanya pelatihan pengembangan kemam-
kompetensi guru kurang/tidak sesuai dengan
puan guru, utamanya tentang peningkat an
yang diharapkan, serta 4) sumber/bahan ajar
kualitas PBM, 2) perlu adanya peningkatan
terbatas atau sulit diperoleh. Beberapa saran
bantuan sarana/fasilitas dari pemerintah daerah/
yang dikemukakan pihak sekolah adalah: 1) perlu
pusat, termasuk bantuan buku-buku ajar bagi
ad anya bimbi ngan tekni s (Bint ek) te ntang
para siswa.
pe lak sanaan
Kuri kulum
Tingkat
S atuan
Pendidikan (KTSP), 2) workshop pengembangan
Pengelolaan Ketenagaan
kurikulum, 3) rekrutmen tenaga pendidik/guru
Pelaksanaan
ag ar se suai d en gan bidang keahli an yang
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa
dibutuhkan, serta 4) perlu adanya penambahan
pengelolaan ketenagaan pada sekolah secara
bantuan fasilitas serta buku-buku yang di-
umum termasuk kategori baik, dimana persentase
butuhkan sekolah.
rata-ratanya sebesar 78,37%. Terdapat 12 item
pertanyaan yang mengungkap aspek ketenagaan
Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
ini. Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata jawabannya
Pelaksanaan
cukup bervariasi. Ada yang termasuk kategori
Pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) pada
sangat baik (>85%), baik (>70% - 85%), dan
sekolah secara umum berjalan dengan baik,
cukup baik (>60% - 70%).
dengan rerata persentase 80,40%. Pada item
Kegiatan yang termasuk kategori sangat baik
no.6 tentang kebebasan memilih strategi atau
antara lain: memberikan kesempatan kepada guru
metode pembelajaran yang se suai dengan
dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
karakteristik peserta didik, guru, dan kondisi nyata
kemampuan, studi lanjut atau pelatihan (item no.
sumberdaya yang ada di sekolah, jawaban kepala
11 dan 24); mengembangkan hubungan kerja
sekolah dan guru termasuk kategori sangat baik
sesama guru dan sesama tenaga kependidikan
(> 85%), yaitu masing-masing sebesar 91,53%
(item no. 14); mengembangkan hubungan kerja
dan 88,56%. Pada item no.7, persentase rata-
ant ara kepala sekol ah, guru dan t enaga
ratanya relatif rendah.
kependidikan (item no. 15); dan pembinaan
kepala sekolah terhadap guru dan staf (item no.
25).
Kegiatan yang termasuk kategori baik antara
lain: melakukan analisis kebutuhan guru dan
426
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
Tabel 4. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Ketenagaan
sementara guru lain kurang, 3) khusus pada SMK,
kesulitan mendapatkan guru yang sesuai dengan
TU
Rerata
bidang keahlian yang dibutuhkan, 4) untuk
8
82.20% 79.24% 82.20%
80.72%
dari SPP terbatas, 5) sebagian guru kurang
9
82.20% 77.12% 80.08%
78.60%
berminat melanjutkan studi karena merasa sudah
10
35.59% 30.51% 37.71%
34.11%
tua, 6) belum adanya pedoman standar tentang
11
91.95% 88.98% 88.14%
88.56%
evaluasi bagi guru dan tenaga kependidikan.
12
75.85% 66.10% 64.83%
65.47%
Beberapa saran yang dikemukakan pihak
No.
Kepsek
Guru
Item
sekolah swasta, anggaran biaya yang bersumber
13
75.85% 69.92% 71.61%
70.76%
sekolah terkait dengan pengelolaan ketenagaan
14
87.71% 89.83% 91.95%
90.89%
adalah: 1) penempatan guru (PNS) agar sesuai
15
91.10% 92.37% 91.53%
91.95%
dengan kebutuhan sekolah (Sekolah Negeri), 2)
16
84.75% 81.78% 81.78%
81.78%
perlu adanya bantuan guru (PNS) untuk sekolah
24
90.68% 85.59% 89.83%
87.71%
swasta, 3) guru yang swasta yang diangkat
25
88.98% 86.86% 86.44%
86.65%
menjadi PNS jangan dipindah ke sekolah negeri,
26
88.98% 82.20% 84.32%
83.26%
Rerata
81.32% 77.54% 79.20%
78.37%
4) pemerintah perlu memberikan bantuan/subsidi
tenaga kependidikan (item no. 8); melakukan
perencanaan terhadap kebutuhan guru dan
tenaga kependidikan (item no. 9); melakukan
evaluasi kinerja guru dan tenaga kependidikan
(item no. 16), dan pembinaan kepala sekolah
terhadap guru dan staf (item no. 26).
Kegiatan yang termasuk kategori cukup baik
adalah item no. 12 tentang pemberian reward
(p enghargaan) kepada guru at au t enaga
kependidikan yang berprestasi, dimana rerata
persentasenya 65,47%. Pada sisi lain, dalam hal
pemberian punishment (sanksi/hukuman) bagi
guru dan tenaga kependidikan secara kategori
analisi s termasuk baik, namun sebetulnya
persentasenya rendah (70,76%).
Khusus item no.10 rerata persentasenya
sebesar 34,1 1% bukanlah menggambarkan
kondisi yang sebenarnya, karena item ini berisi
tentang pertanyaan pelaksanaan rekrutmen guru
dan tenaga kependidikan yang ditujukan khusus
bagi sekolah swasta sehingga insentif guru
swasta lebih memadai, 5) perlu adanya bantuan
biaya studi atau beasiswa bagi guru-guru yang
berminat melanjutkan studi, dan 6) perlu adanya
pedoman yang jelas tentang evaluasi bagi guru
dan tenaga kependidikan, serta 7) pemerintah/
dinas pendidikan perlu terlibat dalam memberikan
reward atau punishment.
Pengelolaan Fasilitas
Pelaksanaan
Pengelolaan fasilitas dapat dikatakan berjalan
dengan
baik,
dimana
rata-rata
jawaban
responden adalah 80,19%. Dari empat item
pertanyaan, item no. 18 dan 19 persentasenya
relatif lebih kecil (78,81% dan 78,18%). Item ini
berisi tentang pengadaan dan perawatan fasilitas
sekolah (mesin, peralatan, perlengkapan). Hasil
lengkap perhitungan disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Fasilitas
untuk responden dari sekolah swasta, sementara
No.
responden dari sekol ah neg eri ti dak pe rl u
Item
menjawab (skor 0), sehingga persentase hasil
perhitungannya menjadi rendah.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
17
83.47% 82.63% 83.05%
82.84%
18
80.08% 79.66% 77.97%
78.81%
Terdapat banyak kendala yang berhasil
19
79.66% 77.97% 78.39%
78.18%
diungkap dalam hal pengelolaan ketenagaan.
20
82.63% 81.78% 80.08%
80.93%
Kendala-kendala tersebut adalah: 1) penempatan
Rerata
81.46% 80.51% 79.87%
80.19%
guru dan tenaga kependidikan kurang sesuai
dengan analisis kebutuhan yang dilakukan
Kendala utama dalam pengelolaan fasilitas
sebelumnya, 2) beban mengajar antar guru tidak
adalah terkait dengan terbatasnya anggaran.
merata, ada yang berlebihan jam mengajarnya,
Disatu sisi jenis kebutuhan terhadap pengelolaan
427
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
maupun pengadaan fasilitas cukup banyak dan
atau dana yang ada, baik yang berumber dari
beragam, namun sumber-sumber pembiayaan
pemerintah maupun masyarakat (SPP siswa,
terbatas, apalagi untuk sekolah swasta. Saran
bantuan orang tua) masih kurang jika dibanding-
yang dikemukakan pihak sekolah adalah: 1) perlu
kan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.
adanya bantuan anggaran maupun fasilitas dari
Beberapa saran yang diberikan pihak sekolah
pemerintah daerah maupun pusat, baik untuk
antara lain: 1) pemerintah perlu membuat
sekolah negeri maupun swasta, misalnya dalam
klasifikasi sekolah berdasarkan kondisi sekolah
bentuk block grant, 2) supaya sekolah diberi
atau daerah, 2) pihak sekolah supaya diberi
ke beb asan dal am menghi mpun d ana dari
kebebasan dalam menghimpun dana dari masya-
orangtua/masyarakat, dan 3) perlu adanya
rakat (siswa/orangtua siswa), 3) pemerintah
alokasi anggaran biaya untuk bantuan sekolah
perlu meningkatkan bantuan/subsidi (block grant),
dalam APBD yang disusun pemerintah.
dan 4) kebijakan sekolah dalam hal penarikan
SPP j angan di int ervensi d e ngan ke bi jakan
Pengelolaan Keuangan
pemerintah tentang sekolah gratis.
Pelaksanaan
Berbeda dengan aspek atau variabel sebelumnya
Pelayanan Siswa
yang rerata persentasenya relatif tinggi, pada
Pelaksanaan
aspek ini reratanya relatif rendah, yaitu 70,87%.
Dalam hal pelayanan terhadap siswa, secara
Secara kategorikal, termasuk “baik” (>70% - 85%),
umum termasuk kat egori “b aik” wal aupun
namun sebetulnya lebih dekat ke kategori “cukup
persentasenya relatif rendah (73,36%). Terdapat
baik” (>60% - 70%). Jika ditelusuri, terdapat dua
empat item dalam aspek ini dimana rerata
item dimana reratanya cukup berbeda mencolok.
persentasenya terdapat perbedaan yang cukup
Item no.21 tentang pengelolaan/penganggaran
signifikan. Pada item no. 23 tentang pelayanan
keuangan sekolah secara mandiri persentasenya
penerimaan siswa baru, dan item no. 27 tentang
cukup tinggi, yaitu 83,05%. Sementara itu item
pelayanan bagi siswa yang melanjutkan studi,
no. 22 tentang kegiatan-kegiatan yang men-
rerata persentasenya relatif tinggi, masing-masing
dat angkan
sebesar 89,41% dan 80,30%.
penghasilan
sekol ah
(income
generating activities) persentasenya tergolong
Namun dua item lainnya, yaitu no. 28 tentang
rendah (58,69%), dimana hal ini mencerminkan
bantuan bagi siswa yang mencari pekerjaan, dan
aspek penggalian dana oleh sekolah secara
item no. 29 tentang fasilitasi atau kegiatan yang
mandiri belum berjalan dengan baik.
mengurusi alumni, persentasenya relatif kecil,
Pada item no. 22 tentang kegiatan-kegiatan
yang mendatangkan penghasilan sekolah (income
generating activities), apabila dilihat berdasarkan
jenis se ko lahnya, dapat di ketahui bahwa
persentase pada SMK lebih besar daripada SMA.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penggalian
sumber dana di SMK berjalan dengan baik.
Tabel 6. Deskriptif Persentase Pengelolaan
Keuangan
No.
Kepsek
Guru
TU
masing-masing sebesar 66,31% dan 70,34%.
Tabel 7. Deskriptif Persentase Pelayanan Siswa
No.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
23
87.71% 88.98% 89.83%
89.41%
27
81.78% 79.66% 80.93%
80.30%
28
69.92% 63.98% 68.64%
66.31%
Item
29
62.71% 57.63% 57.20%
57.42%
Rerata
75.53% 72.56% 74.15%
73.36%
Rerata
Beberapa kendal a yang terkait dengan
Item
21
88.14% 83.90% 82.20%
83.05%
pelayanan siswa adalah: 1) latar belakang siswa
22
58.47% 62.71% 54.66%
58.69%
heterogen atau beragam, sehingga kebijakan
Rerata
73.31% 73.31% 68.43%
70.87%
yang ditempuh tidak dapat memuaskan semua
pihak, 2) fasilitas yang dimiliki sekolah masih
Kendala utama dalam hal keuangan adalah,
kurang atau jumlahnya terbatas, 3) keterbatasan
sebagian besar menyatakan bahwa anggaran
tenaga yang mengurusi tentang pelayanan siswa
428
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
secara khusus. Saran yang dikemukakan pihak
Pengelolaan Iklim Sekolah
sekolah antara lain: 1) perlu adanya peningkatan
Pelaksanaan
bantuan fasilitas yang dibutuhkan sekolah, 2)
perlu penambahan tenag a guru sehingga
pelayanan terhadapa siswa dapat optimal, 3)
Tabel 9. Deskriprif Persentase Pengelolaan
Iklim Sekolah
perlu ditingkatkannya dukungan orangtua,
No.
masyarakat, maupun pemer intah, serta 4)
Item
kerjasama dengan dunia usaha dan industri
(DUDI) perlu ditingkatkan.
Hubungan Sekolah-Masyarakat
Pelaksanaan
Hubungan sekolah dengan masyarakat secara
keseluruhan bel um memberikan hasil yang
menggembirakan, hal ini nampak dari jawaban
responden dimana rata-ratanya sebesar 70,27%.
Secara kategorikal termasuk “baik” (>70% - 85%),
namun sebetulnya lebih dekat ke kategori “cukup
baik” (>60% - 70%). Pada aspek ini antara lain
mengungkap tentang keterlibatan masyarakat
dalam kegiatan sekolah maupun dukungan moral
dan finansial masyarakat kepada sekolah.
Tabel 8. Deskriptif Persentase Hubungan
Sekolah-Masyarakat
No.
Item
30
31
32
Rerata
Kepsek
Guru
TU
Rerata
74.15%
71.61%
72.88%
72.88%
72.88%
67.80%
70.34%
70.34%
69.49%
70.76%
70.34%
70.20%
71.19%
69.28%
70.34%
70.27%
Pihak sekolah mengakui bahwa hubungan
ant ara sekolah dengan masyarakat belum
berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh
kurang adanya kepedulian dari masyarakat
terhadap sekolah. Kepedulian yang kurang ini
tercermin dari beberapa hal, misalnya dalam hal
dukungan dana, kebij akan/ program, maupun
kerjasama kegiatan. Saran yang diberikah pihak
sekolah antara lain: 1) perlu adanya peningkatan
peran komite sekolah sebagai wujud kerjasama
sekolah-masyarakat, 2) perlu ditingkatkannya
sosialisasi program dari sekolah ke masyarakat,
misalnya melalui pert emuan berkala dengan
orangt ua siswa, dan 3) pihak sekolah perlu
mengkaji/ menempuh pendekatan baru terhadap
masyarakat sehingga lebih efektif.
Kepsek
Guru
TU
Rerata
33
83.47% 83.47% 75.85%
79.66%
34
80.51% 79.66% 78.39%
79.03%
35
84.75% 84.75% 84.32%
84.53%
36
87.29% 86.86% 83.90%
85.38%
37
84.32% 87.29% 83.63%
84.96%
38
86.02% 86.02% 82.20%
84.11%
39
80.93% 78.81% 80.93%
79.87%
40
86.02% 86.02% 83.90%
84.96%
Rerata
84.16% 84.11% 81.51%
82.81%
Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat diketahui
bahwa pengelolaan iklim sekolah dapat dikatakan
berjalan baik, persentase rataratanya relatif
tinggi, yaitu 82,81%. Dari delapan item yang ada,
rerata jawaban dari masing-masing item juga tidak
terdapat perbedaan yang mencolok, demikian juga
jawaban yang diberikan oleh ketiga kelompok
responden (kepala sekolah, guru, dan TU).
Terdapat banyak faktor yang dapat menghambat terciptanya iklim atau suasana sekolah
yang kondusif. Faktor-faktor tersebut adalah:
prasarana atau kondisi fisik sekolah, misalnya
sekolah yang belum mempunyai pagar; anggaran
biaya yang terbatas, sehingga kemampuan
se ko lah untuk memenuhi kebut uhan yang
diinginkan
juga terbatas; serta dukungan atau
tanggung jawab dari pihak siswa, guru, serta
masyarakat dalam upaya menciptakan iklim
sekolah yang kondusif masih kurang.
Beberapa
saran yang dikemukakan pihak sekolah adalah:
1) pe rlu adanya peraturan teknis t e ntang
organisasi sekolah yang rinci, 2) perlu ditingkatkan tentang koordinasi atau kerjasama dengan
semua pihak, utamanya dengan masyarakat
se kitar, dan 3 ) p erlu ditingkatkan bantuan
anggaran biaya bagi sekolah, dengan harapan
kebutuhan sekol ah terpenuhi dan PBM pun
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Pada pelaksanaan MBS, hasil penelitian
secara umum (tanpa membedakan jenis dan
status sekolah) dapat dilihat pada Tabel 10 di
bawah.
429
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Tabel 10. Rekapitulasi Pelaksanaan MBS
No.
Aspek/Variabel
Ratarata
Kate
gori
(%)
1
Perencanaan dan Evaluasi
(pemerintah, orangtua siswa, masyarakat) masih
tinggi.
Ke lemahan yang kedua adal ah t entang
pelayanan terhadap siswa. Berdasarkan uraian
sebelumnya diketahui bahwa hal ini disebabkan
83,55
Baik
78,60
Baik
Mengajar
80,40
Baik
4
Pengelolaan Ketenagaan
78,37
Baik
Rendahnya pelayanan siswa dalam memasuki
5
Pengelolaan Fasilitas
80,19
Baik
dunia kerja terjadi terutama untuk Sekolah
6
Pengelolaan Keuangan
70,87
Baik
Menengah Kejuruan (SMK) karena lulusan SMK
7
Pelayanan Siswa
73,36
Baik
memang dipersiapkan untuk memasuki dunia
8
Hubungan SekolahMasyarakat
70,27
Baik
Pengelolaan Iklim Sekolah
82,81
Baik
77,60
Baik
kelemahan pihak sekolah dalam dua hal, yaitu:
Sekolah
2
3
9
Pengelolaan Kurikulum
kerja (66,31%) dan 2) fasilitasi dan mengurusi
Pengelolaan Proses Belajar
Rata-rata
Berdasarkan Tabel 10, dapat ditegaskan
kembali bahwa dari sembilan aspek pelaksanaan
MBS, besarnya persentase jawaban responden
cukup bervariasi. Rata-rata besarnya persentase
jawaban responden adalah 77,60%, sehingga hal
ini menunjukkan bahwa pelaksanaan MBS di
sekolah menengah (SMA dan SMK) secara umum
berjalan dengan baik.
Walaupun secara kategorikal kesembilan
aspek termasuk “baik”, jika dilihat lebih jauh dapat
diketahui bahwa terdapat beberapa aspek atau
variabel yang perlu mendapat perhatian.
Berdasarkan besarnya persentase, terdapat tiga
variabel yang persentasenya dibawah persentase
rata-rata (77,60%) yaitu variabel tentang: 1)
pengelolaan keuangan (70,87%), 2) pelayanan
siswa (73,36%), dan 3) hubungan sekolahmasyarakat (70,27%).
Jika ditelusuri lebih jauh, dapat diketahui
dalam hal apa saja kelemahan pelaksanaan MBS
tersebut berdasarkan item-item jawaban yang
ada. Untuk aspek atau variabel pengelolaan
keuangan, kelemahan terletak dalam hal penggalian sumber dana melalui kegiatan-kegiatan
yang dapat mendatangkan keuntungan (income
generating activities). Besarnya persentase ratarata item ini hanya 58,69%, hal ini menunjukkan
bahwa pihak sekolah (terutama SMK) belum
memanfaatkan potensi sumberdaya sekolah yang
dimiliki. Selain itu hal ini juga menunjukkan
ketergantungan sekolah terhadap pihak lain
430
1) bantuan terhadap siswa dalam memasuki dunia
kegiatan alumni (57,42%).
kerja. Sementara itu pelayanan dalam hal melanjutkan
se kolah,
terut ama
untuk
Se ko lah
Menengah Umum (SMU atau SMA) berjalan relatif
baik (80,30%).
Dalam hal kegiatan yang melibatkan alumni
yang persentasenya rendah tersebut, perlu
mendapatkan perhatian semua pihak tanpa
memandang jenis dan status sekolah. Bagi SMK,
alumni dapat dimanfaatkan dalam perluasan
jaringan kerja atau membantu alumni dalam
memasuki dunia kerja, dan bagi SMA, dapat
dimanfaatkan dalam membantu lulusan menempuh studi lanjut maupun memasuki dunia kerja.
Satu aspek lagi yang pelaksanaannya tergolong kurang sesuai harapan adalah tentang
hubungan sekolah-masyarakat. Semua item yang
mengungkap aspek ini persentasenya dibawah
rata-rata (< 77,60%). Hal ini menunjukkan
memang aspek ini perlu mendapatkan perhatian
dan perlu dicari pemecahan atau jalan keluarnya.
Ke lemahan dalam hal hubungan sekol ahmasyarakat juga terkait dengan aspek keuangan
yang juga lemah, yaitu kurangnya perlibatan
masyarakat dalam pembiayaan sekolah.
Selain tiga aspek pelaksanaan MBS yang
kurang sesuai harapan (persentase dibawah ratarata 7 7,60 %), terdapat dua asp ek yang
persentasenya sedikit diatas rata-rata, dan hal
ini juga menunjukkan pelaksanaannya kurang
o ptimal. Kedua aspe k tersebut adalah: 1)
Pengelo laan Kur ikulum (78,60% ), dan 2)
Pengelolaan Ketenagaan (78,37%).
Berdasarkan kaj ian lebih jauh, dapat
diketahui bahwa untuk aspe k pe ngelolaan
kurikulum, sekolah masih lemah dalam hal
pengembangan kurikulum muatan lokal (76,48%).
Suwandi, Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pendidikan Menengah
Hal ini berlaku untuk semua jenis dan status
kelemahan terletak dalam hal pengembangan
sekolah, karena baik di SMA maupun SMK, status-
kurikulum muatan lokal dimana persentase rata-
nya negeri maupun swasta diterapkan kurikulum
ratanya sebesar 76,48%; 6) aspek ketenagaan,
muatan lokal.
kelemahan yang menonjol adalah dalam hal
Dalam aspek ketenagaan, kelemahan yang
pemberian reward (penghargaan) bagi yang
menonjol adalah dalam hal pemberian reward
berprestasi (65,47%), dan pemberian punishment
(penghargaan) bagi yang berprestasi (65,47%),
(sanksi/hukuma n)
dan tentang pemberian punishment (sanksi/
peraturan atau melakukan perbuatan tercela
hukuman) bagi yang melanggar peraturan atau
dengan persentase rata-rata 70,76%; 7) aspek
melakukan perbuatan tercela (70,67%). Mengi-
pengelolaan keuangan, kelemahan terle tak
ngat persentasenya yang relatif rendah