Filsafat Idealisme dan realisme (1)
Filsafat
Makalah
Idealisme
ini
disusun
guna
Mata
kuliah:
Dosen
Pengampu:
Disusun
Oleh
Chichi
memenuhi
kelompok
Filsafat
Pendidikan
Suyatno.
Nur
M.Pdi
IV-PAI
Da’watiz
Lu’lu’
Realisme
tugas
:
‘Aisyatud
Muhammad
dan
D
Zahroh
10410006
Saddam
10410020
Nurhusna
Shaleh
Shodiq
Hanani
JURUSAN
PENDIDIKAN
FAKULTAS
TARBIYAH
UIN
10410025
Naseh
104100
AGAMA
DAN
ISLAM
KEGURUAN
SUNAN
KALIJAGA
TAHUN
a.
Menjelaskan
2012
prinsip
dasar
filsafat
idealism
dan
realism.
b. Mengidentifikasi relevansi filsafat idealism dan realism dalam pendidikan.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Dalam persoalan pokok filsafat pendidikan (metafisika/ ontologi, epistemologi, dan
aksiologi), pendekatan yang berbeda terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar itu
memunculkan beragam “aliran” filsafat pendidikan tradisonal seperti idealism,
realism, neoskolatisme, pragmatisme atau eksistensialisme. Perbedaan kepercayaan
filosofis menghasilkan keanekaragaman teori dan praktek ke dalam pendidikan baik
sekarang
maupun
untuk
masa
depan.
Ada hubungan lansung antar kepercayaan dasar individu dilihat bagaimana dia
melihat komponen pendidikan, seperti hakikat peserta didiik, peran pendidik,
penekanan muatan kurikuler yang terbaik, metode pengajaran yang paling efektif dan
fungsi
sosial
sekolah
tersebut.
Tapi dalam makalah ini terfokus filsafat idealism dan realism. Dimana kedua aliran
ini
memiliki
relevansi
yang
B.
besar
untuk
perkembangan
pendidikan.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat disimpulkan dua inti permasalahan yaitu:
1.
2.
Apa
Apa
prinsip
relevansi
dasar
filsafat
filsafat
idealism
dan
idealism
realism
dan
dalam
BAB
realism?
pendidikan?
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
filsafat
Idealism
dan
realism
1. Idealism adalah sebuah pendapat filosofis yang telah memberikan pengaruh besar
terhadap pendidikan selama beberapa Abad. Tetapi, idealism kurang mempunyai
pengaruh langsung pada abad XX dibandingkan dengan masa sebelumnya. Padahal
secara tidak langsung, gagasan-gagasan idealism masih saja merembes ke dalam
pemikiran
pendidikan
Barat.
Pada intinya, idealism adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan, pemikiran,
akal piki atau pendirian daripada sebagai suatu penekanan pada objuek-objek dan
daya-daya material. Aliran ini menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau
lebih dulu ada bagian materi, bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu
yang nyata, sedangkan materi adalah hasil yang ditimbulkan oleh akal-pikir/ jiwa.
Dilihat dari sejarahnya, idealism jelas pada Abad IV sebelum Masehi oleh Plato (427-
347 SM). Kota Athena, selama Plato hidup adalah kota dalam kondisi transisi. Filsafat
Plato dalam skala luas dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan
terus menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Plato merumuskan
kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Kebenaran tidak bisa
ditemukan dalam dunia materi yang tak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa
di dalam idealism terdapat kebenaran-kebenaran yang universal yang disetujui oleh
semua orang. Contohnya, dalam matematika 5+7= 12 adalah selalu benar, benar
sekarang, dan tetap benar pada masa yang akan datang. Plato berpendapat bahwa
kebenaran universal itu ada pada setiap aspek kehidupan, termasuk politik, agama,
etika, dan pendidikan. Untuk sampai pada kebenaran-kebenaran universal, Plato
melangkah melampaui dunia sensori (dunia pengalaman indrawi) yang senantiasa
berubah
menuju
ke
dunia
ide.
Idealism, dengan penakanannya pada kebenaran yang tak berubah, mempunyai
pengaruh kuat terhadap pemikiran kefilsafatan. Dalam sejarahnya, idealism erat
terkait dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual
dan
aspek
keduniawian
Pandangan
lainnya
dari
Filosofis
realitas.
Idealism
Plato menegaskan bahwa sebagian besar manusia hidup dalam dunia keindrawian.
Namun ini bukanlah dunia realitas puncak, ia hanyalah dunai bayang-bayang dan
pengandaian tentang dunia nyata (sebuah dunia murni ide-gagasan yang melampaui
dunia indrawiah). Para pemikir/ filosof akan menempati posisi penting dalam
masyarakat, jika tatanan sosial yang ada itu adil. Sebaliknya, sebagian besar manusia
hidup dengan indra mereka dan tidak sanggup bertsentuhan langsung dengan realitas.
Sehingga dapat ditegaskan bahwa realitas bagi penganut idealism itu dikotomik, yakni
ada dunia penampakan yang kita tangkap lewat indra, dan ada dunia realitas yang kita
tangkap
melalui
kecerdasan
akal-pikir
(mind).
Kebenaran
Kebenaran penganut idealism berada pada dunia ide-gagasan. kata kunci dalam
epistemologi idealistik adalah konsistensi dan koherensi. Menurur Frederick Neff
menulis bahwa Idealism pada dasarnya adalah sebuah metafisika, dan bahkan
epistemologinya bersifat metafisis dalam arti bahwa ia lebih berupaya untuk
merasionalisasi dan menjustifikasi apa yang secara metafisis benar daripada untuk
memanfaatkan pengalaman dan metode-metode pengetahuan sebagai sebuah landasan
formulasi
kebenaran.
Kebenaran adalah sesuatu yang inheren dalam hakikat alam semesta dan karena itu ia
telah dulu ada dan secara umum terlepas independen dari pengalaman atau tidak
bersifat empiris. Penganut idealism mempercayai intuisi, wahyu, dan rasio dalam
fungsinya
mengembangan
Nilai-nilai
dari
pengetahuan.
dunia
ide
Realitas puncak berada di luar dunia ini dan jika ada satu diri Absolut yang
merupakan prototipe akal pikir, maka jagat raya ini dapat direnung dan pikirkan
dalam ‘kaca mata’ jagat besar dan kecil. Dari sudut pandang ini, jagar besar
(makrokosmos) dapat direnungkan dan pikirkan sebagai dunai Akal-Pikir Absolut,
sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori dapat dijangkau dalam ‘kaca
mata’ jagat kecil (mikrokosmos) yakni sebagai bayangan dari apa yang sejatinya ada.
Maka akan terbukti bahwa baik kr iteria etik maupun kriteria astetik dari kebaikan dan
keindahan itu berada di luar diri manusia, berada pada hakikatnya realitas kebenaran
itu sendiri, dan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abadi dan baku.
Bagi penganut aliran ini, kehidupan etik dapat direnungkan dan dipikirkan sebagai
suatu kehidupan yang dijalani dengan keharmonisan dengan alam. Jika diri Absolut
dilihat dari makrokosmos, maka individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu
diri mikrokosmik. Maka lambang perilaku etis penganut ini terletak pada ‘peniruan
diri’ Absolut. Manusia adalah moral ketika ia selaras dengan Hukum Moral Universal
yang
merupakan
suatu
ekspresi
sifat
dari
zat
Absolut.
Penganut idealism menganggap sebagai hal yang indah sebagai refleksi tentang hal
yang ideal, sehingga seni berupaya mengekspresikan yang absolut sebagai salah
sesuatu yang memuaskan secara estetik. Seniman berusaha menangkap aspek
universal dan puncak dalam karya seninya. Fungsi dari ragam bentuk seni bukanlah
untuk melukiskan secara literal gambaran dunia terhadap daya indrawiah kita,
melainkan untuk melukiskan dunia sebagaimana pandangan dari yang absolut tadi.
2.
relevansi
filsafat
idealism
dalam
pendidikan
di sekolah penganut idealism yaitu guru menempati posisi yang sangat krusial, sebab
guru lah yang meladeni murid sebagai sebuah contoh hidup dari apa yang kelak bisa
dicapainya. Sang guru berada pada posisi yang lebih dengan Yang Absolut daripada
dengan murid, karena Guru mempunyai lebih tentang realitas sehingga mampu
bertindak sebagai perantara antara diri mikrokosmis si murid dan Diri Absolut
makrokosmis.
Peran guru adalah menjangkau pengetahuan tentang realitas dan manjadi contoh
keluhuran etis. Ia adalah pola panutan bagi para murid untuk di ikuti, baik dalam
kehidupan
intelektual
maupun
sosial.
Meteri kajian pembelajaran idealism dapat dilihat dari sudut pandangnya pendapat
epistemologisnya. Kurikulum harus disusun dengan mater-materi kajian yang
mengantarkan kita bergelut langsung dengan ide-gagasan dan menekankan pada
kajian humanities (kemanusiaan=manusia). Sejarah dan kajian dan kasusutraan ada
pada pusat sistem kurikuler mereka karena materi-materi kajian ini akan membantu
pelajar dalam usahanya mencari dan menemukan sosok manusia dan masyarakat
ideal. Matematika murni juga sebuah disipilin kajuan yang cocok karena ia didasarkan
pada prinsip-prinsip apriori universal dan menyuguhkan metode-metode yang
berkaitan
dengan
pengabstrakkan.
Perpustakaan menjadi pusat aktivitas pendidikan di sekolah penganut idealism. Para
pelajar bergumul ide gagasan umat manusia yang signifikan. Dalam ruang kelas,
metodologi guru seringkalu dilihat dari kaca mata penyampaian kuliahnya dalam
sebuah konteks pengertian dimana pengetahuan ditransfer dari guru ke murid. Selain
itu guru mengadakan diskusi sehingga ia dan para murid dapat menangkap ide
gagasan dari berbagai bacaan dan perkuliahan, kemudian membawanya ke dalam
fokus
pembicaraan
yang
lebih
tajam.
Guru tidak akan bersemangat secara khusus melalu kunjungan lapangan ke sebuah
perusahaan susu, sirup, kue atau dengan pengajaran auto-mekanik di sekolah lanjutan
atas karena kegiatan-kegiatan itu letaknya dipinggir makna hidup sejati.
B.
1.
Latar
Filsafat
Prinsip
Realism
dasar
Filsafat
Realism
belakang
Realism adalah reaksi terhadap keabstrakan dan ‘kedunia-lainan’ dari idealisme. Titik
tolak utama penganut realisme bahwa objek-objek dari indra kita muncul dengan
bentuk apa adanya terlepas dari cerapan pengetahuan yang dikonstruk oleh akal pikir.
Realisme yang terumuskan dengan baik bermula dari murid Plato yaitu Aristoteles
(384-322 SM). Dia berpendapat bahwa unsur-unsur pokok dari setiap objek adalah
bentuk (form) dan isi/materi. Materi dapat dilihat dalam kaca mata unsur material
yang membentuk objek indrawiah partikuler apapun. Bentuk dapat muncul tanpa
isi/materi(misl ide tentang Tuhan), akan tetapi tidak bisa materi itu muncul tanpa
bentuk.
Fokus perhatiannya terhadap kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi tentang
bentuk universal melalui kajian atas objek-objek material adalah mengarahkannya
pada peletakkan struktur dasar bagi apa yang menganyam fisika modern, kehidupan
dan
sains
sosial.
Realisme menemukan jalan lebar menuju dunia modern melalui pengaruh metodologi
induktif Francis Bacon—sebuah metode ilmiah dan gagasan John Locke bahwa akal
pikir kejiwaan manusia ialah tabula rasa (kertas putih kosong) yang menerima
pengaruh
dari
lingkungan.
Pendapat
Filosofis
Realitas
segala
Realisme
sesuatu
Menurut penganut realisme, realitas puncak bukanlah ada dalam lingkup akalpikir(mind). Alam semesta tersusun dari materi dalam gerak, sehingga ia adalah dunia
fisik dimana manusia tinggal di dalamnya merancang realitas. Ini adalah sebuah
pendekatan lugas-lurus ke arah dunia, segala sesuatu yang berjalan sesuai dengan
hukum baku yang lekat-menyatu dalam bangunan alam semesta tadi. Kosmos yang
terbentang luas berputar dan bergerak tanpa memperdulikan manusia dan
pengetahuannya. Alam semesta ibarat sebuah mesin raksasa dimana manusia adalah
sebagai pengamat dan peserta sekaligus. Penganut realisme melihat realitas dalam
kaca
mata
segala
sesuatu
yang
Kebanaran
berjalan
sesuai
dengan
melalui
hukum
alam.
Observasi
Epistemologi realisme adalah sebuah pendekatan common sense terhadap dunia yang
mendasarkan metodenya di atas cerapan indrawi. W. E. Hocking mencatat bahwa
‘realisme sebagai suatu watak umum dari mind adalah sebuah kecenderungan untuk
menjaga diri kita dan preferensi kita agara jangan sampai mencampuri putusan
tentang segala sesuatu, membiarkan objek-objek berbicara untuk diri mereka sendiri.
Kebenaran dinilai sebagai fakta yang dapat diamati. Cerapan indra adalah sarana
untuk memperoleh pengetahuan. Realisme menggunakan metode induktif dalam
upaya mengungkap dunia kealaman dan mendeteksi prinsi-prinsip umum dari
observasi. Penganut realisme berusaha menguak bagaimana dunia ini bekerja lewat
pengujian terhadapnya. Realisme cenderung menggunakan teori korespondensi untuk
mengabsahkan konsepsinya tentang kebenaran yakni, kebenaran adalah hal yang
sesuai
dengan
Nilai-nilai
situasi
aktual
sebagaimana
dari
ditangkap
oleh
pengamat.
alam
Nilai-nilai juga diraih lewat pengamatan terhadap alam. Melakukan kajian tatanan
alam, seseorang dapat mengetahui hukum-hukum yang memberi landasan untuk
penilaian etik dan estetik. Nilai-nilai bersifat permanen karena berakar pada alam
yang
tak
berubah.
Alam mempunyai hukum moral. Semua manusia memiliki hukum ini atau paling
tidak memiliki kemungkinan mengungkapnya. Seperti halnya grafitasi adalah sebuah
hukum kealaman yang universal dalam dunia fisik, sehingga suatu hukum diperlukan
juga
dalam
lingkup
ekonomi.
Alam juga mengandung kriteria keindahan. Suatu bentuk seni yang indah
merefleksikan logika dan tatanan alam. Seni itu adalah ‘penghadiran kembali’/
penghadiran sebuah rasionalitas alam yang baru setelah rasionalitas itu diturunkan
dalam pola, keseimbangan, garis, dan bentuk. Dalam melukis, objek dari sang pelukis
harus
mencipta
Realis
ulang
dari
apa
relevansi
yang
ia
realisme
tangkap
serealistis
dalam
mungkin.
pendidikan
Menurut penganut ini, pelajar itu dipandang sebagai sebuah organisme hidup yang
didapat melalui pengalaman indrawiah, menangkap tatanan alam dunia ini dan
kemudian sampai dengan realitas. Pelajar adalah orang yang dapat melihat, merasa,
dan mengecap. Dunia ini adalah sesuatu, dan pelajar adalah orang yang dapat
mengetahui
dunia
ini
melalui
indra-indranya.
Pelajar dipandang sebagai person yang tunduk pada hukum alam dan tidak bebas
dalam pilihannya. Dengan demikian seorang pelajar dapat ‘diprogram’ mirip sebuah
program komputer. Tetapi program ini tidak langsung berhasil, sehingga pelajar harus
dibina, dilatih dan dibentuk hingga ia belajar dan mahir untuk membuat responsrespons
yang
sesuai.
Jika pelajar dipahami sebagai penonton yang leihat mesin alam besar ini, maka guru
dapat dilihat sebagai pengamat yang lebih mengetahui tentang banyak hal tentang
hukum-hukum kosmos. Karena itu, peran guru adalah memberi informasi yang akurat
menyangkut realitas kepada pelajar dengan cara yang paling efisien dan paling cepat.
Fungsi pengajaran adalah untuk mendemonstrasikan regularitas (keteraturan baku)
dan hukum-hukum alam, dan menyampaikan kepada pelajar fakta-fakta kealaman iu
yang
telah
dibuktikan
lewat
penelitian.
Kurikulum di sekolah menekankan pada materi pengajaran tentang dunia fisik yang
diajarkan dalam suatu cara bahwa keteraturan yang mendasari alam ini adalah tak
terbantahkan. Sains-sains berada pada pusat kurikulum mereka, karena hukum-hukum
paling baik dipahami melalui materi pengajaran tentang alam. Dan matematika juga
menempati
posisi
sentral
dalam
pemikiran
kurikuler
penganut
realisme.
Metode pengajaran penganut realisme sangatlah dekat dengan epitemologi mereka.
Jika kebenaran dicapai melalui cerapan indrawi, maka pengalaman belajar harus
diorganisir, pada tingkat yang luas, dalam suatu cara yang memanfaatkan indra-indra.
Penganut realisme modern menyukai demonstrasi(pemeragaan materi) di ruang kelas,
karya wisata dan penggunaan alat bantu audio visual dalam situasi dimana
karyawisata
tidaklah
praktis
atau
akan
memakan
banyak
waktu.
Metode penganut realisme mencakup pengajaran untuk penguasaan fakta-fakta dalam
rangka mengembangkan sebuah pemahaman tentang hukum alam. Dalam pendekatan
semacam ini, mereka bertumpu sepenuhnya pada logika indkutif karena mereka
bergerak dari fakta khusus pengalaman indrawiah menuju ke hukum-hukum yang
lebih
umum
yang
disimpulkan
dari
data
tersebut.
Tujuan sekolah adalah untuk mengalihkan pengetahuan yang ditetapkan oleh mereka
yang mempunyai sebuah konsep jelas tentang sains empiris, hukum alam dan
fungsinya dalam alam semesta. Sekolah penganut realisme menekankan pada
pelestarian warisan budaya, yakni ia amat memperhatikan terhadap pengalihan faktafakta yang sudah terbukti(kabeh kok buku penerbit gama media knight gr)
BAB
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
III
Filsafat
Makalah
Idealisme
ini
disusun
guna
Mata
kuliah:
Dosen
Pengampu:
Disusun
Oleh
Chichi
memenuhi
kelompok
Filsafat
Pendidikan
Suyatno.
Nur
M.Pdi
IV-PAI
Da’watiz
Lu’lu’
Realisme
tugas
:
‘Aisyatud
Muhammad
dan
D
Zahroh
10410006
Saddam
10410020
Nurhusna
Shaleh
Shodiq
Hanani
JURUSAN
PENDIDIKAN
FAKULTAS
TARBIYAH
UIN
10410025
Naseh
104100
AGAMA
DAN
ISLAM
KEGURUAN
SUNAN
KALIJAGA
TAHUN
a.
Menjelaskan
2012
prinsip
dasar
filsafat
idealism
dan
realism.
b. Mengidentifikasi relevansi filsafat idealism dan realism dalam pendidikan.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Dalam persoalan pokok filsafat pendidikan (metafisika/ ontologi, epistemologi, dan
aksiologi), pendekatan yang berbeda terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar itu
memunculkan beragam “aliran” filsafat pendidikan tradisonal seperti idealism,
realism, neoskolatisme, pragmatisme atau eksistensialisme. Perbedaan kepercayaan
filosofis menghasilkan keanekaragaman teori dan praktek ke dalam pendidikan baik
sekarang
maupun
untuk
masa
depan.
Ada hubungan lansung antar kepercayaan dasar individu dilihat bagaimana dia
melihat komponen pendidikan, seperti hakikat peserta didiik, peran pendidik,
penekanan muatan kurikuler yang terbaik, metode pengajaran yang paling efektif dan
fungsi
sosial
sekolah
tersebut.
Tapi dalam makalah ini terfokus filsafat idealism dan realism. Dimana kedua aliran
ini
memiliki
relevansi
yang
B.
besar
untuk
perkembangan
pendidikan.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat disimpulkan dua inti permasalahan yaitu:
1.
2.
Apa
Apa
prinsip
relevansi
dasar
filsafat
filsafat
idealism
dan
idealism
realism
dan
dalam
BAB
realism?
pendidikan?
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
filsafat
Idealism
dan
realism
1. Idealism adalah sebuah pendapat filosofis yang telah memberikan pengaruh besar
terhadap pendidikan selama beberapa Abad. Tetapi, idealism kurang mempunyai
pengaruh langsung pada abad XX dibandingkan dengan masa sebelumnya. Padahal
secara tidak langsung, gagasan-gagasan idealism masih saja merembes ke dalam
pemikiran
pendidikan
Barat.
Pada intinya, idealism adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan, pemikiran,
akal piki atau pendirian daripada sebagai suatu penekanan pada objuek-objek dan
daya-daya material. Aliran ini menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau
lebih dulu ada bagian materi, bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu
yang nyata, sedangkan materi adalah hasil yang ditimbulkan oleh akal-pikir/ jiwa.
Dilihat dari sejarahnya, idealism jelas pada Abad IV sebelum Masehi oleh Plato (427-
347 SM). Kota Athena, selama Plato hidup adalah kota dalam kondisi transisi. Filsafat
Plato dalam skala luas dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan
terus menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Plato merumuskan
kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Kebenaran tidak bisa
ditemukan dalam dunia materi yang tak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa
di dalam idealism terdapat kebenaran-kebenaran yang universal yang disetujui oleh
semua orang. Contohnya, dalam matematika 5+7= 12 adalah selalu benar, benar
sekarang, dan tetap benar pada masa yang akan datang. Plato berpendapat bahwa
kebenaran universal itu ada pada setiap aspek kehidupan, termasuk politik, agama,
etika, dan pendidikan. Untuk sampai pada kebenaran-kebenaran universal, Plato
melangkah melampaui dunia sensori (dunia pengalaman indrawi) yang senantiasa
berubah
menuju
ke
dunia
ide.
Idealism, dengan penakanannya pada kebenaran yang tak berubah, mempunyai
pengaruh kuat terhadap pemikiran kefilsafatan. Dalam sejarahnya, idealism erat
terkait dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual
dan
aspek
keduniawian
Pandangan
lainnya
dari
Filosofis
realitas.
Idealism
Plato menegaskan bahwa sebagian besar manusia hidup dalam dunia keindrawian.
Namun ini bukanlah dunia realitas puncak, ia hanyalah dunai bayang-bayang dan
pengandaian tentang dunia nyata (sebuah dunia murni ide-gagasan yang melampaui
dunia indrawiah). Para pemikir/ filosof akan menempati posisi penting dalam
masyarakat, jika tatanan sosial yang ada itu adil. Sebaliknya, sebagian besar manusia
hidup dengan indra mereka dan tidak sanggup bertsentuhan langsung dengan realitas.
Sehingga dapat ditegaskan bahwa realitas bagi penganut idealism itu dikotomik, yakni
ada dunia penampakan yang kita tangkap lewat indra, dan ada dunia realitas yang kita
tangkap
melalui
kecerdasan
akal-pikir
(mind).
Kebenaran
Kebenaran penganut idealism berada pada dunia ide-gagasan. kata kunci dalam
epistemologi idealistik adalah konsistensi dan koherensi. Menurur Frederick Neff
menulis bahwa Idealism pada dasarnya adalah sebuah metafisika, dan bahkan
epistemologinya bersifat metafisis dalam arti bahwa ia lebih berupaya untuk
merasionalisasi dan menjustifikasi apa yang secara metafisis benar daripada untuk
memanfaatkan pengalaman dan metode-metode pengetahuan sebagai sebuah landasan
formulasi
kebenaran.
Kebenaran adalah sesuatu yang inheren dalam hakikat alam semesta dan karena itu ia
telah dulu ada dan secara umum terlepas independen dari pengalaman atau tidak
bersifat empiris. Penganut idealism mempercayai intuisi, wahyu, dan rasio dalam
fungsinya
mengembangan
Nilai-nilai
dari
pengetahuan.
dunia
ide
Realitas puncak berada di luar dunia ini dan jika ada satu diri Absolut yang
merupakan prototipe akal pikir, maka jagat raya ini dapat direnung dan pikirkan
dalam ‘kaca mata’ jagat besar dan kecil. Dari sudut pandang ini, jagar besar
(makrokosmos) dapat direnungkan dan pikirkan sebagai dunai Akal-Pikir Absolut,
sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori dapat dijangkau dalam ‘kaca
mata’ jagat kecil (mikrokosmos) yakni sebagai bayangan dari apa yang sejatinya ada.
Maka akan terbukti bahwa baik kr iteria etik maupun kriteria astetik dari kebaikan dan
keindahan itu berada di luar diri manusia, berada pada hakikatnya realitas kebenaran
itu sendiri, dan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abadi dan baku.
Bagi penganut aliran ini, kehidupan etik dapat direnungkan dan dipikirkan sebagai
suatu kehidupan yang dijalani dengan keharmonisan dengan alam. Jika diri Absolut
dilihat dari makrokosmos, maka individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu
diri mikrokosmik. Maka lambang perilaku etis penganut ini terletak pada ‘peniruan
diri’ Absolut. Manusia adalah moral ketika ia selaras dengan Hukum Moral Universal
yang
merupakan
suatu
ekspresi
sifat
dari
zat
Absolut.
Penganut idealism menganggap sebagai hal yang indah sebagai refleksi tentang hal
yang ideal, sehingga seni berupaya mengekspresikan yang absolut sebagai salah
sesuatu yang memuaskan secara estetik. Seniman berusaha menangkap aspek
universal dan puncak dalam karya seninya. Fungsi dari ragam bentuk seni bukanlah
untuk melukiskan secara literal gambaran dunia terhadap daya indrawiah kita,
melainkan untuk melukiskan dunia sebagaimana pandangan dari yang absolut tadi.
2.
relevansi
filsafat
idealism
dalam
pendidikan
di sekolah penganut idealism yaitu guru menempati posisi yang sangat krusial, sebab
guru lah yang meladeni murid sebagai sebuah contoh hidup dari apa yang kelak bisa
dicapainya. Sang guru berada pada posisi yang lebih dengan Yang Absolut daripada
dengan murid, karena Guru mempunyai lebih tentang realitas sehingga mampu
bertindak sebagai perantara antara diri mikrokosmis si murid dan Diri Absolut
makrokosmis.
Peran guru adalah menjangkau pengetahuan tentang realitas dan manjadi contoh
keluhuran etis. Ia adalah pola panutan bagi para murid untuk di ikuti, baik dalam
kehidupan
intelektual
maupun
sosial.
Meteri kajian pembelajaran idealism dapat dilihat dari sudut pandangnya pendapat
epistemologisnya. Kurikulum harus disusun dengan mater-materi kajian yang
mengantarkan kita bergelut langsung dengan ide-gagasan dan menekankan pada
kajian humanities (kemanusiaan=manusia). Sejarah dan kajian dan kasusutraan ada
pada pusat sistem kurikuler mereka karena materi-materi kajian ini akan membantu
pelajar dalam usahanya mencari dan menemukan sosok manusia dan masyarakat
ideal. Matematika murni juga sebuah disipilin kajuan yang cocok karena ia didasarkan
pada prinsip-prinsip apriori universal dan menyuguhkan metode-metode yang
berkaitan
dengan
pengabstrakkan.
Perpustakaan menjadi pusat aktivitas pendidikan di sekolah penganut idealism. Para
pelajar bergumul ide gagasan umat manusia yang signifikan. Dalam ruang kelas,
metodologi guru seringkalu dilihat dari kaca mata penyampaian kuliahnya dalam
sebuah konteks pengertian dimana pengetahuan ditransfer dari guru ke murid. Selain
itu guru mengadakan diskusi sehingga ia dan para murid dapat menangkap ide
gagasan dari berbagai bacaan dan perkuliahan, kemudian membawanya ke dalam
fokus
pembicaraan
yang
lebih
tajam.
Guru tidak akan bersemangat secara khusus melalu kunjungan lapangan ke sebuah
perusahaan susu, sirup, kue atau dengan pengajaran auto-mekanik di sekolah lanjutan
atas karena kegiatan-kegiatan itu letaknya dipinggir makna hidup sejati.
B.
1.
Latar
Filsafat
Prinsip
Realism
dasar
Filsafat
Realism
belakang
Realism adalah reaksi terhadap keabstrakan dan ‘kedunia-lainan’ dari idealisme. Titik
tolak utama penganut realisme bahwa objek-objek dari indra kita muncul dengan
bentuk apa adanya terlepas dari cerapan pengetahuan yang dikonstruk oleh akal pikir.
Realisme yang terumuskan dengan baik bermula dari murid Plato yaitu Aristoteles
(384-322 SM). Dia berpendapat bahwa unsur-unsur pokok dari setiap objek adalah
bentuk (form) dan isi/materi. Materi dapat dilihat dalam kaca mata unsur material
yang membentuk objek indrawiah partikuler apapun. Bentuk dapat muncul tanpa
isi/materi(misl ide tentang Tuhan), akan tetapi tidak bisa materi itu muncul tanpa
bentuk.
Fokus perhatiannya terhadap kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi tentang
bentuk universal melalui kajian atas objek-objek material adalah mengarahkannya
pada peletakkan struktur dasar bagi apa yang menganyam fisika modern, kehidupan
dan
sains
sosial.
Realisme menemukan jalan lebar menuju dunia modern melalui pengaruh metodologi
induktif Francis Bacon—sebuah metode ilmiah dan gagasan John Locke bahwa akal
pikir kejiwaan manusia ialah tabula rasa (kertas putih kosong) yang menerima
pengaruh
dari
lingkungan.
Pendapat
Filosofis
Realitas
segala
Realisme
sesuatu
Menurut penganut realisme, realitas puncak bukanlah ada dalam lingkup akalpikir(mind). Alam semesta tersusun dari materi dalam gerak, sehingga ia adalah dunia
fisik dimana manusia tinggal di dalamnya merancang realitas. Ini adalah sebuah
pendekatan lugas-lurus ke arah dunia, segala sesuatu yang berjalan sesuai dengan
hukum baku yang lekat-menyatu dalam bangunan alam semesta tadi. Kosmos yang
terbentang luas berputar dan bergerak tanpa memperdulikan manusia dan
pengetahuannya. Alam semesta ibarat sebuah mesin raksasa dimana manusia adalah
sebagai pengamat dan peserta sekaligus. Penganut realisme melihat realitas dalam
kaca
mata
segala
sesuatu
yang
Kebanaran
berjalan
sesuai
dengan
melalui
hukum
alam.
Observasi
Epistemologi realisme adalah sebuah pendekatan common sense terhadap dunia yang
mendasarkan metodenya di atas cerapan indrawi. W. E. Hocking mencatat bahwa
‘realisme sebagai suatu watak umum dari mind adalah sebuah kecenderungan untuk
menjaga diri kita dan preferensi kita agara jangan sampai mencampuri putusan
tentang segala sesuatu, membiarkan objek-objek berbicara untuk diri mereka sendiri.
Kebenaran dinilai sebagai fakta yang dapat diamati. Cerapan indra adalah sarana
untuk memperoleh pengetahuan. Realisme menggunakan metode induktif dalam
upaya mengungkap dunia kealaman dan mendeteksi prinsi-prinsip umum dari
observasi. Penganut realisme berusaha menguak bagaimana dunia ini bekerja lewat
pengujian terhadapnya. Realisme cenderung menggunakan teori korespondensi untuk
mengabsahkan konsepsinya tentang kebenaran yakni, kebenaran adalah hal yang
sesuai
dengan
Nilai-nilai
situasi
aktual
sebagaimana
dari
ditangkap
oleh
pengamat.
alam
Nilai-nilai juga diraih lewat pengamatan terhadap alam. Melakukan kajian tatanan
alam, seseorang dapat mengetahui hukum-hukum yang memberi landasan untuk
penilaian etik dan estetik. Nilai-nilai bersifat permanen karena berakar pada alam
yang
tak
berubah.
Alam mempunyai hukum moral. Semua manusia memiliki hukum ini atau paling
tidak memiliki kemungkinan mengungkapnya. Seperti halnya grafitasi adalah sebuah
hukum kealaman yang universal dalam dunia fisik, sehingga suatu hukum diperlukan
juga
dalam
lingkup
ekonomi.
Alam juga mengandung kriteria keindahan. Suatu bentuk seni yang indah
merefleksikan logika dan tatanan alam. Seni itu adalah ‘penghadiran kembali’/
penghadiran sebuah rasionalitas alam yang baru setelah rasionalitas itu diturunkan
dalam pola, keseimbangan, garis, dan bentuk. Dalam melukis, objek dari sang pelukis
harus
mencipta
Realis
ulang
dari
apa
relevansi
yang
ia
realisme
tangkap
serealistis
dalam
mungkin.
pendidikan
Menurut penganut ini, pelajar itu dipandang sebagai sebuah organisme hidup yang
didapat melalui pengalaman indrawiah, menangkap tatanan alam dunia ini dan
kemudian sampai dengan realitas. Pelajar adalah orang yang dapat melihat, merasa,
dan mengecap. Dunia ini adalah sesuatu, dan pelajar adalah orang yang dapat
mengetahui
dunia
ini
melalui
indra-indranya.
Pelajar dipandang sebagai person yang tunduk pada hukum alam dan tidak bebas
dalam pilihannya. Dengan demikian seorang pelajar dapat ‘diprogram’ mirip sebuah
program komputer. Tetapi program ini tidak langsung berhasil, sehingga pelajar harus
dibina, dilatih dan dibentuk hingga ia belajar dan mahir untuk membuat responsrespons
yang
sesuai.
Jika pelajar dipahami sebagai penonton yang leihat mesin alam besar ini, maka guru
dapat dilihat sebagai pengamat yang lebih mengetahui tentang banyak hal tentang
hukum-hukum kosmos. Karena itu, peran guru adalah memberi informasi yang akurat
menyangkut realitas kepada pelajar dengan cara yang paling efisien dan paling cepat.
Fungsi pengajaran adalah untuk mendemonstrasikan regularitas (keteraturan baku)
dan hukum-hukum alam, dan menyampaikan kepada pelajar fakta-fakta kealaman iu
yang
telah
dibuktikan
lewat
penelitian.
Kurikulum di sekolah menekankan pada materi pengajaran tentang dunia fisik yang
diajarkan dalam suatu cara bahwa keteraturan yang mendasari alam ini adalah tak
terbantahkan. Sains-sains berada pada pusat kurikulum mereka, karena hukum-hukum
paling baik dipahami melalui materi pengajaran tentang alam. Dan matematika juga
menempati
posisi
sentral
dalam
pemikiran
kurikuler
penganut
realisme.
Metode pengajaran penganut realisme sangatlah dekat dengan epitemologi mereka.
Jika kebenaran dicapai melalui cerapan indrawi, maka pengalaman belajar harus
diorganisir, pada tingkat yang luas, dalam suatu cara yang memanfaatkan indra-indra.
Penganut realisme modern menyukai demonstrasi(pemeragaan materi) di ruang kelas,
karya wisata dan penggunaan alat bantu audio visual dalam situasi dimana
karyawisata
tidaklah
praktis
atau
akan
memakan
banyak
waktu.
Metode penganut realisme mencakup pengajaran untuk penguasaan fakta-fakta dalam
rangka mengembangkan sebuah pemahaman tentang hukum alam. Dalam pendekatan
semacam ini, mereka bertumpu sepenuhnya pada logika indkutif karena mereka
bergerak dari fakta khusus pengalaman indrawiah menuju ke hukum-hukum yang
lebih
umum
yang
disimpulkan
dari
data
tersebut.
Tujuan sekolah adalah untuk mengalihkan pengetahuan yang ditetapkan oleh mereka
yang mempunyai sebuah konsep jelas tentang sains empiris, hukum alam dan
fungsinya dalam alam semesta. Sekolah penganut realisme menekankan pada
pelestarian warisan budaya, yakni ia amat memperhatikan terhadap pengalihan faktafakta yang sudah terbukti(kabeh kok buku penerbit gama media knight gr)
BAB
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
III