Perbandingan Performansi Protokol Routing Epidemic dan Maxprop Berdasarkan Mobilitas Node pada Delay Tolerant Network

  Vol. 2, No. 8, Agustus 2018, hlm. 2682-2691 http://j-ptiik.ub.ac.id

  

Perbandingan Performansi Protokol Routing Epidemic dan Maxprop

Berdasarkan Mobilitas Node pada Delay Tolerant Network

1 2 3 Andi Yudiko Leonardo Solin , Rakhmadhany Primananda , Achmad Basuki

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

  

Abstrak

  Arsitektur DTN menyediakan solusi bagi jaringan yang sering terputus-putus. Node yang bergerak mengakibatkan banyaknya waktu tunggu yang diperlukan oleh paket data untuk menerima informasi dari sumber ke tujuan melalui banyak node. Pergerakan node yang terjadi akan menghasilkan mobilitas node seperti pola pergerakan yang terpola dan pergerakan random. Dalam mengirimkan pesan DTN menerapkan beberapa protokol routing yang digunakan pada suatu lokasi dan situasi yang berbeda. Protokol DTN dalam penelitian ini adalah routing Epidemic dan Maxprop dengan melakukan simulasi jaringan DTN pada The ONE Simulator untuk membandingkan kinerja protokol DTN berdasarkan mobilitas node dengan penambahan node dan ukuran pesan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal Delivery Probability routing Maxprop memiliki kecenderungan kinerja lebih baik daripada routing

  

Epidemic dengan nilai Delivery Probability tertinggi pada pergerakan terpola 89% berbanding 88% pada

Epidemic . Pada pergerakan random nilai Delivery Probability terbaik yang dihasilkan yaitu 41%

  berbanding 35% pada routing Epidemic. Nilai Overhead Ratio terbaik routing Maxprop pada pergerakan terpola 6,1379 dibandingkan pada Epidemic 7,9173. Pada pergerakan random nilai

  

Overhead Ratio terbaik 4,0769 berbanding 3,7143 pada routing Epidemic. Nilai Average Latency

  terbaik routing Maxprop pada pergerakan terpola 513,1642s berbanding 574,1728s pada Epidemic. Pada pergerakan random routing Epidemic dan Maxprop memiliki nilai Latency Average yang sama yaitu 1389,3500s.

  

Kata kunci: Delay Tolerant Network (DTN), Delivery Probability, Epidemic, Latency Average,

Maxprop , Mobilitas Node, Overhead Ratio, The ONE Simulator.

  

Abstract

The DTN architecture provides a solution for communication with long delay and intermittent

connectivity. The moving node results in the large number of waiting time required by data packets to

receive information from source to destination through many nodes. The movement of nodes that occur

will produce such a patterned pattern movement and random movement. In sending messages DTN

apply some routing protocols used in a different location and situation. DTN protocol in this research

is routing Epidemic and Maxprop by doing DTN network simulation on The ONE Simulator to compare

the performance of DTN protocol based on node mobility with the addition of node and message size.

The results show that in the case of Delivery Probability routing Maxprop has better performance

tendency than Epidemic routing with the highest Delivery Probability value on patterned movement

89% compared to 88% in Epidemic. On the random movement the best value of Delivery Probability

produced is 41% compared to 35% in routing Epidemic. The Best value of Overhead Ratio routing

Maxprop on patterned movement is 6,1379 compared to 7,9173 in Epidemic. On random movement the

best of Overhead Ratio value is 4,0769 versus 3,7143 on Epidemic routing. The best Average Latency

of routing Maxprop on patterned movement is 513,1642s compared to 574,1728s in Epidemic. In the

random movement, routing Epidemic and Maxprop have the same Latency Average value is 1389.3500s.

  

Keywords: Delay Tolerant Network (DTN), Delivery Probability, Epidemic, Latency Average,

Maxprop, Mobility Node, Overhead Ratio, The ONE Simulator

  yang sering terputus-putus, delay yang besar dan 1. berubah-ubah, dan tingkat error yang tinggi, di

   PENDAHULUAN

  mana hal ini sangat cocok diterapkan pada

  Delay Tolerant Network (DTN) menyediakan

  daerah terpencil. Jaringan berbasis DTN dapat komunikasi dalam lingkungan dengan koneksi

  Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya dibangun dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada pada daerah tersebut seperti transportasi bahkan manusia sebagai kurir untuk mengirim pesan atau mengirim data (Warthman, 2003). Pada Delay Tolerant Network (DTN) terdapat beberapa protokol routing yang dapat digunakan yaitu Epidemic, Direct Delivery,

  Prophet, First Contact, Spray and Wait dan Maxprop (Keranen, et al., 2009). Pada penelitian

  tidak jauh berbeda. Penelitian ini proses simulasinya menggunakan The ONE Simulator dalam menghasilkan kinerja protokol routing DTN. Skenario simulasi yang digunakan hanya

  Maxprop Berdasarkan Mobilitas Node pada Delay Tolerant Network

  Pada Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Giwang dan Siska hanya fokus membandingkan protokol routing pada satu kasus saja. Pada penelitian “Perbandingan Performansi Protokol Routing Epidemic dan

  (Campilo, et al., 2013). Pola pergerakan tersebut dapat diimplementasikan pada karakteristik dari situasi masing-masing daerah.

  random untuk bertemu dengan node yang lain

  lainnya. Pola pergerakan random atau random digunakan pada situasi daerah yang terkena bencana alam di mana node bergerak secara

  random untuk bertemu dengan node yang

  Pada Delay Tolerant Network (DTN) dalam mengirimkan pesan, node yang bergerak harus saling bertemu dengan salah satu node atau dengan node yang lainnya. Pergerakan node yang terjadi tentunya akan menghasilkan pola pergerakan pada node. Beberapa contoh pola pergerakan seperti pola yang bergerak secara terjadwal dan pola pergerakan yang bergerak secara random atau random. Pola pergerakan yang terpola, node bergerak mengikuti jalur dengan kecepatan dan wait-time yang telah ditentukan sehingga node dapat sampai ke tujuan dengan waktu tertentu (Husni, 2011). Sedangkan pola pergerakan random, node bergerak secara

  yang dikirimkan ke seluruh node dalam jaringan secara random seperti wabah Epidemic. Hal ini dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan pengiriman pesan sampai ke tujuan (Vahdat et al., 2000).

  routing Epidemic yang berbasis replikasi. Pesan

  Dalam penelitiannya, ia mengusulkan algoritma

  routing for partially-connected ad hoc network ”.

  Protokol Epidemic merupakan routing yang memiliki konsep flooding (replikasi) pada jaringan mobile yang terkadang terhubung dan terkadang juga tidak. Setiap node menyimpan daftar semua pesan yang dibawa. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amin Vahdat dan David Becker, yang berjudul epidemic

  penelitian tersebut hanya menjelaskan tipe pergerakan node yang bergerak secara bebas tanpa menggunakan peta simulasi (Gamit dan Patel, 2014).

  Simulation Time, Interface Bluetooth dan Mobility Random Waypoint. Simulasi pada

  Maxprop dan Prophet memiliki kinerja yang

  ini protokol routing yang digunakan adalah protokol routing Epidemic dan protokol routing

  yang menjadi prioritas utama dalam pengiriman dengan perhitungan sebagai probabilitas pertemuan node tersebut (J. Burgess, 2006). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vrunda garmit dan Hardik patel, protokol

  Maxprop yang mengatur pesan dalam buffer

  jaringan opportunistic . Protokol routing

  routing adalah kunci keberhasilan arsitektur

  Dalam menyampaikan pesan, protokol

  dengan menggunakan aplikasi The ONE Simulator. Penelitian tersebut menggunakan peta Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air dengan memanfaatkan kapal sebagai node bergerak. Pengujian yang dilakukan hanya membandingkan kinerja protokol routing dengan ukuran pesan yang berbeda.

  routing Spray and Wait, Epidemic dan Prophet

  2017). Ia meneliti perbandingan kinerja protokol

  Network adalah Siska Permatasari (Permatasari,

  kedua protokol routing menggunakan The ONE Simulator. Skenario pada penelitian tersebut hanya jumlah pesan yang dikirim baik request dan respon. Penelitian tersebut memanfaatkan angkutan umum sebagai node bergerak dan sekolah-sekolah di Magetan sebagai node statis. Penelitian berikutnya membahas Delay Tolerant

  Prophet dan Maxprop dengan menyimulasikan

  Penerapan Delay Tolerant Network (DTN) sebelumnya telah dilakukan oleh Giwang Sugiyanto (Sugiyanto, 2015). Penelitian tersebut membandingkan kinerja protokol routing

  kesamaan karakteristik yaitu protokol routing yang menyalin pesan ke semua node yang ditemuinya (multy-copy) agar delivery probability dan latency menjadi lebih optimal.

  Maxprop . Kedua protokol routing ini memiliki

  (DTN)” ini peneliti melakukan pengujian jaringan DTN lebih lanjut dari penelitian sebelumnya dengan menambahkan node dan penambahan jumlah ukuran pesan pada beberapa pola pergerakan seperti pola pergerakan random dan pola pergerakan yang terpola untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Pada penelitian ini proses simulasi juga dilakukan pada peta suatu daerah dengan menggunakan The ONE Simulator. Simulasi tersebut dilakukan agar mendapatkan hasil dari pengujian kinerja protokol routing

  Gambar 2. Metode Store and Forward

  Epidemic

  dan protokol routing Maxprop terhadap beberapa skenario daerah pengujian. Hasil yang didapatkan pada routing Epidemic akan dibandingkan dengan hasil routing

  Maxprop sehingga dapat disimpulkan kinerja

  yang lebih optimal dari kedua protokol routing tersebut.

  adalah untuk memaksimalkan tingkat pengiriman pesan dan meminimalkan pesan latency (Namita dkk, 2014). Cara kerja routing Epidemic adalah sebagai berikut, setiap kali node pengirim bertemu dengan node lainya maka pertama kali yang dilakukan adalah bertukar summary vector, untuk mengidentifikasi pesan apakah node yang baru ditemui sudah mempunyai pesan yang dibawa node pengirim atau tidak, jika tidak maka node pengirim akan meneruskan salinan pesan yang dibawa. Pesan akan terus disalin dari satu node ke node lain sampai TTL berakhir. Pesan akan disimpan dalam buffer node. Dengan demikian, pesan tersebut menyebar ke seluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan.

  routing Epidemic

  Protokol routing Epidemic diterbitkan oleh Vahdat, et al., (2000), yang di rancang sebagai algoritma flooding-based forwading. Tujuan utama

  2.2. Routing Epidemic

2. LANDASAN TEORI

2.1. Delay Tolerant Network (DTN)

  • – putus. Hal tersebut dikarenakan mobilitas node yang senantiasa bergerak sehingga mengakibatkan

  Menurut penelitian Burgess J., Protokol

  Delay Tolerant Network (DTN) merupakan

  memprioritaskan paket-paket baru yang telah diterima dan mencegah agar paket tidak diterima dua kali. Protokol routing Maxprop mengirimkan Acknowledgement ke setiap node untuk memberitahu setiap node agar node mengetahui status pengiriman pesan.

  likelihood) . Protokol routing Maxprop

  Inti dari protokol MaxProp adalah daftar peringkat paket disimpan peer berdasarkan cost yang ditugaskan untuk setiap tujuan. Cost adalah perkiraan kemungkinan pengiriman (delivery

  Gambar 3. Strategi Routing Maxprop

  meningkatkan tingkat pengiriman dan mengurangi latency dalam pengiriman paket data. Maxprop adalah algoritma yang berbasis pada penjadwalan dan prioritas antara paket yang akan ditransmisikan lebih dulu ke node tetangganya atau di-drop (dibuang) seperti pada Gambar 3 (Burgess, et al., 2006).

  MaxProp menggunakan beberapa mekanisme

  bundle digunakan sebagai penyimpanan dan

  juga untuk meneruskan sebagian atau seluruh pesan yang ada pada bundle di setiap node. (Peltola, 2008). Gambar 1 akan menunjukkan perbedaan letak antara lapisan Internet dengan lapisan Delay Tolerant Network (DTN).

  arsitektur jaringan untuk menyediakan solusi bagi jaringan yang sering terputus

  delay yang lama atau banyaknya waktu tunggu

  yang diperlukan oleh paket data untuk menerima sejumlah informasi dari sumber ke tujuan dengan melalui banyak node (Fall, 2003).

  Delay Tolerant Network (DTN) memiliki

  protokol utama yaitu lapisan bundle. Lapisan

  metode Store, Carry and Forward dalam melakukan pengiriman pesan ke node tujuannya (Warthman, 2003). Metode Store and Forward yaitu paket data yang melewati node-node perantara akan disimpan di node terlebih dahulu sebelum diteruskan (store) ke node lain. Hal dilakukan jika node berikut tidak dapat dijangkau (mati) atau ada kendala yang lain. Kemudian node akan membawa paket sesuai dengan pergerakannya, pada saat node bertemu dengan node lain maka pesan akan diteruskan Ilustrasi konsep store and forward terlihat pada Gambar 2.

  Gambar 1. Lapisan Internet dan Lapisan DTN Delay Tolerant Network menggunakan

  2.3. Routing Maxprop

  3.2. Perancangan Simulasi

  Interest (POI) yang sama untuk dipilih sebagai

  Epidemic , Maxprop dan The ONE Simulator.

  Studi literatur menjelaskan teori-teori yang terkait dalam penelitian ini, teori tersebut dapat diperoleh dari makalah ilmiah, jurnal, buku dan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan penulisan yang akan dilakukan oleh peneliti. Studi literatur yang akan dijelaskan pada penelitian ini meliputi protokol routing Delay Tolerant Network (DTN)

  3.1. Studi Literatur

  Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

  Acknowledgement

  tujuan berikutnya. Dalam model ini node bergerak berikut yang telah ditentukan rute dan jalur terpendek (Keranen, 2009).

  kemudian mengikuti rute terpendek ke titik tersebut dari lokasi mereka saat itu. Titik tersebut dapat dipilih secara random atau daftar dari Point of Interest (POI). POI ini dapat dipilih untuk mencocokkan tujuan real-world yang popular seperti tempat-tempat wisata, pertokoan atau restoran. Biasanya semua tempat di map tersebut memiliki probabilitas atau Point Of

  Pada bagian ini menjelaskan Gambaran umum bagaimana perancangan simulasi yang dilakukan pada penelitian ini. Peta yang digunakan adalah peta jalur pulau Sempu dengan skenario pergerakan node mengikuti jalur pada peta. Node yang bergerak adalah pergerakan manusia yang bergerak secara random yang berjumlah 25, 50, 75 dengan kecepatan node sebesar 0,8 m/s

  node memilih titik random pada peta dan

  (SPMBM) adalah pergerakan node dengan menghitung jalur terpendek menggunakan jalur peta yang telah dibuat dan sudah memiliki probabilitas yang sama untuk menuju tujuan berikutnya (Permatasari, 2017). Pada saat node sampai di tujuan, node akan berhenti sejenak untuk menentukan tujuan berikutnya. SPMBM merupakan model yang lebih realistis, di mana

  2.5 Shortest Path Map Based Movement Shortest Path Map Based Movement

  Model pergerakan Random Waypoint merupakan pergerakan node yang bergerak secara random atau sesuai dengan area yang telah ditentukan. Pada saat sampai tujuan, node akan berhenti selama waktu yang ditentukan (pause time) untuk jangka waktu tertentu, ketika waktu jeda berakhir node akan berjalan kembali. Model pergerakan Random Waypoint adalah model pergerakan yang tidak memiliki jalur.

  2.4. Random Waypoint

  dikirimkan agar seluruh salinan paket yang ada di setiap node dihapus setelah paket sampai di tujuan. Maxprop juga memprioritas pengiriman paket dengan menghitung jumlah hop dan delivery likelihood berdasarkan pertemuan yang terjadi sebelumnya

  • – 1,5 m/s sesuai dengan kecepatan pergerakan manusia saat berjalan. Ukuran pesan yang dikirim setiap node berbeda- beda yaitu, 1 MB, 2 MB dan 5 MB. Mobilitas

3. METODOLOGI PENELITIAN

  node yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random Waypoint , Shortest Path Map Based Movement .

  3.3. Pengujian

  Dari perancangan simulasi yang telah dijelaskan di atas, pengujian disimulasikan menggunakan The ONE Simulator. Setelah pengujian simulasi selesai maka menghasilkan data yang nantinya akan dianalisis dan akan

  Pada bagian metodologi akan menjelaskan tentang alur dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, dengan beberapa tahapan yang terdapat pada Gambar 4.

  Tabel 1. Parameter Simulasi

  disimpulkan yang pada akhirnya akan menjawab rumusan masalah. Berikut skenario simulasi

  Parameter Skenario

  yang dilakukan: Lokasi Penelitian Peta Pulau Sempu

  1. Pertama, melakukan Skenario

  Panjang Rute ± 2,2 KM

  simulasi jaringan dengan penambahan

  Protokol Routing Epidemic dan

  jumlah node pada mobilitas node Maxprop

  Random Waypoint dan Shortest Path

  Jumlah Node 25, 50, 75 Map Based Movement. Kecepatan Node 0,8

  • – 1,5 m/s 2.

  Skenario kedua, melakukan simulasi

  Ukuran buffer

  1 GB

  jaringan dengan penambahan ukuran

  Ukuran paket

  1 MB, 2 MB, 5 MB

  pesan pada mobilitas node Random

  Kecepatan 250 kBps

  Waypoint dan Shortest Path Map

  Pengiriman Data Based Movement . Waktu Simulasi 5400 detik (1,5 jam) Cakupan Area 10 m

  Penelitian ini fokus terhadap kinerja dari

  Node

  protokol routing Epidemic dan routing Model Mobilitas Random Waypoint,

  Maxprop . Sehingga dapat ditentukan protokol Shortest Path Map routing mana yang memiliki kinerja yang paling Based Movement

  baik.

  4.2. Skenario Simulasi

  3.4. Pengumpulan dan Pengambilan Data

  Pengujian pada penelitian ini akan dilakukan Pengumpulan data dilakukan pada saat dengan beberapa parameter umum sesuai dengan pengujian simulasi telah selesai dilakukan. Hasil parameter tetap pada Tabel 1. Pada Tabel 2 tersebut dapat dianalisis pada saat data menunjukkan skenario simulasi yang telah dimasukkan ke dalam Tabel data dan diubah ke dibuat. dalam bentuk grafik. Data yang diambil dari pengujian ini adalah nilai Delivery Probability,

  Tabel 2. Skenario Simulasi Overhead Ratio, dan Latency Average pada

  No. Skenario Penjelasan setiap routing.

  1 Skenario 1 Simulasi dengan

  3.5. Analisis

  parameter uji Pada bagian ini menjelaskan mengenai penambahan jumlah node perbandingan kinerja dari setiap protokol pada mobilitas node

  routing yang telah disimulasikan sebelumnya Random Waypoint dan

  dan mendapatkan hasil yang terbaik dari kinerja

  Shortest Path Map Based setiap protokol.

  .

  Movement

  3.6. Kesimpulan

  2 Skenario 2 Simulasi dengan parameter uji ukuran Hasil yang didapatkan dari pengujian pesan pada mobilitas simulasi yang telah dilakukan akan diambil

  node Random Waypoint

  kesimpulan terhadap kinerja protokol routing dan Shortest Path Map

  Epidemic dan routing Maxprop.

  Based Movement .

4. PERANCANGAN SIMULASI 5.

4.1. Parameter Simulasi HASIL DAN PEMBAHASAN

  5.1. Delivery Probability

  Penelitian ini fokus terhadap kinerja dari protokol routing Epidemic dan routing

  Delivery Probability merupakan tingkat Maxprop . Sehingga dapat ditentukan protokol

  kemungkinan yang menunjukkan berapa banyak

  routing mana yang memiliki kinerja yang paling

  jumlah pesan yang berhasil terkirim sampai ke baik. Pada Tabel 1menunjukkan parameter yang

  node tujuan. Semakin meningkat nilai Delivery

  digunakan dengan nilai yang sama untuk setiap

  Probability maka performa routing tersebut simulasi yang berbeda.

  semakin baik.

5.1.1. Delivery Probability Berdasarkan Mobilitas Shortest Path Map Based

  Path Map Based Movement . Setiap protokol routing baik Epidemic maupun Maxprop

  Gambar 7. Grafik Delivery Probability Skenario Satu

  peningkatan kinerja seiring bertambahnya jumlah node. Semakin banyak jumlah node yang dibutuhkan maka Delivery Probability semakin meningkat pula hal tersebut dikarenakan dengan banyaknya jumlah node maka pesan yang sampai pada tujuan akan semakin banyak. Hal ini terjadi karena kerapatan node mempengaruhi kedua protokol dalam memberikan salinan pesan ke node perantaranya. Nilai Delivery Probability pada protokol Epidemic lebih unggul dibandingkan dengan routing Maxprop pada saat jumlah node 25 dan 50. Hal tersebut terjadi karena Epidemic akan memberikan salinan pesan kepada node perantaranya asalkan node perantaranya belum memiliki salinan pesan yang dibawa node pengirim. Sedangkan Maxprop memiliki strategi pengiriman dengan mempertimbangkan Delivery likelihood.

  Waypoint . Setiap protokol routing baik Epidemic maupun Maxprop mengalami

  skenario satu berdasarkan mobilitas Random

  Delivery Probability dari hasil pengujian

  Pada Gambar 7 menyajikan grafik

  5.1.2. Delivery Probability Berdasarkan Mobilitas Random Waypoint

  5 MB. Hal tersebut disebabkan karena ukuran pesan yang dikirimkan terlalu besar sehingga saat pesan dikirimkan hanya beberapa pesan saja yang terkirim. Nilai Delivery Probability tertinggi yang dihasilkan oleh routing Maxprop saat ukuran pesan 1 MB yaitu 89%. Sedangkan nilai Delivery Probabilitas tertinggi yang dihasilkan oleh routing Epidemic saat ukuran pesan 1 MB yaitu 88%.

  mengalami penurunan kinerja seiring bertambahnya jumlah ukuran pesan yang dikirimkan. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada saat mengirimkan pesan berukuran

  Movement Gambar 5. Grafik Delivery Probability Skenario Satu

  Pada Gambar 5 menyajikan grafik

  Delivery Probability dari hasil pengujian

  Pada Gambar 6 menyajikan grafik

  Gambar 6. Grafik Delivery Probability Skenario Dua

  oleh routing Maxprop saat jumlah node 75 yaitu 88%. Sedangkan nilai Delivery Probabilitas tertinggi yang dihasilkan oleh routing Epidemic saat 75 node yaitu 80%.

  Delivery Probability tertinggi yang dihasilkan

  mengalami peningkatan kinerja seiring bertambahnya jumlah node. Kerapatan node memengaruhi kedua protokol dalam memberikan salinan pesan ke node perantaranya sehingga semakin banyak salinan dalam jaringan menyebabkan nilai Delivery Probability meningkat. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada saat node berjumlah 75 node. Nilai

  Path Map Based Movement . Setiap protokol routing baik Epidemic maupun Maxprop

  skenario satu berdasarkan mobilitas Shortest

  Delivery Probability dari hasil pengujian

  skenario dua berdasarkan mobilitas Shortest

  Gambar 8. Grafik Delivery Probability Skenario Dua

  Pada Gambar 8 menyajikan grafik Delivery

  routing Epidemic lebih tinggi dibandingkan dengan routing Maxprop.

  semakin banyak pesan yang dapat dibawa untuk disampaikan ke destination dan semakin kecil juga sebuah pesan di copy. Nilai Overhead Ratio pada protokol routing Epidemic lebih tinggi dibandingkan dengan routing Maxrprop. Hal ini disebabkan karena protokol routing Epidemic yang menduplikasi pesan ke setiap node yang belum memiliki salinan pesan dan node berada di sekitar node yang akan di replikasi. Sehingga jumlah pesan yang disampaikan ke setiap node sangat banyak. Jumlah pesan yang disampaikan ke node dan jumlah pesan yang sampai ke tujuan sangat besar, menyebabkan nilai Overhead Ratio

  Based Movement . Setiap protokol routing baik routing Epidemic maupun routing Maxprop nilai Overhead Ratio semakin menurun dikarenakan

  dua berdasarkan mobilitas Shortest Path Map

  Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario

  Pada Gambar 10 menyajikan grafik

  Gambar 10. Grafik Overhead Ratio Skenario Dua

  53,3605. Sedangkan nilai Overhead Ratio tertinggi yang dihasilkan oleh routing Maxprop saat 75 node yaitu 40,0870. Hal ini terjadi karena skema routing Epidemic, node menyebarkan salinan pesan dengan cepat ke dalam jaringan yang menyebabkan terjadinya kebanjiran data (copy pesan). Banyaknya salinan pesan pada jaringan tidak dapat memastikan banyaknya pesan yang sampai tujuan dalam satu waktu tertentu.

  Overhead Ratio tertinggi yang dihasilkan oleh routing Epidemic saat jumlah node 75 yaitu

  pada saat node berjumlah 75 node. Nilai

  node . Penurunan yang cukup signifikan terjadi

  mengalami penurunan kinerja seiring bertambahnya jumlah

  Maxprop

  maupun

  Based Movement . Setiap protokol routing baik Epidemic

  dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Shortest Path Map

  Overhead Ratio

  Pada Gambar 9 menyajikan grafik

  Shortest Path Map Based Movement Gambar 9. Grafik Overhead Ratio Skenario Satu

  yang merupakan salinan dari pesan yang asli dibandingkan dengan jumlah pesan asli yang dibuat.

  Overhead Ratio adalah jumlah seluruh pesan

  mengirim satu paket (Mehto, et al., 2014).

  Overhead Ratio merupakan banyaknya redundant paket yang disampaikan untuk

  5 MB. Hal tersebut disebabkan karena ukuran pesan yang dikirimkan terlalu besar sehingga saat pesan dikirimkan hanya beberapa pesan saja yang terkirim. Nilai Delivery Probability tertinggi yang dihasilkan oleh routing Maxprop saat ukuran pesan 1 MB yaitu 41%. Sedangkan nilai Delivery Probabilitas tertinggi yang dihasilkan oleh routing Epidemic saat ukuran pesan 1 MB yaitu 35%.

  bertambahnya jumlah ukuran pesan yang dikirimkan. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada saat mengirimkan pesan berukuran

  Maxprop mengalami penurunan kinerja seiring

  berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik Epidemic maupun

  Probability dari hasil pengujian skenario dua

5.2. Overhead Ratio

5.2.1. Overhead Ratio Berdasarkan Mobilitas

5.2.2. Overhead Ratio Berdasarkan Mobilitas

  routing

  sebesar 608,0627s sedangkan nilai terendah yang dihasilkan routing Epidemic saat node berjumlah 50 yaitu sebesar 672,3500s. Hal tersebut terjadi karena jumlah node yang banyak pada routing Epidemic menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk saling bertukar pesan lebih lama dan semakin banyak terjadi relay.

  Latency Average terendah yang dihasilkan oleh routing Maxprop saat node berjumlah 75 yaitu

  nilai Latency Average lebih rendah dibandingkan dengan routing Epidemic. Nilai

  Movement . Protokol routing Maxprop memiliki

  berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based

  Average dari hasil pengujian skenario satu

  Pada Gambar 13 menyajikan grafik Latency

  Gambar 13. Grafik Latency Average Skenario Satu

  5.3.1. Latency Average Berdasarkan Mobilitas Shortest Path Map Based Movement

  adalah waktu yang dibutuhkan oleh pesan untuk disampaikan dari sumber sampai ke tujuan. (Mehto, et al, 2014).

  5.3. Latency Average Latency Average

  Epidemic lebih tinggi dibandingkan dengan routing Maxprop .

  Random Waypoint Gambar 11. Grafik Overhead Ratio Skenario Satu

  Pada Gambar 11 menyajikan grafik

  routing Epidemic lebih tinggi dibandingkan

  di copy. Nilai Overhead Ratio pada protokol

  destination dan semakin kecil juga sebuah pesan

  Setiap protokol routing baik routing Epidemic maupun routing Maxprop nilai Overhead Ratio semakin menurun dikarenakan semakin banyak pesan yang dapat dibawa untuk disampaikan ke

  Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario dua berdasarkan mobilitas Random Waypoint.

  Pada Gambar 12 menyajikan grafik

  Gambar 12. Grafik Overhead Ratio Skenario Dua

  jumlah node mengakibatkan banyaknya jumlah pesan yang relay hal tersebut berdampak pada besarnya resource yang dibutuhkan semakin besar, semakin meningkat nilai Overhead Ratio maka protokol routing tersebut kurang optimal dalam replikasi data.

  node . Hal tersebut terjadi karena penambahan

  signifikan terjadi pada saat node berjumlah 75

  Maxprop mengalami peningkatan nilai Overhead Ratio . Peningkatan yang cukup

  Setiap protokol routing baik Epidemic maupun

  Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Random Waypoint.

  dengan routing Maxrprop. Hal ini disebabkan karena protokol routing Epidemic yang menduplikasi pesan ke setiap node yang belum memiliki salinan pesan dan node berada di sekitar node yang akan di replikasi. Sehingga jumlah pesan yang disampaikan ke setiap node sangat banyak. Jumlah pesan yang disampaikan ke node dan jumlah pesan yang sampai ke tujuan sangat besar, menyebabkan nilai Overhead Ratio

  Gambar 14. Grafik Latency Average Skenario Dua

  Random Waypoint mengasumsikan bahwa

  6. KESIMPULAN 1.

  jumlah pesan yang di-relay dengan jumlah pesan yang disampaikan ke tujuan semakin menurun. Hal lain yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai Latency Average adalah lamanya pesan tersimpan di buffer sebuah node, pada saat node akan mentransmisikan pesan ke node tujuan hanya beberapa pesan saja yang terkirim dan sisanya menunggu untuk dikirim pada kesempatan berikutnya atau oleh node lain yang mempunyai replika data tersebut.

  node lainnya. Menurunnya nilai Latency Average disebabkan karena perbandingan

  karena jumlah ukuran pesan yang dikirimkan semakin besar sehingga meningkatnya waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan pesan ke

  Latency Average menurun. Hal ini disebabkan

  ukuran pesan yang dikirimkan. Namun pada saat ukuran pesan bertambah menjadi 5 MB, nilai

  routing Maxprop mengalami kenaikan nilai Latency Average seiring bertambahnya jumlah

  berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik routing Epidemic maupun

  Overhead Ratio dari hasil pengujian dua

  Pada gambar 16 menyajikan grafik

  Gambar 16. Grafik Latency Average Skenario Dua

  semua node memiliki probabilitas yang sama dalam pengiriman pesan.

  dengan pergerakan Random Waypoint protokol Epidemic lebih unggul dibandingkan dengan routing Maxprop karena pola pergerakan

  Pada Gambar 14 menyajikan grafik

  Average

  dengan routing Maxprop. Dalam kasus Latency

  Latency Average lebih rendah dibandingkan

  Protokol routing Epidemic memiliki nilai

  Latency Average maka pesan akan cepat sampai ke tujuan dan protokol routing semakin optimal.

  berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa bertambahnya jumlah node nilai Latency Average semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena bertambahnya jumlah node yang digunakan maka pesan akan cepat sampai ke tujuan dan akan mengurangi nilai Latency Average. Semakin kecil nilai

  Average dari hasil pengujian skenario satu

  Pada gambar 15 menyajikan grafik Latency

  5.3.2. Latency Average Berdasarkan Mobilitas Random Waypoint Gambar 15. Grafik Latency Average Skenario Satu

  kenaikan nilai Latency Average seiring bertambahnya jumlah ukuran pesan yang dikirimkan. Hal ini disebabkan karena jumlah ukuran pesan yang dikirimkan semakin besar sehingga meningkatnya waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan pesan ke node lainnya. Hal lain yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai Latency Average adalah lamanya pesan tersimpan di buffer sebuah node, pada saat node akan mentransmisikan pesan ke node tujuan hanya beberapa pesan saja yang terkirim dan sisanya menunggu untuk dikirim pada kesempatan berikutnya atau oleh node lain yang mempunyai replika data tersebut.

  Movement . Setiap protokol routing baik routing Epidemic maupun routing Maxprop mengalami

  berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based

  Overhead Ratio dari hasil pengujian dua

  Hasil lengkap perbandingan kinerja dari protokol routing Epidemic dan Maxprop dalam simulasi jaringan Delay Tolerant

  Network yaitu: a.

  Performance of Efficient Routing Protokol in Delay Tolerant Network: A Comparative Survey. Student Department od Communication Engg. G. H. Patel Collage of Engineering & Technology Gujrat, india. Permatasari, S., Eko Sakti P, dan R. Primananda.

  yang dihasilkan routing Maxprop dan routing Epidemic yaitu 1389,3500.

  The ONE Simulator for DTN Protokol Evaluation. in Proc. 2nd. in conf. on Simulation Tools and Techniques.

  Burgess, J., Gallagher, B., Jensen, D., Levine,B.

  N. 2006. MaxProp: Routing for Vehicle BasedDisruption Tolerant Networks. In Proceedings of IEEE Infocom on April.

  Fall, Kevin. 2003. A Delay Tolerant Network Architecture For Challenged Internets, SIGCOMM ’03, New York, NY, USA: ACM 2003, p. 27-34.

  Gamit, Vrunda, and Hardik Patel. 2014.

  Evaluation of DTN Routing Protokols. Internatiional Journal of Engineering Science & Reesearch Technology.

  Muhammad Niswar, M. A. 2012. Evaluasi Kinerja Protokol Routing Pada Delay Tolerant Network.

  Mehto, A., dan M. Chawala. 2014. Modified Different Neighbor History Spray and Wait using PROPHET in Delay Tolerant Network. International Jurnal of Computer Applications. 86 (18) : 30 – 35. Namita, Mehta dan Mehul Shah. 2014.

  2017. Analisis Kinerja Protokol Routing Prophet, Epidemic, Dan Spray and Wait Menggunakan Opportunistic Network Environment Simulator. Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur.

c. Nilai Latency Average pada skenario 1

  Nilai Latency Average terbaik yang dihasilkan routing Maxprop yaitu 513,1642s sementara routing Epidemic menghasilkan nilai sebesar 574,1728s. Pada mobilitas Random Waypoint,

  Putri, S., Leanna Vidya Y., dan D. Perdana.

  2016. Analisis Performansi Protokol

  Routing DTN Maxprop dan Spray and

  Wait Pada Vehicular Ad Hoc Network (VANET). Sugianto, G., A. Suharsomo dan A. Basuki.

  2015. Analisis Protokol Maxprop Dan Prophet Pada Simulasi Jaringan DTN (Delay Tolerant Network). Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur.

  Vahdat, A., & Becker, D. 2000. Epidemic

  Routing for Partially-Connected Ad Hoc Network.

  Warthman, F. 2003. Delay Tolerant Networks

  (DTNs) : A Tutorial Based on DTN Architecture DTN Research Group Internet Draft. USA : Warthman Associates.

  routing Maxprop memiliki nilai Latency Average yang sama dengan routing Epidemic . Nilai Latency Average terbaik

  Shortest Path Map Based Movement , routing Maxprop menghasilkan nilai Latency Average yang lebih rendah dibandingkan dengan routing Epidemic.

  Nilai Delivery Probability pada skenario 1 hingga skenario 2 dengan mobilitas

  nilai Delivery lebih tinggi dibandingkan

  Shortest Path Map Based Movement , routing

  Maxprop menghasilkan nilai

  delivery yang lebih tinggi dibandingkan

  dengan routing Epidemic. Nilai Delivery

  Probability

  terbaik yang dihasilkan

  routing Maxprop yaitu 89% sementara routing Epidemic menghasilkan nilai

  sebesar 88%. Pada mobilitas Random

  Waypoint , routing Maxprop memiliki

  routing Epidemic

  hingga skenario 2 dengan mobilitas

  . Nilai

  Delivery Probability terbaik yang dihasilkan routing Maxprop yaitu 41% berbanding 35% pada routing Epidemic.

  b.

  Nilai Overhead Ratio pada skenario 1 hingga skenario 2 dengan mobilitas

  Shortest Path Map Based Movement , routing Maxprop menghasilkan nilai Overhead Ratio yang lebih rendah dibandingkan dengan routing Epidemic.

  Nilai Overhead Ratio terbaik yang dihasilkan routing Maxprop yaitu 6,1379 sementara routing Epidemic menghasilkan nilai sebesar 7,9173. Pada mobilitas Random Waypoint, routing

  Maxprop memiliki nilai Overhead Ratio

  lebih tinggi dibandingkan routing

  Epidemic . Nilai Overhead Ratio terbaik

  yang dihasilkan routing Maxprop yaitu 4,0769 berbanding 3,7143 pada routing Epidemic .