UU DESA antara pembangunan dan masa depa

DESA KINI DAN MASA DEPAN
DALAM SUDUT PANDANG SISI DILEMATIS UU DESA
Oleh: Muammar Yuliana
[email protected]

Pengantar
Lahirnya UU No 6 Tahun 2014 menjadi sebuah pengaturan baru dalam sistem
pemerintahan desa harus segera disadari betul beragam makna yang terangkum didalamnya.
Undang-udang dalam sistem kelola sebuah negara seperti Indonesia tentu memiliki
konsekuensi nyata. Keadaan ini tidak dapat hanya diperdebatkan sebagai uforia baru,
melainkan harus juga dimaknai secara jelas terkait dampak dalam penerapannya di masa
mendatang. Isu Otonomi sekarang ini sudah cukup menjadi bahan diskusi besar bahkan hari
ini bahasan terkait penjelasannya di desa diperkuat dengan adanya dokumen baru yang lebih
di kenal dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Beberapa catatan dalam tulisan ini akan
membahas terkait aspek dilematis yang harus dicermati bersama terkait penjelasan dalam UU
Desa yang akan segera diimplementasikan.
Desa merupakan sosok pemerintahan lokal yang memiliki beragam identitas.
Berbagai unsur kehidupan berawal dari sini. Desa sudah ada dari sebelum bangsa ini
merdeka. Desa sebagai salah satu bagian suatu negara memiliki karateristik yang sama
sebagai salah satu lingkungan politik, sosial, ekonomi dan budaya seperti dalam Governance.
Keadaan ini secara nyata memberikan pengaruh besar tata kehidupan desa terutama dalam

meciptakan stabilitas diberbagai bidang. Dinamika struktural ini memberikan bukti bahwa
aktifitas sistem pengelolaan tata pemerintah desa memiliki kompleksitas penting. Lagi pula
desa sebagai struktural terkecil sekaligus ujung tombak pemerintahan negara. Desa memiliki
tingkat kerentanan yang tinggi dalam mengahadapi isu dan gejolak sosial yang timbul.
Gejolak sosial ada dan menciptakan sistem pelembagaan sosial dinamis tercipta dari
keberagaman aktivitas sengaja maupun tidak sengaja timbul untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat (Koentjaraningrat, 1970). Dominasi sosial budaya sebagai salah satu bagian yang
tidak dapat beranjak jauh dari masyarakat desa. Keadaan ini yang sudah menjadi salah satu
karakter dan struktur sosial masyarakat menjalankan fungsi dengan baik.
Dilema UU Desa
Undang-undang pada dasarnya merupakan penjabaran dari struktur perundangan
amanat dari UUD 1945. Suka tidak suka dokumen ini akan menjadi penentu baru
perkembangan pengelolaan desa kedepan. Unsur khas otonomi desa yang selama ini santer
terdengar secara nyata telah diperkuat dengan adanya UU Desa yang telah terlahir. Beragam
konsekuensi baru tentu telah menanti tatkala pelaksanaan UU Desa ini dilaksanakan.
Terdapat beberapa point penting yang harus dicermati bersama dalam UU Desa ini. Hal ini
dikarenakan berbagai perubahan yang termuat di dalamnya memiliki nilai yang cenderung
jauh dari ekspektasi peraturan sebelumnya terkait desa yang tercantum dalam UU 32 Tahun
2004. Beberapa perubahan ini ada dalam beberapa pasal di dalamnya terkait masa jabatan
1


lurah, aliran dana dari APBN untuk desa. Dalam terkait anggaran pada desa ini ada dalam
pasal 72 dalam UU tersebut. Dalam pasal tersebut dana alokasi desa merupakan dana yang
diambil 10% dari dana untuk transfer daerah. Jika diandaikan dengan melihat jumlah
anggaran pada tahun ini ada sekitar 42 trilliun untuk dibagikan pada 79.702 data BPS tahun
2012. kurang lebih dana yang mengalir antara 540 juta perdesa. Dana ini terbilang cukup
besar untuk ukuran desa. Pertanyaan yang paling dasar dalam permasalahan ini terkait
mekanisme anggaran seperti apa yang harus ada dalam mengontrol aliran dana supaya tidak
lagi salah sasaran dikuasai oleh kalangan yang melakukan korupsi?
Sebenarnya tidak hanya sistem anggaran saja yang harusnya diperhatikan melainkan
masalah lain yang memang menjadi dasar sistem pemerintahan di desa. Sudah menjadi
rahasia umum kalau desa kepala desa dan perangkatnya selama ini memiliki masalah SDM.
Kapasitas SDM yang selama ini kurang merata. Alasan lain juga yang dapat terlihat dari
disparitas antara perkembangan SDM yang lebih bias ke kota. Keadaan ini memberikan
berbagai pertanyaan terkait sistem pemerintahan desa seperti apa yang seharusnya dapat
disiapkan di tingkat lokal, Dalam kenyataan yang ada kita dapat melihat konteks desa yang
berkembang bermacam-macam. Satu desa yang ada di Aceh, atau bahkan di Jawa tidak dapat
di samakan sama dengan di daerah Papua. Sistem adat, sistem sosial budaya, sistem
kehidupan lokal pun menjadi dasar bagaimana kedepan desa menjadi pemerintahan yang
menentukan masa depannya sendiri.

Selain itu terkait beberapa kapasitas yang selama ini menghantui pandangan terkait
kapasitas SDM aparat desa yang ada. Ada beberapa istilah yang sepat di beredar di media
massa terkait dengan di sahkanya UU desa jangan sampai banyak perangkat desa masuk bui.1
Akan seberapa besar penjara yang akan dibangun kalau hal ini terjadi. Tentu bukan harapan
dari sebuah pengesahan UU desa ini. Terdapat beberapa pekerjaan rumah yang cukup berat
yang sebenarnya harus di lakukan pemerintah pada tingkat di atasnya terkait masalah
implmentasi UU desa. Bukan soal waktu saja yang harus dipertimbangkan. Terkait
keseriusan pemerintah dalam menjalankan amanat UU desa ini harus benar-benar dapat
dilaksanakan. Hal ini harus dilakukan agar tidak ada lagi UU yang cacat bawaan yang
nantinya juga bisa saja bergulir pada pengadilan tata usaha negara. Ini merupakan kewajiban
kita bersama. Era Good Corporate Goverment harus menjadi ideologi bersama yang dapat
menjadi panduan kemajuan di masa depan.
Kucuran dana yang begitu besar amanat dari UU Desa yang akan segera di sahkan
sebenarnya terdengar dilematis. Hal ini dikarenakan terkait masalah sistem anggaran
pengelolaan APBN belum dipahami secara menyeluruh oleh perangkat desa. Berbagai
ketakutan pun muncul terutama terkait sistem pelaporan keuangan yang harus menjadi
sarapan kepala desa dimanapun penjuru negeri ini tak terkecuali. Aliran dana yang selama ini
ada di pusat harus memiliki ketentuan harus benar-benar mampu dialokasikan sepenuhnya
untuk kepentingan publik. Namun sistem seperti apa yang nantinya mampu menjamin hal
tersebut. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang harusnya juga di pikirkan oleh

perencana sebelum UU ini mulai diimplementasikan. Memang masih ada waktu 1 tahun
1

Viva news “UU Desa Disahkan, Jangan Sampai Banyak Kepala Desa Masuk Bui” Jum’at 20 Desember 2013)

2

sebagai langkah pelatihan sebelum dana amanat UU Desa benar-benar diimplementasikan.
Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya seberapa efektif sosialisasi ini dapat dilakukan?
Cara seperti apa? Keadaan ini harus disadari bersama pemerintah, masyarakat dan lembaga
lain yang berkepentingan dalam kesejahteraan publik. Sistem anggaran yang ada nantinya
harus memiliki sistem evaluasi yang jelas agar tidak akan timbul berbagai masalah yang
mengancam anggaran publik bangsa ini.
Sistem perencanaan juga harus menjadi perhatian hal ini dikarenakan terkadang
masalah yang muncul selama ini karena masalah tidak adanya singkroninisasi perencanaan
yang selama ini dari musrembang dus, des, hingga musrembang nasional, bahkan terkadang
terkontaminasi dengan unsur prioritas yang tumpang tindih dan tidak jelas arahnya. Terkait
PP yang juga yang harus ada sebagai penunjang dokumen UU desa yang akan
diimplementasikan setiap pemerintah daerah juga harus jeli melihat keadaan ini. Bentukan PP
amanat UU yang harus ada paling lambat 2 tahun setelah UU disahkan Dalam pembahasan

DPR UU desa tidak perlu banyak PP hanya PP terkait subtansi keuangan, pengawasan, dan
pemerintahan harus segera dipersiapkan. Beberapa perda harus sesuai dengan kondisi lokal
masyarakat.
Masa Depan Desa
Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki tanggung jawab yang besar terkait
masa depan pembangunan Indonesia kedepan. Dengan disahkannya UU Desa seharusnya
akan mampu memberikan dampak yang baik terhadap perkembangan pembangunan kedepan.
Tidak hanya sekedar pengalihan anggaran dan tanggungjawab pada pemerintah tingkat lokal.
Terkait persoalan SDM yang ada di desa selama ini pertimbangan kualitas hingga distribusi
kapasitas SDM perlu menjadi pertimbangan utama. Keadaan ini menjadi sebuah prasyarat
mutlak yang perlu disetarakan agar mampu mewujudkan konsensus dalam sistem
pengelolaan pemerintahan kedepan. Sehingga persoalan terkait salah pengelolaan tidak akan
lagi menjadi soal yang serius dalam perkembangan selanjutnya.
Dengan disahkannya UU Desa sebenarnya memiliki makna baru terkait kepercayaan
desa sebagai lembaga yang dipandang setara dengan beberapa perwakilan dinas di daerah
maupun lembaga daerah di atasnya. Tidak hanya sebagai lembaga menyediakan pengantar
surat, kaki tangan pemerintah melainkan lembaga yang secara mandiri dan mempunyai tugas
menjaga kesejahteraan masyarakat unit kecil dilingkungannya. Konsekuensi ini memberikan
pandangan akan adanya profesionalisme kinerja yang dapat di pantau secara transparan
bahkan akuntabel. Dengan berbagai unsur lokalitas yang ada desa memiliki berbagai masalah

lain terkait sistem pemerintahan lokal desa. Sistem adat yang satu dengan lain saling berbeda.
Hal ini juga harus menjadi pertimbangan. Sistem pemerintahan seperti apa yang memang
layak dan dapat mengakomodasi hal ini. Tentunya ada hal lain juga terkait sistem monitoring,
evaluasi dan kontrol seperti apa yang harus juga ada di masyarakat agar pelaksanaan UU desa
ini akan mampu menjadi amanat bersama.

3