Perbandingan Kinerja Pengiriman Data Skema Routing Single-Copy dan Multi-Copy pada Jaringan Delay Tolerant Network (DTN)
Vol. 2, No. 8, Agustus 2018, hlm. 2672-2681 http://j-ptiik.ub.ac.id
Perbandingan Kinerja Pengiriman Data Skema Routing Single-Copy dan
Multi-Copy pada Jaringan Delay Tolerant Network (DTN)
1 2 3 Fedro Jordie T. H. Simangunsong , Heru Nurwarsito , Reza Andria SiregarProgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Internet menjadi cara yang paling populer untuk mendapatkan dan membagikan informasi. Namun tidak semua daerah di Indonesia memiliki koneksi Internet yang tak terputus-putus. Wilayah pedesaan, pendakian, dan perairan menjadi contoh daerah memiliki koneksi Internet terputus-putus. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan teknologi Delay Tolerant Network (DTN). Pada penelitian ini akan mensimulasikan jaringan DTN pada aplikasi The ONE Simulator untuk membandingkan kinerja skema routing DTN dengan ukuran buffer, ukuran pesan, dan letak geografis yang berbeda. Protokol yang digunakan adalah Direct Delivery dan First Contact untuk skema routing Single-copy,
routing
serta MaxProp, Spray and Wait, dan Epidemic untuk skema routing Multi-copy. Hasil penelitian menunjukkan skema routing Multi-copy lebih unggul dibandingkan dengan skema routing Single-copy, terutama pada nilai Delivery Probability dan Average Latency. Dengan nilai Delivery Probability tertinggi 98.08% berbanding 88.56% milik Single-copy, nilai Average Latency terendah 40.3138s, berbanding 41.2028s pada Single-copy, nilai Overhead Ratio terendah 367.66%, berbanding 0% pada . Protokol routing MaxProp menghasilkan nilai Delivery Probability yang paling baik.
Single-copy
Sedangkan nilai Average Latency yang paling baik dihasilkan protokol routing Spray and Wait. Untuk nilai Overhead Ratio, protokol routing Direct Delivery menghasilkan nilai yang paling baik.
Kata kunci: DTN, delay tolerant network, multi-copy, single-copy, Direct Delivery, First Contact, MaxProp,
Epidemic, Spray and Wait, pedesaan, pendakian, pegunungan, perairan
Abstract
Nowadays The Internet become the most popular way to get and share information. But not all regions
in Indonesia have an uninterrupted Internet connection. Rural, mountain climbing, and marine are
examples of areas having interrupted Internet connections. These problems can be solved by adapting
Delay Tolerant Network (DTN) technology. In this research, the DTN Network was simulated in The
ONE Simulator to compare performance of DTN routing scheme with buffer size, message size, and
different geographical location. Routing protocols that used are Direct Delivery and First Contact for
Single-copy routing schemes, and MaxProp, Spray and Wait, and Epidemic for Multi-copy routing
schemes. The results show that the performance of Multi-copy routing schemes are better than Single-
copy routing schemes, especially on the Delivery Probability and Average Latency value. With the
highest Delivery Probability value of 98.08% compared to 88.56% of Single Copy, the lowest Average
Latency value is 40.3138s, compared to 41.2028s of Single-copy, the lowest Overhead Ratio is 367.66%,
compared to 0% of Single-copy. MaxProp routing protocol generated the best Delivery Probability
value. While, the best Average Latency value generated by Spray and Wait routing protocol. And Direct
Delivery generated the best Overhead Ratio value.
Keywords: DTN, delay tolerant network, multi-copy, single-copy, Direct Delivery, First Contact, MaxProp,
Epidemic, Spray and Wait, rural, mountain climbing, mountains, marinekebutuhan pokok. Cara yang paling populer 1.
PENDAHULUAN adalah dengan menggunakan Internet
(Warthman, 2012). Dibutuhkan akses terhadap Pada zaman modern yang berkembang
Internet yang stabil dan konsisten untuk pesat saat ini, kebutuhan akan informasi menjadi mendapat dan membagikan informasi secara
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
2672
realtime . Namun tidak semua daerah di Indonesia memiliki koneksi Internet yang stabil.
Maka dari itu, penulis ingin melakukan analisis performa lebih lanjut dengan melakukan perbandingan antara skema routing single-copy dan protokol multi-copy yang akan disimulasikan menggunakan perangkat lunak
arti jaringan yang toleran atau tidak mempermasalahkan delay. Jaringan DTN tetap dapat bekerja meskipun delay dalam jaringan cukup tinggi, dimana hal ini cocok untuk diterapkan pada daerah terpencil yang susah mendapatkan sinyal Internet.
2. JARINGAN DTN Delay Tolerant Network (DTN), memiliki
Perbandingan dilakukan dengan memvariasikan parameter uji yaitu ukuran paket, dan ukuran buffer, parameter uji tersebut nantinya akan dikombinasikan pada lingkungan yang bersifat nyata seperti pada perdesaan, dan pegunungan, dan wilayah kepualuan yang terpisah oleh lautan. Sehingga setelah penelitian telah selesai dilakukan maka dapat dilakukan analisis pada parameter yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kinerja dari protokol routing DTN yang akan diuji coba dalam penulisan tugas akhir ini. Juga nantinya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin melakukan implementasi di daerah, pedesaan, pegunungan, dan kepulauan dengan menggunakan algoritme routing yang tepat yang nantinya akan memaksimalkan kinerja pengiriman dari data.
Epidemic , MaxProp, dan Spray and Wait.
sementara untuk skema routing multi-copy penulis akan menggunakan routing protokol
multi-copy saja. Untuk jenis skema routing single-copy penulis akan menggunakan protokol routing Direct Delivery dan First Contact
”. Mengingat penelitian terdahulu hanya menggunakan skema routing
Tolerant Network
dan Multi-copy pada Jaringan Delay
copy
dengan judul “Perbandingan Kinerja Pengiriman Data dengan Skema Routing Single-
Opportunistic Network Environtment (ONE) Simulator
berfokus pada satu skema routing dan satu letak geografis. Sementara untuk mengetahui kehandalan atau kinerja dari masing-masing protokol routing tidak hanya dilakukan dengan satu lokasi geografis saja atau hanya dengan memvariasikan parameter uji saja, tetapi harus dengan mengkombinasikan keduanya. Selain dapat mengetahui kinerja masing-masing jenis protokol routing DTN, kita juga dapat mengetahui protokol mana yang cocok diterapkan pada kondisi geografis yang berbeda- beda tersebut.
Pedesaan, pegunungan, dan wilayah kepulauan menjadi contoh daerah yang memiliki koneksi Internet terputus-putus.
Interest ) sehingga node akan bergerak secara random (acak). Selain itu, para peneliti hanya
Berdasarkan penelitian tersebut, rancangan kedua peneliti diatas yang menggunakan pergerakan Shortest Path Map-Based Movement (SPMBM) tidak menggunakan POI (Point Of
dengan menggunakan kapal sebagai node bergerak. Pada penelitian tersebut peneliti melakukan penelitiannya di Pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Parameter uji yang digunakan pada penelitian tersebut hanya membandingkan ukuran pesan yang berbeda terhadap kinerja dari masing-masing protokol routing.
Epidemic , PRoPHET, dan Spray and Wait
Penelitian yang berikutnya yang membahas DTN adalah Siska Permatasari (Permatasari, 2017). Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan ONE Simulator untuk mensimulasikan kinerja protokol routing
router bergerak dan sekolah-sekolah yang ada di daerah Magetan.
melakukan simulasi dengan mengambil data real dengan menggunakan angkutan kota sebagai
Ratio . Pada penelitian tersebut ia telah
dan tingkat error yang tinggi (Fall, 2003) Penelitian DTN untuk pertukaran data pada daerah terpencil telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang pertama adalah oleh Giwang Sugiyanto (Sugiyanto, 2015), yang meneliti performa protokol routing MaxProp dan PRoPHET, ia menyimpulkan bahwa MaxProp lebih unggul dibanding dengan PRoPHET dalam hal Delivery Probability, Average Latency (Delay), Average Buffer Time, dan Overhead
delay , koneksi yang tidak stabil bahkan terputus,
Konsep DTN awalnya diperkenalkan oleh Kevin Fall (Fall, 2003). Pada jurnal tersebut, ia menyatakan bahwa DTN adalah arsitektur yang cocok untuk digunakan pada jaringan yang penuh dengan berbagai macam kendala, seperti
Untuk membangun infrastruktur komunikasi membutuhkan biaya yang sangat banyak. Oleh karena itu penelitian tentang DTN mulai dilakukan.
Konsep DTN pertama kali diperkenalkan oleh Kevin Fall (Fall, 2003). Dalam makalah tersebut, Kevin menyatakan bahwa DTN merupakan arsitektur yang cocok pada jaringan yang “menantang” (challenged). Maksud dari “menantang” disini adalah jaringan yang penuh dengan masalah, seperti delay yang lama karena koneksi end-to-end tidak selalu ada, koneksi yang sering terputus dan tingkat error yang tinggi.
Skema routing single-copy adalah skema
routing
tersebut, sang carrier (pembawa pesan) akan menginfeksi node baru tersebut dengan meneruskan salinan pesan. Begitu seterusnya hingga pesan tersebut sampai ke node tujuan.
node yang membawa pesan dan bertemu dengan node lain yang tidak memiliki salinan paket
sebagai penyebaran penyakit menular. Setiap
4.3. Epidemic Routing protokol Epidemic ini dianalogikan
tujuan. MaxProp juga melakukan pertukaran prioritas paket dengan mempertimbangkan jumlah hop dan delivery likehood berdasarkan pertemuan sebelumnya. (Burgess, et al., 2006).
node jika paket yang dikirim telah sampai di
juga menerapkan pengiriman ACK (Acknowledgement) ke semua node untuk memberitahu node-node yang ada tentang pengiriman paket. ACK tersebut juga digunakan untuk membersihkan paket yang berada di node-
Cost pada MaxProp merupakan estimasi dari delivery likehood . Protokol routing MaxProp
paket-paket baru yang telah diterima, dan juga berupaya untuk mencegah penerimanaan paket yang sama dua kali. Kemudian MaxProp juga memberikan prioritas rendah untuk paket yang dibuang dari ruang buffer. MaxProp memiliki daftar peringkat node yang menyimpan paket berdasarkan cost pengiriman untuk tiap tujuan.
MaxProp memberikan prioritas tinggi untuk
beberapa mekanisme untuk menentukan paket mana yang harus ditransmisikan dan paket mana yang akan dihapus (drop). Protokol routing
4.2. MaxProp MaxProp merupakan forwarding based routing protocol . MaxProp menggunakan
node tujuan.
Protokol routing Spray and Wait membatasi jumlah replika bundel per bundel yang diperbolehkan dalam satu jaringan untuk mengontrol flooding. (Spyropoulos, et al., 2005). Protokol routing ini terdiri dari dua fase, yaitu fase spray dan fase wait. Pada fase spray, setiap pesan yang berasal dari node sumber, pesan akan disebar (forward) oleh node sumber dan mungkin juga disebarkan oleh node lain yang menerima pesan tersebut. Pada fase wait, jika destinasi tidak dapat ditemukan pada fase spray, setiap node yang membawa salinan pesan dari sumber akan melakukan pengiriman langsung ke
4.1. Spray and Wait (SaW)
3. SKEMA ROUTING SINGLE-COPY
disebabkan oleh duplikasi pesan yang dilakukan pada jenis routing tersebut.
node pengirim kemudian pesan diteruskan sampai ke node tujuan (Jain, et al., 2004).
dimana hanya mengizinkan hanya satu salinan paket data untuk setiap pesan yang dikirimkan ke node lain saat berada dalam area cakupannya. Sehingga strategi ini mengurangi kinerja jaringan berupa rasio pengiriman dan semakin meningkatnya penundaan jaringan (Farrell, 2006).
Skema routing single-copy terdiri atas 2 protokol routing yaitu protokol routing First
Contact dan Direct Delivery.
3.1. First Contact (FC)
Protokol First Contact merupakan salah satu skema protokol single-copy routing pada DTN. Pesan dikirim ke node yang ditemui pertama dan kemudian pesan dihapus pada sisi
3.2. Direct Delivery (DD)
4. SKEMA ROUTING MULTI-COPY
node (Spyropoulos, et al., 2008). Hal tersebut
Gambaran yang paling sederhana dari protokol routing Direct Delivery adalah seperti berikut : sebuah node A meneruskan sebuah pesan ke node yang lain yaitu B, dan node B tersebut adalah node tujuan dari pesan yang diteruskan oleh node A. Dengan kata lain node A membawa pesan tersebut langsung hingga ke tujuan tanpa meneruskan ke node perantara. Skema routing ini memiliki delivery delay yang tidak terbatas (Grossglauser & Tse, 2002), tapi memiliki keuntungan karena melakukan hanya satu kali transmisi per pesan
Skema routing multi-copy adalah skema
routing yang meneruskan tiap pesan ke setiap node di jalur yang ada dalam area cakupannya.
Strategi yang diterapkan oleh jenis protokol
multi-copy pun memiliki kelemahan yaitu
dengan pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan yang dimiliki oleh masing-masing
Tabel 2 Skenario Penelitian No. Skenario Penjelasan
Penulis akan membandingkan kinerja masing-masing protokol routing berdasarkan parameter pengukuran kinerja sebagai berikut.
1 Wilayah pedesaan dengan parameter uji ukuran pesan
1 Skenario
Pada saat beban trafik yang rendah, routing
5. PERSIAPAN SIMULASI
3 Skenario
3 Wilayah pendakian dengan parameter uji ukuran pesan
4 Skenario
4 Wilayah pendakian dengan parameter uji ukuran buffer
5 Skenario
5 Wilayah perairan dengan parameter uji ukuran pesan
6 Skenario
6 Wilayah perairan dengan parameter uji ukuran buffer
5.1. Parameter Pengukuran Kinerja
Probability adalah probabilitas jumlah
1) Delivery Probability (%) : Delivery
2 Wilayah pedesaan dengan parameter uji ukuran buffer
Desa Ngadas
Tabel 1 Parameter Simulasi Penelitian Parameter Nilai Objek Penelitian
The ONE Simulator .
Pada Tabel 1, dijelaskan parameter- parameter yang akan dikonfigurasi pada aplikasi
disebutkan tadi akan disimulasikan pada aplikasi The ONE Simulator .
Contact yang termasuk ke dalam skema routing single-copy , serta Spray and Wait, MaxProp, dan Epidemic yang termasuk ke dalam skema routing multi-copy. Protokol yang telah
pendakian, dan perairan, penulis menggunakan 5 protokol routing yaitu, Direct Delivery dan First
routing pada 3 wilayah berbeda yaitu pedesaan,
Untuk membandingkan performa protokol
bandwidth , dan daya transmisi (Bindra & Sangal, 2012).
minimum dengan mengorbankan peningkatan sumberdaya, seperti penyimpanan buffer ,
Epidemic dapat memperoleh tingkat delay yang
2 Skenario
- – Desa Ranu Pani (pedesaan), Basecamp Ranu Pani – Ranu Kumbolo (pendakian), Pelabuhan Sanur – Pelabuhan Jungutbatu (perairan)
protokol routing yang telah disebutkan sebelumnya. Simulasi pengujian pada tiga wilayah yang berbeda (pedesaan, pendakian, dan perairan) akan dikombinasi dengan parameter uji ukuran pesan dan ukuran buffer.
paket yang berhasil dikirimkan dari sumber hingga ke tujuan berbanding dengan jumlah keseluruhan paket data yang dikirimkan. 2)
Protokol Routing
Setiap simulasi akan dilakukan selama 43200 detik/12 jam. Simulasi telah berhasil
dengan skenario yang telah dibuat. Untuk skenario yang menggunakan parameter uji ukuran pesan, akan dilakukan simulasi sebanyak 25 kali per skenario, berdasarkan protokol routing dan ukuran pesan yang telah ditentukan. Sementara skenario yang menggunakan parameter uji ukuran buffer akan disimulasikan sebanyak 30 kali per skenario.
ONE Simulator . Simulasi akan dilakukan sesuai
Setelah parameter simulasi telah berhasil di konfigurasi, maka selanjutnya adalah melakukan pengujian kinerja protokol routing dengan simulasi. Pada penelitian ini simulasi dilakukan dengan menggunakan program aplikasi The
6. PROSES SIMULASI
adalah banyaknya pesan yang di-relay agar satu pesan dapat sampai ketujuan.
3) Overhead Ratio (%) : Overhead Ratio
Average Latency (s) : Average Latency atau rata-rata waktu tunda adalah selang waktu yang dibutuhkan oleh suatu paket data pada saat setelah paket mulai dikirimkan dan sampai mencapai titik tujuan.
DD, FC, SaW, MaxProp, Epidemic Jumlah Node
Simulator dengan mensimulasikan seluruh
36 (pedesaan), 128 (pendakian), 12 (perairan) Kecepatan Node
5-7 m/s (pedesaan), 0.4-0.56 m/s (pendakian), 13.88 m/s (perairan) Ukuran Buffer
25M,50M,75M,100M,125M,150M Ukuran Paket
500k, 5M, 10M, 25M, 50M Kecepatan Transmisi
2.5Mbps
Waktu Simulasi 43200 detik (12 jam)
Model Pergerakan Shortest Path Map Based Movement, Stationary Movement
Area Transmisi 50 m
TTL 300 menit
Pada Tabel 2, dijelaskan skenario-skenario yang akan disimulasikan pada aplikasi The ONE dilakukan apabila simulasi telah dilakukan selama 12 jam. Tentunya 12 jam tersebut dapat dipercepat menjadi beberapa kali lipat untuk mempersingkat waktu.
Untuk melakukan simulasi menggunakan
hasil nilai Delivery Probability seiring dengan bertambahnya ukuran pesan yang dikirimkan. Penurunan kinerja dari setiap protokol routing diakibatkan bertambahnya ukuran pesan yang dikirimkan tidak diiringi dengan bertambahnya kecepatan transmisi data, walaupun penurunan nilai Delivery Probability pada masing-masing protokol menghasilkan nilai yang berbeda. Walaupun semua protokol routing mengalami penurunan kinerja, skema routing multi-copy lebih baik dari skema routing single-copy. Protokol MaxProp menjadi protokol routing paling baik di seluruh skenario pengujian.
Epidemic MaxProp Spray and Wait First Contact Direct Delivery
Epidemic MaxProp Spray and Wait First Contact Direct Delivery 0,00% 100,00% 500 kB 5 MB 10 MB 25 MB 50 MB Delivery Probability Uk u ran Pe san Skenario 5
Epidemic MaxProp Spray and Wait First Contact Direct Delivery 0,00% 100,00% 500 kB 5 MB 10 MB 25 MB 50 MB Delivery Probability Uk u ran Pe san Skenario 3
Latency terkecil dihasilkan oleh protokol routing 0,0% 100,0% 500 kB 5 MB 10 MB 25 MB 50 MB Delivery Probability Uk u ran Pe san Skenario 1
skenario 1 dan 5. Pada skenario 3, nilai Average
Wait menghasilkan nilai Average Latency pada
meningkatnya ukuran pesan yang dikirimkan. Sedangkan untuk wilayah pendakian dan perairan nilai Average Latency yang dihasilkan semakin menurun. Protokol routing Spray and
Latency yang dihasilkan oleh setiap protokol routing mengalami peningkatan seiring
perairan menghasilkan kondisi yang berbeda- beda. Untuk wilayah pedesaan nilai Average
Latency pada wilayah pedesaan, pendakian, dan
Berdasarkan Gambar 3 nilai Average
Analisis Average Latency
Gambar 2 Delivery Probability Skenario 1, 3, 5 B.
routing mengalami penurunan kinerja dalam
The ONE Simulator dapat melakukan klik dua
filter untuk update simulasi yang sedang
kali pada file one.bat atau menggunakan cmd dengan mengetikkan one.bat. Apabila proses tersebut telah berhasil dilakukan akan tampil seperti Gambar 1.
Gambar 1 Tampilan GUI The ONE Simulator
Gambar 1 merupakan tampilan GUI (Graphical User Interface) dari aplikasi The
ONE Simulator
. Pada area kotak putih menampilkan peta simulasi. Pada bagian kanan jendela merupakan node-node yang disimulasikan. Untuk mempercepat dan memperlambat simulasi dapat menggunakan tombol-tombol yang terdapat pada bagian diatas area putih. Pada bagian kiri bawah merupakan
berjalan dan disampingnya merupakan update dari simulasi yang sedang dijalankan.
Berdasarkan Gambar 2, seluruh protokol
Setelah simulasi dilakukan berdasarkan skenario yang telah dibuat. Maka aplikasi The
ONE Simulator akan menghasilkan suatu report
yang berisi data-data mengenai hasil dari simulasi yang telah dilakukan. Data tersebut akan diambil dan disajikan ke dalam grafik yang nantinya akan dilakukan analisis terhadap kinerja protokol routing.
Hasil simulasi yang digunakan untuk menganalisis performansi protokol routing pada bagian ini yaitu skenario 1 wilayah pedesaan, skenario 3 wilayah pendakian, dan skenario 5 wilayah perairan. Analisis akan dibagi ke dalam 3 bagian yaitu Delivery Probability, Latency
Average, dan Overhead Ratio.
A. Analisis Delivery Probability
7. HASIL DAN PEMBAHASAN
7.1. Analisis Performansi Protokol Routing Terhadap Ukuran Pesan
Epidemic . maka nilai Overhead Ratio semakin kecil.
5 50 MB 50 50 MB Terhadap Ukuran Buffer A. 25 MB MB 25 25 MB Analisis Delivery Probability 10 MB 5 MB MB MB MB 10 5 10 MB 5 MB 125 MB 125 MB 150 MB 125 MB Skenario 2 Skenario 4 Skenario 6 150 MB 150 MB 500 kB kB Uk Uk u u Pe 7500 Pe ran Average ran Average san Latency (s) U Average u 500 an Pes ran k Latency (s) Latency (s) 9000 5000 500 kB san 100 MB 75 MB 50 MB 100 MB 100 MB 75 MB 50 MB 50 MB 75 MB MaxProp MaxProp Spray and Wait Spray and Wait Direct Delivery Direct Delivery Direct Delivery ran First Contact First Contact First Contact B Epidemic Epidemic Spray and Wait MaxProp Epidemic 25 MB ran Delivery u Uk u 0,00% 100,00% ff er Probability Probability Delivery Delivery 25 MB B u 0,00% 60,00% u ff ff er er Uk Uk u Probability 25 MB u B ran 0,00% 60,00%
7.2. Analisis Performansi Protokol Routing Skenario 1 Skenario 3 Skenario
Gambar 3 Grafik Average Latency Skenario 1, 3, 5 Epidemic Epidemic Epidemic Spray and Wait Spray and Wait MaxProp MaxProp Spray and Wait MaxProp C.
Analisis Overhead Ratio Direct Delivery Direct Delivery Direct Delivery First Contact First Contact First Contact Skenario 1 Skenario 3 Skenario 5 50 MB 50 MB 50 MB Gambar 5 Delivery Probability Skenario 2,4,6
Berdasarkan Gambar 5, peningkatan ukuran 25 MB 25 MB 25 MB buffer yang digunakan berbanding lurus dengan nilai Delivery Probability yang dihasilkan. Hal 10 MB 10 MB 10 MB tersebut disebabkan semakin banyaknya pesan 5 MB 5 MB 5 MB meningkatkan probabilitas terkirimnya pesan yang dapat ditampung oleh buffer dapat 500 kB 500 kB hingga ke tujuan. Skema routing multi-copy 500 kB san san berdasarkan nilai memiliki kinerja lebih unggul dibandingkan san 0% 300000% 0% 40000% Pe Pe 0% 30000% single-copy Delivery ran u Uk Ratio Uk Uk Epidemic Pe Epidemic MaxProp Overhead Ratio ran ran u u MaxProp Epidemic Overhead MaxProp Overhead Ratio paling baik di seluruh skenario pengujian. Probability . MaxProp menjadi protokol routing B. First Contact Spray and Wait First Contact First Contact Spray and Wait Spray and Wait Analisis Average Latency Direct Delivery Direct Delivery Direct Delivery Pada Gambar 6 adalah grafik Average Latency hasil pengujian skenario 2, 4, dan 6.
Gambar 4 Grafik Overhead Ratio Skenario 1, 3, 5
Dapat dilihat dari grafik tersebut semakin besar ukuran buffer yang digunakan semakin Dari Gambar 4, skema routing single-copy meningkat pula Average Latency yang dengan protokol routingnya Direct Delivery dihasilkan. Berdasarkan gambar tersebut, skema menghasilkan nilai yang lebih baik
routing multi-copy mengungguli skema routing dibandingkan dengan skema routing multi-copy. single-copy . Protokol routing Spray and Wait
Hal ini diakibatkan protokol routing Direct memiliki nilai Average Latency paling baik pada
Delivery tidak melakukan replikasi pesan kepada
skenario 2, protokol routing Epidemic pada relay node yang lain. Sedangkan pada skema skenario 4, dan protokol routing First Contact
routing multi-copy, baik protokol Spray and pada skenario 6. Wait , MaxProp, dan Epidemic pasti melakukan
replikasi kepada node yang lain. Dari gambar tersebut dapat dilihat seiring dengan bertambahnya ukuran pesan yang dikirimkan optimal pada semua skenario.
Skenario 2 Skenario 4 Skenario 6 7.3. 150 MB 150 MB 150 MB Analisis Performansi Protokol Routing 125 MB 125 MB 125 MB Terhadap Letak Geografis
Jika pada analisis perbandingan kinerja 100 MB 100 MB 100 MB protokol routing data yang disajikan dibagi ke 75 MB 75 MB 75 MB dalam 3 bagian berdasarkan parameter performansinya lalu dibagi kembali sesuai 50 MB 50 MB 50 MB dengan skenario yang disimulasikan. Maka pada 25 MB dalam 25 MB sub analisis gabungan ini, akan dibagi lagi ke 25 MB er er er ff 3 bagian berdasarkan parameter u 10000 B B ff u 5000 u ff B 2000 performansi, namun hasil analisis akan dibagi Uk ran ran u k Epidemic Latency (s) Uk pedesaan, pendakian, dan perairan. Average u u Epidemic Latency (s) U Average ran Epidemic Latency (s) Average lagi berdasarkan wilayah pengujian, yaitu A. Spray and Wait MaxProp Spray and Wait Spray and Wait MaxProp MaxProp Analisis Delivery Probability First Contact First Contact First Contact Pada Gambar 8 bagian kiri adalah grafik Direct Delivery Direct Delivery Direct Delivery hasil rata-rata Delivery Probability untuk wilayah pedesaan. Dari kelima protokol routing
Gambar 6 Grafik Average Latency Skenario 2,4,6
diatas, protokol routing MaxProp menjadi protokol routing yang paling optimal, unggul
C. Analisis Overhead Ratio
sedikit dibanding protokol routing Spray and Wait .
Skenario 2 Skenario 4 Skenario 6
Berdasarkan grafik tersebut, protokol 150 MB 150 MB 150 MB skema routing single-copy mampu mengungguli 125 MB 125 MB 125 MB grafik tersebut protokol routing Epidemic protokol routing Epidemic. Dapat dilihat dari 100 MB 100 MB 100 MB menghasilkan nilai Delivery Probability yang paling kecil dibanding protokol pada skema 75 MB 25 MB 50 MB 25 MB 50 MB 75 MB 50 MB Pedesaan Pendakian Perairan 75 MB 25 MB routing multi-copy lainnya. 80% 50% 60% er Uk Ratio Ratio B u ff u ran ff er ran Overhead Epidemic Epidemic 0% 10000% Ratio B u ff er Uk u 0% 250000% u 0% 6000% 40% Overhead Overhead u ran B Uk 50% Epidemic 60% 70% 25% 30% 30% 35% 45% 40% 50% MaxProp MaxProp Spray and Wait Spray and Wait Direct Delivery Direct Delivery Direct Delivery First Contact First Contact First Contact MaxProp Spray and Wait 20% 30% 20% 10% 40% 10% 15% 10% 20%
Gambar 7 Grafik Overhead Ratio Skenario 2,4,6 0% 0% ct ic ct ic p it p it p 5% y 0%
Berdasarkan Gambar 7, hampir semua b a b a b el id il x il x il n it iv Pro em it iv Pro em it ta y y y a o el d id d id ery er n n ta ta ery W W iv Pr em a a ct it ic W x protokol routing yang diujikan mengalami b t a b a b E a a a Co p D Co n p Co n p Fi rect Fi rs y rs y t M E t M E Del D n t t Ma rs y a d penurunan nilai Overhead Ratio pada saat irec ra ra Pro Pro Pro irec ra ery ery ery D Di S S D p p Fi S p ukuran buffer dinaikkan kecuali Epidemic. D D D el el el iv iv iv Penurunan nilai Overhead Ratio ini dikarenakan
router dapat menampung lebih banyak salinan Gambar 8 Grafik Delivery Probability untuk
pesan, sehingga meningkatkan kemungkinan
Wilayah Pedesaan, Pendakian, dan Perairan
pesan untuk sampai ke tujuan. Dengan begitu Pada Gambar 8 bagian tengah menampilkan perbandingan jumlah pesan yang di relay dengan pesan yang sampai ketujuan semakin menurun. grafik rata-rata Delivery Probability hasil pengujian pada wilayah pendakian, yaitu Protokol routing Direct Delivery menjadi skenario 3 dan 4. Dari grafik tersebut protokol protokol routing yang menghasilkan nilai
routing MaxProp memiliki kinerja yang paling
routing yang menghasilkan rata-rata nilai Average Latency paling buruk.
Perairan
Pendakian 0% 1000% 2000% 3000% 4000% 5000% 6000% 7000% D irec t D el iv ery Fi rs t Co n ta ct S p ra y a n d W a it M a x Pro p E p id em ic O v erh ea d Ra ti o
Perairan 0% 1000% 2000% 3000% 4000% 5000% 6000% 7000% 8000% 9000% D irec t D el iv ery Fi rs t Co n ta ct S p ra y a n d W a it M a x Pro p E p id em ic O v erh ea d Ra ti o Pedesaan 0% 20000% 40000% 60000% 80000% 100000% 120000% 140000% 160000% 180000% 200000% D irec t D el iv ery Fi rs t Co n ta ct S p ra y a n d W a it M a x Pro p E p id em ic O v erh ea d Ra ti o
1200 1000 800 600 200 400 D irec t D el iv ery Fi rs t Co n ta ct S p ra y a n d W a it M a x Pro p E p id em ic Av er a g e Lat en cy ( s)
Di rect Del iv er y Fi rs t Co n ta ct S p ra y a n d W a it M a x Pro p E p id em ic Av era g e La ten cy (s ) Pendakian
Pedesaan 8000 7000 6000 5000 4000 3000 1000 2000
memiliki nilai Overhead Ratio yang paling tinggi atau paling buruk. Hal ini dikarenakan D 3000 2500 2000 1500 1000 500 protokol routing Epidemic mererplikasi pesan irec t D el iv ery Fi rs t Co n ta ct S p ra y a n d W a it M a x Pro p E p id em ic Av era g e La ten cy (s )
Epidemic menjadi protokol routing yang
kedua terbaik. Sementara protokol routing
Spray and Wait yang menjadi protokol routing
paling kecil berikutnya ada protokol routing
Delivery memiliki nilai Overhead Ratio yang
Pada Gambar 10 bagian kiri menampilkan grafik nilai rata-rata Overhead Ratio hasil pengujian pada wilayah pedesaan yaitu pengujian skenario 1 dan 2. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa protokol routing Direct
C. Analisis Overhead Ratio Gambar 10 Grafik Nilai Rata-Rata Overhead Ratio untuk Wilayah Pedesaan, Pendakian, dan Perairan
protokol routing MaxProp menjadi protokol
baik dibandingkan dengan protokol routing yang lainnya. Sedangkan protokol routing yang paling buruk pada wilayah pendakian ini adalah protokol routing Epidemic.
Latency yang paling baik. Sementara itu
yang memiliki nilai rata-rata Average
routing Spray and Wait menjadi protokol routing
Pada Gambar 9 bagian kanan menampilkan grafik rata-rata nilai Average Latency hasil pengujian pada wilayah perairan yaitu skenario 5 dan 6. Berdasarkan grafik tersebut protokol
yang paling tinggi.
routing yang menghasilkan nilai Average Latency yang paling kecil. Sementara protokol routing Direct Delivery menjadi protokol routing dengan nilai rataan Average Latency
Pada Gambar 9 bagian tengah menampilkan grafik rata-rata nilai Average Latency hasil pengujian pada wilayah pendakian yaitu skenario 3 dan 4. Berdasarkan grafik tersebut protokol routing Epidemic menjadi protokol
Gambar 9 Grafik Rata-Rata Average Latency untuk Wilayah Pedesaan, Pendakian, dan Perairan
yang paling baik. Sementara itu protokol routing yang memiliki nilai Average Latency paling buruk pada pengujian wilayah pedesaan adalah protokol routing First Contact.
routing Spray and Wait menjadi protokol routing yang memiliki nilai Average Latency
Pada Gambar 9 bagian kiri menampilkan grafik rata-rata nilai Average Latency hasil pengujian pada wilayah pedesaan yaitu skenario 1 dan 2. Berdasarkan grafik tersebut protokol
Protokol routing Epidemic kembali menjadi protokol routing yang memiliki kinerja pengiriman data yang paling buruk dari seluruh protokol routing yang diujikan. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya replikasi pesan yang dilakukan oleh protokol routing Epidemic sehingga kapasitas buffer yang ada menjadi cepat penuh dan banyak data yang terbuang (loss) sehingga banyak data yang tidak sampai ke tujuan.
routing memiliki kinerja yang paling optimal pada wilayah perairan.