BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA

  Indonesia berada pada posisi terdepan industri kelapa sawit dunia. Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen pada 10 tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat selama sembilan tahun terakhir. Indonesia juga mengalami peningkatan produksi minyak sawit mentah dari 28,5 juta metrik ton pada tahun 2014 [24]. Saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah mesokarp, serat, tempurung, tandan kosong kelapa sawit, dan limbah cair [25].

Tabel 2.1 Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia [26]

  2009 2010 2011 2012 2013 19.324.294 21.958.120 23.096.541 26.015.518 27.746.125

  Minyak kelapa sawit secara umum digunakan sebagai bahan makanan dan juga sebagai bahan bakar pada berbagai macam industri selain industri makanan. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang paling penting terutama di negara-negara beriklim tropis seperti indonesia dan Malaysia. Akan tetapi produksi minyak kelapa sawit tersebut menghasilkan Limbah Cair Pabrik Kelapa sawit (LCPKS) atau yang sering disebut Palm Oil Mill Effluent (POME) dalam jumlah yang sangat besar [27].

  2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

  Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) adalah air limbah yang dihasilkan dari proses produksi minyak kelapa sawit yang biasanya ditempatkan secara konvensional pada suatu kolam atau juga tangki digestasi terbuka (open

  digesting tanks ) [5]. LCPKS adalah cairan kental coklat yang merupakan air limbah yang sangat mencemari baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan [28]. LCPKS merupakan sumber pencemaran air ketika dibuang ke sungai ataupun danau jika dibuang tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Pada proses milling (penggilingan) LCPKS dihasilkan melalui proses perebusan (sterilization) , klarifikasi (clarification) dan unit hydro-cyclone [29]. 50 % menjadi LCPKS, yang berasal dari proses clarification (60%), sterilization (36%) dan hydro-cyclone unit (4%) [30].

Tabel 2.2 Karakteristik LCPKS sebelum dilakukan pengolahan [28]

  Parameter LCPKS pH 4,5 Biological Oxygen Demand (BOD) 31.500 mg / L Chemical Oxygen Demand (COD) 65.000 mg / L Total Solid (TS) 39.000 mg / L Suspended Solid (SS) 18.900 mg / L Oil & Grease 3970 mg / L

Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Menurut

  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup [31]

  Kadar Beban Pencemaran Parameter Maksimum Maksimum (kg/ton) (mg/L)

  BOD

  5 100 0,4

  COD 350 3,0 Minyak dan Lemak 25 0,18 Nitrogen Total 50 0,12 pH

  6,0-9,0

  3 Debit Limbah Maksimum 4,5 m per ton CPO

  Salah satu masalah penting industri kelapa sawit Indonesia masalah penanganan LCPKS. Selain menimbulkan bau tidak sedap LCPKS juga dapat menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca (GRK) 20-30 kali lebih kuat dibandingkan dengan gas Karbon Dioksida jika tidak ditangani lebih lanjut. Pemerintah Indonesia menargetkan 60 % pabrik kelapa sawit Indonesia harus memiliki fasilitas pendukung seperti methane capture (penangkap gas metan) pada tahun 2020, untuk mengurangi jumlah gas metan yang terlepas ke udara bebas. Sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk mempercepat

2.3 POTENSI PRODUKSI BIOGAS DARI LCPKS

  Pengolahan LCPKS sebagai bahan baku pembuatan biogas dapat mengurangi volume limbah yang dibuang ke tanah dan air, Selain dapat mengurangi jumlah polutan, hasil samping yang dihasilkan dari produksi biogas juga dapat digunakan sebagai pupuk cair dan juga pestisida [12].

  Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, yang terdiri dari campuran metana (50- 75%), CO

  2 (25-45%), dan sejumlah kecil H 2 , N 2 , dan H

  2 S. Biogas digunakan

  3

  sebagai energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik, setiap satu m metana setara dengan 10 kWh. Nilai ini setara dengan 0,61 L fuel oil, energi ini setara dengan 60-100 watt lampu penerangan selama 6 jam [25]. Gas metana dalam biogas, bila terbakar relatif lebih bersih daripada bahan bakar lain seperti batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit [34]

  Sifat

  • –sifat kimia dan fisika dari biogas antara lain :

  1. Tidak seperti LPG yang bisa dicairkan dengan tekanan tinggi pada suhu

  o

  normal, biogas hanya dapat dicairkan pada suhu C sehingga untuk

  • –178 menyimpannya dalam sebuah tangki yang praktis mungkin sangat sulit. Jalan terbaik adalah menyalurkan biogas yang dihasilkan untuk langsung dipakai baik sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan lain –lain.

  2. Biogas dengan udara (oksigen) dapat membentuk campuran yang mudah meledak apabila terkena nyala api karena flash point dari metana (CH ) yaitu

  4 sebesar -188 ºC dan autoignition dari metana adalah sebesar 595 ºC.

  3. Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar sehingga aman dipakai untuk keperluan rumah tangga.

  4. Komponen metana dalam biogas bersifat narkotika pada manusia, apabila dihirup langsung dapat mengakibatkan kesulitan bernapas dan mengakibatkan kematian [35]

  Penggunaan biogas sebagian besar digunakan untuk teknologi proses, yaitu sebagai berikut : Produksi energi termal di boiler 2. Bahan bakar gas untuk mesin bermotor 3. Penggunaan untuk teknologi proses lainnya seperti produksi metanol [18]

2.4 PROSES DIGESTASI ANAEROB

  Digestasi anaerob merupakan proses biokimia yang kompleks yang berlangsung dibawah kondisi tanpa oksigen. Mikrobiologi anaerob dari zat-zat buangan organik yang melibatkan proses yang berbeda-beda seperti pada proses hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan pada proses metanogenesis

Gambar 2.1 Empat Fase Pembuatan Biogas Secara Garis Besar [36]

  2.4.1 Hidrolisis

  Selama proses Hidrolisis, sebagian besar komponen organik yang terlarut seperti karbohidrat, protein, lemak terdekomposisi menjadi monomer-monomer yaitu gula sederhana, asam amino, dan fatty acid. Pada tahap ini proses digestasi gas metan melewati enzim ekstraseluler dari kelompok hidrolase (amilase, padatan limbah, hanya 50% zat-zat organik yang mengalami biodegradasi. Komponen-komponen yang tersisa tetap pada keadaan awalnya karena kekurangan enzim yang terlibat pada saat degradasi.

  Laju pada proses hidrolisis tergantung dari beberapa parameter seperti : ukuran partikel, pH, produksi enzim, difusi dan absorpsi enzim pada permukaan partikel limbah. Hidrolisis dilakukan oleh bakteri dari kelompok ganera: streptococcus, enterobacterium [18]

  2.4.2 Asidogenesis

  Pada tahap ini bakteri mengkonversi zat-zat kimia yang larut dalam air termasuk produk dari tahap hidrolisis menjadi asam organik berantai pendek (asam format, asam asetat, asam propinonat, asam butirat dan asam pentanoat), menjadi alkohol (metanol, etanol), aldehid, karbon dioksida dan hidrogen. Dari dekomposisi protein, asam amino dan peptida yang merupakan sumber energi untuk mikroorganisme anaerob. Asidogenesis mungkin terjadi dua arah sehubungan dengan pengaruh barbagai populasi mikroorganisme. Prosesnya terbagi menjadi 2 jenis yaitu hidrogenasi dan dehidrogenasi. Pada fase ini bakteri merupakan fakultatif anaerob menggunakan oksigen secara tidak sengaja kedalam proses anaerob. Jalur dasar transformasi melewati asetat , CO

  2 dan H 2 , sedangkan

  produk asidogenesa lainnya mempunyai peran signifikan. Sebagai hasil dari transformasi ini , methanogenes dapat langsung menggunakan produk-produk baru sebagai substrat dan sumber energi . Akumulasi elektron oleh senyawa seperti laktat , etanol , propionat, butirat, asam lemak volatil yang lebih tinggi adalah respon bakteri terhadap peningkatan konsentrasi hidrogen dalam larutan. Produk tersebut tidak boleh digunakan secara langsung oleh bakteri metanogen dan harus diubah oleh bakteri wajib memproduksi hidrogen dalam proses yang disebut asetogenesis. Diantara produk dari asidogenesis, amonia dan hidrogen sulfide yang menghasilkan bau yang tidak enak. Bakteri fase asam milik anaerob fakultatif menggunakan oksigen ke dalam proses, menciptakan kondisi yang menguntungkan [18]

  Dalam proses ini, bakteri asetat termasuk dari bagian Syntrophomonas dan

  Syntrophobacter mengubah produk fase asam menjadi asetat dan hidrogen yang

  dapat digunakan oleh bakteri metanogen. Bakteri Methanobacterium suboxydans penting untuk dekomposisi asam pentanoat menjadi asam propionat, sedangkan

  Methanobacterium propionicum menyumbang dekomposisi asam propionat untuk

  asam asetat. Asetogenesis adalah fase yang menggambarkan efisiensi produksi biogas, karena sekitar 70 % gas metana muncul dalam proses reduksi asetat [18].

2.4.4 Metanogenesis

  Fase ini terdiri dalam produksi metana oleh bakteri metanogen. Metana dalam tahap proses ini dihasilkan dari substrat yang merupakan produk dari tahap sebelumnya , yaitu, asam asetat , H

  2 , CO 2 , asam format dan metanol, metilamin

  atau sulfida dimetil. Terlepas dari kenyataan bahwa hanya sedikit bakteri yang mampu menghasilkan metana dari asam asetat , mayoritas metana yang timbul dalam hasil proses digestasi metana merupakan konversi asam asetat oleh bakteri heterotrofik metan. Hanya 30 % dari metana yang dihasilkan dalam proses ini berasal dari penguraian CO

  2 dilakukan oleh bakteri metana autotrofik. Selama

  proses ini H

  2 terpakai seluruhnya, yang menciptakan kondisi yang baik bagi

  perkembangan bakteri asam yang menimbulkan asam organik rantai pendek dalam tahap pengasaman dan akibatnya - produksi terlalu rendah dari H dalam

  2

  fase asetogenesis. Sebagai konsekuensi dari konversi tersebut didapat gas yang kaya akan CO

  2 , dikarenakan hanya sebagian kecil yang akan dikonversi menjadi gas metana [18].

  • Methanothermus fervidus H

  Methanolacinia paynteri H 2 /CO

  format

  65

  2 /CO 2 ,

  format

  65 7-9

  Methanomicrobium mobile H 2 /CO 2 ,

  format

  40 6,1-6,9

  2

  H

  40 7,0

  Methanospirillum hungatei H 2 /CO 2 ,

  format 30-40

  Asetat 35-40

  6,5

  Methanococcoides methylutens Metanol

  42 7,0-7,5

  Methanosaeta concilii (soehngenii) Asetat 35-40 7,0-7,5

  Biogas yang berasal dari proses digestasi anaerobik merupakan strategi yang menarik untuk pengolahan dan pendaur ulangan limbah biomassa dari sudut pandang lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan menyediakan sumber bahan bakar bersih dari energi terbarukan. Banyak faktor yang mempengaruhi digestasi anaerob yaitu temperatur operasi, pH, pencampuran dan tingkat pembebanan organik (OLR).

  2 /CO 2 ,

  Methanothermococcus thermolithotrophicus

  

2

  83 < 7

  (

  o

  C) Interval pH optimal

  Methanobacterium bryantii H 2 /CO

  2

  37 6,9-7,2

  Methanothermobacter wolfeii H

  /CO

Tabel 2.4 Karakteristik Umum Mikroorganisme Metanogenik [36]

  2

  55-65 7,0-7,5

  Methanobrevibacter smithii H 2 /CO 2 ,

  format 37-39

  

2

  /CO

  2

  , format

  Spesies Substrat Temperatur optimal

  • Methanococcus vannielii H
  • Methanosarcina acetivorans Metanol,

2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Performa Digestasi Anaerob

  2.5.1 Temperatur Operasi

  Salah satu faktor yang yang mempengaruhi digestasi anaerobik dari limbah cair organik adalah temperatur. Digestasti anaerobik dapat dikembangkan pada rentang suhu yang berbeda termasuk mesofilik dan suhu termofilik. Digestasi anaerobik Konvensional dilakukan pada suhu mesofilik (35-37 ºC). LCPKS

  o

  pada suhu mesofilik dan termofilik dapat dilakukan di negara-negara yang beriklim tropis [29].

  2.5.2 pH

  Pengukuran pH (Potensial Hidrogen) menunjukkan kondisi yang bersifat asam atau basa. Jika suatu campuran memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, pH diperoleh netral. Berbagai jenis mikroba dalam digestasi anaerobik sangat sensitif terhadap perubahan pH [29].

  2.5.3 Ukuran Partikel

  Meskipun ukuran partikel tidak begitu penting seperti suhu atau pH di dalam digester, ukuran partikel dari limbah masih memiliki pengaruh pada produksi gas. Partikel yang lebih kecil akan memberikan area permukaan besar untuk menyerap substrat yang akan mengakibatkan peningkatan aktivitas mikroba dan karenanya meningkatkan produksi gas yang dihasilkan [36].

  2.5.4 Laju Pengadukan

  Distribusi bakteri, substrat, nutrisi dan pemerataan suhu dengan cara yang tepat dan pencampuran sangat penting untuk proses digestasi anaerobik secara keseluruhan. Pengadukan menjamin bahwa padatan yang terkandung tetap dalam bentuk suspensi sehingga akan menghindari pembentukan dead zone [38]. pengadukan berpengaruh lebih baik pada peningkatan laju produksi biogas dibandingkan tanpa pengadukan sama sekali. Hal ini terjadi karena dengan pengadukan, substrat akan homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses perombakan lebih efektif [23][39].

  2.5.5 Organic Loading Rate (OLR)

  Tingkat beban organik (OLR) didefinisikan sebagai penerapan bahan organik terlarut dan partikulat organik. biasanya dinyatakan secara luas sebagai pon BOD. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa OLR yang lebih tinggi akan mengurangi efisiensi COD dalam sistem pengolahan air limbah [29].

  2.5.6 Retention Time

  Ada dua jenis waktu retensi yaitu Solid Retention Time (SRT) dan Hydraulic Retention Time (HRT). SRT berarti waktu rata-rata bakteri tertahan di dalam digester dan HRT berarti waktu retensi dari air buangan. HRT digunakan dalam perancangan ukuran reaktor. HRT yang terlalu tinggi membutuhkan biaya yang besar dan disisi lain HRT yang terlalu rendah akan menyebabkan terbuangnya bakteri dari bioreaktor dan tidak cukup waktu bakteri untuk tumbuh [40].

2.6 Analisa Ekonomi

  Analisa ekonomi pada penelitian ini dilakukan terhadap proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient dengan produk yang diperoleh berupa VFA yang akan dilanjutkan pada tahap berikutnya menjadi biogas. Keadaan ambient yang digunakan menyebabkan tidak diperlukan pemanas terhadap fermentor. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume pembentukan biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

  Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari) Kivaisi dan Mtila 2.058,85 1,70

  Li et al. 4.020,00 3,97 Cavinato et al. 6.896,48 6,00

  Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi laju pengadukan dengan jumlah 6.019 mg/L. Menurut A.K. Kivaisi, et al, konversi VFA menjadi biogas adalah 100%. Melalui Tabel 2.5 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.

  8 Biogas ri)

  6 Linear (Biogas) ·ha /L (L

  4 s a g io B

  2 si y = 0,0009x + 0,104 k du ro P

  1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Total VFA (mg/L)

Gambar 2.2 Konversi Total VFA menjadi BiogasGambar 2.2 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari

  VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,104 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah: y = 0,0009 x + 0,104

  = (0,0009) (6.019) + 0,104

  3

  3

  = 5,5211 L/Lhari = 5,5211 m Biogas /m LCPKS

  3

  3

  3 Produksi biogas per hari = 5,521 m Biogas/m LCPKS·hari  LCPKS

  450 m

  3

  = 2.484,495 m Biogas/hari

3 Perbandingan 1m BIOGAS terhadap solar adalah 0,52 liter, Sehingga 2.484,495

  3

  m BIOGAS setara dengan 1.291,937 Liter solar Harga solar industri = 10.448/liter Maka produksi biogas perhari setara dengan penghematan sebesar

  = 10.400 x 1.291,937 = Rp. 13.498.161

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Auditor Switching - Pengaruh Client Size, Finacial Distress, Return on Asset, dan Public Ownership Terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Real Estate & Property yang Terdaftar di BEI

0 0 17

Pengaruh Client Size, Finacial Distress, Return on Asset, dan Public Ownership Terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Real Estate & Property yang Terdaftar di BEI

0 0 11

Pengaruh Client Size, Finacial Distress, Return on Asset, dan Public Ownership Terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Real Estate & Property yang Terdaftar di BEI

0 1 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dengan Leverage dan Perputaran Persediaan Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2013

0 1 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dengan Leverage dan Perputaran Persediaan Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2013

0 0 8

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Dengan Leverage dan Perputaran Persediaan Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2013

0 0 12

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Konsep Diri Pengguna NAPZA di Pusat Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN - Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Dewasa Madya ditinjau dari Grandparenting Style

0 0 14

Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Dewasa Madya ditinjau dari Grandparenting Style

0 1 12

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5