Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith

  Hutan Mangrove dan Karakteristiknya

  Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik yang termasuk ke dalam ekosistem hutan yang ditandai oleh vegetasi yang sangat khusus dan khas dan dibatasi oleh lingkungan (Raymold dan Queen, 1974). Tanaman mangrove tersebar meliputi bagian zona pasang surut di daerah tropis dan daerah subtropis.

  Mangrove adalah tanaman yang toleran terhadap garam, yang mampu tumbuh diberbagai tingkatan salinitas mulai dari air tawar sampai daerah dengan tingkat salinitas yang sangat tinggi hal ini dikarenakan mangrove memiliki mekanisme khusus untuk mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya (Tomlinson, 1986).

  Ada sekitar 70 jenis mangrove dengan 30 genus dan 20 famili, yang setiap jenisnya memiliki peran penting di ekosistem pantai lahan basah (Duck, 1992).

  Menurut Saenge, et al. (1983) hutan mangrove tersusun atas 2 kelompok utama yakni mangrove sejati dan mangrove ikutan. Mangrove sejati dalah sebutan untuk tanaman managrove yang hidup terbatas hanya di daerah mangrove, karena diluar kawasan mangrove, kelompok ini tak dapat tumbuh, contohnya adalah api- api (Avicennia marina), prepat (Sonneratia alba), dan nipah (Nypa frutican). Mangrove ikutan adalah mangrove yang mampu tumbuh tidak hanya dikawasan hutan mangrove saja, kelompok tumbuhan ini juga sering dijumpai diluar kawasan mangrove. Sedangakan lebih lanjut menurut Tomlinson (1986) mengklasifikasikan vegetasi mangrove menjadi mangrove mayor, mangrove minor dan asosiasi. Mangrove mayor (true mangrove) merupakan mangrove yang mampu membentuk tegakan murni, sehingga mendominasi di tempat tumbuhnya. sedangkan tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas dan dapat berasosiasi dengan mangrove mayor.

  Setiap jenis mangrove yang tumbuh berkaitan erat dengan faktor lingkungannya, diantaranya media tumbuh, genangan air pasang, salinitas, erosi, penambahan lahan pesisir, fisiografi, kondisi sungai dan aktivitas manusia, sehingga secara khas membentuk pola zonasi (Watson, 1928; Chapman, 1975; Hann, 1931; Kusmana et al, 2003). Setiap spesies mangrove (terutama mangrove yang termasuk dalam genus Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, Heritiera dan

  Nypa ) pada kondisi ekologi yang berkaitan dengan tingkat salinitas air dan

  kondisi tanah, serta rezim genangan mampu membentuk zona yang khas (Blasco et al., 1996). Bengen (1999) menyatakan bahwa zonasi mangrove Indonesia pada umumnya di daerah paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia, kemudian lebih ke darat lagi dengan kadar salinitasnya agak rendah didominasi Rhizophora. Selain itu juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus kemudian daerah yang memiliki substrat tanah berlumpur keras dan terendam pada saat air pasang tertinggi didominasi Bruguiera, zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan pandan laut (Pandanus sp.).

  Sonneratia alba Smith.

  Perepat (Sonneratia alba Smith.) merupakan salah satu spesies mangrove mayor dari famili sonneratiaceae berjenis sekresi dengan klasifikasi sebagai berikut (Noor et al., 1999) Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Myrtales Famili : Sonneratiaceae Genus : Sonneratia Spesies : Sonneratia alba Smith.

  

S. alba, S. caseolaris, dan S. ovata memiliki pohon berukuran sedang

hingga besar, tetapi memiliki viabilitas biji yang rendah (Sukristijono, 1984).

  S. alba umumnya tumbuh di zona intertidal rendah, S. alba intoleran terhadap air

  tawar untuk jangka waktu yang lama dan lebih suka salinitas tinggi. Di zona intertidal rendah, S. alba dapat menjadi spesies dominan bersama dengan

  A. marina , membentuk tegakan murni sepanjang margin arah laut dari jangkauan.

  

S. alba memiliki pohon dengan tinggi mencapai 15 m dengan akar pasak.

  Buahnya mengandung banyak biji (100-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah matang, dengan diameter buah 3,5-4,5 cm. Buahnya berasa asam dan dapat dimakan. Di Sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar napas S. alba digunakan oleh Orang Irian untuk gabus dan pelampung (Noor el al., 1999).

  S. alba berkembangbiak secara generatif dengan perbanyakan biji normal hal ini

  berbeda dengan jenis mangrove lainnya yang berkembang biak dengan propagul yang bersifat vivipari dan biji yang bersifat kriptovivipari sehingga jenis ini

  Salinitas dan Naungan

  Salinitas memainkan peran penting dalam mengatur pertumbuhan dan distribusi mangrove, karena toleransi terhadap garam merupakan salah satu mekanisme adaptasi mangrove (Wang, 2011). Berdasarkan cara mangrove beradaptasi dari salinitas, tanaman mangrove dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok hal yakni, mangrove sekresi dan nonsekresri (Scholander et al., 1962).

  Tanaman mangrove berjenis sekresi yang toleran terhadap garam menyerap dan menyimpan garam di jaringannya dan kemudian kelebihan garam ini dikeluarkan melalui kelenjar-kelenjar khusus yang terdapat pada daun. Sedangkan untuk tanaman mangrove non-sekresi kelebihan garam diatasi dengan mengakumulasikan garam pada bagian daun dan mengugurkannya (Clogh et al., 1982). Meskipun tanaman mampu hidup dan beradaptasi dengan lingkungan salinitas yang tinggi, tanaman mangrove tetap saja membutuhkan air tawar dalam mekanisme pertumbuhannya (Naidoo, 1987).

  Beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan respons pertumbuhan tanaman mangrove terhadap salinitas menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman mangrove. Berdasarkan penelitian tersebut, menunjukkan bahwa setiap spesies mangrove memiliki tingkat salinitas yang optimum yang bervariasi untuk pertumbuhannya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat salinitas optimum untuk pertumbuhan mangrove Jenis Salinitas Referensi

  B.gymnorrhiza 0,00-0,70%

  A. marina 2,25-3,00% Hutahaen et al. (1999) R. mucronata 0,75-0,15% R. stylosa 0,50% Ester et al. (2013)

  C. tagal 0,50% Ramayani et al. (2012) R. apiculata 1,50% Prayunita et al. (2012)

  Cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam berlangsungnya kegiatan fotosintesis dalam metabolisme tumbuhan, namun setiap jenis tanaman membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda (Farnsworth dan Ellison, 1996). Banyaknya intensitas cahaya yang masuk mempengaruhi suhu yang berperan dalam pertumbuhan tanaman di persemaian. Tingginya intensitas cahaya dapat menyebabkan tumbuhan menjadi kerdil, dan menyebabkan gugurnya daun, namun intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan etiolasi pada bibit sehingga dapat menyebabkan kematian pada bibit (Marschner, 1995).

  Berdasarkan hasil penelitian Anwar (1997) menunjukkan korelasi antara tingkat naungan diterapkan pada pembibitan dan pertumbuhan bibit

  B. gymnorrhiza . Ada kecenderungan bahwa tinggi, jumlah pertumbuhan daun, dan peningkatan persentase hidup mangrove ketika variasi naungan meningkat.

  Cahaya berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhanan dan kelangsungan hidup anakan mangrove, di lingkungannya anakan mangrove yang berada di bawah tajuk hutan mangrove telah beradaptasi atas cahaya yang minimun sehingga pertumbuhannya tetap dapat optimum (Smith, 1987).

  Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Haoofman et al. (2006) yang meneliti hubungan antara salinitas dan intensitas matahari menunjukkan bahwa fotosintesis, pertumbuhan, dan tingkat ketahanan hidup lebih meningkatkan dengan peningkatan ketersediaan cahaya bagi tanaman yang tumbuh pada salinitas rendah dibandingkan tanaman yang tumbuh pada salinitas tinggi. Hal ini sesuai penelitian Clarke dan Allaway (1993) sebelumnya yang menghubungkan antara pengaruh salinitass, sedimen, dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan celah-celah tajuk yang memiliki sedimentasi yang tidak tercemar dengan tingkat salinitas rendah dan hal ini sama dengan hasil yang diperoleh oleh Smith (1987) bahwa mangrove lebih suka tempat tumbuh yang memiliki intensitas cahaya yang tinggi.

  Berikut ini beberapa hasil penelitian sebelumnya terkait variasi naungan yang optimum untuk pertumbuhan beberapa jenis mangrove, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Intensitas naungan optimum untuk pertumbuhan mangrove Jenis Intensitas naungan Referensi

  B. gymnorrhiza 25 % Anwar (1997) R. mucronato 75 % Yanti et al. (2011) R. apiculato 50 % Simarmata et al. (2011)

  A. marina 50 % Keliat et al. (2013) Polyisoprenoid

  Tumbuhan mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam (Radji, 2005).

  Polyisoprenoid alkohol (dolichols dan polyprenols) merupakan salah satu metabolit sekunder dari tumbuhan yang ditemukan di semua makhluk hidup mulai dari bakteri hingga mamalia (Surmacz dan Swiezewska, 2011). Rantai polyisoprenoid alkohol tersusun dari 5-100 lebih unit isoprenoid yang menciptakan polimer yang berbeda dalam rantai panjang konfigurasi geometrisnya (Ciepichal et al., 2011).

  Polyisoprenoid dibagi ke dalam dua kelompok yakni polyprenols-allylic

  

alcohols (polyprenol) dengan satu ikatan ganda di setiap unit isoprenoid, dan

  dolichols tanpa ikatan rangkap dalam unit isoprenoid di terminal –OH. Dolichols umumnya ditemukan pada hewan, sel ragi, dan akar tanaman sedangkan

  Danikiewicz, 2005). Perbedaaan rantai panjang polyprenol dengan dolichol terletak pada unit isoprennya dimana polyprenol terdiri dari 5-50 unit isoprena yang sering ditemui dalam fraksi lipid yang tidak tersabunkan dari daun spermatophyta sedangkan dolichols merupakan komponen struktural penting dari membran eukariotik dimana dolichols mewakili keluarga lipid polyisoprenoid memiliki 16-22 unit isoprena, terutama di cis-configuration, dengan unit-isopren jenuh, yang berfungsi membawa monosakarida dan oligosakarida (Sagami, 1992; Wieslaw et al., 1994; Haeuptle 2009). Enzim yang berperan dalam sintesis polyisoprenoid adalah cis-prenyltransferase yang berperan dalam pembangunan rantai panjang hidrokarbon.

  Berdasarkan penelitian Tateyama et al. (1999) dolichol merupakan senyawa metabolit sekunder yang merupakan bagian polyisoprenoid yang dominan terdapat di jaringan akar dan daun. Perbedaan rasio kandungan dolichol dan polyprenol pada jaringan tanaman selalu berbeda-beda, rasio polyprenol dan dolichol pada daun famili Capparidaceae adalah 1:1 dan 2:1 pada daun karet, namun pada beberapa tanaman paku-pakuan hanya mengandung sanyawa dolichol (Jankowski et al., 1994; Tateyama et al., 1999; Wojtas et al., 2005).

  Hutan mangrove yang dikenal kaya dengan metabolit sekunder memiliki perananya masing-masing. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Basyuni et al. (2012) menjelaskan bahwa triterpenoid yang merupakan salah satu metabolit sekunder yang ada pada mangrove digunakan untuk beradaptasi terhadap tingginya salinitas air laut. Dalam penelitiannya yang lain menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder triterpenoid meningkat keberadaanya di daun

  

R. stylosa. Hal ini sesuai dengan penelitian Basyuni et al. (2005) sebelumnya

  bahwa tingkat mRNA meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam pada daun dan akar K. candel dan begitu juga pada B. gymnorrhiza. Selain itu keberadaan metabolit sekunder seperti triterpenoid dan fitosterol pada mangrove dapat digunakan sebagai karakter kemataksonomi untuk membedakan spesies dari mangrove (Basyuni et al., 2012).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 59 Tahun 2014 Tentang kurikulum 2013 Sekolah menengah Atas/ Madrasah Aliyah (Studi Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Medan)

0 0 34

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Manajemen Risiko 2.1.1 Pengertian Manajemen Risiko - Analisis Manajemen Risiko (Studi Kasus pada TELKOM, Kandatel Binjai)

1 15 30

Analisis Manajemen Risiko (Studi Kasus pada TELKOM, Kandatel Binjai)

2 5 11

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Agen Jasa Asuransi Pada PT. Prudential Life Assurance Medan

0 0 21

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia - Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Agen Jasa Asuransi Pada PT. Prudential Life Assurance Medan

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Agen Jasa Asuransi Pada PT. Prudential Life Assurance Medan

0 0 8

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Agen Jasa Asuransi Pada PT. Prudential Life Assurance Medan

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Seimbang - Pengaruh Pendidikan Gizi Tentang Pola Makan Seimbang Melalui Game Puzzle dan Gambar Animasi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Anak SDN 067690 Kota Medan

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pendidikan Gizi Tentang Pola Makan Seimbang Melalui Game Puzzle dan Gambar Animasi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Anak SDN 067690 Kota Medan

0 0 8

1. Hasil sidik ragam tinggi semai S. alba - Respons Pertumbuhan Tanaman dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid terhadap Variasi Naungan dan Salinitas pada Mangrove Sonneratia alba Smith

0 0 19