PEMISAHAN KEWENANGAN BANK INDONESIA DENG (1)

PEMISAHAN KEWENANGAN BANK INDONESIA DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK

Ahmad Solahudin

IAAI (Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional-Indonesia) email : abu_azzalia@yahoo.com

Naskah diterima : 03/02/2015; direvisi : 01/03/2015; disetujui : 05/04/2015 Abstract

he development of the banking industry can not be separated from the Central Bank of Indonesia as an authority to supervise banks in Indonesia. Law number 23 year 1999 about the central bank of Indonesia is a reference to the regulations of central bank in carrying out their duties. In the 34 sections of Law number 23 year 1999 as amended by Law number 3 year 2004 mandated the transfer of authority to the supervision of central bank to new institutions, namely the Financial Services Authority. But in the 4 sections (1) subsections was declared the authority of Bank Indonesia, the central bank one of which is to regulate and supervise banks. So there is a conlict between the norms of the sections. So there is a conlict between the norm of the sections. here is also the contradiction of sections in the law number 21 in 2011 about inancial services authority which led to a norm that is blurred namely between sections 40 to sections 7 of the letters d and sections 39 with sections 8 of the letters d related to the authority which has moved to the inancial services authority but bank indonesia can still carry it out.

Keywords: supervision, Indonesia Bank, Financial Services Authority

Abstrak Perkembangan industri perbankan tidak lepas dari adanya Bank Indonesia sebagai lembaga

berwenang untuk melakukan pengawasan bank di Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia merupakan peraturan yang menjadi acuan bagi Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Pada pasal 34 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 mengamanatkan beralihnya kewenangan pengawasan Bank Indonesia kepada lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Tetapi pada pasal

4 ayat (1) masih menyatakan kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral salah satunya adalah mengatur dan mengawasi bank. Sehingga ada konlik norma antar pasal tersebut. Ada juga pertentangan pasal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengakibatkan norma yang kabur yakni antar pasal 40 dengan pasal 7 huruf d dan pasal

39 dengan pasal 8 huruf d terkait kewenangan yang telah beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan namun Bank Indonesia masih dapat melaksanakannya.

Kata Kunci: Pengawasan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan

PENDAHULUAN

ekonomi minus 13%. Sementara dari segi sosial, diperlukan waktu yang tidak singkat

k risis ekonomi yang menghantam Asia di untuk mengembalikan perekonomian dan tahun 1997-1998 misalnya, dimana krisis kepercayaan masyarakat terhadap per-

ini dipicu oleh jatuhnya nilai mata uang bankan ke kondisi sebelum krisis. 1 Bath di Thailand yang kemudian berimbas pada penambahan beban perekonomian Indo 1 nesia sebesar 50% dari Produk Do- Tim FEB UGM & FEB UI, Alternatif Struktur OJK

yang Optimum: Kajian Akademik, Draft III, Jakarta,

mestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan 2010, hlm. 1.

Kajian Hukum dan Keadilan 108 IUS

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan

Krisis tersebut mengakibatkan sebanyak munculnya kasus Bank Century yang

16 bank dilikuidasi 2 dan Bank Indonesia ditalangi lebih kurang 6,7 Triliun, kasus (BI) oleng dan nyaris bangkrut. Akibat BLBI semakin memperburuk dan membuat intervensi yang berlebihan yang dilakukan kegagalan pada pasar finansial di Indonesia, pemerintah, BI dipaksa untuk memberikan Cadangan devisa turun 12%, Rupiah ter- dana talangan kepada bank umum nasional depresiasi 30.9% dari Rp 9.393 per Januari yang terkena rush. Dana talangan itu 2008 menjadi Rp 12.100. 6 kemudian dikenal dengan liquidity support

Kedua krisis tersebut menyadarkan atau bantuan likuiditas bank Indonesia

pemerintah bahwa salah satu penyebab (BLBI). Selain kepada bank umum swasta, runtuhnya perekonomian Indonesia saat BLBI juga diberikan kepada Bank EXIM,

itu adalah karena dengan sejumlah tugas bank milik pemerintah yang saat ini sudah yang dimiliki Bank Indonesia khususnya di dilebur ke bank Mandiri yang jumlahnya

bidang moneter, mengakibatkan ter pecah- sekitar Rp. 20 triliun. Ditambah dana nya fokus Bank Indonesia antara kebijakan penjaminan Rp. 53,8 triliun, total dana

moneter, kestabilan nilai rupiah dan talangan yang dikucurkan BI mencapai Rp pengawasan perbankan, sehingga kinerja 218,3 triliun 3 , pertumbuhan negatif 13%,

Bank Indonesia tidak menjadi optimal pengangguran yang meningkat hingga 20%

ketika menangani krisis.

angkatan kerja, menciutnya pendapatan perkapita, meningkatnya penduduk miskin,

Disisi lain, pesatnya pertumbuhan dan dan terjadinya kekacauan politik. 4 kemajuan di bidang teknologi informasi

dan inovasi finansial, telah menciptakan

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun kompleksitas kegiatan jasa keuangan 2008, kembali terjadi krisis ekonomi yang dinamis dan saling terkait antar ma- dunia yang merupakan domino effect sing-masing subsektor keuangan (kong- dari krisis kredit perumahan di Amerika lomerasi). 7 Serikat yang menggelembung (bubble) dan

Oleh karena itu, diperlukan suatu mengakibatkan kesulitan solvabilitas serta lembaga yang memiliki kewenangan pe-

berdampak pada dilikuidasinya berbagai ngawasan secara terintegrasi antara per-

lembaga keuangan di negara-negara besar bankan, pasar modal, asuransi serta yang ada di dunia, yang antara lain me-

lembaga keuangan non bank lainnya untuk nyebabkan kebangkrutan ratusan bank, meminimalisir risiko tersebut. Akhirnya

perusahaan sekuritas, reksadana, dana Pemerintah Indonesia mengeluarkan

pensiun dan asuransi. Krisis kemudian regulasi pembentukan Financial Authority merambat ke belahan Asia terutama ne-

yang di amanatkan dalam Pasal 34 ayat gara-negara seperti Jepang, Korea, China, (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Singapura, Hongkong, Malaysia, Thailand

5 termasuk Indonesia 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun yang ditandai dengan 2004 tentang Bank Indonesia, dimana

2 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indone-

dikatakan bahwa; “Tugas mengawasi Bank

sia, RajaGrapindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 50. 3 Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbank-

akan dilakukan oleh lembaga pengawasan

an dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Kencana Pre-

sektor jasa keuangan yang independen, dan

nada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 119. 4 Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan

dibentuk dengan undang-undang”.

dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, “Buku Putih: Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan dan Penanganan

6 Ibid., hlm. 21-22.

Krisis”, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Ja- 7 Tim Panitia Antar Departemen RUU tentang OJK, karta, 2010, hlm. 50.

“Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuan- 5 Ibid., hlm. 12.

gan”, Jakarta, 2010, hlm. 9.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 109

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128 Setelah wacana pembentukan lembaga PEMBAHASAN

otoritas untuk jasa keuangan yang

A. Kewenangan Bank Indonesia Dalam sudah lama didengung-dengungkan oleh

Pengawasan Bank Menurut Hukum Pemerintah, akhirnya pada bulan November

Positif

2011 diterbitkanlah Undang-Undang No- mor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

1. Status dan Kedudukan Bank Indonesia Keuangan (selanjutnya di singkat UU OJK)

Sebagai Lembaga Negara yang Independen yang mengatur mengenai pembentukan

Pengaturan independensi BI telah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terdapat

ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU BI beberapa permasalahan yang harus diteliti,

adalah, “Bank Indonesia adalah lembaga yaitu adanya konflik norma antara Pasal 4

negara yang independen, bebas dari campur ayat (1) UU BI yang menjelaskan bahwa

tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak BI adalah Bank Sentral yang salah satu

lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara wewenangnya adalah mengatur dan

tegas diatur dalam undang-undang ini”. mengawasi bank, bertentangan dengan Pasal

34 UU BI yang melimpahkan kewenangan Pembatasan independensi BI tampak pengawasan kepada OJK. Juga terdapat secara eksplisit norma yang terkandung

kekaburan norma pada Pasal 7 huruf d UU di dalam Bab VII mengenai hubungannya OJK terkait kewenangan pemeriksaan bank dengan pemerintah. Misalnya norma yang oleh OJK, bertentangan dengan Pasal 40 UU terkandung dalam Pasal 52 dan Pasal 53 OJK yang masih memberikan kewenangan UU BI. Pasal 52 UU BI menentukan, “Bank pemeriksaan bank kepada BI.

Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah”. Berarti sebagai lembaga

Berdasarkan uraian tersebut, Penelitian pemegang kas pemerintah, Bank Indonesia

ini penting dilakukan karena adanya masih merupakan bagian dari eksekutif. 8

kekaburan dan konflik norma dalam pengaturan dan pengawasan lembaga per-

Bahkan Pasal 53 UU BI, menentukan bankan di Indonesia. Oleh karena itu, “Bank Indonesia untuk dan atas nama

Penulis melakukan penelitian tentang, Pemerintah dapat menerima pinjaman luar “Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia negeri, menatausahakan, serta menyelesai- dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam kan tagihan dan kewajiban ke uangan Pengawasan Bank”.

Pemerintah terhadap pihak luar negeri”. Berdasarkan ketentuan ini, hubungan BI

Sesuai dengan apa yang diuraikan pada dengan pemerintah tidak ubahnya hubungan

latar belakang, maka permasalahan yang antara ketua dan bendahara dalam sebuah

dapat Penulis rumuskan adalah sebagai organisasi. Tidak mungkin pemerintah

berikut: pertama; Bagaimana kewenangan tidak bisa mengintervensi kebijakan BI jika

Bank Indonesia dalam pengawasan bank pinjaman luar negeri untuk dan atas nama

menurut hukum positif?. kedua; Bagaimana pemerintah itu sendiri, tetapi setidaknya

kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam intervensi itu dipastikan ada.

pengawasan bank menurut hukum positif?. Dan ketiga;

Secara legal, independensi merupakan jaminan konstitusional tentang fungsi BI

Bagaimana pengaturan pemisahan ke- dalam hubungannya dengan pemerintah.

wenangan pengawasan perbankan pasca Secara aktual, independensi dimaksudkan

terbentuknya lembaga Otoritas Jasa Ke- uangan menurut hukum positif?.

8 Ibid., hlm. 1.

110 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang otonom dalam

atau pengaturan tentang kebijakan hubungannya dengan pemerintah.

perkreditan.

c. Kemandirian Keuangan Sebagai Lembaga Negara yang inde-

penden, maka BI dituntut mempunyai UU BI mengatur bahwa anggaran BI kemandirian terutama dalam 4 (empat) hal,

adalah mandiri terpisah dari Pemerintah. yaitu: kemandirian institusi, kemandirian

Terpisah di sini mengandung arti “lepas“ fungsi, kemandirian keuangan dan ke-

sama sekali dari induknya. Pemerintah mandirian organisasi. Masing-masing ke-

tidak menganggarkan kebutuhan ke- man dirian tersebut dapat diuraikan sebagai

uangan BI. Oleh sebab itulah, maka berikut. 9

Pasal 60 UU BI mengatakan: “anggaran BI ditetapkan oleh Dewan Gubernur.

a. Kemandirian Institusi Tidak perlu approval DPR, tapi perlu

Kemandirian Institusi diartikan diinformasikan kepada DPR, sebagai sebagai status BI secara institusi terpisah

bentuk kontrol tidak langsung. dari kekuasaan eksekutif dan legislatif.

d. Kemandirian Organisasi BI diberi kewenangan menetapkan

kebijakan moneter secara independen Kemandirian organisasi diperlukan dan bebas dari campur tangan pemerintah.

oleh BI karena sangat erat kaitannya Demikian ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat

dengan komposisi dari organ badan (2) UU BI. Secara struktural kedudukan

hukum BI dan sistem pengangkatan dan BI tidak berada di bawah atau di dalam

pemberhentian pegawai BI sebagai Bank Kabinet Pemerintah, namun mempunyai

Sentral. Pihak lain dilarang melakukan kedudukan sejajar dengan Kabinet Pe-

campur tangan terhadap pelaksanaan merintah.

tugas BI, sebaliknya BI wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur

b. Kemandirian fungsi tangan dari pihak luar. Setiap pihak yang

Sebagaimana ditegaskan di dalam melakukan campur tangan dikenai sanksi Pasal 8 huruf (a) UU BI: BI berwenang

yang tegas. Demikian dalam disimpulkan untuk menetapkan dan melaksanakan

dari ketentuan Pasal 67 jo Pasal 9 UU BI. kebijakan moneter, mengatur dan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan menjaga kelancaran sistem pembayaran

bahwa status BI adalah lembaga serta mengatur dan mengawasi bank.

independen sesuai dengan Pasal 4 ayat Kewenangan ini tidak dapat diintervensi

(2) UU BI, namun menurut Penulis Pemerintah. Demikian ditentukan di

bahwa independensi BI dalam pasal dalam Pasal 9 ayat (1) UU BI Kemandirian

tersebut bertentangan dan menimbulkan Fungsi.

kekaburan norma dengan Pasal 7 ayat (2) Suatu Bank Sentral dapat dinilai UU BI yang menyatakan, “Untuk mencapai mem punyai kemandirian fungsi bila tujuan sebagaimana dimaksud pada ia mempunyai kebebasan dalam meng- ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan gunakan instrumen-instrumen kebija- kebijakan moneter secara berkelanjutan, kan moneter seperti: penyesuaian tingkat konsisten, transparan, dan harus suku bunga dan operasi pasar terbuka mempertimbangkan kebijakan umum (OPT) dan pemberian tingkat diskonto pemerintah di bidang perekonomian”,

9 Ibid., hlm. 2-3.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 111

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128

yang berarti bahwa pemerintah dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan berhak campur tangan dalam setiap pengawasan di bidang tertentu adalah kebijakan moneter BI karena harus melaksanakan tugas: mempertimbangkan kebijakan umum

a. Telaahan atas laporan keuangan pemerintah di bidang perekonomian.

tahunan Bank Indonesia; Penulis juga setuju dengan pendapat

b. Telaahan atas anggaran operasional dan Nindyo Pramono bahwa terdapat investasi Bank Indonesia; dan kekaburan norma yang lain tentang

independensi BI antara Pasal 4 ayat

c. Telaahan atas prosedur pengambilan (2) dengan Pasal 52 dan Pasal 53 UU

keputusan kegiatan operasioanal di luar BI yang menganggap bahwa BI masih

kebijakan moneter dan pengelolaan aset merupakan bagian dari eksekutif dan BI

Bank Indonesia.

tidak ubahnya hubungan antara ketua dan bendahara dalam sebuah organisasi yang

Hasil telaahan atas laporan pelaksanaan tugas dan wewenang BI di bidang tertentu

setiap saat pemerintah bisa melakukan intervensi terhadap kebijakan BI yang tersebut disampaikan oleh Badan Supervisi

kepada DPR sekali dalam tiga bulan atau mengakibatkan BI tidak independen.

setiap waktu sesuai permintaan dari DPR.

2. Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Badan Supervisi ini sangatlah penting

Sebagaimana praktik mengenai organisasi karena badan inilah yang akan bertugas Bank Sentral di dunia yang tidak secara melakukan pengawasan terhadap bidang

tegas menyebut suatu badan pengawas, tertentu, memberikan kajian terhadap dalam UU BI juga tidak dicantumkan secara laporan keuangan tahunan BI telaahan tegas adanya suatu badan pengawas dalam terhadap anggaran operasional dan investasi struktur organisasinya. Namun demikian, BI, dan kajian atas prosedur pengambilan pada prinsipnya pengawasan terhadap keputusan kegiatan operasional diluar pelaksanaan tugas-tugas BI dilakukan oleh kebijakan moneter dan pengelolaan aset BI. DPR. Hal ini dapat dibaca pada Pasal 58 UU

Lanjutan dari penjelasan Pasal 58A ayat BI yang menyatakan bahwa BI diwajibkan

(1) UU BI menyatakan :

menyampaikan laporan tahunan dan laporan triwulan secara tertulis tentang pe-

Badan Supervisi dalam menjalankan laksanaan tugas dan wewenangnya kepada

tugas sebagaimana dimaksud diatas tidak DPR. Laporan tahunan dan triwulan

melakukan penilaian terhadap kinerja tersebut dievaluasi oleh DPR dan digunakan

Dewan Gubernur dan tidak ikut dalam sebagai bahan penelitian tahunan terhadap

mengambil keputusan dan memberikan kinerja Dewan Gubernur dan BI.

penilaian terhadap kebijakan di bidang sistem pembayaran, pengaturan dan

Untuk membantu DPR dalam pengawasan bank serta bidang lain yang

melaksanakan fungsi pengawasan di bidang merupakan penetapan dan pelaksanaan tertentu terhadap BI, sesuai amanat Pasal

kebijakan moneter.

58A amandemen Undang-Undang Nomor Penulis menilai bahwa dengan pem-

3 Tahun 2004 dibentuk badan supervisi dalam upaya meningkatkan akuntabilitas, batasan yang diberikan oleh undang-undang terhadap tugas pengawasan dari Badan

independensi, transparansi, dan kredibilitas BI. Dalam penjelasan Pasal 58A ini Supervisi sebagaimana dijelaskan dalam

112 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan penjelasan Pasal 58A ayat (1) UU BI, maka

Tugas BI untuk mengawasi bank Badan Supervisi ini tidak akan bermanfaat sangat jelas dan tegas ditentukan dalam banyak bagi kepentingan akuntabilitas BI.

Pasal 8 huruf (c) UU BI yakni, “mengatur dan me ngawasi bank”. Beda redaksional

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan “mengatur/pengaturan” dan “mengawasi/

Supervisi ini lebih merupakan “pengawasan pe ng awasan” dengan “mengatur dan intern”, dan tidak diperbolehkan men- me ngawasi”. Kalau redaksi “mengatur/

campuri dan menilai kebijakan BI, tidak pengaturan” BI itu berarti khusus untuk mempunyai hak untuk mengevaluasi mem buat peraturan misalnya dengan di -

kinerja Dewan Gubernur, dan tidak dapat keluar kannya PBI demikian pula jika di- menyampaikan informasi secara langsung gunakan redaksi “mengawasi/peng awasan”

mengenai pelaksanaan tugasnya kepada berarti BI dikhususkan untuk me laku kan pe- masyarakat. ngawasan. Namun, jika di perhatikan pasal-

Menurut Penulis, seharusnya Badan pasal dalam UU BI tidak ada dicantumkan Supervisi diberi kewenangan untuk me- ketentuan yang mengatur secara khusus lakukan penilaian terhadap kebijakan atau dalam satu bab tertentu dalam UU BI dan kinerja Gubernur BI dan dengan tentang kewenangannya sebagai pengawas dasar penilaian ini pula kelak DPR dapat secara berdiri sendiri. memberikan salah satu alasan penilaian

Pada Bab V UU BI menentukan tentang terhadap kinerja BI secara obyektif. “Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Artinya fungsi Badan Supervisi seharusnya Sistem Pembayaran” dan pada Bab VI UU diperluas, bukan berfungsi untuk me- BI menentukan tentang “Tugas Mengatur lakukan “pengawasan intern” terhadap dan Mengawasi Bank”. Sedangkan “Tugas BI saja, tetapi juga berhak memberikan Mengawasi” tidak ada diatur dalam satu bab penilaian terhadap kebijakan dan terhadap tersendiri, melainkan pencantuman tugas kinerja Gubernur BI serta berhak mem- “mengatur dan mengawasi” digabungkan buat opini secara lisan dan tertulis dalam satu bab yaitu pada bab VI UU BI. mengenai masalah yang dihadapi oleh BI

dan juga membuat rekomendasi terhadap Bab VI UU BI tentang “Tugas Mengatur pelaksanaan kebijakan moneter.

dan Mengawasi Bank” terdiri dari Pasal 24 s/d Pasal 35. Jika ditelaah ketentuan dari

3. Kewenangan BI Dalam Pengawasan Pasal 24 s/d Pasal 33 tampaknya pembuat

Bank UU BI mencampuradukkan tugas mengatur Certo dalam Maman Ukas mengatakan

dan mengawasi itu dalam satu bab yaitu di bahwa, “Controlling is the process managers

bab VI UU BI. Inilah yang menurut hemat

go trough to control”. 10

Pengawasan adalah

Penulis yang dimaksud dengan kewenan- proses seorang manajer atau pimpinan

gan BI mengeluarkan peraturan yang berke- untuk melakukan pengawasan. Jadi, sebagai

naan dengan pelaksanaan pengawasan. pimpinan, BI harus melakukan pengawasan

terhadap seluruh pelaku industri jasa Pengawasan Perbankan pada prinsipnya keuangan perbankan di Indonesia agar ter bagi dalam dua jenis, yaitu, macro- seluruh tujuan, tugas dan kewenangan BI economic supervision dan prudential super- sebagai Bank Sentral dapat dilaksanakan vision. Adapun pemahaman dari kedua hal efektif.

tersebut adalah :

a. Macro-economic supervision adalah

10 Maman Ukas, Loc. Cit.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 113

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128

pengawasan dalam rangka mendorong makroprudensial melalui surveilans bank-bank untuk ikut menunjang

Sistem Keuangan dan pemeriksaan pertumbuhan ekonomi dan menjaga

terhadap Bank dan lembaga lainnya kestabilan moneter.

yang memiliki keterkaitan dengan

b. Prudential supervision adalah Bank jika diperlukan. 13 pengawasan yang mendorong bank

2. Bank Indonesia melakukan surveilans secara individual tetap sehat serta

dalam rangka melakukan penilaian mampu memelihara kepentingan

terhadap Risiko melalui pemantauan masyarakat secara baik. 11 perkembangan kondisi Sistem Ke-

Tujuan yang ingin dicapai oleh macro- uangan, identifikasi dan analisis risiko prudential supervision adalah mengarahkan

Sistem Keuangan, serta penilaian risiko dan mendorong bank serta sekaligus 14 Sistem Keuangan.

3. Bank wajib menyediakan dan berbagai program pencapaian sasaran

mengawasinya, agar dapat berperan dalam

menyampaikan data dan informasi ekonomi makro. Sedangkan tujuan pru-

yang diperlukan oleh Bank Indonesia dential supervision adalah mengupayakan

dan wajib bertanggung jawab atas agar setiap bank secara individual sehat

kebenaran data dan informasi yang dan aman, serta seluruh industri perbankan

disampaikan melalui sistem pelaporan sehat, sehingga kepercayaan masyarakat

Bank, pertemuan langsung, dan/ dapat terjaga. Lembaga Bank memang perlu

atau sarana komunikasi lain yang di- dipagari dengan berbagai peraturan yang

tetapkan Bank Indonesia. 15 membatasi atau sekurang-kurangnya me-

4. Bank Indonesia melakukan pe- ngingatkan mengenai perlunya pe nanganan

meriksaan sebagaimana terhadap risiko secara seksama, dan bahkan jika

Systemically Important Bank dan/ perlu melarang bank melakukan kegiatan

atau Bank lainnya untuk meyakini tertentu yang mengandung risiko tinggi. 12 Risiko Sistemik yang bersumber

dari kegiatan usaha Bank dengan

4. Kewenangan Bank Indonesia Setelah cakupan pemeriksaan dapat meliputi

Berlakunya Undang-Undang Otoritas pemeriksaan terhadap implementasi Jasa Keuangan kebijakan dan ketentuan yang

Kewenangan Bank Indonesia setelah ditetapkan Bank Indonesia dan/atau berlakunya UU OJK dalam pengawasan

kewajaran data yang disampaikan bank, hanya mencakup bidang macro-

Bank kepada Bank Indonesia. 16 prudential saja.

5. Dalam melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia

8, Bank Indonesia dapat melakukan Nomor 16/11/PBI/2014 Tentang Pengaturan

pemeriksaan terhadap perusahaan dan Pengawasan Makroprudensial, maka

induk, perusahaan afiliasi, dan kewenangan BI dalam pengawasan bank

perusahaan anak dari Bank yang adalah :

dinilai memberikan eksposur risiko

1. Bank Indonesia melakukan pengawasan

13 Pasal 5 PBI Nomor 16/11/PBI/2014 Tentang Pen- 11 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah

gaturan dan Pengawasan Makroprudensial (yang selan- Bank: Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penja-

jutnya di sebut PBI).

min Simpanan di Indonesia, Fakultas Hukum Universi-

14 Pasal 6 PBI.

tas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 220-221.

15 Pasal 7 PBI.

12 Ibid., hlm. 221.

16 Pasal 8 PBI.

114 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan yang signifikan terhadap Bank atau

dimana kewenangan itu langsung berdampak sistemik. 17 diberikan kepada lembaga tersebut.

6. Bank memberikan kepada pemeriksa:

2. Dari seluruh Pasal dalam UU BI terdapat dokumen dan/atau data yang diminta,

ketidak konsistenan, konflik dan ke- keterangan dan penjelasan yang

kaburan norma yaitu:

berkaitan dengan kegiatan yang diperiksa, baik lisan maupun tertulis,

a. Terjadinya konflik norma antara akses terhadap sistem informasi Bank;

Pasal 4 ayat (1) dengan pasal 34 dan/atau hal lain yang diperlukan

UU BI. Pasal 4 ayat (1) UU BI dalam pemeriksaan dan dilarang

menyebutkan bahwa BI sebagai bank menghambat proses pemeriksaan. 18 Sentral Republik Indonesia. Bank

7. Bank Indonesia dapat menugaskan Sentral menurut penjelasan pasal 4 pihak lain untuk melakukan pe-

ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 meriksaan yang wajib menjaga ke-

Tahun 2004 adalah lembaga negara rahasiaan data dan informasi yang

yang mempunyai wewenang untuk diperoleh dari hasil pemeriksaan. 19 mengeluarkan alat pembayaran yang

Berdasarkan uraian sebagaimana sah dari suatu negara, merumuskan maksud diatas, bahwa terkait dengan

dan melaksanakan kebijakan moneter, kewenangan BI dalam pengawasan bank

mengatur dan menjaga kelancaran menurut UU BI dan setelah berlakunya UU

sistem pembayaran, mengatur dan OJK, setelah Penulis telaah dalam undang-

mengawasi sistem perbankan, serta undang tersebut, terdapat beberapa catatan:

menjalankan fungsi sebagai penjamin likuiditas terakhir perbankan (lender of

1. Kewenangan BI dalam pengaturan dan the last resort). Pada penjelasan tersebut

pengawasan perbankan menurut UU jelas sekali bahwa BI memiliki tugas

BI merupakan pemberian wewenang mengatur dan mengawasi bank.

pemerintahan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama

Sedangkan Pasal 34 Undang-Undang dengan Presiden Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2004 dikatakan bahwa kepada Pimpinan Tertinggi BI. Oleh

fungsi pengawasan dari BI dialihkan karena itu, BI memiliki kewenangan untuk

pada suatu lembaga khusus yaitu melakukan pengaturan dan pengawasan

Lembaga Pengawas Jasa Keuangan yang dalam dunia perbankan di Indonesia.

independen.

Kewenangan ini merupakan we- Dilihat dari kewenangan yang beralih di wenang baru yang diberikan oleh pem-

atas, terjadi pertentangan antara pasal buat undang-undang melalui suatu per-

4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 aturan perundang-undangan. Se hingga

Tahun 2004 dengan Pasal 34 ayat kewenangan itu diperoleh secara atribusi

(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun yang memberikan kewenangan baru

2004. Berdasar pasal 4 ayat (1) dan kepada sebuah lembaga baru bernama

penjelasannya disebutkan salah satu BI. Kewenangan atribusi bersifat orisinil

tugas Bank Sentral adalah mengatur dan mengawasi lembaga perbankan, namun pasal 34 ayat (1) tersebut

17 Pasal 9 PBI.

mengamanatkan tugas pengawasan

Pasal 10 PBI. 19 Pasal 11 PBI.

diberikan kepada suatu lembaga lain

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 115

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128

yaitu lembaga pengawas jasa keuangan bahwa BI masih merupakan bagian yang bernama OJK. Berdasar hal

dari eksekutif dan BI tidak ubahnya tersebut, jelas ada konflik norma dalam

hubungan antara ketua dan bendahara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004

dalam sebuah organisasi yang setiap itu sendiri.

saat pemerintah bisa melakukan intervensi terhadap kebijakan BI yang

Terkait keberlakuan antara pasal 4 mengakibatkan BI tidak independen.

ayat (1) dan pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, maka dapat

3. Kewenangan Badan Supervisi BI telah dilihat bahwa pasal 4 ayat (1) berlaku

dibatasi secara limitatif oleh Pasal 58A umum karena mengatur hal-hal umum

ayat (1) UU BI serta penjelasannya. Oleh tentang Bank Sentral, sedangkan pasal

karena itu, fungsi BSBI harus diperluas agar

34 berlaku khusus karena mengatur hal memiliki kewenangan untuk melakukan tentang lahirnya suatu lembaga jasa

penilaian terhadap kebijakan dan kinerja keuangan untuk mengawasi bank.

Gubernur BI serta berhak membuat rekomendasi terhadap pelaksanaan ke-

Terjadi konflik norma antara pasal 4

bijakan moneter..

ayat (1) dengan pasal 34. Jika hal yang bertentangan adalah undang-undang 4. Perlunya merevisi Undang-Undang yang satu dengan undang-undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank lainnya dalam lingkup hukum yang

Indonesia yaitu Pasal 8 huruf c dan Bab VI sama maka berlaku asas Lex Specialis

tentang Tugas Mengatur dan Mengawasi derogat legi generalis yang bermakna

Bank dari Pasal Pasal 24-35, merevisi bahwa undang-undang atau peraturan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang khusus mengesampingkan per-

tentang Perubahan atas Undang-Undang aturan yang berlaku umum. Namun

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank dalam hal ini, yang bertentangan adalah

Indonesia, yaitu Penjelasan Pasal 4 ayat pasal yang berbeda dalam satu undang-

(1), Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 58A dan undang yang sama, maka Penulis

penjelasannya.

menganalogikan terkait asas tersebut

B. Kewenangan OJK Dalam Pengawasan di atas, bahwa pasal 34 berlaku khusus

Bank Menurut Hukum Positif mengesampingkan pasal 4 ayat (1) yang

berlaku umum.

1. Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

b. Adanya kekaburan norma dan ketidak- konsistenan makna inde penden bagi BI

Pembentukan UU OJK dilatarbelakangi yaitu Pasal 4 ayat (2) UU BI dengan oleh berbagai landasan, baik, yuridis, Pasal 7 ayat (2) UU BI yang memberikan

filosofis dan sosiologis.

persepsi bahwa pemerintah berhak

a. Landasan yuridis yaitu amanat Undang- campur tangan dalam setiap ke- Undang Nomor 3 Tahun 2004 Pasal bijakan moneter BI karena harus

34 tentang Bank Indonesia yang pada mempertimbangkan kebijakan umum hakikatnya Pasal 34 dimaksud untuk pemerintah di bidang perekonomian. mem berikan otoritas pengaturan dan Selain Pasal 7 ayat (2), Pasal 52 dan pengawasan sektor jasa keuangan di- Pasal 53 UU BI juga mereduksi hakikat maksud terhadap industri perbankan, independesi BI yang menganggap pasar modal (sekuritas) dan industri

116 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan

keuangan nonbank (asuransi, dana terintegrasi diyakini bahwa fungsi OJK pensiun, modal ventura, dan perusahaan merupakan suatu kesatuan dari sistem pembiayaan serta lembaga lain yang lembaga jasa keuangan termasuk sistem menyelenggarakan pengelolaan dana perbankan, pasar modal, perasuransian, masyarakat.

dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

b. Landasan filosofis dari pembentukan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa

3. Status dan Kedudukan Otoritas Jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan

Keuangan Sebagai Lembaga Independen dapat terselenggara secara teratur, adil,

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) transparan, dan akuntabel, serta dapat UU OJK, dirumuskan bahwa, “Otoritas

mewujudkan sistem keuangan yang Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang

c. Landasan sosiologis dari pembentukan mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

OJK adalah perlu adanya prinsip ke- pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan

setaraan (level playing field), pengaturan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

dan pengawasan yang didasarkan pada undang-undang ini”, dan dipertegas di

prinsip-prinsip keadilan dan transparasi dalam Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa

harus ditetapkan sedemikian rupa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga

untuk menciptakan suatu aktifitas dan yang independen dalam melaksanakan

transaksi ekonomi yang teratur, efisien tugas dan wewenangnya, bebas dari campur

dan produktif, dan menjamin adanya tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal

perlindungan nasabah dan masyarakat. 20 yang secara tegas diatur dalam Undang-

2. Tujuan dan Fungsi Otoritas Jasa Undang ini.” Keuangan

Secara kelembagaan, OJK berada di Pasal 4 UU OJK menjelaskan mengenai luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa

tujuan pembentukan OJK yakni agar OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah keseluruhan kegiatan di Indonesia dalam 21 . Namun, tidak menutup ke-

sektor jasa keuangan dapat: mungkinan adanya unsur-unsur per wakilan

a. Terselenggara secara teratur, adil, Pemerintah karena pada hakikatnya OJK transparan, dan akuntabel.

merupakan otoritas di sektor jasa keuangan

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang yang tumbuh secara berkelanjutan dan kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini stabil.

otoritas fiskal dan moneter. 22

c. Mampu melindungi kepentingan kon-

4. Dewan Komisioner Otoritas Jasa Ke- sumen dan masyarakat.

uangan

Pasal 5 UU OJK, “berfungsi me- Menurut Undang-Undang Nomor 21

nyelenggarakan sistem pengaturan dan Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

pengawasan yang terintegrasi terhadap dalam menjalankan tugasnya nanti OJK

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa akan dipimpin oleh Dewan Komisioner

keuangan”. Makna dari menyelenggarakan yang berjulmah 9 orang, yang terdiri dari: 23

sistem pengaturan dan pengawasan yang

21 Penjelasan Umum Paragraf 10 UU OJK. 20 Tim Panitia Antar Departemen RUU tentang OJK,

22 Ibid.

Op. Cit., hlm. 3-5.

23 Ibid., Pasal 10 UU OJK.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 117

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128

1. Ketua merangkap anggota; seperti bank yang berdampak sistemik yang

2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik harus diselamatkan, maka dapat dicegah merangkap anggota;

dan ditangani melalui Forum Koordinasi

3. Kepala Eksekutif Pengawasn Perbankan Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) merangkap anggota;

yang terdiri dari unsur pemerintah yang

4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar diwakili oleh Menterei Keuangan selaku Modal merangkap anggota;

Koordinator, Gubernur BI, Ketua Dewan

5. Kepala Eksekutif Pengawas Per- Komisioner OJK dan Ketua LPS, tanpa asuran sian, Dana Pensiun, Lembaga harus melibatkan Ex-officio dari Kemenkeu Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Ke- dan BI dalam susunan Dewan Komisioner uangan Lainnya merangkap anggota ;

OJK agar status dan kedudukan lembaga

6. Ketua Dewan Audit merangkap OJK benar-benar menjadi lembaga yang anggota;

independen sesuai amanat dalam Pasal 34

7. Anggota yang membidangi edukasi UU BI. dan perlindungan Konsumen;

5. Kewenangan OJK Dalam Pengawasan

8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia Bank Menurut Undang-Undang Otoritas yang merupakan anggota Dewan

Jasa Keuangan

Gubernur Bank Indonesia; dan

9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Kewenangan OJK dalam pengawasan Keuangan yang merupakan pejabat bank sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UU

setingkat eselon I Kementerian Ke- OJK yaitu: uangan.

1. Pengaturan dan pengawasan mengenai Sebagaimana uraian diatas mengenai

kelembagaan bank yang meliputi: sifat independen OJK dan komposisi

a. Perizinan untuk pendirian bank, Dewan Komisaris OJK, Penulis menelaah

pembukaan kantor bank, anggaran ada kekaburan makna independen dalam

dasar, rencana kerja, kepemilikan, Undang-Undang OJK ini.

kepengurusan dan sumber daya Kekaburan norma tersebut terjadi pada

manusia, merger, konsolidasi dan Pasal 2 ayat (2) UU OJK menyatakan bahwa

akuisisi bank, serta pencabutan izin “Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga

usaha bank.

yang independen dalam melaksanakan

b. Kegiatan usaha bank, antara lain tugas dan wewenangnya, bebas dari

sumber dana, penyediaan dana, campur tangan pihak lain, kecuali untuk

produk hibridasi, dan aktivitas di hal-hal yang secara tegas diatur dalam

bidang jasa.

2 Pengaturan dan pengawasan mengenai tersebut menjadi sedikit dipertanyakan

Undang-Undang ini”, namun independensi

kesehatan bank yang meliputi: dimana dalam Pasal 1 jo Pasal 10 UU OJK

1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, yang mengatur bahwa OJK dipimpin oleh

kualitas aset, rasio kecukupan Dewan Komisioner (DK), berjumlahkan

modal minimum, batas maksimum

9 (sembilan) orang dan 2 (dua) anggota pem berian kredit, rasio pinjaman diantaranya merupakan Ex-officio dari

terhadap simpanan, dan pen- Kementrian Keuangan dan BI.

cadangan bank.

2) Laporan bank yang terkait dengan Penulis menilai bahwa jika terjadi

kesehatan dan kinerja bank. permasalahan ekonomi secara makro

118 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan

3) Sistem informasi debitur. Pada Pasal 7 huruf d Undang-Undang

4) Pengujian kredit (credit testing). Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan

5) Standar akuntansi bank. kewenangan OJK dalam hal pemeriksaan

3. Pengaturan dan pengawasan mengenai bank. Namun ketentuan Pasal 40 ayat (1) aspek kehati-hatian bank, meliputi:

UU OJK menyatakan: “Dalam hal Bank

1) Manajemen risiko. Indonesia untuk melaksanakan fungsi,

2) Tata kelola bank. tugas, dan wewenangnya memerlukan

3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pemeriksaan khusus terhadap bank pencucian uang.

tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan

4) Pencegahan pembiayaan terorisme pemeriksaan langsung terhadap bank dan kejahatan perbankan.

tersebut dengan menyampaikan pem-

5) Pemeriksaan bank. beritahuan secara tertulis terlebih dahulu

Menurut Penulis bahwa peralihan kepada OJK” yang mengandung arti bahwa tugas dan kewewenang pengaturan dan diberikannya kewenangan terhadap BI pengawasan perbankan dari BI kepada untuk melakukan pemeriksaan langsung OJK, merupakan pemberian wewenang dengan ijin ke OJK dapat dikatakan pemerintahan oleh Dewan Perwakilan mengakibatkan kekaburan norma. Rakyat Republik Indonesia bersama dengan

Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Presiden Republik Indonesia kepada

Nomor 21 Tahun 2011 adalah dasar bagi Pimpinan Tertinggi OJK. Maka dengan

BI untuk melaksanakan kewenangan kata lain, berdasarkan Undang-Undang

yang dimilikinya setelah berlakunya UU Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011

OJK, dimana BI masih dapat melakukan tentang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas

pemeriksaan langsung terhadap bank Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk

tertentu terkait pelaksanaan fungsi, tugas melakukan pengaturan dan pengawasan

dan wewenangnya dengan menyampaikan dalam dunia perbankan di Indonesia.

pemberitahuan tertulis kepada OJK sebagai Kewenangan ini merupakan wewenang otoritas yang berwenang melakukan

baru yang diberikan oleh pembuat undang- pemeriksaan bank. Penjelasan pasal 40 ayat undang melalui suatu peraturan perundang- (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 undangan. Sehingga kewenangan itu juga menegaskan bahwa BI tidak berhak diperoleh secara atribusi yang memberikan memberikan tingkat kesehatan bank. Pasal kewenangan baru kepada sebuah lembaga

7 huruf d Undang-Undang Nomor 21 baru bernama OJK. Kewenangan atribusi Tahun 2011, menyebutkan kewenangan

ber sifat orisinil dimana kewenangan itu pemeriksaan bank menjadi kewenangan langsung diberikan kepada lembaga ter- OJK. sebut.

Melihat pertentangan pasal 7 huruf Dalam hal tugas dan kewenangan OJK

d dengan pasal 40 ayat (1), maka ada dalam pengaturan dan pengawasan bank, ketidakjelasan rumusan dan ketidakjelasan

Penulis menemukan beberapa pasal dalam tujuan. Maka dari itu, antar pasal dalam UU OJK saling bertentangan, yaitu

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 ada pertentangan dimana hal tersebut akan

1. Kekaburan Norma antara Pasal 7 mengakibatkan kerancuan. Di satu sisi, huruf d dengan Pasal 40 ayat (1) UU OJK.

OJK diberikan kewenangan pemeriksaan bank, sedangkan di satu sisi BI masih diberi

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 119

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128

kewenangan pemeriksaan bank tersebut

2. Kekaburan Norma antara Pasal 8 huruf d meski harus melalui prosedur tanpa berhak

dengan Pasal 39 UU OJK. menentukan status bank yang diperiksa.

Pada Pasal 8 huruf d UU OJK me-

Untuk menjawab kekaburan norma nyebutkan bahwa OJK memiliki wewenang tersebut, sesuai dengan penjelasan pasal menetapkan peraturan mengenai penga-

7 bahwa pengaturan dan pengawasan me- wasan di sektor jasa keuangan, sedangkan ngenai kelembagaan, kesehatan, aspek pasal 39 menyatakan bahwa dalam kehati-hatian, dan pemeriksaan bank melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi merupakan lingkup pengaturan dan pe- dengan BI dalam membuat peraturan ngawasan microprudential yang men- pengawasan di bidang Perbankan, antara jadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lain kewajiban pemenuhan modal minimum lingkup pengaturan dan pengawasan bank, sistem informasi perbankan yang mac ro prudential, yakni pengaturan dan terpadu, kebijakan penerimaan dana pengawasan selain hal yang diatur dalam dari luar negeri, penerimaan dana valuta pasal ini, merupakan tugas dan wewenang asing, dan pinjaman komersial luar negeri, BI. Dalam rangka pengaturan dan produk perbankan, transaksi derivatif, pengawasan macroprudential, OJK mem- kegiatan usaha bank lainnya, penentuan bantu BI untuk melakukan himbauan moral institusi bank yang masuk kategori (moral suasion) kepada Perbankan.

systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang

Penulis menilai bahwa untuk menjawab

kerahasiaan informasi.

kekaburan norma diatas memakai asas lex specialis derogat legi generalis, maka

Dua pasal tersebut jelas terjadi kekaburan penyelesainnya bahwa seluruh penga- norma dimana pada Pasal 8 huruf d bahwa wasan perbankan adalah wewenang OJK yang memiliki kewenangan membuat seperti yang dijelaskan pada pasal 7 serta seluruh peraturan mengenai pengawasan penjelasannya, maka pasal 7 UU OJK di sektor jasa keuangan, baik bank maupun meruapkan lex generalis, namun sesuai non bank adalah OJK, tetapi Pada pasal dengan penjelasan Pasal 40 UU OJK bahwa

39, OJK berkoordinasi dengan BI dalam BI dapat melakukan pemeriksaan secara membuat peraturan pengawasan di bidang langsung terhadap bank tertentu yang perbankan. masuk systemically important bank dan/atau

Untuk menjawab kekaburan norma bank lainnya sesuai dengan kewenangan BI tersebut, yaitu dengan menggunakan asas di bidang macroprudential bahwa pasal 40 lex specialis derogat legi generalis. Pasal 8 adalah lex specialis. huruf d merupakan lex generalis, sedangkan

Oleh karena itu, jika substansi pe- Pasal 39 adalah lex specialis. Revisi Undang-

ngawasan berkaitan dengan bidang micro- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

prudential adalah kewenangan OJK, sedang- Otoritas Jasa Keuangan Pasal 10 ayat (2) kan jika substansinya berkaitan pada bidang

dan (4) huruf h dan i.

macroprudential, maka yang memiliki kewenangan adalah BI. Sehingga OJK dan 3. Pengaturan Pemisahan Kewenangan BI dapat menjalankan Kewenangannya

Pengawasan Perbankan Pasca Koordinasi dengan koordinasi yang jelas dalam

OJK dan BI tentang Tugas Pengaturan dan pengawasan microprudential oleh OJK dan

Pengawasan Bank

Pengawasan macroprudential oleh BI.

120 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan Koordinasi yang baik menjunjung tinggi

Hubungan koordinasi antara BI dan norma moral sehingga perilaku dalam OJK termasuk LPS dalam menentukan hubungan tersebut akan terpuji antara penilaian terhadap bank dan melakukan DK OJK dengan Dewan Gubernur BI baik penyehatan terhadap bank bermasalah di dalam maupun di luar FKSSK, norma yang sedang diperiksa, ditentukan dalam moral tersebut merupakan kunci utama. Pasal 43 UU OJK, bahwa BI, OJK, dan LPS Dalam melaksanakan tugasnya, misalnya wajib membangun dan memelihara sarana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UU pertukaran informasi secara terintegrasi. OJK, mengamanatkan OJK berkoordinasi Berdasarkan ketentuan Pasal 43 UU OJK dengan BI dalam membuat peraturan ini jelas ditegaskan untuk ketiga lembaga pengawasan di bidang Perbankan antara ini kewajiban untuk melakukan koordinasi lain:

dan kerjasama secara terintegrasi.

a. kewajiban pemenuhan modal minimum Pertukaran informasi secara terintegrasi

bank. maksudnya di sini adalah bahwa sistem

b. sistem informasi perbankan yang pengawasan dibangun oleh OJK, BI, dan

terpadu. LPS saling terhubung satu sama lain,

c. kebijakan penerimaan dana dari luar sehingga setiap institusi dapat saling ber-

negeri, penerimaan dana valuta asing, tukar informasi dan mengakses informasi dan pinjaman komersial luar negeri. perbankan yang dibutuhkan setiap saat

d. produk perbankan, transaksi derivatif, (timely basis). Informasi tersebut me- kegiatan usaha bank lainnya. liputi informasi umum dan khusus

e. penentuan institusi bank yang masuk tentang bank, laporan keuangan bank, kategori systemically important bank. laporan hasil pemeriksaan bank yang

f. data lain yang dikecualikan dari dilakukan oleh BI, LPS, atau oleh OJK, dan ketentuan tentang kerahasiaan infor- informasi lain dengan tetap menjaga dan

masi. mempertimbangkan kerahasiaan informasi

BI dapat melakukan pemeriksaan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan

ter hadap bank dengan me nyampaikan pe-

perundang-undangan.

m beritahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. 24 Selanjutnya OJK meng-

Hubungan koordinasi antara OJK dan BI informasikan kepada LPS mengenai bank juga ditentukan dalam Protokol Koordinasi

bermasalah yang sedang dalam upaya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 44, penyehatan oleh OJK. Dalam hal OJK me- Pasal 45, dan Pasal 46 UU OJK. Dalam ngindikasikan bank tertentu mengalami Protokol Koordinasi ini sebagai wadah untuk kesulitan likuiditas dan/atau kondisi ke- mempertemukan antara Kemenkeu, BI, sehatan semakin memburuk, OJK segera OJK, dan LPS dalam satu forum koordinasi menginformasikan ke BI untuk melakukan yang disebut dengan Forum Koordinasi langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

BI. 25 Demikian pula bagi LPS dapat melakukan Koordinasi dalam forum ini dilakukan jika pemeriksaan terhadap bank yang terkait tidak memungkinkan untuk penanganan dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta masalah perbankan oleh OJK terkait dengan

berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. 26 penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik.

24 Pasal 40 ayat (1) UU OJK.

2. Analisis Konflik Dan Potensi Konflik

Pasal 41 UU OJK. 26 Pasal 42 UU OJK.

Antara BI Dengan OJK Dalam Hukum

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 121

J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 108~128

Positif. Konflik norma antara Pasal 24 pengawasan bank, 27 maka peran sampai 33 Undang-Undang Nomor 23

OJK tidak lain hanya sebagai dewan Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

pengawas (supervisory board). dengan Pasal 6 sampai 9 Undang-Undang

Amanat Pasal 34 ayat (1) UU BI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK.

jelas menentukan tugas mengawasi bank Sebagaimana kewenangan BI untuk

akan dilakukan oleh lembaga pengawasan melaksanakan tugas mengatur dan

sektor jasa keuangan yang independen mengawasi bank khususnya pada Pasal

dengan mengeluarkan ketentuan yang

24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, berkaitan dengan pelaksanaan tugas

Pasal 29, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal pengawasan bank. Amanat Pasal 34 ayat

32, dan Pasal 33 UU Nomor 23 Tahun (1) UU BI menekankan kepada lembaga

1999 tentang Bank Indonesia, OJK juga OJK untuk bertindak sebagai dewan

memiliki kewenangan untuk mengatur dan pengawas (supervisory board), dapat

mengawasi bank pada Pasal 6, Pasal 7, Pasal mengeluarkan ketentuan yang berkaitan

8 dan Pasal 9 UU OJK. dengan pelaksanaan tugas pengawasan

Oleh karena itu, dikhawatirkan dapat bank yang sifatnya koordinasi dengan BI. terjadinya dualisme pengawasan perbankan

di Indonesia, sehingga untuk menyelesaikan Namun ternyata setelah diundang- permasahan tersebut dapat digunakan asas

kan nya UU OJK sebagaimana telah lex posteriori derogat legi priori yang artinya

dijelaskan di atas menentukan lain, yakni peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan luas kepada baru menyisihkan peraturan perundang-

OJK untuk membuat pengaturan dan undangan yang lama sehingga ketika

pengawasan bahkan kewenangannya ter jadi adanya kekhawatiran dualisme

dapat bertindak sebagai penyidik pengawasan terjadi antara UU OJK

layaknya seperti KPK. Sebagai contoh dihadap kan dengan UU BI, maka dapat di-

dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ditegaskan selesaikan berdasarkan berdasarkan asas

OJK berwenang melaksanakan peng- lex posteriori derogat legi priori maka UU

aturan dan pengawasan, padahal OJK yang harus digunakan karena Undang-

diketahui sebelumnya seperti yang Undang tersebut merupakan peraturan

telah ditentukan dalam amanat Pasal 34 yang baru, sehingga pengawasan perbankan

ayat (1) UU BI, wewenangnya adalah merupakan kewenangan OJK.

mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan

1. Konflik norma terhadap amanat bank, tetapi norma pengaturannya me- pembentukan OJK pada Pasal 34 UU BI.

nentukan kewenangan OJK meliputi mengatur, mengawasi, memeriksa, dan

a. Dalam penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU BI menentukan tugas OJK

bahkan sebagai menyidik dan ketentuan- ketentuan tersebut tampak menjadikan

adalah mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan

OJK sebagai lembaga super body bukan tugas pengawasan terhadap bank supervisory board.

dan berkoordinasi dengan BI. Jika

b. Konflik norma status dari UU OJK itu yang dibicarakan dalam konteks

dapat pula dilihat dari ketentuan Pasal ini, mengeluarkan ketentuan yang

berkaitan dengan pelaksanaan tugas

27 Kalimat yang diketik miring sebagai penekanan yang difokuskan oleh penulis.

122 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Ahmad Solahudin|Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuangan

2. Potensi Konflik pada Pasal 37 UU OJK menentukan: ”OJK wajib menyusun

38 ayat (2) dan ayat (6) UU OJK yang

Mengenai Sumber Pendanaan Otoritas laporan kegiatan yang terdiri atas

Jasa Keuangan.

laporan kegiatan bulanan, triwulanan, Anggaran pembiayaan OJK merupakan dan tahunan” dan ”Laporan kegiatan salah satu hal yang cukup membuat Penulis tahunan sebagaimana dimaksud pada bertanya-tanya. Hal tersebut dikarenakan ayat (2) disampaikan kepada Presiden di dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor dan Dewan Perwakilan Rakyat”

21 tahun 2011 tentang OJK, dinyatakan Ketentuan Pasal 38 ayat (2) dan ayat (6) bahwa OJK memiliki kewenangan untuk

UU OJK menyangkut tentang pelaporan, menarik pungutan terhadap setiap pelaku akan tetapi tidak sesuai dengan amanat di sektor jasa keuangan yang mana salah dalam penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU BI. satunya berasal dari sektor perbankan, dan Dalam Pasal 38 ayat (2) UU OJK, laporan sehubungan dengan kewenangan itu pula kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud maka setiap pelaku di sektor jasa keuangan pada Pasal 38 ayat (2) disampaikan kepada

kemudian dibebani dengan kewajiban Presiden dan DPR. Padahal perintah untuk membayar pungutan tersebut. dari penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU BI