PENGARUH KONFLIK PERAN, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN NILAI-NILAI BUDAYA PEMERINTAHAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA AUDITOR DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS DAERAH (Studi Kasus Pada Auditor Badan Pengawas Daerah Provinsi DIY) Erlina Noor Wulandari Program

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

PENGARUH KONFLIK PERAN, PEMANFAATAN TEKNOLOGI

  

INFORMASI DAN NILAI-NILAI BUDAYA PEMERINTAHAN TERHADAP

EFEKTIVITAS KERJA AUDITOR DI LINGKUNGAN

BADAN PENGAWAS DAERAH

  (Studi Kasus Pada Auditor Badan Pengawas Daerah Provinsi DIY)

  

Erlina Noor Wulandari

  Program Studi Ekonomi Manajemen Universitas U’budiyah Indonesia email: erlinarahmat2315@yahoo.co.id

  

Abstract

This study aims to find out how much influence factors Conflict role, Utilization of

Information Technology and Cultural Values of Government on the effectiveness of

auditor work within the Regional Supervisory Board of Yogyakarta Province. The study

population is the functional auditor within the Regional Supervisory Board (Bawasda)

of the Provincial Government of DIY. The instrument used to collect research data is

questionnaire (questionnaire). Data analysis techniques using multiple regression /

multiple regression that aims to measure the strength of the relationship between

research variables used.

  

The result of research shows that role conflict and cultural values of government have a

significant effect on the effectiveness of auditor work. The use of information

technology has no significant effect on the effectiveness of the auditor's work

(statistically). In other words, the meaning of the numbers is the variable utilization of

information technology, role conflict and cultural values of government has contributed

82.7% in influencing the effectiveness of the auditor's work.

  

Keywords: Role conflict, Information Technology, Cultural values and work

effectiveness

1. PENDAHULUAN

  Tahun 1999 merupakan momentum penting dalam sejarah desentralisasi di Indonesia. Pemerintahan sentralistis yang dikombinasikan dengan sistem politik otoriter ternyata semakin sulit untuk dipertahankan. Sejalan dengan momentum itu, ketidakpuasan daerah yang pada awalnya hanya dilakukan secara terselubung, kemudian mulai ditunjukkan secara terbuka. Pada saat itu, tidak kurang dari masyarakat Kalimantan Timur, Aceh, Irian Jaya, dan Riau telah melontarkan protes keras terhadap gaya sentralistis dan sekaligus eksploitatif yang dilakukan “Jakarta”. Hasilnya, pemerintah pusat pun kala itu bersedia untuk mendesentralisasikan kewenangannya melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Belakangan kedua UU ini di amandemen menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  Dampak berlakunya kedua Undang-Undang tersebut, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota secara cepat dan tanggap melakukan perubahan-perubahan di bidang pemerintahan dan pembangunan yang selama ini diselenggarakan secara centralistic

  

system . Perubahan dari centralistic system ke decentralistic system atau lazim disebut

  dengan “Otonomi Daerah”. Otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah di tingkat daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (lihat UU Nomor 32 Tahun 2004).

  Perubahan paling signifikan yang terjadi di seluruh Pemerintah Daerah yaitu dilakukannya penataan kembali Organisasi Perangkat Daerah berdasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 (terakhir PP Nomor 8 Tahun 2003). Dalam peraturan tersebut, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota diberi kebebasan untuk mengatur Organisasi Perangkatnya sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Sebelum diberlakukannya UU Otonom Daerah, di lingkungan Pemerintah Daerah terdapat dua type instansi yaitu pertama, instansi/lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai kepanjangantangan pemerintah pusat atau daerah di tingkat (level) di atasnya.

  Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk oleh suatu Pemerintah Daerah terdiri dari tiga jenis organisasi, yaitu: a. Sekretariat Daerah Provinsi atau Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota,

  b. Biro di Sekretariat Provinsi, atau Bagian di Sekretariat Kabupaten/Kota,

  c. Lembaga Teknis Daerah Provinsi, atau Kabupaten/Kota yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsi tertentu.

  Dalam kaitan dengan penelitian ini, organisasi perangkat daerah yang akan menjadi subyek penelitian ini adalah auditor di lingkungan Badan Pengawas Daerah Pemerintah Provinsi DIY. Pemilihan subyek penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa para audior inilah yang berperan sebagai frontline dalam organisasi lembaga pengawas internal penyelenggara pemerintahan, dimana mereka langsung berhadapan dengan Satuan Perangkat Kerja Dinas (SKPD) yang ada di lingkungannya.

  Dari pra survei, pelaksanaan tugas Auditor fungsional di lingkungan Pemerintah Provinsi DIY, dapat digambarkan, sebagai berikut :

  a. Masih tampak ada “tumpang tindih” tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada mereka dengan lembaga auditor pemerintah lainnya seperti Inspektortat Jenderal Depdagri (Itjen Depdagri), maupun Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP);

  b. Dilingkungan SDM Pemerintah Provinsi DIY, ada karyawan yang kurang diberdayakan, dimana secara kompetensi sesuai dengan latar belakang

  206

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  pendidikannya (komptensinya), pengalamannya, dan keahliannya, mestinya sangat layak menjadi anggota auditor.

  c. Adanya sikap sendikodawuh atau menunggu perintah dan takut disalahkan untuk mendahului atasan bagi pekerjaan-pekerjaan yang semestinya tidak harus menunggu perintah atasan.

  d. Sebagain auditor tampak masih dihinggapi penyakit gagap teknologi, belum mampu mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam menjalankan tugas-tugasanya, padahal Pemerintah Provinsi DIY, telah mengupayakan pengembangan teknologi informasi di lingkungan organisasinya.

  e. Persepsi terhadap tugas auditor masih belum seperti yang diharapkan, dan sebagainya. Misalnya pemahaman yang memadai tentang pengetahuan dan kecakapan yang memadai sebagai seorang auditor.

  Berdasarkan fenomena ini, diperoleh kesan bahwa efektivitas kerja auditor fungsional di Lingkungan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Pemerintah Provinsi DIY, belum sepenuhnya efektif serta kurang didayagunakan secara optimal Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa hal ini terjadi?. Menariknya fenomena ini memotivasi penulis untuk meneliti permasalahannya yaitu bagaimana Pengaruh

  

Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Nilai-nilai Budaya Pemerintahan

Terhadap Efektifitas Kerja Auditor Badan Pengawas Daerah Pemerintah Provinsi

DIY.

2. TINJAUAN PUSTAKA Konflik Peran ( Role Conflict)

  Tenaga kerja profesional adalah mereka yang telah terlatih untuk melaksanakan tugas yang kompleks secara independen dan yang dalam memecahkan masalah yang timbul dalam pelaksanaan tugas ini dengan menerapkan keahlian dan pengalamannya (Derber dan Schwartz, 1991). Independensi profesional dan secara umum sikap mereka dalam pelaksanaan tugas ini merupakan cerminan dari norma-norma dan atau aturan- aturan kode etik profesinya. Norma dan aturan ini berfungsi sebagai petunjuk tentang

  

the do’s (hal-hal yang boleh dilakukan) dan the dont’s (hal-hal yang tidak boleh

  dilakukan). Oleh karena itu, bagi seorang profesional, Norma dan aturan ini berfungsi sebagai suatu mekanisme pengendalian yang akan menentukan kualitas pekerjaannya. Ini berarti bahwa dalam diri seorang profesional terdapat suatu sistim nilai atau norma yang akan mengatur perilaku mereka dalam proses pelaksanaan tugas/pekerjaan mereka.

  Mekanisme pengendalian tugas yang berdasarkan pada diri sendiri (self control) ini kemungkinan besar akan berbenturan dengan mekanisme pengendalian yang akan menentukan kualitas pekerjaannya. Ini berarti bahwa dalam diri seorang profesional terdapat suatu sistem nilai atau norma yang akan mengatur perilaku mereka dalam proses pelaksanaan tugas/pekerjaan mereka.

  Mekanisme pengendalian tugas yang berdasarkan pada diri sendiri (self-control) ini kemungkinan besar akan berbenturan dengan mekanisme pengendalian perusahaan Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  yang dikembangkan oleh manajemen. Sikap kemandirian profesional dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya akan cenderung membuat mereka ‘menuntut’ penguasaan dan pengendalian secara penuh terhadap proses atau prosedur pelaksanaan tugas. Tuntutan pengendalian proses ini tentu saja bertentangan dengan sistem pengendalian manajemen yang ditujukan untuk mengendalikan perilaku dan aktivitas mereka. Sistem pengendalian manajemen diterapkan untuk mengurangi goal incongruence (Anthony dan Govindarajan, 1995). Melalui sistem pengendalian ini, manajemen berusaha mensosialisasikan strategi, tujuan dan norma-norma yang dianut oleh perusahaan. Diharapkan bahwa dengan proses sosialisasi ini manajemen dapat menyampaikan kepada anggota organisasi tentang perilaku yang diharapkan (expected behavior ) dari mereka. Dalam pelaksanaannya, mekanisme pengendalian administratif atau birokratis ini menekankan pada perilaku (behavior control) dan output yang dihasilkan oleh perilaku tersebut (output control ) (Abernethy dan Stoelwinder, 1995). Artinya, pengendalian dilaksanakan dengan mengarahkan pada seberapa jauh pelaksanaan aktivitas anggota dan pada hasil yang berhasil dicapai oleh anggota organisasi dalam kurun waktu tertentu, seperti target pencapaian Kos standar (standard cost), ROI dan anggaran penjualan.

  Benturan kedua mekanisme pengendalian yang dialami oleh profesional yang bekerja dalam suatu organisasi yang birokratis ini terwujud dalam bentuk konflik peran (role conflict). Seperti diungkapkan oleh Wolfe dan Snoke (1962), konflik peran timbul karena adanya dua ‘perintah’ yang berbeda yang diterima (dalam hal ini oleh profesional) secara berbarengan dan pelaksanaan salah satu perintah saja akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain. Seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya, terutama ketika menghadapi suatu masalah tertentu, akan sering menerima dua perintah sekaligus. Perintah yang pertama datangnya dari kode etik profesi, sedangkan perintah yang kedua datangnya dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila profesional bertindak sesuai dengan kode etiknya, maka ia akan merasa tidak berperan sebagai karyawan perusahaan yang baik. Sebaliknya, apabila ia bertindak sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh perusahaan, maka ia akan merasa tidak bertindak secara profesional. Kondisi seperti inilah yang disebut sebagai konflik peran (role conflict), suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian profesional.

  Fenomena konflik peran seperti tersebut diatas bukanlah suatu fenomena yang sifatnya dikotomi (ada atau tidak ada / dichotomous phenomenon), tapi lebih merupakan suatu fenomena yang terjadi dalam tingkatan intensitas (Barley dan Tolbert, 1991). Artinya, setiap organisasi mengalami masalah konflik peran, hanya derajat atau tingkat keseriusan permasalahannya yang berbeda. Oleh karena itu, tugas peneliti adalah mengungkapkan faktor-faktor yang secara potensial mempengaruhi tingkat konflik peran yang terjadi dalam perusahaan. Abernethy dan Stoelwinder mempertahankan sikap keprofesionalan mereka dalam perusahaan dan seberapa jauh lingkungan

  208

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  pengendalian yang berlaku di perusahaan mengancam otonomi para profesional tersebut.

  Pemanfaatan Teknologi Informasi

  Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah mempengaruhi berbagai aspek, tidak terkecuali profesi auditor. Pengetahuan tentang teknologi informasi begitu beragam, yang tentunya tidak semuanya bisa dikuasai oleh auditor. Pengetahuan teknologi informasi yang relevan dalam menunjang pekerjaannya sajalah yang perlu dikuasai auditor.

  Teknologi informasi menjadi piranti utama dalam era informasi ini dan, oleh karena itu, penguasaan teknologi informasi yang selalu up to date sangat berperan dalam kesuksesan suatu organisasi bisnis terutama ketika iklim persaingan dalam bisnis kian ketat. Perkembangan teknologi informasi juga mempengaruhi teknik pengauditan yang dilakukan oleh auditor. Auditor pada era teknologi informasi sekarang ini sangat terkati dengan perkembangan teknologi informasi dalam melakukan aktivitasnya. Perubahan sistem akuntansi dari basis manual ke basis komputer menyebabkan auditor harus mengikuti dan mempelajari sistem akuntansi berbasis komputer baru tersebut agar ia dapat melaksanakan aktivitas audit dengan cara yang efektif dan efisien. Auditor harus menyesuaikan teknik-teknik auditnya dengan teknologi sistem informasi perusahaan kliennya. Menurut Naeron (2000), auditor yang memiliki pengetahuan teknologi informasi akan mempunyai keunggulan yang menentukan dalam persaingan di pasar jasa pengauditan.

  Nilai-nilai Budaya Pemerintahan

  Menurut Wirawan (2012) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (value) organisasi yang difahami, dijiwai dan dipraktikan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Sementara Schein (1992) dalam Chatab, Nevizond (2007) mendefinisikan budaya organisasional sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah- masalah tersebut.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah “ruh” suatu organisasi, karena disana bersemayam filosofis, visi dan misi organisasi yang akan menjadi kekuatan penting untuk berkinerja optimal Selanjutnya budaya organisasi akan membentuk norma-norma dan menjadi pedoman perilaku yang menentukan sikap perilaku anggotanya dan dapat diterima oleh anggota organisasi.

  Model birokrasi yang mengacu pada visi dan misi pelayanan publik, efisien dan tranparan serta ditumbuhkembangkan dengan basis lokalitas akan mampu menciptakan Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  sistem birokrasi yang rasional. Rasionalitas birokrasi tentu saja bukan hanya merupakan hasil bentukan dari sistem-sistem luar yang belum tentu memiliki orientasi lokalitas, tetapi juga rasionalitas dalam artian pembangunan kapasitas lokal dengan mengacu pada buday.Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan adopsi sistem-sistem luar yang tepat diharapkan dapat berkesinambungan serta bisa menjadi masukan yang penting bagi peraikan pelayanan publik oleh pemerintah. Keberhasilan transformasi organisasi memerlukan konsistensi, minimaliasi konflik dan resistensi, membutuhkan komitmen, pengikat serta identitas yang jelas bagi seluruh anggota organisasi. Budaya organisasi diperlukan untuk tujuan itu, disamping dapat mendukung pencapaian visi dan misi, serta mempersiapkan SDM Pemerintah menjadi birokrat yang profesional dan berorientasi pada pelayanan publik.

  Efektivitas Kerja

  Efektifitas kerja dalam suatu organisasi pada dasarnya adalah efektifitas para anggota organisasi dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam suatu organisasi (Makmur, 2007). Dalam organisasi instansi pemerintah, kedudukan dan peran anggota organisasi auditor biasanya tertera dalam uraian tugas atau uraian tugas jabatan. Pelaksanaan tugas para Auditor sesuai dengan sifat tugas pokok atau fungsinya dalam organisasi, secara konkrit bisa diukur tingkat produktifitasnya melalui berapa jumlah surat atau jenis pekerjaan tertentu yang dapat diselesaikannya dalam setiap hari atau setiap minggu/bulannya, mengingat volume pekerjaan administrative adalah sangat relative dan juga hasil kerjanya yang berupa dokumen atau surat-surat yang dibuat hanyalah dapat dinilai dari isi atau maknanya yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan yang lebih luas. Dalam pengertian yang umum, melaksanakan tugas secara efesien berarti menggunakan input secara rasional, tidak ada penghamburan tenaga, waktu, biaya, dan memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan yaitu mencapai jumlah serta mutu pekerjaan yang distandarkan. Bagi pekerjaan adminsitratif hal yang demikian sangat relative, tetapi mungkin dapat membandingkan antara input dan output secara konrkit, sebab output ada wujudnya atau dapat diukur secara jelas.

  Hubungan Antar Variabel

  Seorang anggota suatu organisasi, apapun peran dan tingkatan tanggung jawabnya menghendaki peningkatan kinerja organisasional. Namun demikian, banyak problem organisasional dan ketidakpastian (uncertainty) baik internal maupun eksternal yang seringkali mengganggu pencapaian kinerja organisasional. Bahkan banyak penelitian menunjukkan kegagalan organisasi lebih sering disebabkan oleh permasalahan manajeral organisasi secara internal (Koontz, 1991). Permasalahan tersebut mendorong Peters dan Waterman (1992), dalam Wirawan (2007) menggagas pentingnya budaya organisasional untuk meningkatkan efektivitas dan kinerja organisasional.

  210

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda Beberapa penelitian empiris memberikan dukungan pada proposisi tersebut.

  Penelitian O’Reilly (1989) yang dikutip Chatab (2007) menunjukkan dukungan penting bagi proposisi di atas bahwa disamping budaya organisasi, pemanfaatan teknologi informasi juga mempunyai pengaruh terhadap kefektifan suatu perusahaan terutama pada perusahaan yang mempunyai budaya yang sesuai dengan strategi dan dapat meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan.

3. METODE PENELITIAN

  Respondeni penelitian adalah auditor fungsional di lingkungan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Pemerintah Provinsi DIY. Berdasarkan data sementara yang diperoleh dari instansi tersebut, jumlah auditor di instansi ini mencapai 46 orang.

  Dengan demikian karena populasi data relative kecil maka populasi tersebut sekaligus merupakan sample atau dilakukan secara sensus.

  Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dikelompokkan dalam dua kubu, yaitu Dependen (terikat) dan Independen (bebas). Sebagai variabel dependen ini adalah Efektifitas kerja auditor. Sementara sebagai variabel independen adalah Konflik Peran, Pemanfaatan teknologi informasi dan Nilai-nilai budaya organisasi.

  Definisi operasional untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: a) Efektifitas kerja, adalah kinerja yang melekat pada pejabat bersangkutan dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai dengan tupoksi yang ditetapkan organisasi. Dalam penelitian ini, efektivitas kerja atau pelaksanaan tugas jabatan di ukur menggunakan kuesioner yang diadopsi dari White, J.R. dan R.R. Ruh. (1973) “Effects of Personal Value on the Relationship between Participation and Job Attitude ” (dalam Mas’ud Fuad, 2004).

  b) Konflik Peran, adalah suatu keadaan dimana auditor mempunyai informasi yang kurang memadai tentang peran yang seharusnya menjadi tugasnya, batas-batas wewenang, tanggungjawab, hak, serta sifat pekerjaannya. Penerimaan peran adalah kesesuaian antara harapan seseorang yang didasarkan atas persepsi mengenai potensi dan kompetensi yang dimilikinya dengan jabatan atau posisi yang didudukinya di dalam organisasi. Variabel ini diukur menggunakan kuesioner yang dikembangkan J. Rozzo, R.J. House dan S.I. Lirtzman (1970) “Role

  Conflict and Ambiguity in Complex Organiation ” (dalam Mas’ud Fuad, 2004).

  c) Pemanfaatan teknologi informasi, adalah kepedulian para pejabat struktural terhadap pemanfaatan teknologi informasi dalam memperlancar pelaksanakan tugas mereka. Variabel ini di ukur menggunakan kuesioner yang dimodifikasi.

  d) Nilai-nilai Budaya organisasi (Pemerintahan), adalah suatu sistem nilai dalam organisasi bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Variabel ini diukur menggunakan kuesioner yang disarikan dari Budaya Pemerintahan Pemerintah Propvinsi DIY “Si Sapta”, menggunakan skala likert rentang 1-5. Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis refgresi

  X X

  • + multivariate dengan rumus Y = +

  X

  • + 1

   +

  1

  2 2

  3 3

4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

  Uji validitas terhadap butir-butir petanyaan dalam instrumen penelitian ini, dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung masing-masing pertanyaan dengan nilai r tabel . Menurut Saifuddin Azwar (2000) pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan valid atau sahih jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel ,. Dengan jumlah responden (n) sebanyak 56 dan tingkat signifikansi 5% diperoleh nilai r tabel sebesar 0,1708. Sehingga diperoleh hasil pengujian sebagai berikut:

  

Tabel 1. Hasil Pengujian Validitas Variabel Konflik peran

Item-Total Statistics

  Scale Corrected Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted peran1

  14.00 3.172 .691 .588 peran2 14.00 3.931 .242 .732 peran3 14.00 2.552 .555 .623 peran4 13.83 2.764 .646 .575 peran5 13.90 3.610 .277 .731

  Sumber : data kuesioner

  

Tabel 2. Hasil Pengujian Validitas Variabel Pemanfaatan Teknologi Informasi

Item-Total Statistics

  Scale Corrected Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted ti1

  14.93 4.961 .660 .805 ti2 14.87 5.085 .647 .808 ti3 14.90 4.783 .808 .761 ti4 14.93 5.444 .681 .801 ti5 15.03 5.964 .451 .856

  Sumber : data kuesioner

  212

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  Cronbach's Alpha if Item Deleted

  

Tabel 5. Hasil Pengujian Reliabilitas

Variabel Nilai r hitung Kesimpulan

  pengujian data sebagai berikut:

  Uji Reliabilitas Dengan metode Alpha Cronbach (Azwar, 2004), diperoleh hasil

  . Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sudah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

  tabel

  lebih besar daripada r

  hitung

  Sumber : data kuesioner Hasil analisis korelasi menunjukkan korelasi yang cukup tinggi untuk semua pertanyaan yang diuji, dimana semua nilai r

  Item Deleted Corrected Item-Total Correlation

  

Tabel 3. Hasil Pengujian Validitas Variabel Nilai-Nilai Budaya Organisasi

Item-Total Statistics

  Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if

  14.47 7.292 .463 .842 14.37 7.826 .574 .793 14.23 6.944 .780 .733 14.30 6.769 .765 .734 14.23 8.392 .541 .804 efktvts1 efktvts2 efktvts3 efktvts4 efktvts5

  

Tabel 4. Hasil Pengujian Validitas Variabel Efektifitas

Item-Total Statistics

  Sumber : data kuesioner

  Cronbach's Alpha if Item Deleted

  Item Deleted Corrected Item-Total Correlation

  Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if

  10.93 9.237 .758 .849 11.27 8.271 .831 .829 11.63 8.723 .693 .867 11.80 9.545 .710 .860 11.30 10.493 .627 .878 budya1 budya2 budya3 budya4 budya5

  Konflik peran 0,707 Reliabel Pemanfaatan teknologi informasi 0,841 Reliabel Budaya Organisasi 0,883 Reliabel Efektifitas 0,819 Reliabel Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa untuk semua variabel: konflik peran, pemanfaatan teknologi informasi, budaya organisasi dan efektifitas memiliki reliabilitas yang baik dengan nilai alpha lebih dari 0,6 yang menunjukkan bahwa instrumen kuesioner yang digunakan konsisten dalam melakukan pengukuran.

  Analisis Data

  Setelah dilakukan regresi, residual hasil regresi dilihat tingkat normalitasnya, dengan bantuan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:

  

Tabel 6. Analisa Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

  Unstandardiz ed Residual N

  56 a,b

  

Normal Parameters Mean .0000000

Std. Deviation 1.15463324 Most Extreme Absolute

  .109 Differences Positive .109 Negative

  • .066 Kolmogorov-Smirnov Z

  .817 Asymp. Sig. (2-tailed) .517 a.

  Test distribution is Normal.

  b.

  Calculated from data.

  Hipotesis pengujian:

  Ho : F(x) = Fo(x) atau distribusi populasi normal H

  1 : F(x)  Fo(x) atau distribusi populasi tidak normal Pengambilan keputusan

   Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima  Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak

  Karena diperoleh nilai Asymp. Sig sebesar 0,517 yang berarti lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual regresi penelitian berdistribusi normal.

  Uji Multikolinieritas

  Dari output SPSS diperoleh tabel korelasi di bawah ini:

  214

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  56

  Uji Autokorelasi

  Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan regresi yang diuji mempunyai VIF yang tidak melebihi angka 5 dan mempunyai angka Tolerance mendekati 0,1. Hasil ini memperkuat kesimpulan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas pada rumus regresi yang diuji.

  VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: efektifitas a.

  Standardized Coefficients t Sig. Tolerance

  1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta

  Model

  (Constant) budaya ti peran

  

.324 1.341 .242 .810

.742 .083 .727 8.989 .000 .510 1.962 .073 .086 .066 .849 .400 .559 1.791 .202 .082 .196 2.466 .017 .525 1.903

  

Tabel 8. Tolerance & VIF

Coefficients a

  Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa antar variabel independen tidak terdapat korelasi yang kuat (< 0,8) sehingga dapat disimpulkan tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini diperkuat oleh output perhitungan nilai VIF dan tolerance dibawah ini:

  Sig. (1-tailed) N efektifitas budaya ti peran

  56 efektifitas budaya ti peran efektifitas budaya ti peran efektifitas budaya ti peran Pearson Correlation

  56

  56

  

Tabel 7. Korelasi Pearson

Correlations

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  56

  . .000 .000 .000 .000 . .000 .000 .000 .000 . .000 .000 .000 .000 .

  1.000 .892 .625 .700 .892 1.000 .609 .639 .625 .609 1.000 .593 .700 .639 .593 1.000

  Pengujian ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW Test) dimana nilai DW table (du dan dL) ditentukan pada tingkat signifikansi atau α = 5%. Sehingga didapatkan nilai DW hitung diperoleh sebesar 2,033 sedangkan dari tabel diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar : dl = 1.45 du = 1.68 jadi nilainya antara 2 dan du sehingga dapat disimpulkan bahwa regresi tersebut tidak mempunyai masalah autokorelasi. Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

Tabel 9. Tabel Durbin-Watson

b

  

Model Summary

Adjusted Std. Error of Durbin- Model R R Square R Square the Estimate Watson a

  

1 .909 .827 .817 1.18747 2.033

a.

  Predictors: (Constant), ti, peran, budaya b. Dependent Variable: efektifitas

  

Nilai uji

Daerah Ho diterima d d

l u u l

2 4-d 4-d

  4 Daerah Daerah keragu- keragu- raguan raguan

  Ho ditolak Ho ditolak Autokorelasi Autokorelasi positif negatif

2 Koefesien Determinasi (Uji R )

  Melalui teknik regresi pada SPSS, diperoleh nilai koefesien determinasi regresi berganda dengan output sebagai berikut :

  

Tabel 10. Koefisien Determinasi

b

  

Model Summary

Adjusted Std. Error of Durbin- Model R R Square R Square the Estimate Watson a

  1 .909 .827 .817 1.18747 2.033 a.

  Predictors: (Constant), peran, ti, budaya b. Dependent Variable: efektifitas

  Angka R atau koefesien korelasi sebesar 0,909, menunjukkan adanya korelasi atau hubungan dengan tingkat yang sangat kuat antara variabel independen yang valid dengan variabel independen. Dari output SPSS Adjusted R square sebesar 0,827 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen mempunyai pengaruh sebesar 82,7%

  216

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  terhadap efektifitas pelaksanaan tugas jabatan, sedangkan sisanya sebesar 17,3% adalah dari faktor-faktor atau variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

  Uji Hipotesis Multiple Regresion

  Menurut hasil hitungan SPSS/Statistical Package for Sosial Science (SPSS) for

  

Windows Release 13 perhitungan regresi dengan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 11. Koefisien Regresi

a

  

Coefficients

Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

  Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance

  VIF 1 (Constant)

.324 1.341 .242 .810

budaya .742 .083 .727 8.989 .000 .510 1.962 ti .073 .086 .066 .849 .400 .559 1.791 peran .202 .082 .196 2.466 .017 .525 1.903 a.

  Dependent Variable: efektifitas

  Dari tabel diatas diperoleh rumusan regresi sebagai berikut:

  

Efektifitas = 0,742 (budaya) + 0,073(TI) + 0,202(peran)

Uji t

  Uji t, digunakan untuk mengetahui apakah setiap pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap variabel tersebut signifikan atau tidak. Seluruh nilai t dicari dengan

  hitung

  perhitungan program SPSS. Dengan jumlah responden 56 serta variabel independen 3 (konflik peran, pemanfaatan teknologi informasi kerja dan nilai-nilai budaya organisasi) diperoleh df = n - (k + 1) = 56 - (3 + 1) = 52. Dengan  = 5%, maka nilai t tabel didapatkan sebesar: 1,2980. Dari uji t dapat diringkas bahwa uji hipotesis yang dilakukan :

  

Tabel 12. Hasil Uji Hipotesis

Pengaruh t hitung terhadap variabel Signifikansi independen

  Uji hipotesis I 2,466 Positif Signifikan Uji hipotesis II 0,849 Positif Tidak signifikan Uji hipotesis III 8,989 Positif Signifikan

  Pengujian Hipotesis:

  Hasil dari t hitung pada tabel di atas yang merupakan output dari program SPSS yang memperoleh hasil sebagai berikut:

  Hipotesis 1:

  Untuk variabel konflik peran diperoleh t sebesar 2,466 yang lebih besar

  hitung

  daripada t yang sebesar 1,2980 sehingga hipotesis pertama yaitu : Konflik peran

  tabel

  berpengaruh terhadap efektifitas kerja Auditor di Lingkungan Pemerintah Provinsi DIY Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  adalah diterima.

  Hipotesis 2:

  Pada variabel pemanfaatan teknologi informasi kerja diperoleh t sebesar

  hitung

  0,849 yang lebih kecil daripada t yang sebesar 1,2980 sehingga dapat disimpulkan

  tabel

  bahwa variabel pemanfaatan teknologi informasi kerja berpengaruh positif walaupun tidak signifikan terhadap efektifitas. Sehingga hipotesis kedua yaitu: Pemanfaatan Teknologi informasi berpengaruh terhadap efektifitas kerja Auditor di Pemerintah Provinsi DIY adalah diterima.

  Hipotesis 3:

  Pada variabel nilai budaya organisasi diperoleh t sebesar 8,989 yang lebih

  hitung

  besar daripada t yang sebesar 1,2980 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

  tabel nilai budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas.

  Sehingga hipotesis ketiga yaitu: Budaya pemerintahan berpengaruh terhadap efektifitas kerja Auditor di Pemerintah Provinsi DIY adalah diterima.

V. PENUTUP Kesimpulan

  Dari tiga hipotesis yang diuji, dua diantaranya signifikan. Variabel yang signifikan itu adalah Konflik peran dan Nilai-nilai budaya pemerintahan. Sementara yang tidak signifikan adalah variabel Pemanfaatan Teknologi Informasi. Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil perhitungan koefisien regresi untuk Konflik peran sebesar 0,202, Nilai-nilai budaya pemerintahan sebesar 0,742, sedangkan variabel Tekonologi Informasi tidak signifikan karena hasil perhitungan koefisien regresinya menunjukan 0,073. Koefisien regresi yang tidak siginifikan ini diperkuat oleh hasil nilai thitung = 0,849, yang bermakna bahwa Nilai Pemanfaatan Teknologi informasi tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap efektifitas kerja auditor (secara statistik).

  Hasil analisis lainnya yaitu konflik peran menunjukan (t hitung = 2,466) dan nilai budaya organisasi (t hitung = 8,989). Hal ini menunjukan bahwa variabel-variabel ini mempunyai pengaruh yang siginifikan terhadap efektivitas kerja auditor. Adjusted R

  2

square menghasilkan koefisien determinan R = 0,817 menunjukan besar sumbangan

  efektif variabel pemanfaatan teknologi informasi, konflik peran dan nilai-nilai budaya pemerintahan terhadap efektivitas kerja auditor adalah sebesar 82,7%. Selebihnya 17, 3% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti. Dengan kata lain, arti angka tersebut adalah variabel pemanfaatan teknologi informasi, konflik peran dan nilai-nilai budaya pemerintahan mempunyai andil sebesar 82,7% dalam mempengaruhi efektifitas kerja auditor. Dengan demikian selebihnya adalah pengaruh faktor-faktor lain diluar ketiga variabel yang diteliti.

  Saran

  Atas dasar kesimpulan yang diuraikan di atas peneliti mengajukan implikasi/saran sebagai berikut:

  218

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  1. Untuk mengoptimalkan efektifitas kerja auditor, konflik peran dalam lingkungan pemerintah propinsi DIY pada umumnya perlu dilakukan penataan terhadap SDM yang berpotensi sebagai auditor yang ada dilingkungan DIY. Oleh karena pemerintah provinsi DIY, perlu melakukan reposisi atau penataan terhadap pengisian jabatan dan penyelarasan tugas pokok dan fungsi dalam struktur organisasi yang ada yang disesuaikan dengan misi pengawasan lembaga lain seperti BPK (Badan Pengawas Keuangan), BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ), Inspektorat Jendral Departemen Dalam Negeri bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

  2. Untuk meningkatkan apresiasi terhadap nilai budaya pemerintahan dalam rangka meningkatkan kinerja perlu dilakukan pendalaman dan sosialisasi terhadap nilai- nilai budaya organisasi yang telah ditetapkan sebagai panduan bagi pemahaman dan penerapan dalam berpola pikir, bersikap dan berperilaku sehari- hari dalam bekerja dan berinteraksi terhadap lingkungan, baik lingkungan kerja maupun masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam buku panduan (buku saku) si SAPTA.

  3. Untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi, auditor yang bersangkutan perlu: a. Meningkatkan kemampuannya dalam memahami teknologi informasi secara berkelanjutan karena teknologi informasi senantiasa berkembang.

  b. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada auditor untuk menambah pengetahuan dan kemampuannya baik melalui pendidikan formal maupun informal.

  Keterbatasan Penelitian

  Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama secara teknis responden yang digunakan relatif kecil dan kasuistis. Dengan demikian power of test- nyamaupun tingkat generalisasinya relatif rendah. Disamping itu, variabel yang digunakan untuk mengukur efektifitas kerja auditor terbatas pada tiga variabel, sehingga banyak variabel laten (yang terpendam) yang sebenarnya dapat dimanfaatkan. Kedua, secara konseptual peneliti mengalami keterbatasan referensi yang membahas topik/tema yang sama atau hampir sama dengan penelitian ini. Oleh karena itu, diharapkan peneliti lain yang berminat mengangkat topik ini sebagai tema karya tulisnya, baik dalam bentuk skripsi, tesis, desertasi maupun artikel dan jurnal dapat memperdalam pembahasan dengan menggunakan variabel yang diperluas.

  Implikasi Hasil Penelitian Bagi Pihak Terkait

  Atas dasar kesimpulan, keterbatasan penelitian, saran yang telah dikemukakan dimuka hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi sebagai berikut: Para auditor di lingkungan Bawasda perlu meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi informasi sebagai pendukung pelaksanaan pengawasan di lingkungan pemerintahan propinsi DIY. Penguasaan terhadap teknologi informasi Portofolio Volume 12 Nomor 2 November 2015, 205 – 221

  ISSN : 1829 - 7188

  sangat penting dalam mendukung tugas-tugas mereka karena dengan menguasai teknologi informasi dapat meningkatkan efektifitas kerja auditor.

  Bawasda Propinsi DIY perlu melakukan penegasan mencakup ruang lingkup pengawasan agar tidak terjadi ”tumpang tindih” tugas dengan aparat pengawas pemerintah lainnya seperti tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada mereka dengan lembaga auditor pemerintah lainnya seperti Inspektortat Jenderal Depdagri (Itjen Depdagri), maupun Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

DAFTAR PUSTAKA

  Abernethy, M. A., & Stoelwinder. 1995. The Role of Professional Control in The Management of Complex Organizations, Accounting, Organizations and Society , vol 20 no. 1.

  Anthony, R.N & V. Govindarajan. 2007. Management Control Systems.Edition Twelfth.

  II: Irwin, Chicago. Aranya, N., & Ferris, K.R., 1984. A reeximination of Accountans’ Organizations and Occupations, Research in Sociology of Organization. Pp. 71-96.

  Barley, S.R., & Tolbert, P.S., 1991. At the Interaction of Orgainzations and Occupations. Research in Sociology Organizations. Pp. 1-16. Bayangkara, I.B.K. 2008. Audit Manajemen: Prosedur dan Implementasi. Salemba Empat, Jakarta. Chatab, Nevizond, 2007. Profil Budaya Organisasi. Alfabeta, Bandung. Copur, H. 1990. Academic Professionals: A study of Conflict and Satisfaction in Professorate, Human Relations. Pp 113-127. Derber, C. dan Schawartz, W.A., 1991. New Mandarins or New Proletariat?:

  Professional Power at Work, Research in the Socilogy of Organizations. Pp. 71- 96. Halim, A. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Halim, A. 2007. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Akuntansi dan UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

  Pengendalian Pengelolaan Keuangan Daerah.

  Hall, R. HL, 1976. Some Organizational Considerations in the Professional- Organizational Relationship, Administrative Science Quarterly. Pp 461-478. Handoko T. Hani. 1993. Berbagai isu dalam penelitian efektivitas organisasional. JEBI UGM, Jakarta, hal. 17-27. Hannan, M.T & Freeman, J., 1977. Obstacles to Comparative Studies. Dalam P.S.

  Goodman dan J.M. Pennings, New Perspectives on Organizational Effectiveness: 106-131. Mahmudi. 2012. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

  220

  Pengaruh Konflik Peran, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Nilai-Nilai Budaya Pemerintahan Terhadap Efektivitas Kerja Auditor Di Lingkungan Bawasda

  Mahmudi. 2014. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Revisi. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Mahsun, M. 2010. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE, Yogyakarta Mas’ud, Fuad, 2004. Survei Diagnosis Organisasional: Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa. 2005. SISAPTA: Budaya Pemerintahan.

  Yogyakarta. Premananto, Gancar Candra, 2005. “Efektivitas Kepemimpinan vs Efektivitas

  Organisasi”. Jurnal Studi Bisnis, hal. 129-144 Puspa, Dwi Fitri, 1999. Tipe lingkungan pengendalian organisasi, orientasi profesional, konflik peran, kepuasan kerja dan kinerja: Suatu pendekatan empiris. Jurnal

  Riset Akuntansi Indonesia. Hal. 117-123 Santoso, Singgih.(2001. SPSS 10. Elex Media Komputindo, Jakarta.

  Setiaji, Bambang. 2006. Panduan Riset dengan Pendekatan Kuantitatif .

  Muhammadiyah University Press, Surakarta. Sigit, Suhardi. 2002. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen. Edisi 2.

  Sobirin, Achmad., 2007. Budaya Organisasi: Pengertian, Makan dan Aplikasinya Dalam Organisasi. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Steers, R.M., 1975. Problems in The Measurement of Organizational Effectiveness, Administrative Science Quarterly, 20: 546-558. Sularso, Sri., 2003. Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Reflikasi. BPFE, Yogyakarta. Wirawan, 2012. Budaya dan Budaya Organisasi: Teori dan Aplikasi dalam Penelitian.

  Jakarta: Salemba Empat Wolfe, D. M. & Snoke, J. D., 1962. A Study of Tension and Adjustment Under Role Conflict. Journal of Social Issues. Pp. 102-121.

BIODATA PENULIS:

  Erlina Noor Wulandari., M.Acc adalah Dosen Program Studi Ekonomi Manajemen Universitas U’budiyah Indonesia

Dokumen yang terkait

ANALISIS TINGKAT KEPUASAAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS TERHADAP PELAYANAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS STKIP SILIWANGI BANDUNG Oleh: Sri Supiah Cahyati, Cynantia Rahmijati, Asep Samsudin, Nunu Mahmud Firdaus STKIP Siliwang

0 0 21

PERLUKAH MEMPERTAHANKAN BUDAYA ORGANISASI

0 0 9

RENCANA PELAKSANAAN PERKULIAHAN (RPP) Mata Kuliah BERMAIN DAN PERMAINAN AUD

0 0 19

Pengaruh Pendapatan, Laba Usaha Dan Beban Pajak Terhadap Kemampuan Prediksi Laba Bersih (Studi Pada Perusahaan Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010). Oleh Rika Mardiani Rikamardiani15gmail.com Abstrak - Index of /pdf

1 0 16

PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK REKLAME TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

0 1 20

MENDESKRIPSIKAN MANAJEMEN PEMASARAN PADA ORGANISASI NON BISNIS DI INDONESIA Hariyadi Triwahyu Putra hariyadi.putragmail.com

1 2 18

PENGUJIAN TERHADAP KINERJA TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI MENGGUNAKAN DASAR ACUAN COBIT DAN PBI UNTUK KEAMANAN TRANSAKSI AKUNTANSI PADA BPR DI JAWA BARAT

0 0 11

PENGARUH KINERJA RETAILING MIX TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA TOKO PALMMART BANDUNG

0 0 19

Perancangan Sistem Informasi Pembelian Dan Penjualan Pada Bengkel Ishfa Motor Oleh : Ifan Wicaksana Siregar ifan.w.siregargmail.com Abstrak - Index of /pdf

0 0 22

PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Bandung) Bani Binekas Email: bani.binekasgmail.com Abstract - Index of /pdf

0 0 20