Pengaturan mengenai Pertambangan Timah di Pulau Bangka

  Lingkungan Hidup

PENAMBANGAN TIMAH DIPULAU BANGKA ANTARA PEMASUKAN

PENDAPATAN DAERAH, RUSAKNYA LINGKUNGAN HIDUP

  

RIA DELTA

Dosen Tetap Yayasan Fakultas Hukum USBRJ

ABSTRAK

  Penelitian dilakukan untuk mengetahui perhatian pemerintah daerah terhadap rusaknya lingkungan

akibat eksploitasi penambangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memegang kuasa dan izin untuk

melakukan penambangan demi pemasukan pendapatan daerah dan penelitian dilakukan dengan cara observasi

dilapangan khusus lokasi-lokasi yang terkena dampak penambangan timah. Di pulau Bangka ada 3 kelompok

besar yang memiliki hak atau kuasa untuk melakukan penambangan berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun

1980 antara lain Kuasa Penambangan PT. Timah (KP PT. Timah), Kuasa Penambangan PT. KOBATIN (KP PT.

KOBATIN) dan Tambang Rakyat (TR). dan masing-masing luas wilayahnya telah ditetapkan sesuai dengan

aturan yang terdapat dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27 Tahun 1980 yang merupakan peraturan pelaksana

UU No. 11 Tahun 1967. Dengan ketentuan agar dapat melakukan reklamasi setelah melakukan penambangan

timah, walaupun telah banyak usaha dilakukan namun tetap saja lingkungan rusak dan justru bertambah parah.

Hal ini tidak hanya terjadi disalah satu sudut pulau saja akan tetapi terjadi hampir merata diseluruh P. Bangka.

Pemerintah daerahpun seakan menutup mata bahkan melegalkan penambang timah, karena tambang-tambang

inilah yang memberikan masukan utama bagi pendapatan daerah. Memang ada beberapa upaya dari pemerintah

daerah bekerja sama dengan PT. Timah yang dikoordinasikan oleh beberapa aparat keamanan terkait seperti pihak

Kepolisian, Koramil dan Lanal Bangka Belitung yaitu salah satunya berupa pembentukan posko-posko tetap dan

posko berjalan. Posko-posko ini bertugas mengawasi penambang timah di P. Bangka dan memberikan tindakan

tegas berupa penutupan tambang-tambang illegal ataupun tambang-tambang yang sekiranya membahayakan

baik itu membahayakan bagi pekerjanya maupun bagi penduduk disekitar. Akan tetapi posko-posko inipun seakan

tidak punya daya untuk mengawasi wilayah P. Bangka karena masih saja banyak pelanggaran-pelanggaran yang

terjadi.

  _________________________________________________

  Keywords : Timah, Pemasukan daerah dan lingkungan hidup PENDAHULUAN catatan sejarahnya saja akan tetapi

  pulau Bangka itu terkenal akan hasil Pulau Bangka merupakan alam yaitu Timah Pulau Bangka yang salah satu gugusan pulau di Indonesia merupakan salah satu penghasil yang mempunyai peranan strategis Timah terbesar di Indonesia yang bagi kehidupan berbangsa dan merupakan salah satu andalan bagi bernegara. Pulau Bangka yang terbagi pemasukan devisa dalam negeri selain menjadi

  5 daerah administrasi hasil tambang lainnya. pemerintahan daearah Tingkat II yaitu Dahulu penambangan Timah Kotamadya Pangkal Pinang, Kab. dimonopoli oleh satu perusahaan saja

  Bangka Induk, Kab. Bangka Selatan, yaitu PT.Timah Tbk. yang merupakan Kab. Bangka Tengah, Kab. Bangka Badan Hukum milik pemerintah Barat dan luas wilayah keseluruh- Indonesia yang mempunyai hak annya adalah 11.534.231.4 Kilometer untuk menambang dan melebur hasil persegi, terkenal tidak hanya dari tambang berupa Timah di pulau

  Lingkungan Hidup

  Bangka . PT. Timah Tbk. Ini telah menjadi sebagai tumpuan bagi masyarakat Bangka dari dulu hingga kini. Perusahan inilah yang pertama kali membuka berbagai kemudahan hidup bagi masyarakat pulau Bangka, seperti pengadaan sarana jalan, fasilitas listrik, air minum kesehatan dan berbagai aktifitas sosial lainnya di pulau Bangka. Sejalan dengan hal itu PT. Timah telah melupakan fungsi lingkungan , baik fungsi fisik maupun sosial di pulau Bangka.

  Selain PT. Timah Tbk ada juga satu badan usaha yang secara resmi memiliki hak atas penambangan Timah di pulau Bangka yaitu PT. KOBATIN sama halnya dengan PT Timah, PT. KOBATIN melakukan hal yang sama dengan PT. Timah yaitu memiliki mitra kerja yang turut melakukan penambangan di wilayahnya asalkan Timah yang didapat dari hasil penambangannya itu dijual kepada PT. KOBATIN sesuai dengan perjanjian.Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah tidak adanya pertanggungjawaban secara utuh dari pemegang hak kuasa penambangan atas akibat yang telah ditimbulkan akibat penambangan yang dilakukan oleh badan usaha penambangan.

  PT. Timah maupun PT. KOBATIN harus bertanggung jawab atas para penambang TI yang ada diwilayahnya, selain itu baik PT. Timah maupun PT. KOBATIN juga mempunyai kewajiban mereklama- sikan bekas wilayah penambangan para penambang TI. Hal itu sesuai dengan ketentuan perundang-un- dangan yang mengatur tentang

  Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pulau Bangka, khususnya kabupaten Bangka Induk dan Bangka Selatan yang mayoritas rusaknya lingkungan akibat eksplo- itasi penambangan timah terjadi di daerah-daerah tersebut.

  Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum yang berdasarkan kepada peraturan perundang-undang- an yang berlaku dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitas dan pendekatan kualitatif dengan melihat kepada adanya peningkatan yang terjadi dari tahun ke tahun melalui table yang diper- gunakan sebagai bahan pembanding dari rusaknya lingkungan akibat eksploitasi penambangan timah yang terjadi di pulau Bangka.

  Pengumpulan data diawali dari kegiatan mengidentifikasikan dan menginventarisasikan data, dimana kegiatan pengumpulan data dilaku- kan dengan menghimpun bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen yang selanjutnya dalam kegiatan pengumpulan data lapangan dilaku- kan setelah penyusunan daftar pertanyaan dan wawancara kepada nara sumber

  Setelah pengolahan data dila- kukan, proses analisa data dimulai dengan mendeskripsikan data dengan metode yang kualitatif, dimana dalam metode ini diupayakan ditemukan makna dan interpretasi yang tidak terlepas dari ketentuan hukum normatif dan konsep-konsep hukum.

  Lingkungan Hidup HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengaturan mengenai Pertambangan Timah di Pulau Bangka

  Pasal 16 undang-undang Lingkungan Hidup berbunyi sbb: “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terha- dap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah”.

  Jadi pada dasarnya semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam penambangan menimbulkan dampak lingkungan hidup. Begitu pula dengan kegiatan penambangan timah harus membuat perkiraan dampak yang penting terhadap lingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan perlu tidaknya dibuat analisis dampak lingkungan.

  Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara rinci dampak pentingnya yaitu berupa dampak negatif dan positif yang timbul dari usaha atau kegiatan tersebut, sehingga sejak dini telah dapat dipersiapkan langkah untuk menaggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positifnya.

  Berbicara mengenai AMDAL, maka AMDAL merupakan instrument pengamanan masa depan. Kep-39/ MENLH/11/1996 adalah peraturan yang memuat tentang Analisis Mengenai dampak Lingkungan (AMDAL).

  Didalam AMDAL harus ada Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). UKL dan UPL ini sangat penting karena setiap jenis kegiatan penambangan baru mem- peroleh izin untuk melakukan kegiatan penambangan UKL dan UPL nya telah disetujui, hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 5 PP No. 51 tahun 1986.

  Izin yang dimaksud dalam hal ini adalah Izin Sementara atau Izin Prinsip.

  Menurut penjelasan pasal 5 PP No. 51 Tahun 1993 disebutkan bahwa izin yang dimaksud adalah izin usaha tetap bagi usaha atau kegiata industri sebelum kegiatan produksi komersial- nya dilaksanakan, hak kuasa penam- bangan (KP) bagi usaha atau kegiatan dibidang pertambangan dan hak pengusahaan hutan (HPH) untuk bidang kehutanan dan izin-izin lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Jadi berdasarkan ketentuan diatas maka setiap kegiatan penam- bangan Timah di Bangka yang dilakukan harus memperoleh izin yang telah diatur dalam ketentuan tersebut diatas. Hal ini dilakukan agar penambangan yang dilakukan sesuai dengan kelayakan yang dimiliki suatu daerah sehingga lingkungan alam disekitar penambangan tidak rusak.

  Berbicara mengenai Lingkung- an Hidup dalam mengantisipasi dampak-dampak negatif akibat penambangan telah dibuat suatu aturan yaitu Peraturan Menteri Per- tambangan dan Energi No.04/P/M/ Pertamb/1977 tertanggal 28 septem- ber 1977 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai akibat usaha pertambangan umum. Dalam pasal 9

  Lingkungan Hidup

  UU ini ditetapkan ketentuan menge- nai sanksi-sanksi antara lain yaitu: diperlakukan sanksi sebagaimana tertera dalam pasal 22 ayat (1) dan pasal 33 UU No. 11 Tahun 1967, masing-masing sanksi menjadi sanksi pembatalan Kuasa Pertambangan dan hukuman kurungan / atau denda; dan Penghentian sementara sebagi-an ataupun seluruh kegiatan usaha pertambangan yang jelas-jelas menim- bulkan gangguan dan pencemaran tata lingkungan hidup.

  Penghentian tersebut akan dicabut kembali apabila gangguan dan pencemaran tata lingkungan hidup tersebut sudah dapat ditanggulangi seluruhnya dan telah diadakan pence-gahan dan penaggulangan terhadap kemungkinan timbulnya kembali gangguan dan pencemaran apabila usaha pertambangan umum itu dijalankan lagi.

  Selain itu apabila surat kepu- tusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 07/DU/Th/1978 tertang- gal 23 Mei 1978 tentang Pencegahan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai akibat Pertambangan Terbuka. Yang terma- suk Tambang terbuka adalah usaha penambangan penggalian bahan galian yang dilakukan dipermukaan bumi.

  Sedangkan dengan perijinan pertambangan dikaitkan dengan pemberian Kuasa Pertambangan. Istilah “Kuasa Pertambangan” untuk pertama kali digunakan dalam UU No. 37 Prp Tahun 1960. UU ini mencabut Indische Mijnwet (Stb. 1899 No. 214 jo. Stb 1906 No. 434). Kuasa

  Penambangan menggantikan penger- tian “Konsesi” atas dasar Indische Mijnwet, karena hak yang ada pada pemegang konsesi adalah kuat maka tidak sesuai dengan pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu UU ini diganti dengan UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan.

  Dalam penjelasan istilah “Kuasa Pertambangan” dan “Konsesi lama” dibedakan. Perbedaan yang pokok diantara kedua pengertian itu adalah bahwa diberikan dengan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan untuk melaksanakan usaha pertam- bangan kepada si pemegang kuasa pertambangan.

  Dalam keputusan Menteri yang memberikan kuasa pertam- bangan dijelaskan sampai seberapa jauh pemberian kuasa pertambangan tadi serta usaha pertambangan apa yang diliputi oleh kuasa penambang itu. Dalam PP No. 27 Tahun 1980 tanggal 15 agustus 1980, dijelaskan dalam pasal 1 bahwa Timah adalah salah satu dari sekian bahan galian yang dianggap memiliki nilai yang strate- gis. Oleh karenanya penambangan timah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Penambangan timah di pulau Bangka terdapat 3 kelompok besar yang memiliki hak atau kuasa untuk melakukan penambangan yaitu antara lain : 1) Kuasa Penambangan PT.

  Timah (KP PT. Timah). 2) Kuasa Penambangan PT. KOBATIN (KP PT. KOBATIN). 3) Tambang Rakyat (TR).

  Lingkungan Hidup

  Tiga kelompok inilah yang mempunyai kuasa atas penambangan timah wilayah pulau Bangka dan berdasarkan UU No. 27 Tahun 1980, maka untuk ketiga golongan ini maka diberlakukanlah ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk PT. Timah Tbk. Dan PT. KOBATIN telah memiliki hak atas KP ini. PT. Timah Tbk dan PT. KOBATIN mempunyai wilayah kuasa penambangan. Yang masing-masing luas wilayahnya telah ditetapkan sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27 Tahun 1980 yang merupakan peraturan pelaksana UU No. 11 Tahun 1967.

  Baik PT. Timah maupun PT. KOBATIN berdasarkan ketentuan

  Pasal 2 PP No. 32 Tahun 1969 mem- punyai Kuasa Penambangan dalam bentuk-bentuk : 1) Surat Keputusan Penugasan Pertambangan. 2) Surat keputusan Izin Pertambangan Rakyat. 3) Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan.

  Oleh karena itu berdasarkan ketentuan diatas maka PT. Timah dan PT. KOBATIN mempunyai hak Kuasa Pertambangan (KP) yang dapat digunakannya untuk melakukan penambangan maupun pemberian hak penambangan baik bagi mitra atau rakyat yang mau menambang di wilayah kuasa penambangannya. Akan tetapi baik dari PT. Timah maupun PT. KOBATIN tetap bertanggung jawab akan segal hal yang terjadi dalam wilayah kuasa pertambangannya tersebut.

  Berdasarkan Pasal 30 UU No.

  11 Tahun 1967 para pemilik kuasa pertambangan berkewajiban untuk mereklamasikan bekas tempat penambangannya dan melarang membiarkan begitu saja bekas penambangannya, selain itu dalam lampiran Surat Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum yang mengharuskan pemegang kuasa pertambangan untuk memelihara kelestarian lingkungan pertambangan diwilayah kuasa pertambangan yang dimiliki nya.

  Selain PT. Timah dan PT. KOBATIN ada satu kelompok lagi yang melakukan penambangan dipulau Bangka ini, yaitu kelompok Tambang Rakyat, kelompok ini bukan suatu badan usaha akan tetapi terdiri dari beberapa Pengusaha yang melakukan penambangan dengan modal milik mereka sendiri dan melakukan penambangan di tanah milik mereka sendiri.

  Sama halnya dengan PT. Timah maupun PT. KOBATIN para pengusaha tambang inipun memiliki tempat peleburan timah (Smelter) sendiri.

  Timah sebagai Pemasukan Utama Daerah Pemda di Pulau Bangka.

  Ketiga pemilik Kuasa Pertam- bangan tersebut diatas yang berada di diwilayah Pemerintahan Daerah Bangka maka segala sesuatunya harus pula berhubungan dengan Pemda, semenjak diberlakukannya Otonomi Daerah segala sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan yang ada didalam lingkungan Pemda maka menjadi hak dan tanggung jawab Pemda, begitu pula sebaliknya dengan segala hal yang berhubungan

  Lingkungan Hidup

  dengan penambangan timah yang berada diwilayah pulau Bangka.

  Dalam hal kegiatan ijin pertambangan para penambang Timah, Gubernur Bangka Belitung yang mempunyai hak untuk memberikan penilaian atas layak atau tidaknya penambang melakukan penambangan. Dimana hak tersebut diperkuat dengan adanya peraturan yang terdapat dalam Lampiran II Surat Keputusan Menkeh Pertam- bangan diwajibkan kepada para penambang untuk melaksanakan persyaratan yang tercantum dalam Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bangka Belitung.

  Mengenai hasil tambang oleh pemerintah daerah telah ditentukan mengenai prosentase perolehan hasil tambang. Dari hasil penelusuran yang didapat dilapangan didapatkan bahwa dari setiap 1 kilogram timah yang diperoleh dan dijual Penambang Timah TI baik itu pengusaha TI dalam KP PT. Timah, PT. KOBATIN maupun TR (Tambang Rakyat) yang dijual kepemilik KP untuk dilebur oleh Pemda di pungut biaya sebesar Rp. 531,- dari harga jualnya yang berkisar antara Rp.35.000,- s/d Rp.50.000,- perkilogramnya terkandung Kwalitas kandungan Timahnya. Sedangkan dari hasil peleburan timah di Smelter setiap timah yang sudah jadi dan siap dibawa dan dieksport dipungut biaya sebesar Rp. 1000,- /kg. Dan setelah timah hasil leburan yang berupa batangan timah itu siap dieksport keluar negeri oleh pihak Bea Cukai timah itu kena pajak sebesar Rp. 1000,- /kg, akan tetapi pajak ini 20 % untuk Pemerintah Pusat dan 80 % di bagi ke 5 wilayah administrasi yang ada di pulau Bangka.

  Jadi betapa besarnya panda- patan yang diperoleh pemerintahan daerah atas timah yang terkandung sebagai hasil alam pulau Bangka. Misalnya saja satu pengusaha TI menghasilkan 40 kg timah perharinya maka didapatkan pungutan sebesar Rp. 20.520,- itu dari satu buah TI saja sedangkan ada ratusan TI yang tersebar diwilayah Bangka. Dapat dibayangkan betapa besarnya pendapatan daerah yang didapatkan dari timah ini, oleh karena itu timah sebagai andalan pemasukan pendapatan daerah harus dikelola dengan baik.

  Penyalahgunaan Keuangan Negara Dalam Perolehan Pajak Timah.

  Seperti dikemukakan diatas bahwa dari setiap 1 (satu) kilogram timah yang dihasilkan oleh penam- bang TI sudah mulai dikenakan potongan pajak sebesar Rp. 513,- lalu setelah dileburkan di smelter, timah kena potongan pajak Rp.. 1.000,- dan dieksport ke luar negeri pun timah yang sudah siap dieksport kena lagi potongan sebesar Rp. 1.000,-

  Memang kalau dilihat secara sepintas uang diperoleh sedikit, akan tetapi apabila dikalkulasi secara benar berapa besar uang yang dihasilkan dari pungutan timah tersebut. Sebagai peumpamaan jika saja diwilayah ini ada sejumlah 230 TI dan masing- masing TI menghasilkan 100 kg timah perhari maka pungutan yang didapat berkisar antara 12 juta rupiah sampai dengan 13 juta rupiah, belum ditambah pungutan pajak yang

  Lingkungan Hidup

  didapat dari timah yang telah dilebur smelter yang pungutannya Rp. 1.000,- perkg dari timah yang dilebur dan bila timah yang telah didapat oleh dari para pengumpul timah dilebur berjumlah 23.000 kg timah, maka pajak yang didapat dari timah tersebut berkisar Rp.23.000.000,- maka dalam sehari saja akan didapatkan pungutan pajak berkisar antara Rp.24.000.000.- sampai dengan Rp. 25.000.000.-

  Jikalau saja para penambang TI yang jumlahnya ratusan tidak menunaikan kewajiban pajak atas timah yang dihasilkan betapa besar kerugian Negara yang didapatkan sebagai akibatnya dan ditambah pula dengan ulah para pengusaha nakal yang melebur timah dan menjual atau menyelundupkan timah keluar negeri, betapa besar lagi kerugian yang didapat. Sementara kekayaan alam terus dikeruk tetapi tidak ada satupun kotribusi yang diberikan kepada Daerah.

  Berdasarkan hal tersebut perlu kiranya mendapatkan perhatian kita bersama bahwa betapa mempriha- tinnya kondisi keadaan keuangan Negara akibat perbuatan para penambang dan pelebur yang nakal yang ditambah dengan aparat pemerintah yang turut melakukan penyalahgunaan wewenang yang dimilkinya.

  Rusaknya Lingkungan Alam di Pulau Bangka

  Selain kerugian Negara yang semakin bertambah besar maka yang menjadi dilema masyarakat serta pemerintah daerah P. Bangka sebagai pulau penghasil timah terbesar di Indonesia adalah rusaknya lingkung- an alam di P. Bangka.

  Apabila kita perhatikan secara seksama maka P. Bangka tidak lagi seindah pulau pada umumnya. P. Bangka dari dahulu hijau dan di sekelilingi hamparan pasir pantai yang putih dan indah kini berganti wajah menjadi pulau yang penuh dengan lubang-lubang besar akibat penggalian liar atau eksploitasi besar- besaran timah. Tanah tidak lagi subur, sungai menjadi keruh dan pantai pun berubah warna menjadi coklat akibat Lumpur yang dibawa sungai yang dijadikan sarana untuk pembuangan hasil penyaringan timah.

  Walau telah banyak usaha dilakukan reklamasi yang dilakukan baik itu PT. Timah maupun KOBATIN sebagai hak kuasa pertambangan timah dipulau Bangka namun tetap saja lingkungan rusak dan justru semakin bertambah parah.

  Hal ini tidak hanya terjadi disalah satu sudut pulau saja akan tetapi terjadi hampir merata diseluruh P. Bangka. Pemerintah daerah pun seakan terlihat tutup mata bahkan terlihat melegalkan penambang timah ini, karena tambang-tambang inilah yang memberikan masukan utama bagi pendapatan daerah setempat.

  Memang ada beberapa upaya dari pemerintah daerah bekerja sama dengan PT. Timah yang dikoordinasi- kan oleh beberapa aparat keamanan terkait seperti pihak Kepolisian, Koramil dan Lanal Bangka Belitung yaitu salah satunya berupa pemben- tukan posko-posko tetap dan posko berjalan. Posko-posko ini bertugas

  Lingkungan Hidup mengawasi penambang timah di P.

  Bangka dan memberikan tindakan tegas berupa penutupan tambang- tambang illegal ataupun tambang- tambang yang sekiranya membahaya- kan baik itu membahayakan bagi pekerjanya maupun bagi penduduk disekitar. Akan tetapi posko-posko inpun seakan tidak punya daya untuk mengawasi wilayah P. Bangka karena masih saja ada banyak pelanggaran- pelanggaran yang terjadi.

  Seperi telah dijelaskan dimuka bahwa di pulau Bangka ini ada 3 usaha yang memiliki Kuasa Pertam- bangan yaitu PT. Timah Tbk, PT. KOBATIN dan Tambang Rakyat (TR). Masing-masing KP memiliki wilayah KP yang pembagiannya dapat digambarkan sbb :

  Diagram Wilayah Pertambangan di Pulau Bangka PT. Timah Tbk PT. KOBATIN Tambang Rakyat

  KP Timah menguasai ± 10-15 % dari total tanah yaqng ada di pulau Bangka, sedangkan PT. KOBATIN menguasai ± 10 % wilayah pulau Bangka dan sisanya sekitar ± 70-75 % wilayah pulau Bangka dikuasai TR. PT Timah Tbk dan PT. KOBATIN sesuai dengan KP yang dimiliki hanya bertanggung jawab atas penambangan yang berada diwilayah KP nya masing-masing, baik itu penambangnya maupun reklamasi bekas lokasi tambang yang sudah tidak terpakai lagi. Lain halnya dengan TR yang dilakukan oleh anggota masyarakat pemilik TI yang secara swadana diatas tanah miliknya pribadi menambang timah, karena merasa tanah miliknya sendiri maka tidak ada usaha untuk mereklamasi bekas galian tambangnya. Coba bayangkan apabila wilayah TR ini yang jumlahnya ratusan dan hampir menguasai ± 70-75 % wilayah daratan pulau Bangka tidak terbayangkan betapa besarnya kerusakan yang diakibatkan.

  Table 1. Luas Lahan Terganggu di Pulau Bangka (dlm Ha) Deskripsi Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tambang 15.43 47.10 4.90 65.04 80.58 85.60 90.50 Timbunan tanah pntp di luar tambang 23.65 14.89 19.23 9.48 - - - Jalan Tambang 5.7 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70 Kolam Sedimen

  0.60 - - - - - - Fasilitas Penunjang a. Pabrik Pengolahan 7.00 - - - - - -

  b. Prmh Karyawan 0.20 - - - - - -

  c. Jalan Non Tambang 89.50 - - - - - -

  d. Gudang + Bengkel 0.05 - - - - - -

  e. Kantor 0.05 - - - - - -

  f. Lapangan, Taman, dll 1.90 - - - - - - T O T A L 144.09 67.69 68.83 80.22 86.28 90.30 96.20

  Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Pemda Bangka Induk

  Sedangkan reklamasi atas kerusakan lahan akibat penambangan hanya dilakukan oleh KP besar seperti PT Timah Tbk dan PT KOBATIN saja karena kedua perusahaan itu mem- punyai AMDAL yang mengharuskan pereklamasian kembali tambang- tambang yang sudah tidak terpakai sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  • 15.13 47.10 43.90 60.04 67.08 72.07

3. Revegetasi

  • 15.43 47.10 43.90 65.04 68.06 70.09
  • 23.66 14.89 19.23 9.48 - -

  d. Lahan bekas jln non tambang

  Kalau hal-hal tersebut diatas dibiarkan terus-menerus maka P. Bangka tidak akan berkembang menjadi daerah maju. Apabila kita terbang diatas pulau Bangka betapa hampir di setiap permukaan daratan pulau P. Bangka terlihat lubang putih besar yang menganga lebar. Kalau dibiarkan terus menerus maka pulau Bangka akan habis terkikis lubang dan akan tenggelam, hal ini harus mendapat perhatian serius dan menjadi perhatian kita bersama bahwa betapa perlunya penanganan lingkungan yang tidak hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum dan pemerintah daerah saja akan tetapi kita semua seluruh lapisan masyarakat yang berada di wilayah pulau Bangka agar dapat menjaga dan menyadari betapa pentingnya kelestarian lingkungan alam sekitarnya.

  Di samping itu ditunjang pula oleh ulah para penegak hukum dan para oknum pemerintah daerah yang melakukan penyalahgunaan kewe- nangan atas perolehan pendapatan Negara yang dihasilkan dari pungutan pajak atas timah akan menambah keterpurukan wajah P. Bangka.

  Dari beberapa uraian diatas jelas terlihat bahwa betapa mempri- hatinkannya keadaan P. Bangka. Pulau yang kaya akan kekayaan alamnya yang berupa timah malah memiliki dilema dengan hasil alamnya tersebut. Parahnya kerusak- an alam yang dihasilkan akibat para penambang liar serta para pengusaha yang terlibat dalam penggalian timah tersebut tidak mau mereklamasi lahan bekas penggalian yang telah dilaku- kan membuat wajah pulau Bangka tidak seindah dulu lagi. Belum ditambah dengan kenakalan para pengusaha tambang yang tidak me- nyetorkan pungutan dari setiap kilo- gram timah yang dihasilkan baik dari timah mentah maupun timah yang telah dilebur hal ini menambah citra buruk betapa besar kerugian Negara yang diderita disektor pajak ini.

  SIMPULAN

  T O T A L 23.66 69.41 128.32116.51 124.56135.14 142.16 Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Pemda Bangka Induk

  h.Pemanfaatan Lainnya

  g. Fasilitas Penun- jang Lainnya

  e. Komla sedi- men/kendali erosi

  b. Timbunan / tanah tutup

  c. Lahan bekas jln tambang

  a. Lahan bekas tambang

  b. Bekas jalan tambang

  a. Timbunan Bantu- an/ tanah tutup 23.66 14.89 19.23 9.48 - - -

  2. Pengaturan permukaan lahan lainnya

  1. Pengisian kem- bali dan Penataan Lahan Bks tambang

  Tabel 2. Luas Lahan Reklamasi di Pulau Bangka ( dalam Ha ) Deskripsi Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

  Berikut jumlah lahan yang berhasil direklamasi dari tahun 2000 s/d tahun 2006.

  Lingkungan Hidup

f. Kolam Tailing

  Lingkungan Hidup

DAFTAR PUSTAKA

  Bahan-bahan Pelatihan Mengenai AMDAL, Sungailiat, 11-28 September 2000.

  Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum

  Tata Lingkungan , Ed. Ketujuh Ceta-

  kan Ke 16, Penerbit. Gajah Mada Universitas Press, Bulaksumur, Yogyakarta, 2001.

  Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung, Bahan-bahan Penerang- an Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati BABEL Program

  Pembinaan Masyarakat Taat Hukum, Pangkal Pinang, 2003.

  Soemarjo, R.E Analisa Dampak Lingkungan Hidup, Penerbit Gajah Mada Universitas Press, Bulaksumur, Yokyakarta, 1990

  Dasar-dasar Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Tipe A ,

  dan Audit Lingkungan, Ideralya; PPLH Unsri, 1998.

  Peraturan Perundang-undangan: Kan- tor Menteri Pertambangan dan Energi, UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

  Pertambangan.

  Kantor Menteri Pertambangan dan Energi, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 .

  Kantor Menteri Lingkungan Hidup, PP No. 51 Tahun 1993, tentang

  Analisis Mengenai dampak Linkungan .

  Kantor Menteri Lingkungan Hidup, UU No. 3 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  Supli Effendi Rahum, Produksi Bersih

Dokumen yang terkait

A. Pendahuluan - Penyelenggaraan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Sekolah Dasar

0 1 14

View of Pengaruh Hypnobirthing Terhadap Percepatan Lama Kala II Persalinan di Puskesmas Kota Yogyakarta Tahun 2010

0 0 8

PERSEPSI SISWA SMA DALAM PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA DI SMAN 2 KOTA MOJOKERTO MEGA AGUSTIA WARDANI NIM. 1212020016 Subject: Persepsi, Siswa, Penyakit Asma Description : Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan di

0 0 5

EFEKTIFITAS DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius roxb) SEBAGAI ALTERNATIVE ANTI KANKER SERVIKS ERVIN DWI PRAMITA NIM. 1212010011 SUBJECT pandan wangi, terpenoid flavonoid, kanker serviks DESCRIPTION Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia membua

0 2 7

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN KEMANDIRIAN ADL (Activities Daily Living) di UPT PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO Amalia Devilita Zuhria NIM 1414401003 Subject: asuhan keperawatan gerontik, gangguan kemandirian ADL (Activities Daily Living) De

0 0 13

Penggunaan Pupuk Kandang pada Padang Rumput di Lahan Kering Sulawesi Tenggara

0 0 7

Produksi dan Kualitas Rumput Brachiaria humidicola (Rend.) Sch, Digitaria decumbens Stent dan Stenotaphrum secundatum (Walter) O.Kunt. di Bawah Naungan Sengon, Karet dan Kelapa Sawit

0 0 7

Analisis Manajemen Mutu Terpadu di PT Madu Pramuka Cibubur Jakarta Timur

0 0 13

Hasil Ikutan Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia di Jawa Tengah

0 0 10

Preferensi Pakan, Tingkah Laku Makan dan Kebutuhan Nutrien Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Usaha Penangkaran di Provinsi Jambi

0 0 8