PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Bandung) Bani Binekas Email: bani.binekasgmail.com Abstract - Index of /pdf

PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Bandung)

Bani Binekas

Email: bani.binekas@gmail.com

Abstract

This research aims to examine and provide empirical evidence regarding the effect of the ethics of the profession of auditor’s concideration level of materiality in auditing process of financial statements in examination at Registered Public Accountant by 2013 in the area of Bandung city.The auditor’s consideration of materiality is the proffesional considerations and influnced the perception of auditors over the needs of people who have sufficient knowledge and that will put the confidence in the financial statements. This research using primary data obtained through a questionnaire filled by the respondents, namely Auditors who work at Registered Public Accountants in Bandung. This research using quota sampling, data collection is done by going to direct the respondents to fill in questionnaire research and resulits 55 respondents came from the

11 Registered Public Accountants is willing to fill out the questionnaire. This study tested the hyphothesis by using simple linear regression analysis models. Based on the results of simple Linear Regression known treatment that the independent variable (the ethics of the profession) have an impact on the dependent variable (the level of materiality) with a percentage of the influence of 60,5%. The results of this research indicate that the ethics of the profession of auditor's significant influence on consideration of the level of materiality in the examination in the examination of the financial statements.

Key Words: Auditor, Auditor’s professional ethics, materiality level, financial statements

I. PENDAHULUAN

Peranan auditor sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha. Para auditor wajib memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya tersebut. Auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari Standar Umum, Standar Pekerjaaan Lapangan, dan Standar Pelaporan guna menunjang profesionalisme (Hery dan Agustiny Merrina, 2007). Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya akuntan publik juga memiliki pemahaman yang memadai mengenai kode etik profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindari (Herawaty dan Susanto, 2008).

Sukrisno Agoes (2012: 42) menyatakan bahwa setiap manusia yang memberikan jasa dari pengetahuan dan keahliannya pada pihak lain seharusnya memiliki rasa tanggung jawab pada pihak- pihak yang dipengaruhi oleh jasanya itu. Kode Etik Profesi Akuntan Publik adalah pedoman bagi para anggota Institut Akuntan Publik Indonesia untuk betugas secara bertanggung jawab dan objektif. Alvin A. Arens, et.al. (2008: 98) mendefinisikan etika (ethics) secara garis besar dapat difenisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral. Menurut Boynton, et.al. (2001: 96) etika profesional harus lebih dari sekedar prinsip-prinsip moral. Etika ini meliputi standar perilaku bagi

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

seorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik. Boynton, et.al. menambahkan bahwa kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan.

Alvin A. Arens, et.al. (2008: 73) mengemukakan bahwa keputusan pelaporan audit dipengaruhi oleh materialitas yang merupakan suatu pertimbangan terhadap laporan keuangan. Arens, et.al. menambahkan konsep pengaruhnya materialitas terhadap jenis opini pada laporan audit bersifat langsung dan dalam penerapannya mempertimbangkan materialitas dalam situasi tertentu merupakan pertimbangan yang sulit serta tidak ada pedoman yang sederhana dan jelas yang dapat memungkinkan auditor dapat memutuskan apakah suatu hal dianggap tidak material, material, atau sangat material. Menurut PSA 25 (SA seksi 312) materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Menurut Alvin A. Arens, et.al (2008: 72) materialitas adalah jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut.

Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan pada laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Sebagai akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dalam mempertimbangkan materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil ditemukan oleh auditor dapat berdampak material terhadap laporan keuangan (SA Seksi 31: 2001). Auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit karena seorang auditor harus bisa menentukan berapa jumlah rupiah materialitas suatu laporan keuangan kliennya. Jika auditor dalam menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan, sehingga akan memunculkan masalah yang akan merugikan auditor itu sendiri maupun Kantor Akuntan Publik tempat dimana dia bekerja, dikarenakan tidak efisiennya waktu dan usaha yang digunakan oleh auditor tersebut untuk menentukan jumlah materialitas suatu laporan keuangan kliennya. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material, yang akan dapat menimbulkan masalah yang dapat berupa rasa tidak percaya masyarakat kepada Kantor Akuntan Publik dimana auditor tesebut bekerja akan muncul karena memberikan pendapat yang ceroboh terhadap laporan keuangan yang berisi salah saji yang material (Mulyadi, 2002: 161). Terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam yang empat diantaranya berhubungan dengan materialitas seperti terlihat pada tabel berikut ini,

Tabel 1

Kasus Keuangan dan Manajerial Emiten yang Pernah Didenda Bapepem (Periode 2000-2002)

Denda (Juta Rupiah) PT. Asuransi Ramayana

Nama Emiten

Jenis Pelanggaran

11. 197 PT. Asia Inti Selera

Penyalahgunaan dana oleh direksi

Pinjaman pada pihak istimewa

Transaksi material dan perubahan kegiatan

PT. Myohdotcom 358

usaha

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung)

Denda (Juta Rupiah) PT Bumi Resources

Nama Emiten

Jenis Pelanggaran

100 PT Semen Cibinong

Laporan atas transaksi material

Deposito $246,7 juta di bank asing tidak jelas

Perubahan penggunaan dana IPO tanpa laporan

PT. Manly Utama 357

resmi ke Bapepam

PT. Daya Guna Samodera Menyembunyikan informasi material 256 PT. Bintuni Minarya

250 PT. Super Mitory

Menyembunyikan informasi material

Transaksi mengandung benturan kepentingan

Tidak hati-hati dalam pengakuan pendapatan

PT. Bakrie Financa Corp. 500

bunga

Sumber: Investor Agustus 2002 Dalam pelaksanaan audit dilapangan, tingkat materialitas yang telah ditetapkan pada tahap pembuatan program pemeriksaan dapat berubah seiring dengan adanya perubahan lingkup pemeriksaan. Jika seorang auditor tidak patuh terhadap kode etik akuntan, maka tingkat materialitas yang ditetapkan tidak akan sesuai dengan tujuan audit yang ingin dicapai. Penerapan kode etik akuntan ini membuat seorang auditor itu dapat bersikap profesional sehingga kesalahan dalam audit dapat dikurangi.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa akuntan harus berpedoman kepada Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) agar bisa bertugas secara bertanggung jawab dan objektif. Kode etik profesi yang ada yaitu berdasarkan aturan etika profesi yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Indonesia yang terdiri dari (1) objektivitas, integritas, dan indepedensi; (2) standar umum dan standar akuntansi; (3) tanggung jawab kepada klien; (4) tanggung jawab kepada rekan seprofesi; (5) tanggung jawab dan praktik lain (SPAP: 2001).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Wheelwright dalam Jack C. Robertson dan Timothy J. Louwers (2002: 462) mendefinsikan etika sebagai berikut,That branch of philosophy which is the systematic study of reflective choice, of the standards of right and wrong by which it is to be guided, and of the goods toward which it may ultimately directed. Menurut Alvin A. Arens, et.al. (2008: 98) etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral. Menurut Martandi dan Suranta (2006) dalam bahasa latin etika yaitu “ethica” berarti falsafah moral. Etika merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila, serta agama. Menurut Boyton, et.al (2001: 98), Etika profesional adalah standar perilaku bagi seorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik. Sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan.

J. P. Russell (2000:1) memberikan definisi terkait etika professional,The manner in the auditor conducts him/herself. Objectivity, courtesy, honesty, and many other character attributes combine to make up the particular conduct of any auditor during an audit . Sihwajoeni dan Gudono (2000) membuat definsi kode etik profesi sebagai berikut,Kode etik profesi merupakan suatu prinsip moral dan pelaksanaan aturan-aturan yang memberi pedoman dalam berhubungan dengan klien, mayarakat, anggota sesama profesi serta pihak yang berkepentingan lainnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan, Etika profesional bagi praktik auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

Tujuan profesi akuntan adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu Kredibilitas.,Profesionalisme,Kualitas jasa dan kepercayaan (dalam Nanang Sasongko:1999). Kode Etik IAI dibagi menjadi empat bagian berikut ini: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, (3) Interpretasi Aturan Etika, (4) Tanya dan Jawab (SPAP: 2001). Interpretasi etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Kompartemen setelah memperlihatkan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, sebagai panduan penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup penerapannya. Tanya dan jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota Kompartemen tentang Aturan Etika beserta interpretasinya. Dalam Kompartemen Akuntan Publik, Tanya dan Jawab ini dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (Sukrisno Agoes, 2012: 43).

Untuk menjadi akuntan publik yang dapat dipercaya oleh masyarakat, maka dalam menjalankan praktik profesinya harus patuh pada prinsip-prinsip etika yaitu,

1. Tanggung jawab Profesi

2. Kepentingan Publik

3. Integritas

4. Objektivitas

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

6. Kerahasiaan

7. Perilaku Profesional

8. Standar Teknis Aturan etika yang telah disahkan oleh Kompartemen Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut,

1. Indepedensi, integritas, dan objektivitas

- Indepedensi. Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana di atur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun penampialan (in appearance).

- Integritas dan objektivitas. Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement )

(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.

2. Standar umum dan standar akuntansi

- Standar umum. Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:

a. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.

b. Kecermatan dan keseksamaa profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan kesaksamaan profesional.

c. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.

d. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung)

3. Tanggung jawab kepada klien

- Informasi klien yang rahasia. Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk: (1) Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan

etika kepatuhan terhadap standar dan standar akuntansi. (2) Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

(3) Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau (4) Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin anggota.

Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakkan disiplin sebagimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktit profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) diatas.

- Fee Profesional

a. Besaran fee. Besarnya fee anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.

b. Fee kontijen. Fee kontijen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontijen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur tahu dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontijen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.

4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.

- Komunikasi antar akuntan publik. Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan terdahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik terdahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik terdahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.

- Perikatan atestasi. Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

5. Tanggung jawab dan praktik lain

- Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan. Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi. - Iklan, promosi, dan kegiatan pemasaran lainnya. Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

- Komisi dan fee refereal

a. Komisi. Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi indepedensi.

b. Fee referal. Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

- Bentuk organisasi dan KAP. Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi. (SPAP: 2001).

Hubungan antara pelaksanaan etika profesional yang dilakukan oleh auditor dalam penentuan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan adalah pengambilan keputusan berdasarkan etika yang berlaku (Kurt Pany, 2001: 63). Kurt Pany menjelaskan bahwa dalam penentuan keputusan berdasarkan etika profesional mengharuskan seorang auditor melakukan langkah-langkah sebagai berikut,

1. Identifikasi masalah (Identify the problem)

2. Identifikasi kemungkinan tindakan yang bisa diambil (Identify possible courses of action)

3. Identifikasi kendala yang akan muncul dalam keputusan yang diambil (Identify any constrains relating to the decision)

4. Identifikasi efek yang ditimbulkan dari keputusan yang diambil (Analyze the likely effects of the possible courses of action)

5. Pilih keputusan yang terbaik (Select the best course of action) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral yang harus ditegakkan oleh setiap profesional dalam hal ini akuntan agar hubungan yang terjadi antara akuntan dengan akuntan, akuntan dengan klien, akuntan dengan masyarakat dan akuntan dengan pihak lainnya dapat berjalan dengan baik dengan diterapkannya kode etik juga kode etik ini harus dijadikan dasar dalam penentuan keputusan yang diambil oleh auditor. Kode etik profesi yang harus dipatuhi oleh seorang auditor adalah (1) indepedensi, integritas, dan objektivitas; (2) standar umum dan standar akuntansi; (3) tanggung jawab kepada klien; (4) tanggung jawa kepada rekan seprofesi; (5) tanggung jawab dan praktik lain.

PSA 25 (SA seksi 312) mendefinisikan materialitas sebagai berikut,Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Alvin A. Arens, et.al (2008:72) memberikan pengertian materialitas sebagai besarnya penghapusan atau suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Financial Accounting Standard Board (1999) dalam Alvin A. Arens, et. al (2008:318) memberikan definisi terhadap materialitas yaitu Besarnya

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung) penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan seseorang yang bijaksana yang mengandalkan informasi tersebut

mungkin akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut. Berdasarkan definisi - definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besaran jumlah nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dimana salah saji dapat dikatakan material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan para pengguna laporan keuangan dalam membuat suatu keputusan. Tujuan dari penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, lebih banyak bahan bukti yang dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi tetapi sedikit mengumpulkan bahan bukti (Ariffudin danSri Anik: 2002). Kecukupan bukti audit digunakan sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat untuk auditor atas laporan keuangan yang diaudit (Reni Yendrawaty: 2008).

Menurut Mulyadi (2002:158), dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan jasa assurance berikut ini :

1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah – jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi.

2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan klien.

3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat, bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.

Tabel 2

Langkah-langkah dalam menetapkan materialitas

Langkah 1 Menetapkan pertimbangan awal pendahuluan tentang materialitas Merencanakan Mengalokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas Langkah 2

Luas Pengujian

kedalam segmen

Langkah 3

Mengestimasikan total salah saji dalam segmen

Langkah 4

Mengevaluasi Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan

Memperkirakan salah saji gabungan

Hasil Langkah 5

pendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas

Sumber: Alvin A. Arens, et. al (2008:319) Menurut Alvin A. Arens, et. al (2008: 320) langkah-langkah dalam menetapkan materialitas

adalah,

1. Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ( preliminary judgement

about materiality)

Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan.

2. Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen

(salah saji yang dapat ditoleransi)

Hal ini perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan yang nantinya akan membantu auditor dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus dikumpulkan. Ketika auditor mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke saldo akun, materialitas yang dialokasikan

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

ke saldo akun tertentu itu disebut dalam SAS 107 (AU 312) sebagai salah saji yang dapat ditoleransi. (tolerable misstatement).

3. Mengestimasi total salah saji dalam segmen

Salah saji yang diketahui (known misstatement) adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. Salah saji yang mungkin (likely misstatement) terbagi menjadi dua jenis yaitu salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor tentang estimasi saldo akun, contohnya adalah perbedaan estimasi penyisihan piutang tak tertagih atau kewajiban garansi. Jenis kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi, contohnya adalah auditor menggunakan salah saji yang ditemukan yaitu 6 dari jumlah sampel 200 untuk mengestimasi total salah saji yang mungkin dalam persediaan. Total ini disebut estimasi atau proyeksi atau ekstrapolasi karena hanya sampel yang diaudit, bukan keseluruhan populasi.

4. Memperkirakan salah saji gabungan

Jumlah salah saji yang diproyeksikan dalam langkah ketiga untuk setiap akun kemudian digabungkan dalam kertas kerja.

5. Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas

Langkah terakhir setelah dilakukan langkah ketiga dan keempat yaitu gabungan salah saji yang mungkin dibandingkan dengan materialitas. Menurut Arens, et.al. (2008:72) dalam menerapkan definisi diatas, digunakan tiga tingkatan materialitas dalam mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat. Tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jumlahnya Tidak Material

Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan, tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak material. Dalam hal ini pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan.

2. Jumlahnya Material Tetapi Tidak Mengganggu Laporan Keuangan Secara Keseluruh

Tingkat materialitas kedua terjadi jika salah saji di dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan laporan keuangan tersebut tersaji dengan benar, sehingga tetap berguna. Untuk memastikan materialitas jika terdapat kondisi yang menghendaki adanya penyimpangan dari laporan wajar tanpa pengecualian, auditor harus mengevaluasi segala pengaruhnya terhadap laporan keuangan,

3. Jumlah Sangat Material atau Pengaruhnya Sangat Meluas Sehingga Kewajaran Laporan Keuangan Secara Keseluruhan Diragukan

Tingkat materialitas tertinggi terjadi jika para pemakai dapat membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan. Dalam kondisi kesalahan sangat material, auditor harus memberikan pernyataan tidak memberi pendapat atau pendapat tidak wajar, tergantung pada kondisi yang ada. Dalam menentukan materialitas suatu pengecualian, harus dipertimbangkan sejauh mana pengecualian itu mempengaruhi bagian – bagian lain laporan keuangan. Ini disebut penyebaran (pervasiveness).

Menurut Mulyadi (2002: 160) Dalam perencanaan audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini:

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan

b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan yang menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini:

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung)

Materialitas pada tingkat laporan keuangan , auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas yaitu dalam perencanaan audit dan pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksaaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Materialitas pada tingkat saldo akun, Meskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan auditee. Oleh karena itu, taksiran materialitas yang dibuat pada tahap perencanaan audit harus dibagi ke akun-akun laporan keuangan secara individual yang akan diperiksa. Bagian materialitas yang dialokasikan ke akun-akun laporan keuangan secara individual ini dikenal dengan sebutan salah saji yang dapat diterima (tolerate misstatement) untuk akun tertentu.

Alokasi materialitas laporan keuangan ke akun , bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi namun, karena hampir semua salah saji laporan laba-rugi juga mempengaruhi neraca dan karena akun neraca sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca. Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut. Sebagai contoh, salah saji lebih (overstatement) kemungkinan lebih besar terdapat dalam persediaan dibandingkan dengan aktiva tetap, dan umumnya biaya untuk mengaudit persediaan lebih mahal dibandingkan dengan biaya untuk mengaudit aktiva tetap. Menurut Abdul Halim (2001:95) perlu dibedakan secara jelas antara materialitas tingkat saldo dengan akun yang material. Semakin rendah tingkat materialitas berarti semakin kecil tingkat kesalahan yang dapat ditolerir, semakin kecil tingkat kesalahan yang dapat ditolerir semakin banyak bukti yang diperlukan. Maka dari itu, semakin rendah tingkat materialitas semakin banyak bukti yang diperlukan. Keputusan mengenai materialitas -menurut Arens, et.al. (2008:73) sebagai konsep, pengaruh materialitas terhadap jenis opini yang diberikan mudah sekali ditetapkan. Dalam penerapannya, mempertimbangkan materialitas dalam situasi tertentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Tidak ada petunjuk sederhana dan jelas yang dapat membantu auditor untuk memutuskan apakah sesuatu tidak material, material, atau sangat material.

Kaitan Dengan Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum - Menurut Arens, et.al. (2008:74) Jika seorang klien tidak menerapkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan benar laporan audit dapat wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, atau tidak wajar, tergantung kepada materialitas dari penyimpangan tersebut. Harus dipertimbangkan beberapa aspek dari materialitas. Untuk mengevaluasi materialitas keseluruhan, auditor harus mencari semua salah saji individual yang belum diperbaiki, yang bila digabungkan dapat menimbulkan pengaruh yang cukup berarti terhadap laporan keuangan. Sifat salah saji, Keputusan para pemakai laporan keuangan dapat pula dipengaruhi oleh jenis salah saji yang terdapat di dalam laporan keuangan. Salah saji berikut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan, dan demikian juga akan mempengaruhi pendapat auditor, dengan cara yang berbeda dari salah saji yang lazim terjadi.

1. Transaksi-transaksi adalah melanggar hukum.

2. Sesuatu pos yang dapat mempengaruhi periode mendatang, meskipun jumlahnya tidak berarti jika hanya periode sekarang yang diperhitungkan.

3. Sesuatu yang menimbulkan akibat “psikis”.

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

4. Sesuatu yang dapat menimbulkan konsekuensi penting bila dibandingkan dari segi kewajiban kontrak. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa materialitas merupakan suatu pertimbangan terhadap laporan keuangan yang dapat mempengaruhi jenis opini pada laporan auditor. Faktor yang mempengaruhi materialitas antara lain adalah (1) pertimbangan awal materialitas, (2) materialitas pada tingkat laporan keuangan, (3) materialitas pada tingkat saldo akun, (4) alokasi materialitas laporan keuangan ke akun. Reza Minanda dan Dul Muid (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas pada akuntan yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di kota Semarang. Penelitian yang dilakukan oleh Reza Minanda dan Dul Muid ini memiliki kesimpulan bahwa etika profesi berhubungan secara signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Pada penelitian ini menunjukkan bukti empiris yaitu variabel etika profesi berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan dalam pertimbangan tingkat materialitas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2009) yang menyatakan bahwa ketepatan menentukan tingkat materialitas akan dipengaruhi oleh etika profesi yang diterapkan oleh akuntan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Andika Erik Permana (2010), Anggi Andriadi (2010), Tika Safirtri (2010), Riadh Manita, Hassan Lahbari dan Najoua Elommal (2011), Novanda Friska Bayu Aji Kusuma (2012) yang semuanya sepakat menyatakan pertimbangan tingkat materialitas akan tergantung kepada etika profesi dari seorang akuntan. Hasil ini mengandung pengertian bahwa semakin baik etika profesi yang dimiliki oleh seorang akuntan maka pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam laporan keuangan akan semakin tepat.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut,

EtikaProfesi SPAP (2001)

1. Indepedensi, integritas dan objektifitas Pertimbangan

2. Standar Umum dan Standar Akuntansi Tingkat Materialitas

3. Tanggung jawab kepada klien Mulyadi (2002: 159)

4. Tanggung jawab kepada

rekan

seprofesi

5. Tanggung jawab dan praktik lain

Gambar Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan pada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di Bandung sesuai dengan daftar dalam Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik 2013. Menurut Sugiyono (2011: 116) sampel dapat didefinisikan sebagai berikut,Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung) populasi tersebut. Menurut Sekaran (2009:123) mendefinisikan sampel sebagai berikut, Sampel adalah sebagaian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode quota sampling. Qouta sampling dapat dikatakan sebagai judgement sampling dua tahap. Tahap pertama, adalah tahapan dimana peneliti merumuskan kategori kontrol atau qouta dari populasi yang akan diteliti. Tahapan kedua, adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, yaitu dengan cara convenience, dimana sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Simamora, 2005: 75)

Nama Kantor Akuntan Publik dan Alamat

No. Nama Kantor Akuntan Publik Alamat

1. KAP Abubakar Usman dan Rekan (CAB) JL. Abdul Rahman Saleh No. 40 Lt. 2 Bandung 40174

2. KAP Ahmad, Rasyid, Hisbullah, dan Jl. Rajamantri 1 No. 12 Bandung 40264 Jerry (CAB)

3. KAP AF. Rachman dan Soetjipto WS Jl. Pasir Luyu Raya No. 36 Bandung 42254

4. KAP Djoemarma, Wahyudin dan Rekan Jl. Dr. Slamet No. 55 Bandung 40161

5. KAP Drs. Gunawan Sudradjat Jl. Golf Timur III No. 1 Bandung 40293

6. KAP Heliantono dan Rekan Jl. Sangkuriang No. B1 Bandung

7. KAP Drs. La Midjan dan Rekan Jl. Ir. H. Juanda No. 207 Bandung

8. KAP Moch. Zainuddin dan Sukmadi Jl. Melong Asih No. 69B Lt. 2 Cijerah Bandung

(CAB)

9. KAP Roebiandini dan Rekan Jl. Sidoluhur No. 26 RT 004/007 Kel. Sukaluyu Kec. Cibeunying Kaler Bandung 40123

10. KAP Sabar dan Rekan Jl. Kancra No. 62 Buah Batu Bandung 40264

11. KAP Dra. Yati Ruhiyati Jl. Ujung Berung Indah Berseri I Blok 9 No. 4 Komp. Ujung Berung Indah Bandung 40611 Sumber: Hasil Penelitian yang diolah

IV. HASIL PENELITIAN

4.1 Statistik Deskriptif

Untuk melihat tanggapan responden terhadap setiap pernyataan yang diajukan dalam kuesioner, maka dilakukan analisis dengan pendekatan distribusi frekuensi dan persentase, sedangkan untuk melihat penilaian responden terhadap setiap variabel dan dimensinya secara keseluruhan dapat dilihat dari nilai persentase skor ideal yang diperoleh dari hasil pembagian antara skor aktual (skor hasil penjumlahan dari jawaban responden) dengan skor ideal (skor tertinggi yang mungkin dicapai). Skor kemudian dikategorikan ddalam kondisi tidak baik, kutang baik, naik, sangat baik dan sangat sangat baik.Untuk mengetahui bagaimana tanggapan penliaian responden terhadap etika profesi secara umum, berikut disajikan rekapitulasi jawaban responden untuk etika profesi seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

Tabel 3 Rekapitulasi Penilaian Responden Terhadap Variabel Etika Profesi (X)

Integritas, Objektivitas,

Indepedensi Standar Umum dan Standar

Etika Tanggung Jawab Kepada

81,09 Baik Profesi(X)

Klien Tanggung Jawab Kepada

Rekan Seprofesi Tanggung Jawab dan Praktik

Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa skor aktual untuk variabel etika profesi auditor secara keseluruhan adalah sebesar 5208 dan skor ideal 60 dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 86,1% dan termasuk kedalam kategori baik berada pada rentang interval 68,0% - 82, 99%. Namun disini terlihat kesenjangan antara aktual dengan harapan yaitu sebesar 13,2% yang menunjukkan bahwa ada masalah yang menjadikan variabel etika profesi auditor masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan fenomena yang ada yaitu ada perbutanan pembuatan laporan keuangan untuk pemberian kredit dari Bank BRI cabang Jambi. Selain itu juga pelanggaran etika auditor dilakukan oleh Akuntan Publik yang melakukan pemalsuan terhadap laporan auditor independen Bank Lippo pada tahun 2002 menunjukkan bahwa auditor masih belum sepenuhnya menerapan etika profesi auditor dalam pelaksanaan profesi auditornya.Untuk melihat penliaian responden terhadap variabel materialitas secara keseluruhan dapat dilihat pada uraian berikut di bawah ini,

Tabel 4

Rekapitulasi Penilaian Responden Terhadap Variabel Tingkat Materialitas (Y)

Pertimbangan Awal

Materialitas Materialitas pda Tingkat Materialitas

Laporan Keungan

(Y) Materialitas pda Tingkat

Saldo Akun Alokasi Materialitas pada

Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa skor aktual untuk variabel materialitas secara keseluruhan adalah 2410 sebesar dan skor ideal 3040 dengan nilai persentase 79,2 yang diperoleh sebesar dan termasuk dalam kategori baik berada pada rentang interval 68,-% - 83,99$. Jadi dapat disimpulkan bahhwa pertimbangan materialitas yang dilakukan auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) wilayah Bandung sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa skor aktual untuk pertimbangan tingkat materialitas secara keseluruhan adalah sebesar 2410 dan skor ideal 3040 dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 79,2% dan termasuk kedalam kategori baik berada pada rentang interval 68,0% - 82, 99%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertimbangan tingkat materialitas di Kantor Akuntan Publik wilayan Bandung seudah berjalan dengan baik. Namun disini terlihat kesenjangan antara aktual dengan harapan yaitu sebesar 20,8% yang menunjukkan bahwa ada masalah yang menjadikan variabel pertimbangan tingkat materialitas masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan fenomena yang ada yaitu PT Daya Guna Samodera dan PT Bintuni Minarya yang dinilai oleh ketua Bapepam Fuad Rahmaniy menyembunyikan informasi material yang membuat kedua emiten itu didenda masing-masing dua ratus lima puluh enam juta dan dua ratus lima puluh juta. Selain itu ada juga kasus PT. Bumi Resources yang disebut Fuad Rahmany tidak melaporkan transaksi material dan dikenakan denda sebesar seratus juta rupiah. Semua kasus ini menunjukkan bahwa tingkat materialitas yang dilakukan oleh auditor masih belum tepat sesuai dengan standar yang ditetapkan.

4.2 Hasil Pengujian Data

Uji validitas dilakuan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah dirancang dalam bentuk kuisioner benar-benar dapat menjalankan fungsinya. Seperti telah dijelaskan dalam metode penelitian bahwa untuk melihat valid tidaknya suatu alat ukur dilakukan pendekatan secara statistika, dan apabila koefisien korelasinya tidak kurang dari 0,300 maka pernyataan tersebut dapat dinyatakan valid.Setelah dilakukan uji validitas didapatkan bahwa seluruh pernyataan yang diuji untuk kedua variabel memiliki nilai koefisien validitas di atas titik kritis 0,300 yang menunjukan bahwa seluruh pernyataan yang di uji sudah dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam analisis data untuk penelitian selanjutnya.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah dirancang dalam bentuk kuisioner dapat diandalkan. Untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur dilakukan pendekatan secara statistika. Dari hasil pengujian reliabilitas, diperoleh nilai koefisien reliabilitas masing-masing sebesar 0,964 dan 0,963. Kedua nilai ini berada di atas titik kritis 0,700 yang menunjukan bahwa kedua variabel yang di uji sudah dinyatakan reliable.

Analisis korelasi digunakan untuk melihat kekuatan hubungan yang terjadi antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam hal ini untuk melihat bagaimana hubungan yang terjadi antara etika profesi dengan tingkat materialitas dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Hasil analisis menjelaskan hasil analisis korelasi antara etika profesi dengan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Dari data yang disajikan pada tabel di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,778. Nilai korelasi bertanda positif, yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah. Dimana semakin baik etika profesi, maka akan diikuti pula oleh semakin tingginya tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Berdasarkan interpetasi koefisien korelasi, nilai sebesar 0,778 termasuk kedalam kategori hubungan yang kuat, berada dalam kelas interval 0,600 – 0,799.

Adapun teknik analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi pearson dengan hasil sebagai berikut:

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

Tabel 5 Analisis Korelasi Pearson

Koefisien determinasi atau R square, digunakan untuk mengetahui sejuhmana pengaruh yang diberikan variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini untuk mengetahui sejauhmana pengaruh yang diberikan etika profesi terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Dari pengolahan data, diperoleh hasil koefisien determinasi sebagai berikut:

Tabel 6 Analisis Koefisien Determinasi

Dari tabel di atas, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,605 atau 60,5%. Hal ini menunjukan bahwa etika profesi memberikan kontribusi pengaruh terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan sebesar 60,5%, sedangkan sisanya sebesar 39,5% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti.

Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan yang terjadi pada variabel penelitian yaitu etika profesi dan materialitas. Dengan menggunakan software SPSS, diperoleh hasil analisis regresi linier sederhana sebagai berikut:

Tabel 5 Persamaan Regresi Linier Sederhana

Pengaruh Etika Profesi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Bandung)

Untuk mengetahui apakah etika profesi berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan rumusan sebagai berikut:

H 0 : β= 0, Artinya, etika profesi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

H a : β≠ 0, Artinya, etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

Tarafsignifikansi (α) : 0,05 (5%) Kriteria uji : tolak H 0 jika nilai t-hitung> t-tabel, terima H a jika nilai t-hitung< t-tabel. Nilaistatistikuji t dapat diketahui dari tabel output berikut:

Tabel 7 Pengujian Hipotesis

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai t-hitung yang diperoleh etika profesi sebesar 9,002. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tabel distribusi t. Dengan

α=0,05, df = n-k-1 = 55-1-1 =53, untuk pengujian dua sisi diperoleh nilai t tabel sebesar (-2,006 dan 2,006). Dari nilai-nilai di atas terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 9,002, berada

di luar nilai t-tabel (-2,006 dan 2,006). Sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis bahwa H 0 ditolak dan H a diterima, artinya, “etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan”.

Berdasarkan hipotesis yang menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan telah terbukti melalui pengujian. Melalui uji-t

dengan tingkat kekeliruan 5% (α = 0,05), diputuskan untuk menolak hipotesis yang menyatakan etika profesi tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan (H o ). Hasil penelitian menunjukan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap tingkat materialitas

dalam pemeriksaan laporan keuangan dengan persentase pengaruh sebesar 60,5%, sedangkan sisanya sebesar 39,5% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti. Hal ini membuktikan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas yang dilakukan oleh auditor di wilayah Bandung.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor pada wilayah kota Bandung berpegang teguh terhadap etika profesi dalam hal ini adalah kode etik akuntan yang disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang merupakan suatu organisasi dimana para akuntan bernaung. Para auditor yakin dengan selalu menjungjung tinggi kode etik akuntan akan membuatnya bersikap profesional dalam melakukan setiap pekerjaannya sehingga apabila disuatu hari terdapat suatu masalah maka auditor tidak akan disalahkan karena selalu bertindak sesuai dengan kode etik yang ditetapkan. Dengan kode etik akuntan yang selalu ditegakkan ini menjadikan kepercayaan publik terhadap auditor menjadi lebih tinggi dan auditor pun akan merasa aman dengan selalu menegakkan kode etik ini.

Portofolio Volume 13 Nomor 2 November 2016 : 192 – 211 ISSN : 1829 - 7188

Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan pada auditor yang berada di Kantor Akuntan Publik (KAP) wilayah Bandung. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan jawaban dari auditor mengenai etika profesi auditor masih ada auditor yang belum memegang teguh terhadap kode etik dalam melaksanakan pekerjaan nya, auditor tidak terlalu yakin terhadap penentuan ketepatan dalam tingkat materialitas akan menentukan penilaian terhadap pekerjaannya dan memiliki cara untuk menilai satu sama lain terhadap rekan sesama profesinya. Selain itu auditor juga masih belum melaksanakan kode etik secara menyeluruh dan hanya melaksanakan kode etik sesuai dengan kemampuannya saja sehingga diperlukan suatu usaha baik itu secara pelatihan maupun secara sikap dalam diri seorang auditor dalam melaksanakan kegiatan profesionalnya sebagai seorang auditor. Bersikap sesuai dengan kode etik dalam sebuah pekerjaan sangat penting karena kode etik merupakan hal yang menyangkut bagaimana seorang auditor itu berhubungan dengan sesama auditor, klien, atau pihak lainnya sehingga hal ini akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi. Dengan kata lain seorang auditor, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas auditnya dalam hal ini yang berhubungan dengan pertimbangan terhadap tingkat materialitas laporan keuangan dengan salah satunya selalu menegakkan kode etik profesi. Jika pemakai jasa tidak memiliki keyakinan pada auditor dalam mempertimbangkan tingkat materialitas, maka kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada klien dan masyarakat secara efektif akan berkurang.

Dokumen yang terkait

ARTI PENTING KEMITRAAN BAGI UKM DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI Andri Irawan andri.rifki81gmail.com Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UNJANI Abstract - 04. Strategi kemitraan UKM dalam menghadapi globalisasi 240817

1 0 17

04 PERANAN AUDIT PEMASARAN DALAM

0 0 12

Pengaruh Pendapatan, Laba Usaha Dan Beban Pajak Terhadap Kemampuan Prediksi Laba Bersih (Studi Pada Perusahaan Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010). Oleh Rika Mardiani Rikamardiani15gmail.com Abstrak - Index of /pdf

1 0 16

PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK REKLAME TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

0 1 20

PENGUJIAN BEBERAPA MODEL TREYNOR-MAZUY CONDITION SEBAGAI MODEL PENGUKURAN KINERJA REKSA DANA V. Santi Paramita Jurusan Manajemen, Universitas Jenderal Achmad Yani email: sant i .pr ami t gm ai l .co m Abstract - Index of /pdf

0 0 18

Fakultas Bisnis dan Ekonomi, Jurusan Manajemen Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya Alamat: Jalan ZA Pagar Alam No. 93 Labuhan Ratu, Bandar Lampung Kodepos 35142 anggalia_wibasuriyahoo.co.id Abstrak - Index of /pdf

0 1 7

PENGUJIAN TERHADAP KINERJA TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI MENGGUNAKAN DASAR ACUAN COBIT DAN PBI UNTUK KEAMANAN TRANSAKSI AKUNTANSI PADA BPR DI JAWA BARAT

0 0 11

05 Penerapan Tekonologi Informasi dan Industri pada UMKM

0 0 10

PENGARUH KINERJA RETAILING MIX TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA TOKO PALMMART BANDUNG

0 0 19

Perancangan Sistem Informasi Pembelian Dan Penjualan Pada Bengkel Ishfa Motor Oleh : Ifan Wicaksana Siregar ifan.w.siregargmail.com Abstrak - Index of /pdf

0 0 22